"Bangsat kau! Apa yang kalian lakukan!" bentak Aldi.
"Kami tidak melakukan apapun," jawab Abi santai.
"Kau pikir aku percaya dengan melihat kalian seperti in,i brengsek!"
Kembali Aldi menyerang Abi membabi buta. Hatinya panas melihat istrinya berada dalam satu kamar bersama laki-laki lain, bahkan dengan kondisi hanya menggunakan kimono mandi, membuat Aldi gelap mata.
"Dasar bajingan, bangsat! Kau apakan istriku, hah! Apa yang kalian lakukan di belakangku, apakah kalian selalu melakukan ini tanpa aku ketahui?"
Aldi menarik kerah baju Abi dan kembali akan memukulnya, namun dengan sigap Abi menghindar seraya mencekal tangan Aldi.
"Kau kenapa sih menuduh tanpa bukti? Kau pikir istrimu wanita murahan yang bisa gampang menyerahkan dirinya pada laki-laki lain? Kau sudah berapa lama hidup bersama Reyna? Bisa-bisanya kau tidak mengenal is
Kesalahan kedua yang Aldi lakukan pada Reyna, apa yang terjadi setelah ini? Apakah Reyna akan tetap menerima perlakuan Aldi? Ikut terus yak! Makin seru... Love you sekebon.
Reynaaaa!" tangis Aldi memeluk Reyna. Dipeluknya tubuh Reyna yang sudah tidak sadarkan diri. Aldi menggendong Reyna dan membaringkan Reyna di tempat tiidur. Aldi kemudian mengambil pakaian untuk Reyna lalu mengenakannya. Tubuh Aldi bergetar hebat ketika menatap luka lebam yang membiru serta tangan Reyna yang memerah dan melepuh. Tubuh Aldi kembali berguncang, laki-laki itu menangis melihat perbuatannya sendiri. Dia merasakan kesakitan menyadari betapa kejamnya dia pada Reyna. "Oh Tuhan, aku benar-benar laki-laki biadab yang tidak pantas untuk dimaafkan. Aldi menangis memeluk Reyna dengan segala penyesalan. Aldi kembali menghubungi Mario, dia takut Reyna mengalami hal yang serius. "Rio, segeralah kesini!" "Apalqgi yang kau lakukan padanya, Aldi?" tanya dokter Mario.
Nadia terdiam dengan wajah mendongkol. Dibenak iwanita itu dia harus segera menyingkirkan Reyna dari hidup Aldi. Rencananya harus berhasil. "Kau menjadi penghalang kebahagiaanku dengan Azlea. Padahal mas Aldi ketika bersama kami, dia selalu menjadi suami dan papa yang sangat menyayangi kami, tidak sedikitpun dia mengingat dirimu," ucap Nadia berdusta. Nadia lalu mengeluarkan sesuatu dari tas yang dia bawa "Apalagi yang kau inginkan dariku. Tujuanmu sudah berhasil bukan?" tanya Reyna. "Belum, ada satu lagi, Reyna. Semoga kali ini juga membuatmu ikhlas mengikuti keinginanku," ucap Nadia tersenyum penuh arti. Reyna mengernyitkan dahinya memperhatikan Nadia yang masih sibuk dengan dokumen yang dia bawa, dia kemudian berbicara sebentar pada notaris yang datang bersamanya. "Aku minta sekali lagi kau tanda tangani surat kuasa balik nama serti
"Kau pasti bisa, Reyna." jawab laki-laki itu sambil mengelus punggung tangan Reyna berusaha menenangkannya. Reyna tersenyum getir sembari memperhatikan wajah tampan di sampingnya. Sekitar beberapa menit kemudian, mereka tiba di sebuah pulau. Terlihat sebuah villa berada di tengah-tengah pantai tersebut. Hanya ada 3 villa di sana. Namun villa itu yang paling besar. Sepertinya 2 villa yang lain hanya sebagai tempat peristirahatan para penjaga keamanan atau tamu jika ada. Sosok laki-laki tampan yang sejak tadi menemani Reyna kembali menggendongnya masuk ke villa mewah di pinggir pantai. Terlihat beberapa pengawal menjaga di depan villa tersebut. Laki-laki itu membawa Reyna ke kamar utama, perlengkapan medis telah lengkap. Bahkan ada dokter yang ternyata sudah menunggu. Reyna kembali di infus dan diberi suntik antibiotik untuk mencegah inf
"Reyna, apa kau sengaja ingin melawanku?" tanya Aldi dalam hati dengan tangan terkepal dan wajah menegang. "Cepat kalian cari kemana istriku! Cek semua cctv yang ada di rumah sakit ini dan jalan raya yang ada di sekitar sini! Cepat! Dan cari juga laki-laki ini! Selidiki apa istriku bersamanya atau tidak!" perintah Aldi pada pengawal pribadinya seraya menyerahkan selembar foto laki-laki. Aldi melajukan mobilnya ke butik milik Reyna, namun lagi-lagi dia tidak menemukan Reyna di sana. Aldi marah, berulang kali dia memukul kemudi yang dia jalankan seraya mengeraskan rahangnya geram. "Kemana kau, Reyna? Apa ini sengaja kau lakukan untuk membuatku marah? Kau pergi bersama laki-laki itu? Awas saja jika aku menemukanmu bersama laki-laki itu! Kali ini aku akan mrmbunuhnya!" geram Aldi. Aldi kembali ke kantor, dan kembali melampiaskan kekesalannya di sana. "Reynaaaaaaaaa!"
