Saat ini hujan sedang turun deras-derasnya. Sama persis saat kejadian nyonya Kim mengalami kecelakaan tepat diwaktu Naura menghembuskan napas terkahir. Joe meratapi sedih dengan jongkok setengah lutut di atas makam sambil memegang batu nisan dan membiarkan tubuhnya basah kuyup tanpa mau dipayungi. Sudah tidak bisa dibedakan lagi mana air mata dan air hujan, semuanya sudah menyatu membasahi wajah. Sementara Pevita masih setia menemani dengan mengenakan payung di samping Joe. Dia merasa iba melihat laki-laki terbaik ini merundung sedih. Belum pernah dia mendapatkan Joe seperti saat ini. Padahal, belum tentu juga gadis kecil yang ada di dalam tanah kubur ini adalah Kiara, putri kecilnya yang menghilang. Langit semakin gelap, seakan dia tahu kalau hari ini penuh dengan duka. Mungkinkah awan pun ikut merasakan perasaan luka dalam diri Joe? Nampak sekali kalau mereka sepertinya mengerti apa yang Joe rasakan. "Sebaiknya kita pulang, Joe. Naura sudah pasti lebih tenang di sana," ujar Pevit
Selalu saja ada suara-suara sumbang yang merendahkan orang lain hanya melihat dari penampilannya. Sepertinya negeri ini sudah rusak moral. Tidak bisakah mereka menghargai orang lain tanpa harus menilai dari covernya? Sayangnya, Joe tidak mempedulikan suara-suara nyinyir yang menghujat dirinya. Tidak penting juga. Joe hanya memikirkan Kiara. Dan masih mempertanyakan apakah Naura itu Kiara? "Hei pemuda gembel! Tidak bisa kah kau mandi dulu sebelum datang ke sini?" hardik pria yang berada di sebelahnya, sambil dia menutup hidung lantaran bau badan Joe yang tidak sedap. Jelas Joe tidak meladeni ocehan murahan dari laki-laki asing yang mulutnya seperti wanita. Dan rupanya itu membuat laki-laki tua yang mengumpatnya di awal tadi ikutan mengejek. "Mungkin dia kira ini rumah sakit subsidi pemerintah. Hei pemuda, sepertinya kau salah tempat. Apa kau tidak tau kalau di sini tidak bisa menerima asuransi, hah!" Semua orang pun tergelak. Ada yang malu-malu, namun tidak sedikit juga yang mene
"Dok, ada keributan di lobby," lapor suster yang sekaligus menjadi asisten pribadi dokter Hadi. Langsung saja dokter Hadi memutar tayangan dari CCTV secara langsung melalui ponselnya. Wajah Joe yang nampak begitu jelas pada saat pertama kali kedua mata dokter Hadi menyaksikan, sungguh membuat emosinya memuncak. "Pemuda sialan itu membuatku pusing!" umpat dokter Hadi dengan nada tinggi. "Perlu saya panggilan petugas keamanan untuk mengusirnya, dok?" Dokter Hadi bimbang. Sejatinya dia memikirkan Pevita yang bersama Joe. Tentu saja dokter Hadi memandang wanita yang merupakan anak kandung Jeriko si konglomerat terkenal itu. Kalau hanya Joe, mungkin sejak awal dirinya akan terang-terangan menolak untuk berbicara dengan pemuda rendahan seperti itu. "Jangan sembarangan! Kalau putri Jeriko tahu bisa bahaya reputasiku." "Tapi dia memaksa untuk bertemu dengan anda dok." "Kamu sudah mengatakan kalau aku sibuk?" "Sudah dok. Tapi dia tetap memaksa untuk menunggu." "Keras kepala sekali
