"Psikosis," terang dokter Rafly. Joe berkerut dahi. Dia nampak heran dan aneh mendengar nama penyakit itu. "Bisa terangkan padaku apa penyakit Psikosis yang dokter maksudkan?"Dokter Rafly menyangkutkan jas dokternya ke gantungan, kemudian dia duduk berhadapan dengan Joe. "Penyakit itu memang langka. Biasanya dialami oleh orang-orang yang trauma berat. Orang yang menderita ini tidak akan bisa membedakan mana khayalan mana kenyataan. Tapi, bisa juga lantaran pengaruh alkohol atau obat-obatan tertentu yang langsung merangsang ke syaraf otak. Apa agent Ceasar sebelumnya mengkonsumsi obat-obatan atau sesuatu?"Joe sudah sedikit paham. Hanya saja dia bingung apa penyebabnya. Padahal selama ini Ceasar baik-baik saja dan sama sekali tidak pernah menyentuh barang-barang haram itu. "Aku rasa tidak dok. Aku kenal betul siapa Ceasar. Dia sama denganku, tidak suka dengan alkohol dan drugs.""Sungguh aneh. Tapi kenapa di aliran darahnya aku menemukan ada zat kimia yang berfungsi merusak sel otak
Titik map pada ponsel Ceasar berakhir di sebuah tempat hiburan, club malam atau mungkin bisa dibilang hanya bar ringan. "Benarkah?" Sampai Joe memastikan kembali kalau map ini tidak salah. "Sepertinya tidak," gumam Joe, lalu dia pun keluar dari mobil. "Hei you!" Seorang penjaga menahannya. "Mau kemana?" tanyanya sambil menatap Joe dengan wajah menegangkan. "Bukankah ini tempat umum? Jadi aku rasa aku bebas untuk ke luar masuk di sini, bukan?" sahut Joe santai. Penjaga itu pun tergelak. Tentu saja bukan karena dia bersikap ramah pada Joe, namun sebaliknya kalau dia lagi mengejek Joe. "Lihat!" Penjaga bar itu menunjuk pada sisi kiri Joe. Dari situ Joe mengetahui kalau tempat ini khusus untuk pengunjung yang memiliki member. Oh shit! Benarkah? Tempat sejelek ini pun memiliki peraturan yang ketat? dumel Joe dalam hati. "Hei Jordy, ada apa?" Yang berkata ini merupakan rekan kerja si penjaga itu, yang baru saja datang dari dalam. "Bukan masalah besar. Kau urus lah tamunya tuan J
"Dasar pria, tadi menolak sekarang malah dia yang lebih agresif," oceh wanita seksi itu begitu Joe melepaskan bibirnya. "Kalau mau lebih, kamu boleh bawa aku ke hotel," godanya. Bodoh! Apa dia tidak tau kalau sebenarnya aku hanya menjadikan dia untuk pengalihan perhatian dari pandangan James tadi. Kalau aku tidak menciumnya, James sudah pasti dapat mengenaliku, batin Joe. Dan kemudian, Joe memberikan dua lembar uang pecahan seratu dollar pada wanita itu. Tentu saja dia menerimanya dengan wajah berbinar. "Benarkah? Hanya ciuumaan saja mendapatkan dua ratus dollar? Tentunya aku akan mendapatkan uang banyak kalau sampai-." Ocehannya terhenti begitu melihat Joe beranjak. "Hei kamu mau kemana? Apa kita tidak melanjutkannya lagi?" Sementara Joe hanya tertarik menitikan pandangannya pada Pevita yang dibawa pria asing itu. James sudah kembali entah kemana. Yang pasti James sudah tidak ada lagi di sini. Seperti firasat atau insting yang kuat, entah bagaimana caranya tiba-tiba saja wajah
Dua pria turun dari mobil lalu dengan cepat keduanya menghampiri sedan hitam yang menghalangi jalan mereka. Salah satunya mengetok kaca mobil Joe dengan sangat keras. "Hei bodoh! Minggirkan mobilmu! Kau mau cari masalah dengan kami, hah!" Kaca mobil pun terbuka. Dengan santai Joe menyahuti, "boleh aku bertanya sesuatu?"Sungguh, lelucon yang Joe hadirkan membuat keduanya saling pandang menatap aneh. "Buang-buang waktu! Minggirkan mobilmu atau aku pecahkan kepalamu?" Sambil mengatakan ini, pria itu mencondongkan wajahnya agak mendekati wajah Joe. Ancaman itu justru membuat Joe terkekeh. "Santai saja, jangan terburu-buru seperti itu. Ada yang ingin berbicara padamu." Joe memberikan ponselnya kepada pria itu. "Kau benar-benar memuakan!" Nyaris saja pria itu menghajar Joe saking jengkelnya menghadapi Joe yang dianggap sudah mempermainkannya. Tapi tangan Joe cukup cekatan untuk menyentuh mode pengeras suara, sehingga terdengarlah suara seseorang di seberang telpon dengan sangat jelas.
