Hari ini terakhir masa Orientasiku. Masa pengenalan untukku sebagai Mahasiswa angkatan baru, mengenali bahkan mendalami sarana tempatku menata Ilmu seperti apa. Oya, by the way lupa bilang ke kalian kalau aku berkuliah di Jurusan Bisnis Marketing Universitas of London. Tempat kuliahku termasuk ke dalam lima Besar Univ terbaik di UK.
Hari ini aku merasa sedikit aneh dari biasanya, ini terjadi sedari pagi hari. Papa juga sedikit mempertanyakan kondisiku sebelum mengantarkan aku ke kampus. "Perasaan aneh apa ini?" Batinku. Irama jantungku serasa lebih cepat dua kali lipat dari biasanya, dan hari ini insting dan penciumanku terasa sangat aktif, beberapa aroma menarik perhatian dan beberapa lagi terasa mengguncang perutku.
"Hay Ene, Are you okey?" Tanya salah satu teman dekat yang ku temui saat Ospek. Namanya Lucianna Acyellen. Gadis cantik berambut ikal cokelat sebahu, warna matanya mengikuti warna rambut, terlihat Indah dengan bulu mata panjang dan alis yang tebal, hidung mungil dan juga senyum yang menawan. Tingginya dibawah sedikit dariku.. aku 172cm, for your information, hehe. Dan sepertinya Lucia memiliki tinggi sekitar 168-170cm.
Dia salah satu gadis yang hari ini ku tahu banyak di dekati para lelaki di jurusan kami. Apakah dia famous? Hm.. maybe, gak bisa bilang tidak juga, karena terbukti baru beberapa hari pengenalan di kampus, dia sudah didekati oleh banyak kakak tingkat. Okey! Back to the topic, hari ini sungguh tidak seperti bisanya, tunuhku benar-benar memberikan respon yang tidak baik. Aku hanya ingin segera pulang dan istirahat dirumah.
"Ene.. " Aku sontak menoleh ketika Lucia mencoba menyadarkanku. Jarinya menunjuk ke arah Presiden BEM a.k.a Arrone yang sedang duduk bersebrangan denganku, memperhatikan ke arah kami berdua. Entah mengapa aku hanya memanggilnya Arrone tanpa embel-embel 'kak'. Ketika aku menoleh, mata kami bertaut satu dengan yang lain membuat desiran darahku terasa mengalir dengan cepat.
"What strong with me???"
Aku tidak bisa berpikir jernih sekarang. Suara itu muncul kembali di kepalaku. No!!! Gak mungkinkan aku menunjukan perubahan mataku di tempat umum seperti ini.
"Kontrol Ene, kontrol!". Ucapku dalam hati. Aku berusaha mengalihkan fokus pikiran, tapi apa ini..
"Demicielle, Mate, Demi, Mate.." Kata-kata itu terus saja muncul dikepalaku.
"Aghh, a.. ak.. aku!"
#.Pov Lucianna
Aku Lucianna Acyellen seorang Noblesse yang diutus atau mungkin lebih tepatnya dikutuk untuk menjadi penjaga darah murni Werewolf seumur hidup, di luar dari tugasku sebagai penengah dan penjaga perdamaian dunia immortal. Entah apa yang dilakukan leluhurku dulu sampai-sampai aku harus menjadi seperti sekarang ini.
Beberapa bulan lalu, Anthoni De Cassio dari Koloni Bloodmoon, datang menemuiku secara terang-terangan dan memberi tugas untuk mencari tau tentang Alpa mereka yang telah lama menghilang. Selama ini yang ku tau werewolf memiliki Alpanya masing-masing dari setiap Koloni yang ada. Namun setelah mendengarkan penjelasan Antonio, aku sedikitnya mengerti dan mulai tertarik untuk mengetahui siapa sang Alpa yang telah meninggalkan koloninya hanya karena sebuah rasa 'Cinta' dan hubungan terlarang yang ia pertahankan.
