"Kamu harus cerdik menghadapi William, Sherley!"
Tiba-tiba, Jill Anne sudah berdiri di sebelahnya.
"Kamu?"
"Aku sedari tadi mendengarkan perbincangan kalian. Aku ada disudut sana."
"Ehmmm, pantas. Datang-datang kamu sudah langsung nimbrung."
Jill Anne mengajak Sherley berjalan ke arah taman.
"Kamu ingin bertanya apa, Jill?"
"Apa saja yang kalian bicarakan?"
"Abel maksud kamu?"
Jill Anne mengangguk cepat.
"Keluarga Darriel tidak terima dengan kematiannya. Mereka langsung menuduh kalau aku terlibat langsung dengan si penembak. Gila 'kan? Aku yang tak tahu apa pun bisa langsung dituduh seperti itu, Jill."
"Terus, kata Abel gimana?"
"Dia sebenarnya juga tak percaya, dan mau memegang omongan aku. Hanya saja, soal mantel dan topi merah itu aku bilang sama dia, Jill."
"Wahhhh ... terus? Apa yang akan dilakukannya?"
"Pastinya Abel akan menyeldiiki semuanya."
Jill Anne pun manggut-m
"Kenapa kamu pergi dari ruangannya William? Siapa itu perempuan?" tanya Beatrix menyelidik."Yang jelas perempuan yang aku bawa tadi, adalah pesaing kalian. Dan siap-siaplah kalian pergi dari sini!" tegas Heidi."Hei! Tunggu sebentar!" teriak Beatrix, menahan kepergian Heidi. Yang terlihat tidak senang dengan sikap mereka."Ada apalagi?" Dengan kesal yang tidak bisa Heidi sembunyikan dari Ivy dan Beatrix."Aku yang ingin bicara sama kamu!"Dari ujung lorong muncul Laurice yang berjalan santai ke arah Heidi."Kamu baru masuk ke sini, sudah punya saingan. Kasihan sekali!" tegas Laurice. Sengaja mempermainkan emosi Heidi.Tanpa banyak bicara lagi, Heidi mengayunkan langkah cepat menuju kamar. Dia membantingting tubuhnya, yang terasa penat. Walau sebenarnya yang lelah hati dan pikirannya.Sedang di ruang pribadi William. Lelaki tampan itu terus merayu Lady Rose agar mau menanamkan investasinya."Bagaimana kalau k
"Apakah aku seliar tanganmu yang bergerilya ini?"Manik mata mereka saling beradu. Kemudian, keduanya tertawa bersama."Kapan kita akan menikah?""Aku harus selesaikan urusan dengan Jill Anne dulu, Lady Rose. Maukah kamu menunggu?""Mau, asalkan pasti. Kamu keluarkan semua wanita kamu, hanya ada satu wanita di kastil ini. Yaitu AKU!" Dengan nada penuh penekanan. "Kamu mau William?""Ya, aku setujui semua itu. Asalkan investasi yang kau tanam bukan bualan semata.""Aku tidak pernah berbohong mengenai ini William Sayang. Bukannya dulu kita sudah saling mengenal?""Kamu terlalu sombong waktu itu, hingga aku menganggap kamu tidak pernah ada di muka bumi ini."Lady Rose tersenyum penuh kebanggaan. Bisa menaklukkan hati William yang selalu lapar dan buas terhadap wanita."Somboong bagaimana William sayang? Bukannya waktu itu, kita juga bercinta?""Ahhh ... sudahlah! Buktinya waktu itu kamu lebih
"Dia baru selesai mandi, dan kurasa sudah rapi. Akan aku lihat ke kamarnya dulu. Apa anda ingin bicara dengannya Nyonya Sofia?" "Iya, bilang padanya ini adalah hal yang sangat penting Ester! Teramat sangat penting." "Baiklah, Nyonya. Tunggu sebentar!" Sofia mengangguk pelan. Masih terasa erangan dan desahan William yang tengah larut dalam buaian lady Rose. Sesekali dia mengusap tenggorokan yang bagai tercekat. "Permainan mereka tadi benar-benar liar, bikin aku jadi panas dingin seperti ini. Kenapa William tidak pernah memperlakukan aku seperti itu? Apa aku kurang liar dan menggairahkan seperi wanita tadi? Apa Nyonya Jill tahu, kalau Lady Rose pernah menjadi cinta yang lain di hati William?" "Masuklah Nyonya!" Tiba-tiba Ester mengejutkan dirinya. "Terima kasih Ester." Terlihat Jill yang sudah duduk di sudut kamar. Dia memandang ke arah Sofia tanpa ekspresi sama sekali. "Kamu ingin bicara apa Sofia?" "Ada