"Maafkan aku selama ini aku begitu bodoh!" Pevita begitu menyesali perbuatannya. Tak kuasa menahan air mata yang membendung, dia menangis di pelukan Joe. "Aku terlalu naif untuk mempercayai James. Kamu benar, ternyata James itu laki-laki bajingan!" Sebenarnya, James hanyalah pengalihan Pevita saja karena frustasi atas sikap Joe yang terus menggantungkan persaaannya. Kalau saja Joe bisa lebih aware atas perasaan Pevita, mungkin kejadian ini tidak akan terjadi. Puncaknya setelah dari rumah nyonya Kim, di mana Pevita yang sudah dibuat terbang sampai ke atas awan lantaran ucapan Joe yang menginginkan anak, ternyata itu hanya omong kosong belaka. Joe pun sadar akan hal itu. Setidaknya dia juga menyesali perbuatannya yang dianggap sudah mempermainkan hati seorang wanita. Tapi, Joe memang belum bisa menegaskan dirinya kalau dia juga mencintai Pevita. Mungkin setelah kejadian ini, entah lah. "Bagaimana bisa kamu mendapatiku di sini?" tanya Pevita, yang secara bersamaan mengangkat wajahny
"Bagaimana mungkin?" Nampak keraguan dalam diri keduanya. Baik Joe maupun Pevita bahkan tidak percaya kalau nyonya Kim lah yang ternyata memelihara Kiara. Tapi melihat alamat yang Joe berikan, itu memang menunjuk pada kediaman Kim Wulan, alias nyonya Kim. "Nyonya Kim memang memiliki anak angkat. Namanya Naura. Tapi apa mungkin Naura itu Kiara?" ujar Pevita. "Aku belum bisa memastikan. Aku sendiri belum melihat Naura," sahut Joe. "Sebaiknya kita langsung saja ke sana." "Kemana?" Joe menatap Pevita heran. "Ke rumah nyonya Kim. Aku jadi penasaran juga dengan anak angkat nyonya Kim."Joe pun mengerti. Dan kemudian, Joe mengarahkan kendaraanya bertolak ke rumah nyonya Kim. Dalam perjalanan, Joe penasaran dengan apa yang menyumbat di dalam perasaannya sejak tadi. "Boleh aku bertanya sesuatu?"Pevita cepat mengangguk. "Sebenarnya, apa yang terjadi padamu dengan James?"Di sini Pevita nampak enggan membahas kejadian yang memuakkan itu. Karena itu dia membuang pandangannya ke arah jen
Come on! Bola mata Pevita masih sibuk mencari sesuatu yang bisa digunakan untuk melawan James. Bertepatan dengan itu, James sudah menutup pembicaraannya. Dan wajahnya sudah kembali menatap Pevita. "Pasti kamu sudah tidak sabar menungguku, bukan. Baiklah, kita akan melakukannya sekarang. Dan tidak akan ada lagi yang mengganggu," ujar James dengan gayanya yang menijijikan. James melempar ponselnya ke sembarang tempat. Dan kemudian dia bergerak mendekati Pevita. "Seharusnya, sambil menungguku tadi kamu sudah melepaskan pakaianmu. Jadi aku tidak perlu lagi repot untuk membukanya. Umm atau mungkin ... kamu lebih suka aku yang melakukannya?" Pevita masih mencoba bergerak menghindari James. Namun karena kondisi ranjang yang tidak terlalu luas, sungguh membuatnya sulit bergerak bebas. Dan sekarang James sudah berada di hadapannya. Persis suami yang siap menggauli istrinya. Seketika itu juga pikiran Pevita mengatakan untuk menendang alat vital James dengan dengkul. Lalu mendorong James sam