Mereka adalah Mark dan Spencer, dua pejabat dalam negeri di pemerintahan ini. "Kenapa? Ada masalah?" Mark yang tidak sengaja melihat ada keramaian yang tidak wajar di lobby begitu penasaran ingin tahu. "Ah tidak. Hanya masalah kecil," jawab dokter Hadi santai. Namun wajah Spencer yang menatapnya dengan aura intimidasi, membuat dokter Hadi menjelaskan sedikit apa yang terjadi. "Barusan ada pasien miskin yang ingin meminta keringan biaya. Dia ingin bertemu denganku tapi aku menolaknya. Untuk apa, bukan? Buang-buang waktu saja. Dia tinggal minta surat keterangan miskin dari petugas setempat dan tinggal serahkan ke bagian administrasi. Semudah itu," terang dokter Hadi. Dan kemudian wajahnya berpaling pada Marita yang berada di sebelahnya. "Bukan begitu, Rita?" Marita sendiri tau apa yang akan dia katakan. "Benar sekali, dok." Barulah ekpresi Spencer berubah menjadi biasa lagi. "Jadi bukan masalah politik?" "Aku akan mengadukannya pada kalian kalau ternyata yang aku hadapi seper
"Hei Joe apa yang kamu lakukan?" Baru saja Joe meminta Pevita mengantarnya ke makam Naura lagi. Tanpa bertanya Pevita mengikuti kemauan Joe. Dan setibanya di makam, Pevita shock melihat Joe menyuruh orang untuk membongkar kembali makam putri kecil anak angkat nyonya Kim. Sama sekali tidak mengira kalau Joe akan melakukan ini. "Aku yakin ada sesuatu yang aneh dengan makam Naura," sahut Joe sekenanya. "Joe! Tapi ini melanggar peraturan. Kamu tidak bisa membongkar makam seseorang begitu saja tanpa seijin nyonya Kim. Bagaimana kalau dia tahu makam putrinya diacak-acak seperti ini?" "Aku hanya ingin memastikan. Tidak ada yang mengacaknya. Setelah aku tau kalau yang dikubur itu memanglah Naura, aku akan merapikannya kembali," bantah Joe. Pevita yang terlihat cemas semakin tidak karuan dengan perasaannya menghadapi Joe yang dianggap nekat. "Aku tidak ingin ada masalah dengan nyonya Kim," pungkasnya. "Kamu tenanglah. Tidak akan ada masalah apa-apa." Joe justru terlihat santai. D
"Seharian ini aku mungkin akan sibuk, sebaiknya kamu pulanglah," ucap Joe, sebelum dia keluar dari mobil. Nampak aura yang terlihat sedih pada wajah cantik itu. Pevita jelas lagi memikirkan sesuatu, namun dia menahannya. Mungkin dia sungkan untuk mengutarakan pada Joe. Akhirnya dia mengangguk pelan, seperti pasrah. "Ada yang ingin kamu sampaikan?" Joe yang melihat ekpresi Pevita yang datar jadi penasaran ingin tahu. "Tidak ada. Pergilah. Aku bisa sendiri," sahutnya pelan. Entah kenapa, perasaan Joe ingin menoleh ke arah belakang. Tepat di bangku penumpang di baris dua dia melihat ada bungkusan yang sangat cantik. Joe mengambilnya, lalu bertanya, "kado ini untuk siapa?" "Mama. Hari ini dia ulang tahun," jawabnya datar. Di titik ini Joe mengerti kenapa Pevita terlihat murung ketika dirinya ingin berpamitan. Pevita menginginkan Joe untuk menemaninya. Tapi dia sungkan meminta itu lantaran hutang budi pada Joe karena kesalahannya sendiri. "Titip salamku untuk mamamu." Joe mem
Rose? Sepertinya nama itu tidak asing di telingaku. Pevita masih berusaha mengingat-ingat siapa wanita yang usianya sekitar tiga puluhan yang menjadi asisten mamanya yang baru. Oh Tuhan, aku baru ingat. Nama ini persis sekali dengan wanita yang Joe cari di rumah nyonya Kim. Apa mungkin Rose yang dimaksud adalah dia? Tapi bisa saja hanya namanya yang kebetulan mirip, bukan? "Boleh aku tanya sesuatu padamu?" "Silakan nona," sahutnya. "Bagaimana papaku bisa mendapatkanmu?" "Dari agency Marko, nona. Kebetulan saya tergabung di sana. Dan papa nona kenal dekat dengan tuan Marko." Rose menjawabnya dengan tenang dan santai. Sama sekali tidak menandakan kalau dia mengada-ngada perkataannya. Ya, seingatku papa memang memiliki sahabat kecil yang memiliki usaha di jasa seperti ini. Mungkin saja itu benar, gumamnya dalam hati. "Sebelumnya kamu bekerja di mana?" Dalam pertanyaan ini Pevita berharap kalau Rose mengatakan sama persis dengan apa yang diinginkannya, kalau dia bekerja di rum