Aku begitu sangat mudahnya mengetahui dimana kediaman mereka berada, entah karena kehebatanku atau memang karen Anthoni sengaja memberiku pekerjaan yang dia sendiri malas untuk lakukan. Dan perlahan aku menyadari ke anehan yang terjadi, sang Alpa yang bernama Jasson Alwolf ini, memiliki keturuan sepasang anak laki-laki dan perempuan yang sedikit berbeda dari keturunan-keturunan werewolf yang lain. Namun sejauh ini kehidupan mereka baik-baik saja.
"Apakah aku harus membawanya kembali ke koloni?" batinku.
Aku menyadari jika sang Alpa memiliki aura yang luar biasa seperti leluhur sebelum-sebelumnya tapi yang tidak disangka-sangka adalah putri dari sang Alpa yang memiliki berkali-kali lipat karunia dari sang Alam yang bisa ku lihat dalam dirinya.
The real Alpa ada pada Shewolf keturunan murni dari keluarga Alwolf bangsawan Bloodmoon. Aku pikir ini akan menjadi tugas yang paling menarik dari biasanya, atau diakah (shewolf) yang harusnya ku bawah ke koloni? Isi pikiran di kepalaku membuat perutku terasa dikelitik. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana para petinggi-petinggi akan mengatasi ini.
By the way, umurku sudah tidak terhitung saking lamanya aku hidup. Aku sudah melihat beberapa koloni werewolf berganti Alpa termasuk koloni bloodmoon, aku memperhatikan mereka dari sejak buyut-buyut keluarga Alwolf tumbuh besar.
Koloni Werewolf yang masih ada saat ini yang ku tau adalah mereka-mereka yang mendominasi segala penjuru; bagian utara di dominasi oleh Pack Koloni Bloodmoon, Selatan ada pack Koloni Redmoon, Barat ada pack Koloni Blackmoon dan di Timur tempat perkumpulan Godwolf, petinggi-petinggi dari berbagai penjuru kaum werewolf di dunia. Namun dari sekian yang ku sebut, kaum werewolf tersebar sangat banyak membentuk pack kecil yang dipimpin oleh Pack Koloni wilayah masing-masing.
Godwolf adalah mereka-mereka yang menjaga persatuan dan kedamaian antar Koloni, walaupun ujung-ujungnya tetap akan ada koloni-koloni yang membelot dan berbentrokan satu dengan yang lainnya untuk menunjukan kekuasaan masing-masing. Dan kali ini dari sekian abad aku menunggu penugasan untuk mengkawal salah satu Alpa, inilah yang ku peroleh. Very-very interesthing! tidak sabar melihat ending dari kejadian ini.
"Hm, akankah yang menjadi the next Alpa benar dia.." pikirku sebelum akhirnya aku mengantarnya ke Unit Kesehatan kampus. Aqueene Alwolf, Shewolf yang memiliki keberkahan dari Alam yang diluar ekspektasi dan Nalar ini pingsan tepat di sampingku saat aku menunjuk ke arah Presiden Mahasiswa kampus yang adalah calon Alpa Koloni Redmoon. "Apakah mereka mate? Ini akan menjadi hal yang luar biasa jika ia bisa sampai ke tahap akhir dari ceritanya"
Setelah sampai di unit kesehatan, hanya ada aku dan dia dalam ruangan, aku memperhatikannya mulai membuka mata, tapi kali ini ia sedikit terlihat berbeda.
"I'm Lord-Damicielle.." ucapan yang terlontar setelah dia bangun dengan warna matanya yang berbeda. Aku sepersekian detik terdiam dan kembali sadar ketika sekujur tubuhku tersungkur diluar kendali pribadiku.
"Lama tidak berjumpa denganmu Noblesse ku yang terhormat.."
aku terkekeh mendengar perkataannya. "Sial...dia kembali" Umpatku dalam hati.
"Kau menggelariku dengan sebuah kehormatan, tapi kau membuat tubuhku jatuh tersungkur hanya agar aku menghormatimu?!".
Aku memandanginya sinis, namun aura intimidasinya yang mencekam sangat kuat hingga tak kuasa rasanya mataku menatapnya.
"haha, sudah lama aku tidak mendengar perkataan sinismu dan sifatmu masih saja sama dan tetap arogan.. apa si anthoni itu yang mengutusmu?".
