"Apaan sih papi dan mami? kok jadi mengusirku seperti ini? aku ini anak kalian mi.., pi..," ujarnya memelas. "Kamu salah! Hera juga sudah menjadi anak kami mulai saat ini, jadi siapapun yang ingin mencoba menyakitinya lagi, akan berhadapan dengan mami!" tegas nyonya Yesi. Dengan berat hati King pun meninggalkan rumah orang tuanya, sebenarnya ia tidak mau tetapi karena kedua orang tuanya terus-terusan mengusirnya, terpaksa ia pun keluar dari rumah itu. Sambil menggerutu ia berjalan menuju mobilnya, "sebenarnya yang anak mereka siapa sih? kok jadi malah aku yang diusir?" tanyanya dalam hati. Ia pun berniat untuk kembali ke apartemennya. Namun sebelumnya, ia menghubungi Juyan untuk menjual kembali apartemen yang baru saja selesai itu, karena di tempat itulah, ia melakukan pemaksaan kepada Sang Istri yang pastinya akan menyisakan rasa trauma di hati istrinya.
Riuh suara peserta meeting bersahut-sahutan di ruangan itu. Sementara Juyan segera berlari mengejar King yang tak terlihat lagi, ia bagai melihat hantu sampai secepat itu menghilangnya. Hera kembali duduk dengan santai tidak mempedulikan ocehan-ocehan karyawan lain yang bertanya-tanya kenapa Sang CEO bisa berubah secepat itu yang tadinya marah-marah, namun tiba-tiba secepat kilat mengatakan jika rapat dibubarkan. "Jangan-jangan tuan King kesambet kali.., karena marah-marah terus, atau bisa saja ia melihat penampakan tepat di depan matanya makanya ia langsung kabur," beberapa orang tampak mulai menggosipkan King. Sementara sekretaris Wina mengambil alih meeting itu dan mengumumkan, meeting ditunda sampai dua Minggu berikutnya. "Hera, bukannya tadi, tuan CEO pergi dari ruang meeting saat lo berdiri kan?" seru Amel, rekan kerjanya.  
"Dok, sejak kapan anak saya mengalami penyakit itu?" tanya nyonya Yesi. "Hal itu terjadi sejak lima tahun lalu, biasanya saya meresepkan obat tidur kepadanya, namun belakangan ini, penggunaan obat tidur itu sudah saya hentikan mengingat bahaya yang mungkin akan terjadi ke depannya," nyonya Yesi kembali terkejut saat mengetahui sudah selama itu King menderita. Hera memilih diam dan menyimak semua penjelasan dari dokter. "Apakah nyonya baru mengetahuinya?" nyonya Yesi mengangguk. Tebakan dokter Jansen ternyata benar. Selama ini King menutupi penyakit insomnianya. Sebenarnya, dokter Jansen ingin mengatakan yang sesungguhnya kepada ibunda King, jika gangguan tidur itu mulai terjadi saat gadis yang disukai olehnya pergi untuk selamanya. Namun ia juga harus menjaga privasi si pasien. Untuk itu ia ingin berkonsultasi dulu dengan King saat ia sudah siuman nanti.
