Hari-hari kebahagiaan menyelimuti Reyna dan Aldi. Rumah tangga mereka kembali harmonis bahkan menjadi lengkap karena kehadiran Azlea di tengah-tengah mereka. Reyna sangat menyayangi Azlea seperti anak kandungnya sendiri.
Tiga bulan pertama Aldi sangat menjaga perasaan Reyna, segala janji yang sudah dia sepakati pada Reyna selalu dia jaga, mereka tidak tahu bahwa sosok wanita kedua Aldi telah merencanakan sesuatu yang jahat.
"Pa, bisa antar aku ke rumahku? Aku harus mengambil berkas-berkas yang tertinggal untuk pengurusan akte lahir Azlea.
Aldi melirik Nadia yang berada di sampingnya.
"Akte lahir Azlea bukannya akan diurus oleh Andre?" jawab Aldi datar sembari fokus menyetir mobil.
Nadia menatap Aldi dari kaca spion. Laki-laki tampan yang dia puja terlihat sangat rupawan, entah mengapa Nadia sangat menginginkan sentuhan suaminya namun, bayangan Reyna menghapus haya
Si Nadia makin gila nih sama si Aldi, bagaimana nasib Reyna selanjutnya? Lanjut komen dan tinggalkan jejak kalian ya sayang-sayangkuh. .Love you much.
Reyna melirik jam di dinding, waktu telah menunjukkan pukul 23.00 waktu setempat. Wanita itu masih tidak bisa memejamkan matanya. Masih terbayang wajah Aldi yang tertidur pulas di samping Nadia. Sebenarnya dia berdusta saat mengatakan dia tidak cemburu melihat Aldi dan Nadia di tempat tidur yang sama. "Tentu saja aku berdusta, wanita mana yang tidak cemburu melihat suaminya tidur bersama wanita lain? walau aku sadar dia juga istri mas Aldi, tetap saja aku cemburu," gumam Reyna seraya meremas jemarinya. Reyna melangkah ke kamar Azlea, saat masuk ternyata bayi cantik yang sudah berumur 6 bulan itu sedang terjaga. Melihat Reyna, bayi cantik itu tertawa seakan tahu ada bunda yang menengoknya. "Kau tidak tidur, Sayang?" tanya Reyna seraya mengambil Azlea dan mencoum pipi gembul bayi itu. Bayi perempuan itu melonjak kegirangan saat Reyna menggendong dan memeluknya. "Hei
Reyna meringkuk di kamarnya seraya menangis. Wanita dengan mata bulat indah itu meraba dadanya yang terasa sesak. "Suamiku sendiri tidak mengenal aku, dia lebih percaya pada wanita jahat itu," ucap Reyna sedih dengan menekuk lututnya di tempat tidur. Wanita itu tersadar saat kakinya terasa ada yang menggelitik. Pandangannya bergeser menatap sesosok bayi mungil yang terseyum menatapnya. "Sayang bunda sudah bangun? Bunda buatkan susu ya," ucap Reyna lalu beranjak menggendong Azlea dan membawanya ke luar kamar. Saat yang sama dia berpapasan dengan Aldi yang justru baru akan masuk ke kamarnya. "Mau kau bawa kemana anakku? Apa kau akan menyakitinya juga?" tanya Aldi seraya merebut Azlea dari tangan Reyna. Reyna terbelalak kaget mendengar tuduhan Aldi yang sangat kejam. "Mas, kau tega menuduhku sekejam itu? Kau pikir aku psikopat?" &
Hari ini Reyna kembali mengikuti jadwal meeting bersama David dan event organizer untuk event yang akan mereka laksanakan. Sebenarnya semua telah di urus Ika, asisten Reyna. Namun, karena ada beberapa susunan acara yang berubah David meminta Reyna sendiri yang datang untuk mewakili butiknya. "Bagaimana, kau setuju dengan susunan acara yang kami revisi ini?" tanya David menatap wajah Reyna lekat membuat wanita itu kurang nyaman. "Eh, oh, iya, Kak. Aku setuju, sepertinya ini lebih sempurna dibanding yang sebelumnya," jawab Reyna membuat David tersenyum. Setelah meeting selesai, David menerima panggilan telpon dan menyebut nama Reyna membuat wanita itu mendongak dan mengernyit memperhatikan David. "Iya, masuk saja, kebetulan ada Reyna di sini." Dan sesaat kemudian sosok laki-laki yang Reyna kenal masuk ke ruang meeting seraya tersen