Joe mengerti dengan membungkamnya mulut Pevita pasti sudah terjadi sesuatu yang berat yang menimpanya. Hanya saja Joe tidak mau menerka-nerka itu apa. Dan juga tidak ingin mendesak Pevita agar menceritakan semua itu padanya. Sisi lain, Joe berharap pikiran negatif yang terlintas di benaknya itu semua salah. "Kamu masih punya kesempatan kalau ingin pergi dariku, Joe. Semua ini karena kebodahanku.""Tidak baik menyalahkan diri sendiri terus-menerus seperti itu. Tidak ada yang ingin pergi darimu.""Tentunya, setelah kamu menemukan putrimu kamu akan pergi bersama dia, bukan? Dan kamu akan melupakanku."Di sini Joe terdiam dan tidak tahu harus mengatakan apa lagi pada gadis cantik ini. Dia sendiri juga belum bisa memutuskan apa-apa kemana dirinya setelah ini. Dan juga, rumah nyonya Kim sudah nampak di depan sana. Pevita tersenyum memandangi Joe sambil mengatakan, "paling tidak aku bisa membantumu sampai kamu menemukan putrimu." Sebelum akhirnya dia keluar dari mobil. Joe tersenyum ringa
“Tidak ada yang serius, pa,” sahut Joe sambil mengurai senyum. Kemudian, dia meletakan ponselnya di atas meja. Namun tidak lama setelah itu, pesan kedua dari pengirim tidak dikenal mengisi halaman notifikasi.Joe penasaran ingin membukanya. Tapi prof Ferguso langsung menegur,”sebaiknya kau kesampingkan dulu urusan kerjaanmu. Kita di sini untuk happy.”Dan Joe pun tersenyum. Dia sependapat dengan saran ayah angkatnya.Mereka semua bersulang minum untuk merayakan hari kebahagian ini. Nampak sekali wajah-wajah ceria penuh kesenangan terpancarkan dari semua orang yang ada di sini. Tidak terkecuali keluarga Miller yang sudah berangsur-angsur berkurang rasa bersalahnya terhadap Joe. Apalagi Joe sudah melupakannya.Tidak lama acara makan dan minum selesai, Joe meminta ijin untuk meninggalkan meja makan sejenak. Dia ingin bersantai di balkon dengan puterinya. Prof Ferguso mengijinkan.Pergilah Joe menuju tempat santai yang dari situ bisa melihat seluruh lampu yang menerangi kota ini. Sangat i
Setengah jam yang lalu pesta berakhir. Namun prof Ferguso masih belum ingin mengakhiri kerinduannya dengan Joe begitu saja. Dia mengundang Jeriko dan keluarga Miller untuk bergabung dengan pesta kecil miliknya. Ya anggap saja untuk merayakan kembalinya puteri semata wayang Joe yang hilang. Dan sekarang mereka semua sudah berada di ruangan khusus milik prof Ferguso. Mereka duduk di meja panjang dengan hidangan yang tidak kalah istimewa dengan yang di bawah tadi. Suasana sekarang tentu saja berbeda dari sebelumnya. Mereka sudah tidak bisa lagi memandang Joe sebelah mata walaupun dengan penampilannya yang buruk. Bahkan sekarang membuat wanita-wanita cantik dari keluarga Miller tidak berani menengadahkan wajahnya untuk menatap Joe secara langsung. Semua tertunduk malu atas sikap mereka selama ini terhadap Joe. Pun juga Jeriko yang mendadak bingung harus bersikap seperti apa di depan pemuda yang penah dia hina dan remehkan. Di sini dia baru sadar, kalau pantas saja Joe memiliki ilmu bel
Cerita ini bermula ketika Aland Miller mengalami masalah dengan anak perusahaan prof Ferguso yang berada di negeri Asal. Prof Ferguso begitu marah ketika ada orang yang berkeinginan untuk menikungnya dari belakang. Dan setelah diusut, nama Aland Miller keluar sebagai target utama.Aland Miller ditangkap anak buah prof Ferguso dan hampir mati disiksa. Namun di sini prof Ferguso masih punya hati dan ingin memaafkannya. Tapi tentu saja dengan syarat."Perbuatanmu sudah tidak bisa dimaafkan. Tapi, aku