"Kakek!" protes Reyna kesal digoda kakeknya. Bima terkekeh melihat cucunya protes. Belum lagi melihat Farel yang wajahnya sudah seperti kepiting rebus saja, dan itu menjadi hiburan buat Bimantara. "Kenapa Reyna dijodohkan sama kakak sendiri sih, Kek? ada-ada saja Kakek," ucap Reyna lagi. "Farel hanya kakak angkatmu, tentu saja bisa, kata siapa tidak bisa," jawab Bima tersenyum. "Kek, lebih baik istirahat dulu, aku tahu kakek capek," potomg Farel mengalihkan percakapan. *Baiklah, Kakek akan beristirahat beberapa saat, setelah itu kakek siap-siap kembali," jawab Bima. "Kakek, bermalam semalam dulu bersamaku, aku masih rindu," bujuk Reyna dengan wajah permohonan. "Perusahaan tidak bisa ditinggal lama-lama, cu. Kakek harus kembali, apalagi Farel di sini, jadi di sana tidak ada yang mengawasi. Belum lagi banyak projek baru masuk
Sekitar satu jam kemudian Farel yang sibuk dengan laptopnya terkejut ketika dia merasa ada seseorang yang memperhatikannya. Farel mendongak ke arah pintu. "Reyna! Kenapa hanya berdiri di sana? Ada apa?" tanya Farel menatap Reyna yang wajahnya terlihat pucat pasi. ""A ... a-da kecoa di kamar mandi Kak," ucap Reyna yang tidak sadar dia hanya menutup tubuhnya dengan kimono mandi. Wajah Reyna pucat pasi membuat Farel beranjak dan menarik tangan Reyna kembali ke kamar mandi yang ada di kamarnya. Farel membuka kamar mandi dan mengamati setiap sudut ruangan namun tidak menemukan apa-apa di sana. "Tidak ada, Reyna. Di sini tidak ada kecoa satu pun." "Ada kak, aku tadi sungguh-sungguh melihat binatang itu jalan di lantai ini," tunjuk Reyna pada lantai kamar mandi dengan wajah sungguh-sungguh. Dan baru saja Reyna aka
Farel tidak menanggapi ucapan Reyna, dia hanya tersenyum kecil menatap wajah Reyna yang memerah akibat malu membuat Farel bertambah gemas saja pada Reyna. Di tempat lain, tepatnya di ruang kerja milik Aldi, terlihat kembali wajah tegang dan marah saat dia membaca surat yang di kirim dari pengacara Reyna. Surat gugatan cerai dari Reyna yang telah di tandatangani oleh istri pertamanya itu. Aldi mengepalkan tangan seraya menatap marah pada selembar kertas yang ada di hadapannya. "Oh, ini yang kau mau Reyna? Selama ini aku sungguh-sungguh salah menilaimu! Kau ternyata tidak lebih hanya wanita murah yang tidak pantas aku cintai, Nadia benar, kau wanita yang tidak pantas untuk dicintai. Kau penghianat!" ucap Aldi geram. "Simpan surat ini dan panggil pengacara Reyna yang menangani kasus ini. Aku ingin bertemu dengannya terlebih dahulu," pinta Aldi pada Nadia. "Baik, Pa," ucap
Aldi meminta Nadia memanggil Andre, asisten pribadinya untuk menghadap. "Anda, memamggil saya, Tuan?" tanya Andre. "Bagaimana perkembangan informasi yang aku minta?" "Saya sudah melakukan perintah anda Tuan, tetapi sampai saat ini saya dan orang-orang kita belum mendapat nformasi yang mengarah kepada titik terang. Semua masih belum jelas, nyonya Reyna masih belum berhasil kami temukan." "Hemm, sudah aku duga. Dia sangat pintar mencari tempat persembunyian, hingga kita belum berhasil menemukannya." "Menurut saya, nyonya Reyna selama ini kemungkinan dibantu oleh seseorang yang berpengaruh, hingga kita belum mampu menemukan dia Tuan." "Aku ragu akan hal itu. Setahuku dia tidak punya siapa-siapa lagi sejak ayah dan ibunya meninggal. Dia pernah bilang dia masih memiliki kakek yang berdomisili di luar negri, aku lupa tepatnya dimana, t