Aku berdecak kesal dan menggerutu dalam hati mendengar perkataannya.
"Tentu saja! Seperti katamu.. aku diutusnya". Ucapku singkat tidak ingin menanggapi lebih.
"Baguslah.. dia akan menjadi Alpa menggantikan Ayahnya. Bimbing dia hingga tugasmu selesai! Ku peringatkan ini tidak akan mudah, aku akan sering-sering bertemu denganmu mulai sekarang Noblesse ku yang terhormat". Dia tersenyum memandangiku, kemudian anak itu kembali tertidur dengan tenang.
"Sial.. sungguh diluar ekspektasi! Dia, yang membuat gadis ini spesial. Dia bersemayam dalam tubuh gadis werewolf berdarah murni ini.. Hahaha menarik!".
Aku mencoba berkomunikasi dengan Lord-Dami menggunakan mindlink, dan ia hanya memberiku tambahan tugas lagi. "Huff menjengkelkan, mereka pikir aku pembantu yang seluwesnya mereka suruh-suruh" gerutuku dalam hati. Menurutnya aku harus menjauhkan gadis ini dari Mate-nya. "Tapi bagaimana caranya?" yang ku ketahui werewolf memiliki karunia untuk menemukan mate mereka secara alami, walaupun pada akhirnya semua akan ditentukan oleh para Godwolf jika menyangkut dengan para Alpa dan keturunan mereka.
Silau sinar lampu tajam menerobos masuk ke retina mata, membuatku sedikit kesulitan untuk melihat sekeliling . "ah, dimana ini?!" sembari menghalangi cahaya masuk ke mata dengan bentangan telapak tanganku."Kau sudah sadar Ene.." suara yang tampak terdengar tidak asing. Aku menoleh ke sumber suara mendapati Lucia tersenyum padaku."Bagaimana perasaanmu?!" Ucapannya membuatku sedikit banyak berpikir akan apa yang terjadi. "Apa Lucia melihat perubahan mataku atau apakah werewolfku nampak padanya?! Tapi Lucia tidak takut atau bahkan memandangku aneh" - batin. Aku mencoba tersenyum setelah sadar dari lamunanku. Aku berpikir, haruskah ku tanyakan apa yang terjadi?! Atau diam saja pura-pura tidak peduli! Tapi..."Ene..." Panggil Lucia sedikit mengagetkanku."Ya?" Aku menyahutinya, tapi betapa terkejutnya aku, ketika Lucia tidak terlihat lagi disekitaran pandanganku. "Apa ini mimpi?!" Ucapku dalam hati mempertanyakan situasi yang terjadi saat ini
"Aku terlalu lelah untuk berlari.. ini sudah dibatas kemampuanku". sembari merebahkan tubuhku bersandar di salah satu batang pohon besar ditengah hutan. Suasana yang tidak asing bagiku, tapi entah dimana aku berada sekarang."Teruslah berjalan Aqueene, sebentar lagi kau akan sampai". Suara itu terus saja memacu ku untuk berlari entah kemana arahnya. Langit mulai tampak gelap, tapi aku tetap bisa melihat dengan jelas suasana disekelilingku, angin menembus tajam masuk ke kulit, tapi aku tidak merasakan dingin sedikitpun."Larilah Aqueene! LARI.."Suara yang berbeda memintaku untuk lari."Papa!".Aku meyakinkan diriku jika yang terdengar adalah suara ayahku. Suasana bertaut menjadi kelam, kabut embun dimana-mana menutupi pandanganku."Teruslah berjalan Aqueene!""Lari Aquenne! Lari.."Suara-suara itu terus
Aku dan Lucia berada di satu mobil ketika papa menawarkan diri untuk mengantar kami. Suasana tenang dan terkesan diam nan hening menyerbu kami, entah vibe apa yang mereka berdua bangun setelah berjalan-jalan pagi tadi. Yang jelas aku hanya melihat kecanggungan ataupun sejenisnya menyapu suasana di dalam mobil pagi ini.Sesampainya kami di kampus, papa menyapa dengan senyum khas yang akhirnya terlihat olehku. Satu kecupan mendarat di dahi. "Good luck for today honey :) belajar yang giat". Sembari memutar balik mobilnya dan pamit. Aku dan Lucia berjalan menuju kelas kami yang akan dimulai setengah jam lagi.Di perjalanan aku menanyakan semua hal yang terjadi antara papa dan Lucia setelah menimbang-nimbang rasa penasaranku."Jadi.. apa yang kau bicarakan dengan papaku?". Lucia hanya terdiam sembari menatap lurus ke depan."Tidak ada Nona.. hanya tentang predikat calon Alpa yang ditetapkan untuk anda". Langkahku terhenti, aku memutuskan untuk bertanya semua