"Non Pevi sedang mencari sesuatu?" Pertanyaan Rose membuat Pevita salah tingkah.Tertangkap basah di tempat orang lain tanpa seijin pemiliknya sangat tidak membuat hati nyaman. Tapi sebagai tuan rumah apalagi majikan, Pevita tidak mau kalah."Umm, tidak. Ya. Sebenarnya aku lagi mencari tasku. Seingatku, dulu aku pernah meninggalkannya di sini," alasannya, yang tentu saja dia buat-buat. "Tas?" Dahi Rose berkerut kedalam, heran. "Bukankah Mansion ini baru saja di tempati nyonya Maya seminggu yang lalu? Tuan Jeriko baru saja membelinya. Dan kebetulan saya orang pertama yang menempati kamar ini, non," ujarnya, yang membuat Pevita menelan ludah karena kebodohan yang dia tunjukan sendiri.Sial! Bagaimana bisa aku mengatakan itu? Benar-benar bodoh kamu ini Pevi! batin Pevita. Dia pun akhirnya menyudahi saja meninggalkan Rose dengan wajah merah dan perasaan malu. "Sudah lupakan saja. Tidak penting juga," ucapnya sambil mengahalau tangan dan berjalan keluar. Rose yang mendapatkan sikap maj
“Tidak ada yang serius, pa,” sahut Joe sambil mengurai senyum. Kemudian, dia meletakan ponselnya di atas meja. Namun tidak lama setelah itu, pesan kedua dari pengirim tidak dikenal mengisi halaman notifikasi.Joe penasaran ingin membukanya. Tapi prof Ferguso langsung menegur,”sebaiknya kau kesampingkan dulu urusan kerjaanmu. Kita di sini untuk happy.”Dan Joe pun tersenyum. Dia sependapat dengan saran ayah angkatnya.Mereka semua bersulang minum untuk merayakan hari kebahagian ini. Nampak sekali wajah-wajah ceria penuh kesenangan terpancarkan dari semua orang yang ada di sini. Tidak terkecuali keluarga Miller yang sudah berangsur-angsur berkurang rasa bersalahnya terhadap Joe. Apalagi Joe sudah melupakannya.Tidak lama acara makan dan minum selesai, Joe meminta ijin untuk meninggalkan meja makan sejenak. Dia ingin bersantai di balkon dengan puterinya. Prof Ferguso mengijinkan.Pergilah Joe menuju tempat santai yang dari situ bisa melihat seluruh lampu yang menerangi kota ini. Sangat i
Setengah jam yang lalu pesta berakhir. Namun prof Ferguso masih belum ingin mengakhiri kerinduannya dengan Joe begitu saja. Dia mengundang Jeriko dan keluarga Miller untuk bergabung dengan pesta kecil miliknya. Ya anggap saja untuk merayakan kembalinya puteri semata wayang Joe yang hilang. Dan sekarang mereka semua sudah berada di ruangan khusus milik prof Ferguso. Mereka duduk di meja panjang dengan hidangan yang tidak kalah istimewa dengan yang di bawah tadi. Suasana sekarang tentu saja berbeda dari sebelumnya. Mereka sudah tidak bisa lagi memandang Joe sebelah mata walaupun dengan penampilannya yang buruk. Bahkan sekarang membuat wanita-wanita cantik dari keluarga Miller tidak berani menengadahkan wajahnya untuk menatap Joe secara langsung. Semua tertunduk malu atas sikap mereka selama ini terhadap Joe. Pun juga Jeriko yang mendadak bingung harus bersikap seperti apa di depan pemuda yang penah dia hina dan remehkan. Di sini dia baru sadar, kalau pantas saja Joe memiliki ilmu bel
