"Aku sama sekali tidak melihat wajah orang itu. Dia berlari sangat cepat, di antara pepohonan."
"Terus ada lagi yang kamu ingat?"
"Ada!"
Kali ini Abel pun melihat ke arah Sherley dengan pandangan yang serius.
"Apa itu yang kamu ingat?"
"Mantel yang dia pakai, serta topi merah."
"Hemmm, itu berulang kali kamu sebutkan Sherley."
"Dengarkan aku dulu!" sela Sherley, seraya menutup bibir Abel dengan ujung jarinya. "Ada yang ingin aku ceritakan padamu."
"Katakan!" Saat Sherley hendak menarik tangannya. Abel mencegah dan membiarkan tangan Sherley terus membekap mulutnya.
"Abel, kamu?"
"Tersulah bercerita!" Sembari dia melirik ke lantai atas. Abel tahu ada seseorang yang sedang mengintai mereka berdua.
"Aku menemukan mantel dan topi yang dipakai si penembak itu."
Sontak Abel terkajut. Dia langsung melepaskan tangan Sherley spontan.
"Di mana kamu menemukannya?"
Sherley terlihat ragu dan bimbang.
"Kamu harus cerdik menghadapi William, Sherley!"Tiba-tiba, Jill Anne sudah berdiri di sebelahnya."Kamu?""Aku sedari tadi mendengarkan perbincangan kalian. Aku ada disudut sana.""Ehmmm, pantas. Datang-datang kamu sudah langsung nimbrung."Jill Anne mengajak Sherley berjalan ke arah taman."Kamu ingin bertanya apa, Jill?""Apa saja yang kalian bicarakan?""Abel maksud kamu?"Jill Anne mengangguk cepat."Keluarga Darriel tidak terima dengan kematiannya. Mereka langsung menuduh kalau aku terlibat langsung dengan si penembak. Gila 'kan? Aku yang tak tahu apa pun bisa langsung dituduh seperti itu, Jill.""Terus, kata Abel gimana?""Dia sebenarnya juga tak percaya, dan mau memegang omongan aku. Hanya saja, soal mantel dan topi merah itu aku bilang sama dia, Jill.""Wahhhh ... terus? Apa yang akan dilakukannya?""Pastinya Abel akan menyeldiiki semuanya."Jill Anne pun manggut-m
"Kenapa kamu pergi dari ruangannya William? Siapa itu perempuan?" tanya Beatrix menyelidik."Yang jelas perempuan yang aku bawa tadi, adalah pesaing kalian. Dan siap-siaplah kalian pergi dari sini!" tegas Heidi."Hei! Tunggu sebentar!" teriak Beatrix, menahan kepergian Heidi. Yang terlihat tidak senang dengan sikap mereka."Ada apalagi?" Dengan kesal yang tidak bisa Heidi sembunyikan dari Ivy dan Beatrix."Aku yang ingin bicara sama kamu!"Dari ujung lorong muncul Laurice yang berjalan santai ke arah Heidi."Kamu baru masuk ke sini, sudah punya saingan. Kasihan sekali!" tegas Laurice. Sengaja mempermainkan emosi Heidi.Tanpa banyak bicara lagi, Heidi mengayunkan langkah cepat menuju kamar. Dia membantingting tubuhnya, yang terasa penat. Walau sebenarnya yang lelah hati dan pikirannya.Sedang di ruang pribadi William. Lelaki tampan itu terus merayu Lady Rose agar mau menanamkan investasinya."Bagaimana kalau k
"Apakah aku seliar tanganmu yang bergerilya ini?"Manik mata mereka saling beradu. Kemudian, keduanya tertawa bersama."Kapan kita akan menikah?""Aku harus selesaikan urusan dengan Jill Anne dulu, Lady Rose. Maukah kamu menunggu?""Mau, asalkan pasti. Kamu keluarkan semua wanita kamu, hanya ada satu wanita di kastil ini. Yaitu AKU!" Dengan nada penuh penekanan. "Kamu mau William?""Ya, aku setujui semua itu. Asalkan investasi yang kau tanam bukan bualan semata.""Aku tidak pernah berbohong mengenai ini William Sayang. Bukannya dulu kita sudah saling mengenal?""Kamu terlalu sombong waktu itu, hingga aku menganggap kamu tidak pernah ada di muka bumi ini."Lady Rose tersenyum penuh kebanggaan. Bisa menaklukkan hati William yang selalu lapar dan buas terhadap wanita."Somboong bagaimana William sayang? Bukannya waktu itu, kita juga bercinta?""Ahhh ... sudahlah! Buktinya waktu itu kamu lebih