#.Pov ArroneHai, aku Arrone Maagsolf calon Alpa koloni Redmoon. Sebentar lagi hari pelantikanku sebagai Alpa dalam kaumku tapi sejujurnya aku belum siap untuk itu. Papa memintaku untuk menemukan mate-ku secepatnya sebelum aku dilantik agar pelantikanku bisa disertakan dengan pelantikan mateku menjadi Luna dalam koloni kami.Tapi siapa werewolf mate-ku? Akupun sudah jenuh untuk mencari. Godwolf pun sama sekali belum memberikan akses untuk menentukan mate bagiku. Akhirnya aku memutuskan untuk keluar dari Koloni dan mencari lebih jauh, siapa tau alam berpihak mempertemukanku dengan werewolf yang pantas untuk disandingkan denganku sang Calon Alpa ini.Hampir 3 tahun lamanya aku bergutat di dunia manusia sembari bergumul dengan studi yang ku ambil sampai satu ketika wolfku bernama Eguardo yang seringnya ku panggil Eg bereaksi diluar dugaanku melihat salah satu manusia c
Aku sedang berada diruang tamu bersama papa dan mama, menikmati secangkir teh butterfly pea flower, bunga berwarna biru berasal dari Asia Tenggara yang dikirim oleh keluarga jauh kami sembari menunggu El pulang ke rumah."Sebentar lagi puncak bulan purnama, semoga saja El tiba tepat waktu". Ucap papa dengan sedikit menampilkan mimik wajah kuatirnya. Aku menawarkan diri pada papa dan mama untuk melacak keberadaan El.Awalnya mereka bingung bagaimana aku bisa melakukan sesuatu diluar nalar. Mengetahui dimana posisi seseorang berada terhitung dari jarak yang sangat jauh, tapi aku berusaha menunjukan beberapa hal yang selama ini bisa ku lakukan, walaupun hal ini sudah bukan menjadi rahasiaku lagi. Warna mataku berubah menjadi ungu violet, nampak dalam penglihatanku El sedang dalam perjalanan menuju rumah kami."El...". Aku mencoba berkomunikasi dengan membuka mindlink-ku.."Elrayeen.. ini kak Ene, kau mendengarku?"...Aku melihat El sekejap berh
Jam menunjukan pukul 07.15 pagi, aku bersama keluargaku menikmati sarapan pagi kami dengan nikmat tidak terlepas dari pemikiranku tentang mimpi buruk semalam."Ene maaf, papa tidak bisa mengantarmu hari ini, papa ada meeting pagi". Aku hanya tersenyum sembari mengunyah makanan yang ada di mulutku."Nanti kakak biar El yang antar pa". Sekali lagi aku hanya tersenyum dengan pipi menggembul dikarenakan mulutku yang penuh dengan makanan.Setelah selesai sarapan, kami berpamitan untuk berangkat. By the way, El sekarang tingkat akhir High-School dan sebentar lagi akan mengikuti jejakku menjadi Mahasiswa, badannya yang tegap dan sedikit kekar membuat El tampak terlihat seumuran denganku. Wajahnya pun bisa dikategorikan dalam dafta pria-pria tampan bagi banyak wanita dan aku mengakui itu. Aku mengakui ketampanan adik sematawayangku, and i'm a proud sister :)."El, Kemarin saat kalian (El dan Iko) tidak ada dirumah, kakak benar-benar tidak tau kemana kalian pergi,
