Dokter Jansen keluar dari kamar rawatan Hera, dan memanggil Ewan dan King untuk mengikutinya masuk di sebuah ruangan. Sementara para perawat mulai melepas infus di tangan Hera. Dokter Jansen mempersilakan mereka duduk, sedangkan dokter itu duduk di hadapan keduanya. "Bagaimana keadaan istri saya dok?" dengan wajah menyesal King menanyakan keadaan Hera saat ini. Sang Dokter menghela napasnya, lalu berkata, "menurut hasil diagnosa saya, nona Hera saat ini mengalamitrauma akibat sesuatu hal yang dipaksakan untuk ia lakukan padahal hatinya tidak menerima hal itu, saat iniia merasa sangat ketakutan terutama jika mendengar nama tuan muda, dan nona Hera tadi mengakatan jika ia tidak ingin melihat wajah tuan muda lagi," King menundukkan wajahnya mendengar penjelasan dokter Jansen. Ewan masih terus menyimak perkataan Sang Dokter. "Jadi, saya masih belum tau, jika trauma ini hanya sementara atau
Seminggu telah berlalu, Hera masih tinggal di rumah ayahnya. Setiap dua hari sekali, agar tidak curiga,King menelpon ayah mertuanya dan mengabari jika ia masih berada di luar kota. Setelah itu ia tidak lupamengirim pesan kepada Hera untuk mengabarinya juga. Namun King tidak tau apakah Hera membaca pesannya atau tidak, karena istrinya itu mematikan semua notifikasi di ponselnya. Sudah seminggu juga, Hera tidak pernah masuk kantor, teman-teman kantornya juga tidak ada yang berani mengusiknya. Ternyata semua sudah dikondisikan oleh King, agar Hera dapat beristirahat di rumah dengan mengajukan cuti untuk istrinya itu. King selalu menghubungi Ewan untuk menanyakan kabar istrinya, takjarang Ewan juga mengirimkan beberapa foto Hera yang ia ambil secara diam-diam lalu ia kirimkan kepada kakak iparnya yang sedang dilanda rindu berat kepada istrinya.
"Ma..maksud mami apa?" Hera pura-pura bingung. Nyonya Yesi mengetahui kebimbangan Hera, ia segera meraih tangan Sang Menantu, memberi kekuatan kepadanya. "Mami sudah tau semua, anak mami yang keras kepala itu sudah menceritakan semuanya kepada papi dan mami," ujarnya lemah lembut. "Ma..maafkan aku mi.., aku.., aku..," Hera seketika tidak dapat berkata-kata, ia mulai menitikkan air matanya. Nyonya Yesi segeramenarik menantunya itu dalam pelukannya. "Mami tidak menyalahkanmu sayang.., yang kamu lakukan itu benar, kita tidak boleh memaksakan kehendak sesuka hati kita kepada orang lain," Hera semakin terisak dipelukan Sang Ibu Mertua. Setelah sekian lama, ia baru merasakan kehangatan seorang ibu. "Mami sangat berharap suatu saat kamu mau memaafkan kesalahan anak mami yang keras kepala itu..," Hera memilih diam dan tidak menanggapi perkataan ibu mer
"Apaan sih papi dan mami? kok jadi mengusirku seperti ini? aku ini anak kalian mi.., pi..," ujarnya memelas. "Kamu salah! Hera juga sudah menjadi anak kami mulai saat ini, jadi siapapun yang ingin mencoba menyakitinya lagi, akan berhadapan dengan mami!" tegas nyonya Yesi. Dengan berat hati King pun meninggalkan rumah orang tuanya, sebenarnya ia tidak mau tetapi karena kedua orang tuanya terus-terusan mengusirnya, terpaksa ia pun keluar dari rumah itu. Sambil menggerutu ia berjalan menuju mobilnya, "sebenarnya yang anak mereka siapa sih? kok jadi malah aku yang diusir?" tanyanya dalam hati. Ia pun berniat untuk kembali ke apartemennya. Namun sebelumnya, ia menghubungi Juyan untuk menjual kembali apartemen yang baru saja selesai itu, karena di tempat itulah, ia melakukan pemaksaan kepada Sang Istri yang pastinya akan menyisakan rasa trauma di hati istrinya.