"Dia baru selesai mandi, dan kurasa sudah rapi. Akan aku lihat ke kamarnya dulu. Apa anda ingin bicara dengannya Nyonya Sofia?" "Iya, bilang padanya ini adalah hal yang sangat penting Ester! Teramat sangat penting." "Baiklah, Nyonya. Tunggu sebentar!" Sofia mengangguk pelan. Masih terasa erangan dan desahan William yang tengah larut dalam buaian lady Rose. Sesekali dia mengusap tenggorokan yang bagai tercekat. "Permainan mereka tadi benar-benar liar, bikin aku jadi panas dingin seperti ini. Kenapa William tidak pernah memperlakukan aku seperti itu? Apa aku kurang liar dan menggairahkan seperi wanita tadi? Apa Nyonya Jill tahu, kalau Lady Rose pernah menjadi cinta yang lain di hati William?" "Masuklah Nyonya!" Tiba-tiba Ester mengejutkan dirinya. "Terima kasih Ester." Terlihat Jill yang sudah duduk di sudut kamar. Dia memandang ke arah Sofia tanpa ekspresi sama sekali. "Kamu ingin bicara apa Sofia?" "Ada
"Wanita itu meminta agar William mengusir kita dari kastil ini. Bagaimana menurut kamu, Shelrey?""Wow, dia merasa hebat mungkin Jill. Atau sangat kaya.""Sangat tepat. Dan William meminta dia melepas kekayaannya untuk membeli ladang dan peternakan. Hebat 'kan si William ini?""Sangat hebat liciknya dia. Lalu, bagaimana kalau William mengikuti kemauan wanita itu?""Kita harus putar otak. Kamu besok harus temui Abel, tanyakan kelanjutan perihal pemeriksaan pada bukti yang kamu temukan di kamar William."Sherley mengernyitkan dahi."Kamu ingin agar William di tangkap?""Untuk sementara menjauhkan wanita itu. Paham maksud aku Sherley.""Kalau William memang terbukti, bagaimana?""Hanya satu kata yang tepat untuknya, LEPASKAN dia!"Semakin tercengang Sherley dibuat oleh kalimat-kalimat yang terlontar dari Jill Anne."Kamu akan melepaskan dia, Jill?""Iya, Sherley. Aku kini sudah tahu sia
"Aku sangat yakin, ini juga sebuah rencana dari William!" Suara Jill Anne sangat tegas. "Sepertinya kita kalah cepat oleh dia, yang bertindak sesuai kemauan William.""Sekarang apa yang mesti aku lakukan?""Ikuti aja tugas yang sudah kamu emban, jaangan sampai bocor! Dan besok pagi, jangan sampai lupa.""Oke, Jill. Aku pasti siapkan semuanya. Tolong Barrend suruh antar aku pagi-pagi.""Akan aku atur semuanya."***Sengaja di pagi buta, yang masih remang. Sherley sudah berangkat menuju kota, diantar Barrend. Sherley memang menghindar agar William tidak mengetahui keberangkatannya menuju rumah Abel Griffin.TIga jam perjalanan yang harus ditempuh oleh wanita cantik itu menuju rumah Abel. Tepat pukul delapan pagi, kereta kuda sudah berhenti di depan rumah.Dibantu Barrend, Sherley menuruni kereta."Kamu tunggu agak jauh dari sini, Barrend!""Baik, Nyonya."Setelah kereta kuda pergi, She