Epping Forest, Inggris.#. Pov AnthoniAku sedang mengurusi perbatasan Barat wilayah Koloni Bloodmoon setelah mendengar adanya pembantaian dari beberapa Wolf liar (Rogue) yang menghantarkan kematian dari Wolf-fortress dan warrior koloni kami. Koloni Bloodmoon menjadi incaran para makhluk-makhluk yang ada di dalam maupun di luar hutan. Mereka yang tau banyak mengenai werewolf, spesifik pada koloni kami pasti akan memiliki niat untuk menanaklukan pack koloni, dikarenakan tidak adanya sang Alpa. Dan posisi kepemimpinan saat ini diisi olehku 'pemimpi strategi Koloni sementara' yang entah sampai kapan.Hampir seperempat abad, Koloni kami tidak memunculkan diri ke permukaan dan bahkan mengikuti pertemuan antar koloni pun tidak. Beberapa dari kaum kami yang hidup dibelahan negara yang jauh akan mengira jika Koloni Bloodmoon telah punah atau bahkan di
Beberapa hari lalu ayahku kedatangan tamu, dan bisa kalian tebak rumah kami kedatangan siapa? Yap! Anthoni De Cassio, pelayan setia keluar Alwolf turun temurun, bahkan kata ayahku, Anthoni sudah menjaganya sejak ia lahir, bahkan ketika pertama kali aku bertemu, sikap loyalnya sudah terlihat.Pukul 07.00 PMTepat di ruang makan, aku dan keluargaku menikmati makan malam bersama. Dan ditengah perbincangan ayahku mengumumkan hal yang sedikit banyak mengagetkanku dan tentu saja El."Papa akan urus surat kepindahan kalian, untuk sementara El akan home schooling, dan Ene.. sayang, kau akan cuti untuk sementara waktu. Bisakan?". Aku menghentikan kegiatan makanku dengan keterkejutan yang ku dapat dari papa sembari menatapnya lekat."Ada apa pah? apa ada masalah? Kenapa semuanya tiba-tiba?" Tanya El tenang, walaupun aku tau dalam dalam hati, ia pasti memberontak."Ene, El, papa dan mama minta maaf harus membuat keputusan sepihak" ucap mama mengambil alih pembicaraan
"ku mohon, jawab aku!" turutku tegas.Terik matahari menyengat, merambatkan cahayanya melintasi selah-selah tirai kamarku.Setelah pertemuan kami selesai, aku bergegas kembali ke ruangan. Anthoni dan beberapa guards sedang menjalankan tugas untuk menyampaikan pesan ke tiap-tiap koloni dan para kaum immortal yang ada.Entah mengapa, firasatku berkata ini bukan hanya sekedar tentang pack atau bahkan kaum kami saja, "apa ini akan jadi perang besar?" ucapku, membatin.Tuk.. tuk.. tuk..Suara ketukan pintu membuyarkan lamunanku, tercium aroma khas tubuh sosok yang ku kenal, "masuklah" timpalku.Lucia tersenyum, dengan jubah putih yang indah menyampu lantai kamarku, ia berjalan mendekat."Apa dia masih tertidur?" tuturnya sembari menatapku."Kau tahu?" ucapku spontan menanyainya."Hm.." ia kembali tersenyum dan kini mengambil tempat tepat di sampingku."Biar ku bantu, dia tidak akan meresponmu tanpa desakan." ucapnya la
"siapkan pasukan! Waktunya telah tiba. Kekeke.." ucap salah seorang wanita yang wajahnya nampak tertutup oleh bayangan hitam dalam cahaya malam. Dengan tawa dan lantunan mantera yang ia ucapkan, membuat para pasukan bayangan kegelapan bangkit dari tidur mereka dan bertebaran dilangit malam."Baik, Ratu!" timpal seorang dengan deep tone yang terdengar dibalik kegelapan."Saat bulan berdarah tiba, semuanya akan menjadi milik kita. Dunia immortal akan menjadi milik kita" ucapnya lagi.***"Alpa.." sapa Anthoni dibalik pintu ruanganku."Ada apa, An?" tanyaku."Semuanya tengah menunggu anda dibawah.""Baiklah" ucapku meminta Anthoni untuk turun terlebih dahulu.Pagi ini aku terbangun dengan gelisah, tubuhkan mengeluarkan hawa panas, tidak seperti biasanya.Aku berjalan menuju mainhall, dari jauh beberapa mata memandangku dengan tatapan yang sulit ku artikan. Kali ini pun diriku dibuat terheran dengan berkumpulnya semua orang