"Wanita itu meminta agar William mengusir kita dari kastil ini. Bagaimana menurut kamu, Shelrey?""Wow, dia merasa hebat mungkin Jill. Atau sangat kaya.""Sangat tepat. Dan William meminta dia melepas kekayaannya untuk membeli ladang dan peternakan. Hebat 'kan si William ini?""Sangat hebat liciknya dia. Lalu, bagaimana kalau William mengikuti kemauan wanita itu?""Kita harus putar otak. Kamu besok harus temui Abel, tanyakan kelanjutan perihal pemeriksaan pada bukti yang kamu temukan di kamar William."Sherley mengernyitkan dahi."Kamu ingin agar William di tangkap?""Untuk sementara menjauhkan wanita itu. Paham maksud aku Sherley.""Kalau William memang terbukti, bagaimana?""Hanya satu kata yang tepat untuknya, LEPASKAN dia!"Semakin tercengang Sherley dibuat oleh kalimat-kalimat yang terlontar dari Jill Anne."Kamu akan melepaskan dia, Jill?""Iya, Sherley. Aku kini sudah tahu sia
"Aku sangat yakin, ini juga sebuah rencana dari William!" Suara Jill Anne sangat tegas. "Sepertinya kita kalah cepat oleh dia, yang bertindak sesuai kemauan William.""Sekarang apa yang mesti aku lakukan?""Ikuti aja tugas yang sudah kamu emban, jaangan sampai bocor! Dan besok pagi, jangan sampai lupa.""Oke, Jill. Aku pasti siapkan semuanya. Tolong Barrend suruh antar aku pagi-pagi.""Akan aku atur semuanya."***Sengaja di pagi buta, yang masih remang. Sherley sudah berangkat menuju kota, diantar Barrend. Sherley memang menghindar agar William tidak mengetahui keberangkatannya menuju rumah Abel Griffin.TIga jam perjalanan yang harus ditempuh oleh wanita cantik itu menuju rumah Abel. Tepat pukul delapan pagi, kereta kuda sudah berhenti di depan rumah.Dibantu Barrend, Sherley menuruni kereta."Kamu tunggu agak jauh dari sini, Barrend!""Baik, Nyonya."Setelah kereta kuda pergi, She
Sepintas Sherley mengulum senyum padanya."Kamu lama-lama bisa melucu juga," sahut Sherley."Aku bersikap seperti ini hanya pada orang tertentu saja. Termasuk kamu."Sherley beranjak dari tempat dia duduk. Mengajak Abel duduk di ruang tamu."Ada hal penting yang harus aku bicarakan sama kamu.""Apa itu?"Kali ini Abel serius menanggapi Sherley."Coba katakan, apa itu!""Kapan kamu akan memanggil dan menyelidiki William?""Siang ini akan ada petugas yang ke kastil. Kita lihat saja, dan sesuai seperti informasi yang kamu berikan, kami akan selidiki kamar. ""Apa kamu akan membuat aku dengan William saling berhadapan?"Sontak Abel terdiam."Itu pasti terjadi Sherley. Karena hanya kamu seorang yang menjadi saksi satu-satunya, saat kejadian itu."Tampak Sherley gelisah. Mau tidak mau pertarungan ini melibatkan dirinya dan William."Apa kamu akan menyelidiki kasus ini saja? Bagaimana de
"Kamu kelihatan gugup saja. Apalagi dua pipi kamu langsung memerah. Apa ... kamu juga mengingat ciuman itu?"Sejenak Sherley tak mampu memalingkan wajahnya dari sorot mata yang tajam milik Abel. Yang terus memandang dirinya."Kenapa kamu diam, Sherley?""Ehhhh ...."Sherley langsung tertunduk jengah. Abel semakin membungkukkan tubuhnya hingga kini kedua mata mereka saling berserobok. Walau terasa panas, Sherley tak mampu mengalihkan pandangannya.Tak menyiakan kesempatan, Abel segera memagut lembut bibir Sherley yang basah. Keduanya menahan gairah yang membara. Lidah mereka saling bertaut, hingga permainan itu membuat Abel sampai lupa waktu."Cukup, Abel!""Kenapa, Sherley? Apa kamu tak menikmatinya?""Bu-bukan itu! Kamu harus segera ke markas 'kan?""Haahhh!" Lelaki itu mendengkus kasar. "Aku bisa mengaturnya nanti." Sherley pun mendorong tubuhnya pelan."Ini kasus terbesar 'kan? Lakukan dengan baik, yang terpent
Seketika wanita itu berpaling pada jendela. Seperti ada yang melemparkan sesuatu. Membuat Sherley menjadi was-was dan khawatir. Saat dia ingin melangkah mendekat. Tok! Jendela yang ada di hadapannya kembali berbunyi. Seperti sebuah lemparan batu kecil yang sengaja dilemparkan. Dengan berhati-hati, Sherley mencoba mengintip dari balik tirai. Namun tidak dia temukan seorang pun. Pandangan mata wanita itu liar mengitari ke seluruh area yang terjangkau penglihatannya. "Si-siapa? Apa ada hubungan denganku?" Tampak Sherley gelisah dan cemas. Saat pikirannya mulai berkecamuk. Kembali terdengar lemparan kerikil di jendela. Tok! Membuat Sherley semakin cemas. "Apa aku harus keluar? Mungkin saja seseorang itu ingin bertemu denganku?" Setelah benyak pertimbangan. Sherley pun nekad untuk keluar. Cukup lama dia berdiri di teras depan, sambil memperhatikan sekeliling. Masih saja tak dia dapati seseorang pun. Sampai dia be