Sepintas Sherley mengulum senyum padanya."Kamu lama-lama bisa melucu juga," sahut Sherley."Aku bersikap seperti ini hanya pada orang tertentu saja. Termasuk kamu."Sherley beranjak dari tempat dia duduk. Mengajak Abel duduk di ruang tamu."Ada hal penting yang harus aku bicarakan sama kamu.""Apa itu?"Kali ini Abel serius menanggapi Sherley."Coba katakan, apa itu!""Kapan kamu akan memanggil dan menyelidiki William?""Siang ini akan ada petugas yang ke kastil. Kita lihat saja, dan sesuai seperti informasi yang kamu berikan, kami akan selidiki kamar. ""Apa kamu akan membuat aku dengan William saling berhadapan?"Sontak Abel terdiam."Itu pasti terjadi Sherley. Karena hanya kamu seorang yang menjadi saksi satu-satunya, saat kejadian itu."Tampak Sherley gelisah. Mau tidak mau pertarungan ini melibatkan dirinya dan William."Apa kamu akan menyelidiki kasus ini saja? Bagaimana de
"Kamu kelihatan gugup saja. Apalagi dua pipi kamu langsung memerah. Apa ... kamu juga mengingat ciuman itu?"Sejenak Sherley tak mampu memalingkan wajahnya dari sorot mata yang tajam milik Abel. Yang terus memandang dirinya."Kenapa kamu diam, Sherley?""Ehhhh ...."Sherley langsung tertunduk jengah. Abel semakin membungkukkan tubuhnya hingga kini kedua mata mereka saling berserobok. Walau terasa panas, Sherley tak mampu mengalihkan pandangannya.Tak menyiakan kesempatan, Abel segera memagut lembut bibir Sherley yang basah. Keduanya menahan gairah yang membara. Lidah mereka saling bertaut, hingga permainan itu membuat Abel sampai lupa waktu."Cukup, Abel!""Kenapa, Sherley? Apa kamu tak menikmatinya?""Bu-bukan itu! Kamu harus segera ke markas 'kan?""Haahhh!" Lelaki itu mendengkus kasar. "Aku bisa mengaturnya nanti." Sherley pun mendorong tubuhnya pelan."Ini kasus terbesar 'kan? Lakukan dengan baik, yang terpent
"Memangnya apa yang bisa aku lakukan?""Kamu ikuti prosedur mereka. Kami ingin tahu sampai sejauh mana William terjerat. Kasus ini saksinya hanya kamu, Sherley!""Tapi, aku tak melihat penembaknya. Bahkan sosok posturnya aku mulai sedikit lupa."Sampai Sherley teringat pada seseorang, si pemberi surat dari Angle White."Aku baru ingat!""Apa?" Jill meanatap tajam."Aku jadi ingat sama sosok si pengantar surat. Menurut aku perawakannya mirip penembak itu, cuman aku masih ragu.""Kamu jangan asal menebak, Sherley. Akan sangat berbahaya buat kamu. Sebaiknya kita fokus pada William."Sherley tertegun sejenak.'Kenapa Jill mengalihkan pembicaraan ini? Apa dia sudah punya rencana lain?"Buru-buru Sherley mendekati dan menarik lengannya sedikit menjauh dari Laurice dan Beatrix."Ada apa Jill?""Maksud kamu?""Apa yang kamu sembunyikan dari aku? Aku sangat tahu kamu, pasti kamu sedang mere
Tiba-tiba .... "Tidak salah sama sekali!" sahut Beatrix yang sudah berdiri di ambang pintu. Mmebuat mereka bertiga tersentak. "Kamu ... menguping?" sentak Jill geram. Dengan tenang dan santai, Beatrix menutup pintu kamar. "Tenanglah, Jill. Kalau dalam hal ini, aku sepakat denganmu. Kapan niat itu akan kamu lakukan?" Jill masih terlihat tegang dengan kedatangan Beatrix, hal yang tidak dia duga sebelumnya. "Percayalah sama aku. Tidak mungkin aku akan bocorkan perihal ini. Karena semenjak kejadian menyakitkan itu, aku membencinya." Sepertinya Jill bisa mempercayai Beatrix. "Baiklah kalau begitu. Kita akan menunggu apa yang akan dilakukan Lady Rose. Apa benar dia mampu membuat William benar-benar mengusir kita dari sini." "Dan pastinya menceraikan kamu, Jill," sahut Laurice. "Kalau itu sampai terjadi, kita akan keluar tanpa apa pun. Ingat juga, keluarga Lady rose suaranya masih didengar pihak kerajaan,