"Besok aku akan kembali ke Pack" tuturku membuka percakapan ditengah keheningan antara diriku dan Arrone malam ini."Tak bisakah kau menundanya lagi?" balasnya.Sembari menggelengkan kepalaku pelan, "ini sudah terlalu lama, Ar. Ku mohon mengertilah." ucapku, menolak keinginannya dengan lembut.Terdengar suara tarik nafas kasar sebelum mateku berkata lebih lagi, "baiklah, kita akan ke perbatasan besok pagi. Aku akan mengawalmu." tuturnya lagi, walau dengan wajah kekecewaan yang tersirat.Setelah insiden yang terjadi di perbatasan terakhir kali, aku menunda kepulangan ke pack selama seminggu penuh dan hanya ditemani oleh Groovin, sedangkan Anthoni dan para guards lain telah beranjak mendahuluiku untuk kembali ke Koloni Bloodmoon terlebih dahulu."Vin, kau mendengarku" sapaku melalui mindlink."Ada yang bisa saya bantu, Alpa?" timpal guardku."Persiapkan kepulangan kita besok." pintahku."Baik, Alpa."***Keesokan ha
Butuh beberapa puluh menit lagi untuk sampai keperbatasan. Namun faktanya, wilayah Koloni Redmoon kembali dibobol oleh para serigala liar dan..., entahlah!Tercium aroma asing yang tidak pernah ku ketahui sebelumnya, "tipis, seperti sengaja untuk disamarkan." batinku."Apa ini ulah mereka lagi?" ucap Arrone."Mereka?... Siapa?..."***Anthoni terlihat bergegas mengarah ke arahku dan Arrone, "Lapor Alpa, didepan para rogue sedang mencoba untuk menghadang para warrior dan guards, namun kali ini ada yang berbeda, para serigala liar itu seperti memiliki sepuluh kali lipat kekuatan dari biasanya. Pergerakan mereka pun sulit untuk diprediksi dan bahkan mereka terlihat menyerang tidak hanya dengan tangan kosong.""Apa maksudmu, An. Tidak dengan tangan kosong?" tuturku heran. Baru kali ini mendengar jika kawanan serigala liar itu mampu membuat kawanan mereka di akui.Kali ini Arrone kembali memimpin dengan Alpa tonenya, memberi arahan pada Be
Malam ini terasa panjang dan menggairahkan setelah ku lalui bersama dengan Arrone. Kami menuangkan segala kerinduan yang mendalam setelah terpisahkan jarak dan waktu yang cukup lama.Perlahan tanganku menyusuri setiap lekuk wajah mateku, menancapkan kerinduan yang mendalam pada rona wajahnya. Pandangan kami bertemu satu sama lain dengan nafas dan detak jantung yang memburu, Arrone perlahan kembali memberikan sensasi yang menaikkan adrenalin untuk menghabiskan malam panjang kami.***Silauan cahaya matahari menembus sela-sela jendela, perlahan aku membuka mata dan beranjak dari tempat tidur terlebih dahulu tanpa membuat Arrone terbangun. Aku merasakan keberadaan Anthoni di balik pintu seakan menunggu kami hingga tersadar."Anthoni.." ucapku melalui mindlink."Ya Alpa, selamat pagi. Maaf membuat anda terbangun.""Tak apa, kalian sudah siap?" tuturku lagi."Sudah, Alpa. Alpa Christ dan Luna Diana sedang menunggu di ruang jamuan unt