Hari ini Reyna sangat sibuk di butik untuk persiapan event bersama perusahaan David. Dua hari kemarin bahkan Reyna, dibantu Ika dan beberapa karyawannya harus lembur. Baru hari ini Reyna sedikit lega karena dia sudah selesai bekerja saat hari masih sore, ini berkat Ika asisten Reyna bersama tim yang membantu tugasnya, sehingga Reyna tidak harus lembur lagi. "Aku pulang ya, Ka. Besok aku akan datang pagi-pagi sekali." "Baik Mbak Reyna, hati-hati di jalan," ucap Ika sambil melambaikan tangannya saat Reyna telah masuk ke dalam mobil. Reyna kemudian masuk ke dalam rumah yang terlihat sepi, padahal Reyna yakin Aldi pasti telah pulang dari kantor ketika dia melihat mobil Aldi telah parkir di garasi. "Apakah mas Aldi dan Nadia ada di halaman belakang? Biasanya mereka bermain bersama Azlea saat pulang dari kantor, apalagi ini hari pertama Nadia kem
"Bangsat kau! Apa yang kalian lakukan!" bentak Aldi. "Kami tidak melakukan apapun," jawab Abi santai. "Kau pikir aku percaya dengan melihat kalian seperti in,i brengsek!" Kembali Aldi menyerang Abi membabi buta. Hatinya panas melihat istrinya berada dalam satu kamar bersama laki-laki lain, bahkan dengan kondisi hanya menggunakan kimono mandi, membuat Aldi gelap mata. "Dasar bajingan, bangsat! Kau apakan istriku, hah! Apa yang kalian lakukan di belakangku, apakah kalian selalu melakukan ini tanpa aku ketahui?" Aldi menarik kerah baju Abi dan kembali akan memukulnya, namun dengan sigap Abi menghindar seraya mencekal tangan Aldi. "Kau kenapa sih menuduh tanpa bukti? Kau pikir istrimu wanita murahan yang bisa gampang menyerahkan dirinya pada laki-laki lain? Kau sudah berapa lama hidup bersama Reyna? Bisa-bisanya kau tidak mengenal is
Reynaaaa!" tangis Aldi memeluk Reyna. Dipeluknya tubuh Reyna yang sudah tidak sadarkan diri. Aldi menggendong Reyna dan membaringkan Reyna di tempat tiidur. Aldi kemudian mengambil pakaian untuk Reyna lalu mengenakannya. Tubuh Aldi bergetar hebat ketika menatap luka lebam yang membiru serta tangan Reyna yang memerah dan melepuh. Tubuh Aldi kembali berguncang, laki-laki itu menangis melihat perbuatannya sendiri. Dia merasakan kesakitan menyadari betapa kejamnya dia pada Reyna. "Oh Tuhan, aku benar-benar laki-laki biadab yang tidak pantas untuk dimaafkan. Aldi menangis memeluk Reyna dengan segala penyesalan. Aldi kembali menghubungi Mario, dia takut Reyna mengalami hal yang serius. "Rio, segeralah kesini!" "Apalqgi yang kau lakukan padanya, Aldi?" tanya dokter Mario.
Nadia terdiam dengan wajah mendongkol. Dibenak iwanita itu dia harus segera menyingkirkan Reyna dari hidup Aldi. Rencananya harus berhasil. "Kau menjadi penghalang kebahagiaanku dengan Azlea. Padahal mas Aldi ketika bersama kami, dia selalu menjadi suami dan papa yang sangat menyayangi kami, tidak sedikitpun dia mengingat dirimu," ucap Nadia berdusta. Nadia lalu mengeluarkan sesuatu dari tas yang dia bawa "Apalagi yang kau inginkan dariku. Tujuanmu sudah berhasil bukan?" tanya Reyna. "Belum, ada satu lagi, Reyna. Semoga kali ini juga membuatmu ikhlas mengikuti keinginanku," ucap Nadia tersenyum penuh arti. Reyna mengernyitkan dahinya memperhatikan Nadia yang masih sibuk dengan dokumen yang dia bawa, dia kemudian berbicara sebentar pada notaris yang datang bersamanya. "Aku minta sekali lagi kau tanda tangani surat kuasa balik nama serti
"Kau pasti bisa, Reyna." jawab laki-laki itu sambil mengelus punggung tangan Reyna berusaha menenangkannya. Reyna tersenyum getir sembari memperhatikan wajah tampan di sampingnya. Sekitar beberapa menit kemudian, mereka tiba di sebuah pulau. Terlihat sebuah villa berada di tengah-tengah pantai tersebut. Hanya ada 3 villa di sana. Namun villa itu yang paling besar. Sepertinya 2 villa yang lain hanya sebagai tempat peristirahatan para penjaga keamanan atau tamu jika ada. Sosok laki-laki tampan yang sejak tadi menemani Reyna kembali menggendongnya masuk ke villa mewah di pinggir pantai. Terlihat beberapa pengawal menjaga di depan villa tersebut. Laki-laki itu membawa Reyna ke kamar utama, perlengkapan medis telah lengkap. Bahkan ada dokter yang ternyata sudah menunggu. Reyna kembali di infus dan diberi suntik antibiotik untuk mencegah inf