Hera melihat jika King sudah melepas infusnya, mau tidak mau ia pun mengulurkan tangannya, dengan cepat King meraih tangan istrinya dan mengecupnya lama sambil mengucapkan kata maaf berulang-ulang. Hera berdiri bagai patung saat dengan cepat King memeluknya, ia diam mencoba mengalahkan ketakutannya, keringat mulai bercucuran di dahinya, ia benar-benar menderita saat ini. Namun ia tidak bisa membiarkan ini terus terjadi, "ma..mas.., lepas.., kamu menyakitiku..," lirihnya. King seakan tersadar dengan apa yang baru saja ia lakukan, ia lalu mulai mengendurkan pelukannya. "Maafkan aku sayang.., aku terlalu merindukanmu..," lagi-lagi hati Hera serasa teriris belati saat mengetahui suaminya yang masih menyimpan gadis lain di hatinya, masih bisa mengatakan merindukannya. Ia kembali menuntun suaminya ke atas ranjang, infusnya kembali terpasang setelah sebelumnya Hera berjanji tidak akan
"Terima kasih sayang..," King merasa sangat senang karena istrinya lagi-lagimau menuruti permintaannya. Ia sengaja meminta Hera memandikannya,ia ingin pamer dengan tubuhnya yang atletis, selain ituia juga ingin Hera tertarik dengan godaan tubuhnya yang seksi. Hera mulaimenyalakan shower yang sudah di setel denganmode air hangat. King duduk di kursi dan menutupi torpedonya dengan handuk kecil. "Ma..mas, aku mulai ya, memandikan mas," ujarnya masih gugup. "Ok kamu mulai saja, oh ya sayang.., kamu bisa nggak sekalian membantuku untuk mencuci rambutku? aku merasa gerah saat ini. "Ba..baiklah mas," Hera mulai membasahi tubuh King dengan air shower, ia juga membasahi rambut King. Setelah itu ia mulai menyabuni tubuh suaminya, dan mengusap-usapnya dengan tangannya. Untuk pertama kalinya Hera
Mereka akhirnya sampai ke kamar, King menutup pintu dengan keras. "Kamu ngapain sih bertemu dengan Leo? kamu kan sudah tau sendiri dia itu suka banget mengganggumu, kamu kenapa menuruti permintaannya, kamu itu harus sadar diri! kamu itu wanita bersuami! apalagi rumah sakit ini milik papi! bagaimana kalau orang-orang tau menantu pemilik rumah sakit asyik berduaan dengan dokter mesum! seharusnya kamu tau semua resiko itu!" bentaknya berkali-kali. Hera mulai terisak, ia sangat takut jika King sedang marah. Tangisannyasemakin menjadi-jadi. "Ma..maafkan aku mas..,maafkan aku..," King menjadi terenyuh melihat istrinya yang terus menangis, ia pun berkata, "sayang..., aku juga minta maaf sudah membentakmu..," ia lalu menarik tubuh istrinya danmembawanya dalam pelukannya. Hera menangis sejadi-jadinya dalan pelukan King, entah mengapa ia merasa nyaman berada dalam pelukan Sang Suami.
"Memangnya kamu mau ngomong apa King," tanya nyonya Yesi dengan mimik penasaran. King segera duduk di sofa ruang keluarga, kedua orang tuanya pun ikutan duduk dan ingin mendengar keluhan Sang anak. Terlihat ia menghela napasnya panjang, lalu berkata, "papi, mami, aku sudah berapa kali mengatakan jika aku tidak suka jika istriku punya sopir pribadi! kenapa kalian malah membiarkan si Miki itu tetap bekerja?" kesalnya. "Papi kirain kamu mau ngomong apa! papi punya alasan tersendiri memperkerjaannya selain ia mahir membawa mobil, ia juga jago bela diri!" tuan Roland mencoba menjelaskan kepada anaknya. "Papi sudah tau semuanya King, istrimu tidak pernah mau berangkat kerja bersama-sama denganmu karena ia takut ketahuan orang lain jika bersamamu. Itu pasti karena perjanjian konyol yang kamu buat dulu, iya kan? mi.., jika mami di posisi Hera apa yang akan mami l
Hera pun mendengarkan syarat dari suaminya. "Setiap pagi kamu harus mencium seluruh bagian wajahku, mulai hari ini kamu dan aku harus berangkat dan pulang bareng-bareng satu mobil, kamu harus makan siang bersamaku dan menyuapi aku seperti yang kamu lakukan di rumah sakit, dan yang terakhir pilih semua furniture di ruang CEO yang dulu kamu desain, aku ingin segera memulai berkantor di sana. Hera melongo mendengar begitu banyak syarat dari suaminya. "Katanya tadi cuma satu syarat, ini malah lebih dari satu," pikirnya dalam hati. Hera akhirnya menyetujui syarat dari suaminya. Ia pun bersyukur King melepaskannya pagi itu. Keduanya sarapan bersama dengan kedua orang tua King. Nyonya Yesi melihat jika menantunya agak berbeda pagi ini, ia terlihat banyak menunduk dan berusaha menutupi lehernya dengan memakai setelan kemeja berleher panjang. Sementara King