"Arbyon!" tuturku terkejut melihat pemuda itu dipenuhi baluran darah segar disekujur tubuhnya.Tatapan tajam dengan kilauan nanar hitam nan pekat menggambarkan segala hal yang terjadi padanya. "Arbyon..." ucapku lagi, namun kali ini dengan nada yang terdengar lebih pelan dan lembut."Apa yang terjadi?" tanyaku.Hening melanda kami hingga beberapa saat. Aku melempar tatapan disegala sisi ruangan, tercium bau amis darah segar memenuhi sekitar kami. "Sama sekali tidak ada tanda-tanda kehidupan, selain dari kami berdua." pikirku."Mereka semua pergi meninggalkanmu!" ucapnya datar. Perlahan kabut gelap menutupi tubuh pemuda itu, membawanya lenyap dalam sekali kedipan mata, dan sekejap saja ruangan dimana aku berada terlihat seperti pemakaman maut.Mereka.. mereka semua..."Aarrgg.. hah, hah, hah!"***Aku menghirup nafas dalam-dalam dan menghembuskannya setelah tenggorokanku terasa sulit untuk menelan salivah. Mataku menjelajahi sel
Suasana kembali tegang seketika Dami menampilkan senyum sinisnya menatap tamu yang dibawah Orlambus untuknya."Selamat datang, my new Guard." ucap Dami, yang membuat beberapa orang terkejut, termasuk diriku.*****"Wah, kau merekrut guard baru tanpa memberitahuku terlebih dahulu?" hardikku, melalui mindlink.Tak ada jawaban darinya, benar-benar membuatku kesal dan ujung-ujungnya, hanya akan membuat ku terdiam dan menjadi pengamat yang baik atas segala tindakan yang ia lakukan."Selamat datang di gubuk kami Fikarus Alezo." pungkas Dami.Pria itu hanya tersenyum kecil, meraih tangan ku dan menggenggamnya lembut."Senang bisa melihatmu lagi, kau tak kalah cantiknya seperti dulu." ucap pria itu."Uh, dia melayangkan godaan padamu" hardikku kembali tak kalah sarkasnya, namun tetap saja perkataanku seperti tak terdengar olehnya."Untung saja Arrone tak disini, kali ini aku bisa memaklumi tindakanmu." batinku.Dami tampa
Alexa, Guard yang ditempatkan menjadi kepala untuk para warrior penjaga perbatasan menyalakan petasan tanda sesuatu hal yang genting sedang terjadi dan berasal dari pintu perbatasan utara, membuat ku yang saat itu berada di perbatasan selatan bersama Groovin sedikit terkejut, Groovin terdiam menunggu perintah dariku, aku mencoba memindlink Alexa dari jarak jauh dengan kekuatan yang ku punya."Alexa, kau bisa mendengarku?" ucapku."Bisa, Alpa" timpalnya."Apa yang terjadi?""Perbatasan diserang oleh beberapa rogue, vampir liar dan seorang black witch. Semua tampak diluar kendali, Alpa. Mereka menyerang dengan membabi buta" ucap Alexa terdengar sedikit panik."Baiklah aku mengerti, bertahanlah sejenak, aku akan meminta yang lain untuk menyusul, kau bisa ku andalkan, kan?""Baik, Alpa" ucapnya sebelum memutuskan mindlink denganku.Aku meminta Groovin mengarahkan seperempat pasukan gerbang selatan untuk membatu para warrior dan wolf
Kicauan burung terdengar, menapaki silauan senja yang terlihat dibalik pegunungan yang menjulang indah di depan mata. Aku sedang menikmati waktu senggang ku bersama papa, mama dan El, menikmati secangking teh hijau tepat di halaman belakang kastil Bloodmoon. Kembali mengenang masa dimana kami masih tinggal dan berbaur bersama para manusia."Pa, bagaimana dengan usaha Cafe yang papa tinggalkan?" tanyaku menaruh penasaran dengan nasib usaha yang pernah papaku tekuni untuk menghidupi dan memenuhi segala kebutuhan kami."Rencananya, jika keadaan menjadi lebih membaik, papa dan mama akan berkunjung ke dunia manusia untuk mengecek segala sesuatunya dan juga mungkin, ini hanya kemungkinan yang akan terjadi, papa dan mama akan menetap disana untuk waktu yang belum bisa dipastikan." jawab papa seraya menjelaskan beberapa planning yang telah ia pikirkan dan sepakati bersama dengan mama.Aku cukup terkejut dengan keputusan yang mereka buat, hanya saja, aku tidak ingin bert