masih bisa mengampunimu kalau kau mau bekerja-sama denganku," kata prof Ferguso pada Aland Miller yang wajahnya sudah penuh luka dan darah dengan kedua tangan terikat menggantung juga tanpa pakaian kecuali selembar celana dalam."Apa kau mau menerima tawaranku?" tanya prof Ferguso, yang mau tidak mau dijawab iya oleh Aland Miller atau dia akan mati."Bagus." Prof Ferguso menepuk pipi Aland Miller. "Saat ini, ada putraku yang sedang mengemban tugas di negeri ini. Mungkin statusnya akan diraha
"Papa! Apa-apaan ini! Jangan mempermalukan diri kamu di depan banyak orang! Kamu tidak pantas memberi hormat sama pemuda kampung seperti dia!" Jangankan Rosita atau semua orang yang ada di sini, bahkan Joe sendiri pun bingung kenapa Aland Miller bisa seperti itu terhadap dirinya?Apa prof Ferguso sudah memberi tahu siapa aku sebenarnya? Dan tiba-tiba saja ... Plak! Aland Miller menampar istrinya dengan keras di depan banyak orang. "Kau tidak pantas berbicara kasar pada tuan Joe Hans, putra semata wayang prof Ferguso yang juga merupakan pangeran negeri Menara!" bentaknya, yang langsung membuat semua orang tercengang, sementara Rosita menahan sakit dan juga malu yang luar biasa. "Apa! Tidak mungkin!" Sontak semua orang kaget. "Mustahil! Tidak mungkin!" Salika masih tidak percaya dengan apa yang dikatakan papanya. "Pa, jangan membodohi kami!" "Maafkan keluargaku prof Ferguso. Memang mereka tidak pernah tau siapa tuan Joe Hans. Karena sejak anda menugaskanku menjadi agent, aku tida
"Hei penjaga! Apa kerja kalian sampai membiarkan orang gila masuk ke acara besar seperti ini!" Seru salah seorang tamu undangan prof Ferguso, sebut saja dia Kenan. Dia baru saja berhasil meyakinkan prof Ferguso untuk menjadi donatur di perusahaannya. "Sudah gila! cepat usir dia!" ucap Matias, CEO perusahaan otomotif terbesar di negeri Menara. Dia juga baru mengajukan proposal kerja sama dengan prof Ferguso untuk mengekspand usahanya. Namun prof Ferguso masih mempertimbangkannya, kemungkinan setelah acara ini dia akan memutuskan untuk mengambil atau melepasnya. Gegas beberapa penjaga menghampiri kerumunan, mereka nanar mendapatkan pemuda dengan pakaian kusuh berada di tengah-tengah acara penting. Wajah mereka pun berubah kencang. Bahkan laki-laki ini tidak pantas untuk sekadar menjadi tukang bersih-bersih di Castile ini, pikir mereka. "Apa yang kau kerjakan sampai bisa meloloskan orang gila ini, hah!" Hardik William, kolega Ferguso, berbicara pada penjaga itu. Seketika orang jadi
"Sudah seharusnya anda mengenakan pakaian kebesaran, master Joe."Ceasar memberikan satu setel jubah terbaik yang dimiliki seorang kstria hebat di negeri Menara. Tidak sembarang orang yang bisa mengenakannya. Itu bagaikan pakaian raja yang tidak mungkin dikenakan rakyat biasa. Joe sudah menerima, namun dia belum mengenakannya. "Apa tidak berlebihan sampai aku mengenakan jubah kebesaran ini?""Justru ayah ingin mengenalkan pada semua orang yang ada di bawah sana siapa putra terbaik ayah yang pantas menggantikan posisi ayah nanti. Dan orang itu adalah kamu. Kamu lah pewaris yang tepat untuk menggantikan posisi ayah kemudian," ujar prof Ferguso. Dengan begitu, tidak ada alasan lagi untuk Joe menolaknya. Kemudian, dia mengganti baju yang kusam dengan jubah yang mewah. Sejurus kemudian, Joe sudah siap dengan penampilan barunya. Sementara itu dibawah sana Rosita dan dua putrinya sedang sibuk membantu kapten Frans untuk mencari Joe yang dianggap penyusup. Mereka sudah mencari sampai kesel