Cerita ini bermula ketika Aland Miller mengalami masalah dengan anak perusahaan prof Ferguso yang berada di negeri Asal. Prof Ferguso begitu marah ketika ada orang yang berkeinginan untuk menikungnya dari belakang. Dan setelah diusut, nama Aland Miller keluar sebagai target utama.Aland Miller ditangkap anak buah prof Ferguso dan hampir mati disiksa. Namun di sini prof Ferguso masih punya hati dan ingin memaafkannya. Tapi tentu saja dengan syarat."Perbuatanmu sudah tidak bisa dimaafkan. Tapi, aku masih bisa mengampunimu kalau kau mau bekerja-sama denganku," kata prof Ferguso pada Aland Miller yang wajahnya sudah penuh luka dan darah dengan kedua tangan terikat menggantung juga tanpa pakaian kecuali selembar celana dalam."Apa kau mau menerima tawaranku?" tanya prof Ferguso, yang mau tidak mau dijawab iya oleh Aland Miller atau dia akan mati."Bagus." Prof Ferguso menepuk pipi Aland Miller. "Saat ini, ada putraku yang sedang mengemban tugas di negeri ini. Mungkin statusnya akan diraha
"Papa! Apa-apaan ini! Jangan mempermalukan diri kamu di depan banyak orang! Kamu tidak pantas memberi hormat sama pemuda kampung seperti dia!" Jangankan Rosita atau semua orang yang ada di sini, bahkan Joe sendiri pun bingung kenapa Aland Miller bisa seperti itu terhadap dirinya?Apa prof Ferguso sudah memberi tahu siapa aku sebenarnya? Dan tiba-tiba saja ... Plak! Aland Miller menampar istrinya dengan keras di depan banyak orang. "Kau tidak pantas berbicara kasar pada tuan Joe Hans, putra semata wayang prof Ferguso yang juga merupakan pangeran negeri Menara!" bentaknya, yang langsung membuat semua orang tercengang, sementara Rosita menahan sakit dan juga malu yang luar biasa. "Apa! Tidak mungkin!" Sontak semua orang kaget. "Mustahil! Tidak mungkin!" Salika masih tidak percaya dengan apa yang dikatakan papanya. "Pa, jangan membodohi kami!" "Maafkan keluargaku prof Ferguso. Memang mereka tidak pernah tau siapa tuan Joe Hans. Karena sejak anda menugaskanku menjadi agent, aku tida
"Hei penjaga! Apa kerja kalian sampai membiarkan orang gila masuk ke acara besar seperti ini!" Seru salah seorang tamu undangan prof Ferguso, sebut saja dia Kenan. Dia baru saja berhasil meyakinkan prof Ferguso untuk menjadi donatur di perusahaannya. "Sudah gila! cepat usir dia!" ucap Matias, CEO perusahaan otomotif terbesar di negeri Menara. Dia juga baru mengajukan proposal kerja sama dengan prof Ferguso untuk mengekspand usahanya. Namun prof Ferguso masih mempertimbangkannya, kemungkinan setelah acara ini dia akan memutuskan untuk mengambil atau melepasnya. Gegas beberapa penjaga menghampiri kerumunan, mereka nanar mendapatkan pemuda dengan pakaian kusuh berada di tengah-tengah acara penting. Wajah mereka pun berubah kencang. Bahkan laki-laki ini tidak pantas untuk sekadar menjadi tukang bersih-bersih di Castile ini, pikir mereka. "Apa yang kau kerjakan sampai bisa meloloskan orang gila ini, hah!" Hardik William, kolega Ferguso, berbicara pada penjaga itu. Seketika orang jadi
"Sudah seharusnya anda mengenakan pakaian kebesaran, master Joe."Ceasar memberikan satu setel jubah terbaik yang dimiliki seorang kstria hebat di negeri Menara. Tidak sembarang orang yang bisa mengenakannya. Itu bagaikan pakaian raja yang tidak mungkin dikenakan rakyat biasa. Joe sudah menerima, namun dia belum mengenakannya. "Apa tidak berlebihan sampai aku mengenakan jubah kebesaran ini?""Justru ayah ingin mengenalkan pada semua orang yang ada di bawah sana siapa putra terbaik ayah yang pantas menggantikan posisi ayah nanti. Dan orang itu adalah kamu. Kamu lah pewaris yang tepat untuk menggantikan posisi ayah kemudian," ujar prof Ferguso. Dengan begitu, tidak ada alasan lagi untuk Joe menolaknya. Kemudian, dia mengganti baju yang kusam dengan jubah yang mewah. Sejurus kemudian, Joe sudah siap dengan penampilan barunya. Sementara itu dibawah sana Rosita dan dua putrinya sedang sibuk membantu kapten Frans untuk mencari Joe yang dianggap penyusup. Mereka sudah mencari sampai kesel