"Mungkin, ada baiknya kamu ikuti saran dari surat itu. Siapa tahu Abel benar-benar mencintai kamu?"Sherley hanya tersenyum masam."Entahlah? Aku pun tidak bernapsu untuk mendapat cinta dari siapa pun.""Termasuk William? Tampaknya kamu telah tergoda padanya.""Dia terlalu banyak memiliki wanita. Sulit untuk bisa setia. Aku tak mau dan tak ingin hidup seperti kamu, Jill. Menderita!"Jill Anne hanya menyeringai dengan mengangkat sudut bibirnya."Itu William sudah menemui mereka. Aku hanya ingin kamu segera bebas dari permasalahan ini."Dari arah atas, terdengar suara Laurice memanggil mereka."Jill!"Kedua wanita menghentikan langkah, dan melihat pada Laurice yang berlari kecil mendekat."Ada apa ini?""William ada tamu dari para penyidik mengenai kasus penembakan Darriel.""Apa?! Ta-tapi tidak mungkin 'kan William melakukannya?""Semoga speerti itu, Lau. Kenapa? Kamu speertinya sangat ke
"Masih menduga?""Iya, karena belum terbukti apa pun. Mereka sama sekali tidak memiliki bukti tentang keterlibatan kamu.""Aku memang tidak melakukannya, Sherley!" tegas William.Jill Anne yang mendengar percakapan mereka menghampiri."Kalau aku boleh saran padamu. Sebaiknya kamu kasih ijin pada mereka, karena memang kamu bukan pelakunya. Jika kamu mempersulit, pasti mereka merasa benar atas dugaan selama ini."Sejenak William memikirkan perkataan Jill, tanpa berpikir panjang lagi. Sherley melirik padanya. Seolah mempertanyakan, saran Jill Anne yang bisa semakin menjebak William."Baiklah kalau begitu saran kamu, Jill. Aku yakin kamu masih peduli padaku.""William, tunggu!" Lady Rose mendekat. "Saran Jill itu gila! Buat apa kamu mengikuti mereka. Kamu 'kan punya kuasa.""Ahhh ... para bangsawan itu, mana ada yang peduli denganku, Rose. Mereka hanya memandang Jill Anne, yang pintar dan berduit, dari pada diriku!"
Sepertinya William sudah tidak sabar menghadapi Sherley, yang menurutnya terus mengelak. Tangan kanan bergerak mencengkram lengan kiri Sherley kuat-kuat. Sampai membuatnya tersentak, karena sakit. "William!" sentak Jill Anne. "Tidak perlu kamu kasar begitu padanya!" "Wowww, kalian juga saling membela seperti ini? Ini hal yang sangat menarik, Jill," celetuk Lady Rose dengan senyum yang masam. Dalam waktu bersamaan, Jill Anne mendekati wanita itu. Dia mendorong kuat tubuhnya sampai hampir terjungkal. "Sekali lagi kamu ikut campur urusan kami, aku bungkam sendiri mulut kamu!" bentak Jill. Namun, ancaman itu semakin membuat Lady Rose tertawa. "Silakan kalau berani kau Jill Anne!" Sudut bibirnya menyungging, seakan mengajak Jill Anne untuk terus melanjutkan pertengkaran di antara mereka. Kesal dengan sikap Lady Rose, yang semakin mengejek. Tak segan Jill Anne menerjang tubuhnya, hingga kedua wanita bangsawan itu terhempas ke lantai.