Rasanya tidak ada salahnya untuk mengikuti saran dari wanita-wanita cantik ini. Kapten Frans pun mengajak Rosita dan kedua putrinya masuk ke dalam ruangan monitoring CCTV yang dijaga langsung oleh anak buahnya. Di dalam ruangan itu ada empat petugas berseragam yang sedang serius bekerja, memperhatikan satu persatu layar monitor dari tembakan CCTV dari segala penjuru. "Silakan duduk," titah kapten Frans kepada Rosita, Salika dan Felicia. Dan kemudian dia berbicara pada salah seorang petugas pengendali monitor. "Bisa kau putarkan rekaman yang ada di lorong xx pada empat puluh lima menit yang lalu," pinta kapten Frans. Dengan sigap, petugas itu langsung mengikuti perintahnya. Dan sejurus kemudian, tayangan yang diminta Rosita sudah nampak di depan mata. Semua orang tertitik pada seorang pemuda yang sedang berjalan cepat menyusuri lorong xx sebelum bertemu dengan Salika dan Felicia. Penampilan yang hanya mengenakan kaos yang kusam menjadi perhatian kapten Frans dan yang lainnya. Saya
Kedua putri Miller secara kebetulan bertemu dengan induknya. Mereka saling pandang heran karena mendapatkan diri masing-masing sedang berada di tempat yang sama, pos utama penjaga. "Mama, sedang apa di sini?" Yang bertanya dengan wajah bingung ini adalah Salika. Tanpa sadar, dia masih memegang sebatang rokok yang nyaris habis. Begitu bola mata Rosita berputar pada benda yang dipegang putrinya, barulah Salika membuang puntung rokok itu. "Hanya sebatang. Tidak perlu diperpanjang," katanya. Beruntung ada hal lain yang mendominasi perasaan marah Rosita dibanding melihat putrinya merokok. Dan Rosita pun mengabaikannya. "Sedang apa kalian di sini?" Dia berbalik tanya pada kedua putrinya. "Baru saja kami melihat si gembel Joe dengan penampilan compang-camping masuk ke sini, ma. Aku rasa dia sudah menyusup. Aku khawatir dia akan membuat kericuhan di sini," ujar Felicia. Berkerutlah dahi Rosita saking kagetnya karena alasan dia ke tempat penjagaan utama serupa dengan kedua putrinya. "Kal
"Dasar gembel! Kau tau, negeri ini tidak pantas untuk laki-laki sampah sepertimu!" hardik Felicia. Joe yang berpisah dengan Ceasar nampaknya salah mengambil jalan. Tadinya, Joe ingin menemui prof Ferguso di tempat khusus untuk menghindari keramaian. Dan Joe mengambil arah selatan dari Castile ini untuk segera sampai ke ruangan itu. Sialnya, dia bertemu dengan dua kakak beradik yang menjadi musuhnya. Habislah Joe menjadi bulan-bulanan mereka. "Kau itu seperti hantu gentayangan, apa kau tau! Kau sengaja ingin terus mengikuti kami, hah!"Joe yang sudah malas meladeni dua wanita judes ini hanya menyeringai saja. "Aku tidak ada urusan dengan kalian," ujar Joe dingin. Dia ingin beranjak namun kerah bajunya ditarik Salika hingga robek. Sungguh, kejadian ini membuat Joe emosi. Namun justru itu menjadikan kakak beradik itu tergelak puas. "Haha! Dasar gembel! Bajumu sudah terlalu usang. Kenapa tidak kau jadikan lap lantai saja!"Dari kejauhan Joe melihat Ceasar sudah memberi arahan agar dia