Sudah pada tidak sabar, terutama Aland Miller yang sudah datang awal pagi demi untuk mendapatkan muka dari Jeriko yang diharapkan hadir ternyata hanya seorang utusan yang dipercaya.
Haris sudah bergerak, menyambut orang kepercayaan Jeriko dengan membukakan pintu untuknya."Special sekali pelayanan orang itu. Apa tidak bisa dia membuka pintu sendiri? Sudah seperti anak raja saja," dumel Aland Miller yang kepalang kesal.Sementara yang lainnya masih duduk santai menikmati suasana pagi dengan segelas teh hangat yang tersedia. Di antara mereka ada kolega besar Jeriko yang sudah berpuluh puluh tahun bekerja sama dengan perusahaan Jeriko. Sebut saja dia, tuan Fabian, pemilik vendor terkemuka yang saat ini sedang duduk santai sambil menikmati green tea khas negeri menara yang terkenal sangat enak."Selamat datang tuan-." Haris menyapa.Sontak wajah Aland langsung mendadak kaget luar biasa, sampai dia terperanjak dari kursinya. "Joe," ucap AAland datang dengan wajah cemberut. Situasi ini langsung mengundang se isi rumah penasaran ingin tau apa yang terjadi tadi di kantor Jeriko. Lebih lebih Rosita yang sudah siap dengan penampilannya yang akan berangkat ke negeri Menara.Tidak salah mereka juga sebenarnya kalau para wanita wanita ini sudah siap dengan persiapan sempurna untuk bertolak ke negeri menara karena Aland sendiri yang mengatakan, "kalau setelah papa kembali dari kantor kita semua berangkat ke negeri Menara."Karena alasan itu semua orang jadinya gegas mempercantik diri dan mempersiapkan barang secukupnya untuk dibawa ke sana."Ada apa pa? Kenapa sepertinya papa lusuh sekali?" Tanya Rosita menatap heran keadaan suaminya yang hilang gairah."Kita jadi berangkat sekarang, kan, pa?" Timpal Salika."Sepertinya aku mencium bau bau tidak menyenangkan. Pasti papa sudah dapat masalah. Kenapa pa? Tuan Jeriko sudah membatalkan rencana kita, iya?" Cecar Feli
Semua kompak menetapkan satu titik pandangan pada wajah Salika. Mereka menunggu apa yang akan dikatakan putri sulung dari keluarga Miller ini kemudian. "Cepat katakan dik, apa rencanamu!" Desak Felicia yang sudah tidak sabar mendengar.Salika tersenyum licik, kemudian berkata, "kita harus gunakan kak Jilly untuk menjadi tokoh utama dalam permainan ini." Tentu saja mereka semua bingung. "Bagaimana maksudnya?" Tanya Rosita. "Kak Jilly harus mau mendekati Joe dan meluluhkan hati Joe lagi," sahutnya. Baru saja sampai di sini, Jilly sudah menolak keras. "Tidak! Aku tidak mau! Apa maksudmu menyuruhku untuk mendekati Joe lagi. Melihatnya saja aku sudah jijik. Lagian aku sama Vino sebentar lagi akan menikah. Aku tidak mau hubunganku dengan Vino jadi berantakan hanya karena laki laki benalu itu!" "Tapi ini tidak serius, kak. Kakak hanya berpura pura saja," sahut Salika. "Pura pura bagaimana maksudnya Salika?" Rosita sangat
Joe baru saja selesai memimpin rapat penting yang dipercayakan padanya. Hampir semua peserta rapat yang dihadirkan kolege kolega terbaik memberi respon baik dan kagum terhadap Joe. "Terima kasih tuan Joe, kami sangat puas dengan penjelasan anda," ucap Fabian. Dia begitu terkagum kagum dengan kecerdasan Joe. "Jangan terlalu berlebihan menilaiku. Aku bukan siapa siapa." Joe menyikapinya dengan rendah hati. "Benar. Aku sependapat dengan tuan Fabian kalau anda memang cerdas. Sepertinya tuan Jeriko tidak salah memilih anda untuk memimpin rapat ini. Dan aku minta maaf karena sudah menilai anda kurang kompeten pada awal tadi. Dan ternyata ... wow! Semua orang tau bagaimana capabilitas anda," ungkap Voigen menimpali. Dia mengakui kalau Joe memang sangat cerdas dan memang layak menjadi pemimpin. Sementara Joe yang merasa sudah dibuat terbang melayang, dia hanya menanggapinya dengan senyum ringan saja. Sama sekali Joe tidak membutuhkan pujian ini. Lagip
"Maaf, aku tidak bisa. Sebaiknya kamu pergi dari sini." Pada saat mengatakan ini, Joe sudah berdiri di depan pintu dan juga sudah membukanya. Nampak sekali kekesalan sekaligus kekecewaan tersirat di wajah Jilly. Sial! Berani benar dia mengusirku! Kalau bukan karena papa, sudah aku ludahi wajahnya yang sombong itu! Awas kau Joe! Kau akan menyesal sudah memperlakukan aku seperti ini, batin Jilly murka. "Joe ... plis ... jangan perlakukan aku seperti ini. Aku sudah mengorbankan semuanya untuk bisa bertemu kamu. Bah-." "Berkorban? Sepertinya telingaku ada yang salah. Tidak. Kamu tidak berkorban. Tapi kamu justru sudah mengorbankan semuanya demi ambisimu. Lebih baik kamu pergi karena aku sudah tidak mau lagi melihatmu!" Wajah Jilly semakin memerah. Darahnya semakin mendidih mendapatkan perlakuan Joe yang semena mena terhadapnya. Hanya saja dia masih menahan demi misi dari keluarganya yang harus dia selesaikan. Padahal, tangannya sudah san