Rasanya tidak ada salahnya untuk mengikuti saran dari wanita-wanita cantik ini. Kapten Frans pun mengajak Rosita dan kedua putrinya masuk ke dalam ruangan monitoring CCTV yang dijaga langsung oleh anak buahnya. Di dalam ruangan itu ada empat petugas berseragam yang sedang serius bekerja, memperhatikan satu persatu layar monitor dari tembakan CCTV dari segala penjuru. "Silakan duduk," titah kapten Frans kepada Rosita, Salika dan Felicia. Dan kemudian dia berbicara pada salah seorang petugas pengendali monitor. "Bisa kau putarkan rekaman yang ada di lorong xx pada empat puluh lima menit yang lalu," pinta kapten Frans. Dengan sigap, petugas itu langsung mengikuti perintahnya. Dan sejurus kemudian, tayangan yang diminta Rosita sudah nampak di depan mata. Semua orang tertitik pada seorang pemuda yang sedang berjalan cepat menyusuri lorong xx sebelum bertemu dengan Salika dan Felicia. Penampilan yang hanya mengenakan kaos yang kusam menjadi perhatian kapten Frans dan yang lainnya. Saya
Kedua putri Miller secara kebetulan bertemu dengan induknya. Mereka saling pandang heran karena mendapatkan diri masing-masing sedang berada di tempat yang sama, pos utama penjaga. "Mama, sedang apa di sini?" Yang bertanya dengan wajah bingung ini adalah Salika. Tanpa sadar, dia masih memegang sebatang rokok yang nyaris habis. Begitu bola mata Rosita berputar pada benda yang dipegang putrinya, barulah Salika membuang puntung rokok itu. "Hanya sebatang. Tidak perlu diperpanjang," katanya. Beruntung ada hal lain yang mendominasi perasaan marah Rosita dibanding melihat putrinya merokok. Dan Rosita pun mengabaikannya. "Sedang apa kalian di sini?" Dia berbalik tanya pada kedua putrinya. "Baru saja kami melihat si gembel Joe dengan penampilan compang-camping masuk ke sini, ma. Aku rasa dia sudah menyusup. Aku khawatir dia akan membuat kericuhan di sini," ujar Felicia. Berkerutlah dahi Rosita saking kagetnya karena alasan dia ke tempat penjagaan utama serupa dengan kedua putrinya. "Kal
"Dasar gembel! Kau tau, negeri ini tidak pantas untuk laki-laki sampah sepertimu!" hardik Felicia. Joe yang berpisah dengan Ceasar nampaknya salah mengambil jalan. Tadinya, Joe ingin menemui prof Ferguso di tempat khusus untuk menghindari keramaian. Dan Joe mengambil arah selatan dari Castile ini untuk segera sampai ke ruangan itu. Sialnya, dia bertemu dengan dua kakak beradik yang menjadi musuhnya. Habislah Joe menjadi bulan-bulanan mereka. "Kau itu seperti hantu gentayangan, apa kau tau! Kau sengaja ingin terus mengikuti kami, hah!"Joe yang sudah malas meladeni dua wanita judes ini hanya menyeringai saja. "Aku tidak ada urusan dengan kalian," ujar Joe dingin. Dia ingin beranjak namun kerah bajunya ditarik Salika hingga robek. Sungguh, kejadian ini membuat Joe emosi. Namun justru itu menjadikan kakak beradik itu tergelak puas. "Haha! Dasar gembel! Bajumu sudah terlalu usang. Kenapa tidak kau jadikan lap lantai saja!"Dari kejauhan Joe melihat Ceasar sudah memberi arahan agar dia