"Mas Aldi?" tanya Reyna dengan wajah bingung. Abi mengangguk yakin. Dia mengamati reaksi Reyna yang terlihat masih tidak percaya. "Kau tidak percaya?" tanya Abi. Reyna mengangguk, dia yakin Aldi tidak akan mungkin berbuat jahat padanya dan Evan, anak kandungnya sendiri. Abi membuka ponselnya, lalu menekan rekaman suara seseorang. "Jangan sampai Reyna tahu aku yang mengatur semua nya. Pastikan semua tersusun rapi sampai waktunya tiba. Aku punya alasan sendiri untuk melakukan ini," suara Aldi terdengar jelas dari ponsel Abi. "Masih tidak percaya padaku?" tanya Abi pada Reyna yang diam mematung. Sungguh dia tidak mau percaya dengan apa yang dia dengar. Tapi rekaman itu menyatakan Aldi yang seolah-olah mengatur semua nya. Reyna menggeleng sekali lagi. Dia sungguh tidak ingin percaya dengan apa yang dikata
"Jadi kemana kau akan pergi setelah ini Reyna?" Sosok pria tampan itu maaih menatap Reyna dengan pandangan rumit. Reyna tidak menjawab, dia justru asyik membantu menyuapi Evan. Beberapa saat kemudian wanita itu mendongak menatap pria itu seraya tersenyum. "Aku akan ke suatu tempat yang menbuat Aldi tidak bisa menemukan aku. Bukankah aku sudah menceritakan semuanya padamu tentang masalahku dan alasanku pergi?" Pria itu menghampiri Evan dan membelai puncak kepala bocah itu. Evan melirik tidak suka. "Jangan pegang-pegang kepala, Evan!" protesnya membuat pria itu tertawa. Reyna menggeleng lalu membersihkan mulut Evan setelah menghabiskan suapan nya. Dia mengerti sifat Evan yang tidak bisa cepat akrab pada orang yang baru dia kenal. Untuk itu Reyna heran saat Evan cepat akrab dengan Aldi ketika pertama kali mereka bertemu. Mungkin ikatan anak dan ayah membuat Evan mera
Aldi membuka matanya perlahan, dia mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan yang ia tempati. "Tuan, sudah sadar?" Andre yang melihat pergerakan atasan nya segera beranjak dari sofa tempatnya duduk. "Mana Reyna?" Andre terdiam, ada keraguan untuk menjawab pertanyaan Aldi. Pria itu takut Aldi mengambil tindakan yang salah, padahal dia masih harus menjalankan perawatan. "Emm, itu Tuan, Nyonya harus mengunjungi perusahaan nya di luar kota. Ada yang dia harus selesaikan," ucap Andre tanpa berani menatap atasan nya. Aldi mengernyit, diantidka menyangka Reyna pergi di saat dia sedang tidak baik-baik saja. "Kau sudah menemukan sesuatu yang mencurigakan tentang kejadian yang menimpaku ini?" tanya Aldi mengalihkan topik. Andre menyodorkan amplop coklat tertutup pada atasan nya. Dia memperlihatkan kepada Aldi data
"Apalagi ini Tuhan, kenapa cobaan untuk hidupku tidak pernah berhenti?" Reyna menaltap nanar isi tulisan dalam kertas itu. Dia segera meremas kertas itu dan membuangnya ke tempat sampah. Dengan tubuh yang masih gemetar Reyna melangkahkan kakinya mendekati Aldi. Langkahnya gontai seraya menatap Aldi yang saat ini kembali tertidur. Tangannya terangkat dan menyentuh wajah pria itu, setelah itu tangan Reyna mengusap kepala Aldi lembut. "Maafkan aku, Mas. Aku kembali harus menyusahkanmu. Semoga setelah ini semua akan baik-baik saja. Kau harus selalu bahagia, aku tidak ingin ada yang menyakitimu karena aku," bisik Reyna dengan air mata yang menetes. Reyna mengecup kening Aldi lalu bergegas keluar ruangan dengan menarik tas nya. Wanita itu berlari melewati koridor rumah sakit. Dia menuju ke arah pintu gerbang rumah sakit. Reyna menoleh ketika dia merasa ada langkah
Aldi telah dipindah ke ruang rawat inap setelah selesai melakukan operasi untuk membuang peluru yang bersarang di punggung kiri nya. Menurut dokter yang menangani, jarak peluru tidak terlalu dalam namun, Aldi kehilangan banyak darah. Untuk itu laki-laki itu harus dirawat untuk memulihkan bekas operasi dan kondisinya. Keesokan harinya, kondisi Aldi sudah mulai membaik. Reyna menatap nanar ke arah sosok pria yang sedang terbaring di tempat tidur kamar perawatan. Wanita cantik yang matanya masih terlihat sembab itu menggenggam tangan Aldi. "Mas, beneran tidak apa-apa?" tanya Reyna lembut. Aldi baru saja tersadar dari pengaruh obat bius. Pria itu berusaha tersenyum untuk menenangkan hati Reyna. "Aku tidak apa-apa, tidak perlu cemas, ya," jawab Aldi mengusap punggung tangan Reyna. Reyna memperhatikan pria yang masih terbaring lemah. Dia tahu Aldi belum pulih walau seny