Mungkinkah malam ini? Kalimat itu hanya sebatas dugaan saja di benak Pevita yang lagi menatap Joe dengan penuh harap. Ya dia sangat berharap Joe akan menyentuhnya dan membiarkan segel atas keperawanan itu hilang malam ini. Akankah itu terjadi? Rupanya sorot mata Pevita yang mengandung permintaan yang mendalam belum ditangkap Joe baik baik. Atau memang Joe nya saja yang masih menahan diri. Karena itu, Joe lebih memilih untuk menghindari dengan menopang tubuhnya bangkit dari atas tubuh Pevita. Padahal, sekali saja Joe menyentuhkan bibirnya di atas bibir Pevita, mungkin kelanjutannya akan semakin menarik. Dan lagi, Pevita hanya bisa menghela napas kekecewaan atas sikap Joe yang sangat dingin terhadapnya. Kalau saja ini laki laki lain, tentu semua helain kain yang menempel di tubuh Pevita sudah habis ditanggalkan. Mungkin juga, ini sudah rounde ke tiga mereka bercinta. Aku rasa Joe memang sudah tidak normal! Dia tidak tertarik pada wanita! Gerutu
Sambil menikmati minumal kaleng, Joe sembari mengkroscek isi pesan dan juga email yang begitu banyak menumpuk. Seharian tadi dia belum sempat membukanya lantaran sibuk dengan urusan pekerjaan dan juga Jilly yang tiba tiba datang menemuinya.Belum lagi harus merayu Pevita yang cemburu buta tanpa alasan. Sungguh hari ini hidup Joe sangat penuh warna. Untung saja semua dapat diselesaikan sebelum jam dua belas malam. Apa hubungannya? Tentu saja tidak ada. Hanya saja Joe malas untuk memendam masalah berlarut larut. Baginya masalah itu seperti bakteri yang harus segera dimusnahkan sebelum menjadi penyakit. Dari sekian banyak yang dia lihat, Joe hanya tertarik pada pesan dari Ceasar. Dua puluh menit yang lalu Ceasar baru saja mengabari kalau dia memiliki berita terbaru tentang keberadaan Kiara. Mengetahui itu, langsung saja Joe menghubungi Ceasar. Tapi sebelumnya dia beranjak dari tempatnya menuju balkon. Tentu saja Joe tidak mau pembicaraannya didengar oleh Pevita.
Joe memutuskan untuk berpindah haluan. Kebetulan sekali bertemu laki laki yang dilihatnya di poto lagi merangkul Nadira di sini. Sebelumnya Joe pernah mengunjungi kantor Hades hanya saja dia belum beruntung untuk bertemu denganya. Hades salah satu orang yang memiliki hubungan dengan Nadira sebelum Nadira tewas. Tentu dia memiliki banyak informasi untuk mengungkap siapa pembunuh Nadira. Atau bahkan mungkin saja bisa dirinya sendiri, pikir Joe. Kesempatan bagus, tidak boleh aku sia siakan, gumam Joe dalam hati. Joe pun langsung memikirkan cara untuk bisa bersentuhan langsung dengan Hades tanpa dia merasa curiga. Seketika terlintas ide di benak Joe. Langsung saja dia mainkan rencananya itu. "Kau lihat laki laki yang menata rambutnya seperti boy band?" Pada saat mengatakan ini Joe mengarahkan kamera hpnya ke posisi Hades. Joe menghubungi Ceasar dengan video call. Hanya saja suaranya dia koneksikan dengan ear phone bluetooth. "Ya aku meli
"Kejadiannya seperti ini." Hades mulai membuka mulutnya untuk mengkisahkan apa yang dia ingat dan ketahui saat itu. Tidak lama setelah selesai makan malam dari acara kemenangan bagi diri Hades dan perusahaannya yang berhasil menjalin kerja sama dengan perusahaan PT Prima Multiguna yang kebetulan Nadira bekerja di sana. Malam itu kondisinya sangat ramai. Bahkan Rayzen pun hadir di sana. Nadira menjadi satu satunya gadis cantik yang menjadi pusat perhatian bagi pria pria berdasi yang menghadiri undangan Hades. Termasuk Rayzen dan juga beberapa pria yang berada di meja seberang. "Sayangnya, aku tidak bisa lagi menikahi wanita karena istriku sudah tiga. Kalau tidak, tentu aku akan menikahi dia. Sungguh cantik sekali gadis itu," kata Roy. Dia berbicara kepada dua koleganya yang kebetulan lagi duduk bersama sambil menikmati secangkir kopi sambil menghisap tembakau. "Berarti aku tidak ada saingan. Aku bahkan satu perempuan pun belum berhasil aku nikahi," sahut Edo. Dia