"Mas Aldi?" tanya Reyna dengan wajah bingung. Abi mengangguk yakin. Dia mengamati reaksi Reyna yang terlihat masih tidak percaya. "Kau tidak percaya?" tanya Abi. Reyna mengangguk, dia yakin Aldi tidak akan mungkin berbuat jahat padanya dan Evan, anak kandungnya sendiri. Abi membuka ponselnya, lalu menekan rekaman suara seseorang. "Jangan sampai Reyna tahu aku yang mengatur semua nya. Pastikan semua tersusun rapi sampai waktunya tiba. Aku punya alasan sendiri untuk melakukan ini," suara Aldi terdengar jelas dari ponsel Abi. "Masih tidak percaya padaku?" tanya Abi pada Reyna yang diam mematung. Sungguh dia tidak mau percaya dengan apa yang dia dengar. Tapi rekaman itu menyatakan Aldi yang seolah-olah mengatur semua nya. Reyna menggeleng sekali lagi. Dia sungguh tidak ingin percaya dengan apa yang dikata
"Jadi kemana kau akan pergi setelah ini Reyna?" Sosok pria tampan itu maaih menatap Reyna dengan pandangan rumit. Reyna tidak menjawab, dia justru asyik membantu menyuapi Evan. Beberapa saat kemudian wanita itu mendongak menatap pria itu seraya tersenyum. "Aku akan ke suatu tempat yang menbuat Aldi tidak bisa menemukan aku. Bukankah aku sudah menceritakan semuanya padamu tentang masalahku dan alasanku pergi?" Pria itu menghampiri Evan dan membelai puncak kepala bocah itu. Evan melirik tidak suka. "Jangan pegang-pegang kepala, Evan!" protesnya membuat pria itu tertawa. Reyna menggeleng lalu membersihkan mulut Evan setelah menghabiskan suapan nya. Dia mengerti sifat Evan yang tidak bisa cepat akrab pada orang yang baru dia kenal. Untuk itu Reyna heran saat Evan cepat akrab dengan Aldi ketika pertama kali mereka bertemu. Mungkin ikatan anak dan ayah membuat Evan mera
Aldi membuka matanya perlahan, dia mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan yang ia tempati. "Tuan, sudah sadar?" Andre yang melihat pergerakan atasan nya segera beranjak dari sofa tempatnya duduk. "Mana Reyna?" Andre terdiam, ada keraguan untuk menjawab pertanyaan Aldi. Pria itu takut Aldi mengambil tindakan yang salah, padahal dia masih harus menjalankan perawatan. "Emm, itu Tuan, Nyonya harus mengunjungi perusahaan nya di luar kota. Ada yang dia harus selesaikan," ucap Andre tanpa berani menatap atasan nya. Aldi mengernyit, diantidka menyangka Reyna pergi di saat dia sedang tidak baik-baik saja. "Kau sudah menemukan sesuatu yang mencurigakan tentang kejadian yang menimpaku ini?" tanya Aldi mengalihkan topik. Andre menyodorkan amplop coklat tertutup pada atasan nya. Dia memperlihatkan kepada Aldi data
"Apalagi ini Tuhan, kenapa cobaan untuk hidupku tidak pernah berhenti?" Reyna menaltap nanar isi tulisan dalam kertas itu. Dia segera meremas kertas itu dan membuangnya ke tempat sampah. Dengan tubuh yang masih gemetar Reyna melangkahkan kakinya mendekati Aldi. Langkahnya gontai seraya menatap Aldi yang saat ini kembali tertidur. Tangannya terangkat dan menyentuh wajah pria itu, setelah itu tangan Reyna mengusap kepala Aldi lembut. "Maafkan aku, Mas. Aku kembali harus menyusahkanmu. Semoga setelah ini semua akan baik-baik saja. Kau harus selalu bahagia, aku tidak ingin ada yang menyakitimu karena aku," bisik Reyna dengan air mata yang menetes. Reyna mengecup kening Aldi lalu bergegas keluar ruangan dengan menarik tas nya. Wanita itu berlari melewati koridor rumah sakit. Dia menuju ke arah pintu gerbang rumah sakit. Reyna menoleh ketika dia merasa ada langkah