Seminggu ini Reyna kembali di teror oleh orang yang sama. Laki-laki bertopi yang acap.kali tiba-tiba hadir entah mengikutinya, atau sekedar lewat di depan kantor nya. Pernah Reyna merasa pria asing itu mondar mandir di depan rumahnya dengan menggunakan sepeda motor. Yang membuat Reyna heran saat Aldi ada di sampingnya atau berada di dekatnya, gangguan teror itu tidak pernah hadir, kecuali saat mereka ada di taman beberapa waktu lalu. Reyna sungguh merasa hidupnya tidak tenang. Beberapa kali dia berpikir akan pergi membawa Evan ke tempat yang lebih aman, tetapi wanita itu memikirkan kandungannya yang tambah besar. "Apakah pergi solusi terbaik untuk kami? apakah akan menjamin keselamatan kami?" Benak Reyna bermonolog. Kegelisahan menyelimuti hati wanita itu untuk mengambil keputusan, namun dia juga tidak ingin membicarakan keinginannya dengan Aldi.
"Apa itu, Bunda?" tanya Aldi pada Reyna. Reyna menaikkan bahunya dan kemudian mengambil sesuatu yang di pegang Evan. Miniatur robot yang tangan nya tidak lengkap. Hilang sebelah. "Evan di kasih om yang tadi, Bunda. Katanya buat Evan main, tapi kata Om nya tangan robot nya harus Evan sembuhkan dulu, karena lepas sebelah. Evan bilang, nanti Evan aja yang bawa ke dokter," ucap bocah itu lucu. Reyna dan Aldi berpandangan. Mereka menerka-nerka maksud pria bertopi tadi. "Evan tidak apa-apa kan,Nak? Om tadi tidak menyakiti Evan?" Bocah tampan itu menggeleng seraya melingkarkan tangan nya di leher Aldi. Dia tidak mengerti jika kedua orang tua nya sangat cemas pada nya. Keduanya terlihat lega. Reyna mencium pipi Evan dengan rasa syukur dan lega yang luar biasa. Kecemasan masih terlihat di wajahnya tapi wanita itu sudah bisa tersenyum sera
"Daddy, Evan mau ke taman," pinta bocah kecil memeluk kaki Aldi dengan wajah membujuk. Aldi menunduk memperhatikan tatapan Evan, mengelus puncak kepala bocah itu dengan penuh kasih. "Evan mau ke taman sama Daddy?" Aldi balik bertanya. Evan mengangguk penuh harap. Membiarkan Aldi memainkan pipi gembul nya. "Bunda gimana dong? Tega neinggalin bundanya di rumah?" "Bunda mau kok, tadi bunda bilang ke Evan, asal Daddy nemenin, bunda pasti ikut." Aldi tersenyum lalu menggendong Evan dan memeluknya erat. Hatinya bahagia, momen untuk bersama putranya dan Reyna tidak akan di sia-siakan. "Yuk, ganti baju dulu ya, Tuan muda," ajak Aldi menemani Evan ke kamarnya. Aldi tidak bisa melepaskan pandangan nya pada wanita cantik di depan nya. Wali pun perut wanita itu sudah terlihat membuncit, namun kec
Hari ini akhir pekan, Aldi tidak ingin menyia-nyiakan waktu untuk bersama putranya dan Reyna. Namun kesehatan Reyna masih belum pulih. Beda dengan Evan yang sekarang sudah mulai bermain kembali. Aldi mengetuk kamar Reyna lalu membukanya perlahan saat suara Reyna mempersilahkan dia masuk. Aldi menghampiri Reyna lalu meraba kening wanita itu. "Udah minum obat?" tanya Aldi. Reyna menggeleng. Wajahnya masih terlihat pucat. Akibat teror yang dia alami membuatnya malas makan dan stress, untuk itu dokter Mario menyuruh Reyna untuk bedrest, apalagi kehamilannya masih masuk tri semester pertama. "Pasti belum sarapan? Kau harus makan dulu sebelum minum obat." Reyna kembali menggeleng lemah. Entah kenapa dia tidak nafsu makan. Tubuh nya masih terasa lemah. Aldi keluar kamar sebentar lalu masuk k