Riuh suara peserta meeting bersahut-sahutan di ruangan itu. Sementara Juyan segera berlari mengejar King yang tak terlihat lagi, ia bagai melihat hantu sampai secepat itu menghilangnya. Hera kembali duduk dengan santai tidak mempedulikan ocehan-ocehan karyawan lain yang bertanya-tanya kenapa Sang CEO bisa berubah secepat itu yang tadinya marah-marah, namun tiba-tiba secepat kilat mengatakan jika rapat dibubarkan. "Jangan-jangan tuan King kesambet kali.., karena marah-marah terus, atau bisa saja ia melihat penampakan tepat di depan matanya makanya ia langsung kabur," beberapa orang tampak mulai menggosipkan King. Sementara sekretaris Wina mengambil alih meeting itu dan mengumumkan, meeting ditunda sampai dua Minggu berikutnya. "Hera, bukannya tadi, tuan CEO pergi dari ruang meeting saat lo berdiri kan?" seru Amel, rekan kerjanya.  
"Dok, sejak kapan anak saya mengalami penyakit itu?" tanya nyonya Yesi. "Hal itu terjadi sejak lima tahun lalu, biasanya saya meresepkan obat tidur kepadanya, namun belakangan ini, penggunaan obat tidur itu sudah saya hentikan mengingat bahaya yang mungkin akan terjadi ke depannya," nyonya Yesi kembali terkejut saat mengetahui sudah selama itu King menderita. Hera memilih diam dan menyimak semua penjelasan dari dokter. "Apakah nyonya baru mengetahuinya?" nyonya Yesi mengangguk. Tebakan dokter Jansen ternyata benar. Selama ini King menutupi penyakit insomnianya. Sebenarnya, dokter Jansen ingin mengatakan yang sesungguhnya kepada ibunda King, jika gangguan tidur itu mulai terjadi saat gadis yang disukai olehnya pergi untuk selamanya. Namun ia juga harus menjaga privasi si pasien. Untuk itu ia ingin berkonsultasi dulu dengan King saat ia sudah siuman nanti.
Hera melihat jika King sudah melepas infusnya, mau tidak mau ia pun mengulurkan tangannya, dengan cepat King meraih tangan istrinya dan mengecupnya lama sambil mengucapkan kata maaf berulang-ulang. Hera berdiri bagai patung saat dengan cepat King memeluknya, ia diam mencoba mengalahkan ketakutannya, keringat mulai bercucuran di dahinya, ia benar-benar menderita saat ini. Namun ia tidak bisa membiarkan ini terus terjadi, "ma..mas.., lepas.., kamu menyakitiku..," lirihnya. King seakan tersadar dengan apa yang baru saja ia lakukan, ia lalu mulai mengendurkan pelukannya. "Maafkan aku sayang.., aku terlalu merindukanmu..," lagi-lagi hati Hera serasa teriris belati saat mengetahui suaminya yang masih menyimpan gadis lain di hatinya, masih bisa mengatakan merindukannya. Ia kembali menuntun suaminya ke atas ranjang, infusnya kembali terpasang setelah sebelumnya Hera berjanji tidak akan
"Terima kasih sayang..," King merasa sangat senang karena istrinya lagi-lagimau menuruti permintaannya. Ia sengaja meminta Hera memandikannya,ia ingin pamer dengan tubuhnya yang atletis, selain ituia juga ingin Hera tertarik dengan godaan tubuhnya yang seksi. Hera mulaimenyalakan shower yang sudah di setel denganmode air hangat. King duduk di kursi dan menutupi torpedonya dengan handuk kecil. "Ma..mas, aku mulai ya, memandikan mas," ujarnya masih gugup. "Ok kamu mulai saja, oh ya sayang.., kamu bisa nggak sekalian membantuku untuk mencuci rambutku? aku merasa gerah saat ini. "Ba..baiklah mas," Hera mulai membasahi tubuh King dengan air shower, ia juga membasahi rambut King. Setelah itu ia mulai menyabuni tubuh suaminya, dan mengusap-usapnya dengan tangannya. Untuk pertama kalinya Hera