Aldi telah dipindah ke ruang rawat inap setelah selesai melakukan operasi untuk membuang peluru yang bersarang di punggung kiri nya. Menurut dokter yang menangani, jarak peluru tidak terlalu dalam namun, Aldi kehilangan banyak darah. Untuk itu laki-laki itu harus dirawat untuk memulihkan bekas operasi dan kondisinya. Keesokan harinya, kondisi Aldi sudah mulai membaik. Reyna menatap nanar ke arah sosok pria yang sedang terbaring di tempat tidur kamar perawatan. Wanita cantik yang matanya masih terlihat sembab itu menggenggam tangan Aldi. "Mas, beneran tidak apa-apa?" tanya Reyna lembut. Aldi baru saja tersadar dari pengaruh obat bius. Pria itu berusaha tersenyum untuk menenangkan hati Reyna. "Aku tidak apa-apa, tidak perlu cemas, ya," jawab Aldi mengusap punggung tangan Reyna. Reyna memperhatikan pria yang masih terbaring lemah. Dia tahu Aldi belum pulih walau seny
Seminggu ini Reyna kembali di teror oleh orang yang sama. Laki-laki bertopi yang acap.kali tiba-tiba hadir entah mengikutinya, atau sekedar lewat di depan kantor nya. Pernah Reyna merasa pria asing itu mondar mandir di depan rumahnya dengan menggunakan sepeda motor. Yang membuat Reyna heran saat Aldi ada di sampingnya atau berada di dekatnya, gangguan teror itu tidak pernah hadir, kecuali saat mereka ada di taman beberapa waktu lalu. Reyna sungguh merasa hidupnya tidak tenang. Beberapa kali dia berpikir akan pergi membawa Evan ke tempat yang lebih aman, tetapi wanita itu memikirkan kandungannya yang tambah besar. "Apakah pergi solusi terbaik untuk kami? apakah akan menjamin keselamatan kami?" Benak Reyna bermonolog. Kegelisahan menyelimuti hati wanita itu untuk mengambil keputusan, namun dia juga tidak ingin membicarakan keinginannya dengan Aldi.
"Apa itu, Bunda?" tanya Aldi pada Reyna. Reyna menaikkan bahunya dan kemudian mengambil sesuatu yang di pegang Evan. Miniatur robot yang tangan nya tidak lengkap. Hilang sebelah. "Evan di kasih om yang tadi, Bunda. Katanya buat Evan main, tapi kata Om nya tangan robot nya harus Evan sembuhkan dulu, karena lepas sebelah. Evan bilang, nanti Evan aja yang bawa ke dokter," ucap bocah itu lucu. Reyna dan Aldi berpandangan. Mereka menerka-nerka maksud pria bertopi tadi. "Evan tidak apa-apa kan,Nak? Om tadi tidak menyakiti Evan?" Bocah tampan itu menggeleng seraya melingkarkan tangan nya di leher Aldi. Dia tidak mengerti jika kedua orang tua nya sangat cemas pada nya. Keduanya terlihat lega. Reyna mencium pipi Evan dengan rasa syukur dan lega yang luar biasa. Kecemasan masih terlihat di wajahnya tapi wanita itu sudah bisa tersenyum sera
"Daddy, Evan mau ke taman," pinta bocah kecil memeluk kaki Aldi dengan wajah membujuk. Aldi menunduk memperhatikan tatapan Evan, mengelus puncak kepala bocah itu dengan penuh kasih. "Evan mau ke taman sama Daddy?" Aldi balik bertanya. Evan mengangguk penuh harap. Membiarkan Aldi memainkan pipi gembul nya. "Bunda gimana dong? Tega neinggalin bundanya di rumah?" "Bunda mau kok, tadi bunda bilang ke Evan, asal Daddy nemenin, bunda pasti ikut." Aldi tersenyum lalu menggendong Evan dan memeluknya erat. Hatinya bahagia, momen untuk bersama putranya dan Reyna tidak akan di sia-siakan. "Yuk, ganti baju dulu ya, Tuan muda," ajak Aldi menemani Evan ke kamarnya. Aldi tidak bisa melepaskan pandangan nya pada wanita cantik di depan nya. Wali pun perut wanita itu sudah terlihat membuncit, namun kec
Hari ini akhir pekan, Aldi tidak ingin menyia-nyiakan waktu untuk bersama putranya dan Reyna. Namun kesehatan Reyna masih belum pulih. Beda dengan Evan yang sekarang sudah mulai bermain kembali. Aldi mengetuk kamar Reyna lalu membukanya perlahan saat suara Reyna mempersilahkan dia masuk. Aldi menghampiri Reyna lalu meraba kening wanita itu. "Udah minum obat?" tanya Aldi. Reyna menggeleng. Wajahnya masih terlihat pucat. Akibat teror yang dia alami membuatnya malas makan dan stress, untuk itu dokter Mario menyuruh Reyna untuk bedrest, apalagi kehamilannya masih masuk tri semester pertama. "Pasti belum sarapan? Kau harus makan dulu sebelum minum obat." Reyna kembali menggeleng lemah. Entah kenapa dia tidak nafsu makan. Tubuh nya masih terasa lemah. Aldi keluar kamar sebentar lalu masuk k