Tiba-tiba,"Jill ... Jill!"Sontak Ester dan Jill berbalik dan memperhatikan sosok Sherley yang tersengal-sengal."Apa ... ada kejadian baru?""A-ada Nyonya. Sekarang juga Tuan William sedang menunggu Nyonya Sherley." Tampak Ester benar-benar khawatir."Kenapa dia mencari aku?" Sherley terlihat tegang."Hemmm ... kamu harus berhati-hati, Sherley. Aku takut kalau William mencurigai kamu soal ini.""Baik, Jill. Ester, di mana William menunggu aku?""Di lantai bawah, Nyonya.""Baik aku akan ke sana juga."Bergegas Sherley menuruni beberapa anak tangga. Dia tak ingin sampai William tahu ini adalah perbuatan dirinya. Melihat keaaan yang smekain runyam, Jill pun mengekori Sherley."Sherley, tunggu!"Wanita itu hanya menoleh dan meneruskan langkahnya."Ada apa, Jill?""Berhati-hatilah, William saat ini sedang didukung oleh Lady Rose. Dia sangat berbahaya, dan mampu membalikkan keadaan de
"Maksudnya?""Dia ingin memeriksa seluruh isi kamar. Dalam isi surat ini juga dijelaskan kalau aku menyimpan bukti untuk kasus pembunuhan.""Pembunuhan?" Kedua matanya melotot, seolah tidak percaya dengan apa yang terjadi. "Kamu ... bicara serius?""Iya, Rose. Dalam surat ini sangat jelas mengetakannya.""Ta-tapi, William?" Rose manatap tajam pada lelaki tampan itu. "Bagaimana bisa mereka ingin mencari barang bukti di dalam kamar kamu? Pasti ada seseorang yang memang sengaja menjebak kamu, William.""Kita akan lihat nanti, Rose."William terlihat tenang."Ester!" teriak William kencang.Wanita berkulit hitam, berlari mendekat."Iya, Tuan. Ada apa?""Di mana Sherley?""Nyonya Sherley, sepertinya masih tidur di kamar.""Panggil dan suruh kemari, cepat!""Ba-baik, Tuan."Bergegas Ester keluar kamar, dan menuju lantai dua. Dia berjalan cepat menapaki beberapa anak tangga. Sampai
"Baiklah, apa kamu akan langsung pulang?""Iya, setelah ini Abel. Bolehkah?" Lelaki itu hanya manggut-manggut.Selesai menemani Abel makan, Sherley pun berpamitan hendak pulang."Terima kasih atas semua bantuan kamu. Kuharap kamu bisa membantu aku terbebas dari ini semua.""Iya, Cantik. Aku akan upayakan semuanya.""OKe, aku pulang ke kastil. Aku tidak mau ada dugaan dari William, kalau aku yang melakukan pelaporan semua ini." Abel hanya manggut-manggut.Sheerley pun segera naik kereta yang telah menjemput dirinya. Tangannya melambai pada Abel dengan senyum lebar mengarah padanya."Tolong kamu percepat keretanya!""Baik, Nyonya."Tapak kuda mulai berlari kencang. Sherley berharap bahwa kedatangannya tidak membuat curiga William dan juga yang lain._Kastil Lily Edward_Salah seorang pelayan menyampaikan pada Ester jika ada seorang tamu."Tamu dari mana?""Ini suratnya, Ester."
"Berarti semua aman 'kan?""I-iya, aman semuanya."Abel menghempaskan tubuhnya di sebelah Sherley."Mereka baru saja berangkat ke kastil. Kita lihat nanti hasilnya bagaimana.""Apa ... menurut kamu semua ini akan lancar? Jujur, aku takut Abel."Lelaki kharismatik itu, menyudutkan pandangannya hingga membuat matanya menyipit."Kamu takut apa?""Pastinya kamu tahu, siapa seorang William ini?""Hemmmm, karena itu saja?""Iya, karena hal ini saja sudah membuat kepalaku pusing. Aku tinggal satu atap dengannya, dia yang memberikan penghidupan buat aku. Andai dirimu menjadi aku bagaimana?""Aku mengerti yang kamu rasakan ini, Sherley. Kalau memang kamu bukan seperti yang dituduhkan, kurasa kamu tenang saja. Tidak perlu mengkhawatirkan tentang William.""Apa, menurut kamu tahu bahwa aku yang memberikan bukti-bukti itu?"Abel Griffin menghela napas panjang."Iya! Kurasa cepat atau lambat pasti akan men