Sehari sebelum seminar dilaksanakan, seluruh panitia berada di hutan pinus Imogiri. Semua orang sibuk mempersiapkan event, besok. Tak terkecuali aku, disini aku membantu sie dekdok mempersiapkan dekorasi panggung. Desain panggung yang bertema alam, dengan memanfaatkan botol-botol bekas yang dicat kemudian digantung dengan lampu. Bagian tengah panggung terdapat tripleks besar berbentuk kotak yang dilukis sesuai tema seminar kali ini, sangat berbeda dengan seminar-seminar biasanya yang hanya menggunakan mmt/ spanduk untuk backgroundnya. Selain untuk mempromosikan hutan, seminar ini juga menggalakkan gerakan ramah lingkungan.
Hari kian gelap, matahari mulai tenggelam di ufuk barat. Sinar matahari, mulai digantikan sinar bulan dan bintang. Setelah seharian mempersiapkan event, kami pun lelah dan ingin pulang. Sebelum itu, kami berkumpul untuk makan malam bersama. Dibawah sinar lampu hias yang digantung, kebersamaan kami makin terasa nyata. Walaupun hanya makan dengan nasi kotak, namun iringan musik dari gitar yang dimainkan Rian menambah nikmat makan kali ini.
“ Gue mau persembahin lagu buat seseorang. Buat dia yang udah bekerja keras buat acara ini,” ucap Rian sambil memulai memetik gitarnya
“ I want to write you a song, One that's beautiful as you are sweet,” ( sambil memetic gitar )
“ With just a hint of pain, For the feeling that I get when you are gone, I want to write you a song,”
Semua orang bertepuk tangan saat Rian selesai bernyanyi, lagu “ One direction- I want to write you a song” berhasil dibawakan dengan baik. Suara merdunya senada dengan iringan gitarnya. Penutup hidangan yang sangat manis. Setelah makan malam selesai, sebagian memilih pulang dan ada yang memilih tinggal. Aku tetap disini karena menunggu Mei-mei yang belum menyelesaikan tugasnya.
“ Daripada nggak ngapa-ngapain kita main truth or dare aja yuk?” ajak Putri, dia merupakan adik tingkat yang memang akrab dengan semua orang.
Anak-anak yang memilih tinggal segera melingkar, hanya terdapat delapan orang yang ikut bermain termasuk diriku. Sisanya sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri
“ Ayo Arkan sini ikut main,” teriakku pada Arkan yang melihat ke arah kami. Dia pun menggelengkan kepala karena masih sibuk dengan mendekor gapura masuk event ini.
Permainan pun dimulai, putaran pertama Putri yang mendapat giliran. Dia memilih dare dan tantangan buat dia adalah membuat pengakuan di Instastory kepada orang yang dia suka. Baru giliran pertama saja tantangannya cukup ekstrim, bagaimana waktu nanti giliranku jangan sampai Arkan tau kalo aku suka dia, pikirku.
Lanjut putaran kedua, kali ini putaran kedua Rian yang kena.
“ TRUTH OR DARE?” ucap Putri berapi-api, sepertinya dia bersemangat dan ingin membalaskan dendamnya.
“truth,” jawab Rian.
Putri berpikir matang-matang tentang pertanyaan apa yang akan dia berikan ke Rian. Namun sebelum selesai berpikir, Farhan sudah memberikan pertanyaan ke Rian.
“ Dia yang lo nyanyiin tadi adalah orang yang lo suka kan?” Rian pun mengangguk. Putri pun menimpali dengan pertanyaan “ Dan sekarang orang itu ikut main truth or dare bareng kita?” Lagi-lagi Rian mengangguk.
Aku yang penasaran meminta Rian menunjuk orang itu, “ SIAPA ORANG ITU ? tunjuk sekarang yan?” ucapku setengah berteriak. Diikuti tanda persetujuan dari anak-anak dengan sorakan “ TUNJUK…TUNJUK…TUNJUK,”
Rian mulai tertekan, bingung dengan sorakan anak-anak yang memintanya menunjuk seseorang yang dia suka. Tangan kanannya mulai terangkat dengan perlahan dan akhirnya deg. Belum sempat aku tau siapa orang yang disukai Rian, bahu kananku ditepuk seseorang.
“ Yashna gue mau ngomong sesuatu sama lo? Bisa ikut gue,” ucap mas Herdi padaku, Aku pun segera berdiri dan berpamitan dengan anak-anak, segera mengikuti langkah mas Herdi. Langkah mas Herdi semakin cepat dan menuju area hutan gelap yang tidak dipakai untuk acara.
“ Kita mau kemana, mas?” tanyaku
“ Gak usah banyak bacot, ikutin gue,” bentak mas Herdi.
Aku berusaha untuk berpikir positif tentang kemana tujuan Mas Herdi, mungkin mas Herdi sedang minta penjelasan tentang seminar, besok, pikirku. Hingga tibalah kami di area Hutan yang benar-benar gelap hanya tersisa cahaya bulan. Aku pun menghidupkan flash pada handphone, namun kembali dibentak oleh mas Herdi. “ Matiin atau gue ambil handphone lo?”. Mas Herdi mengeluarkan rokok dari kantongnya.
“ Nih, nyebat dulu,” tawar mas Herdi. Aku pun menolaknya karena memang aku bukan perokok. Entah mengapa Mas Herdi malah memberikanku korek api.
“ Nyalain rokok gue,” titah Mas Herdi. Aku pun menuruti perintahnya. Sampai saat ini aku belum berpikir macam-macam.
“Kalo boleh tau ada urusan apa ya sama saya?” tanyaku.
“ Lo harus temenin gue malam, ini” jawab Mas Herdi sambil memainkan putung rokoknya.
“ Kan bisa gabung sama anak-anak Mas,” sanggahku
“ Gue maunya sama lo,” Teriaknya di depan mukaku.
Rasa takut muncul didalam diriku, suara bentakkan Mas Herdi dengan suasana malam hening dan gelap membuatku tidak bisa berpikir jernih lagi. Ingin rasanya aku berlari, tapi aku masih menghargai seniorku ini apalagi sampai sejauh ini dia belum menyakitiku dari segi fisik.
“ Lo itu cantik, baik,putih, bahkan ditempat segelap ini muka lo masih kelihatan bersinar,” ucap mas Herdi didepanku dengan tangan menyentuh poniku dengan perlahan. Aku pun langsung menampik tangan mas Herdi “ Maaf mas, jangan kurang ajar ya,” ucapku dengan berteriak.
“ Lo makin cantik kalo marah,”
“ Maaf mas, saya kembali duluan ke tempat acara,” ucapku, langsung berbalik arah. Aku berjalan dengan mode cepat. Belum jauh aku melangkah, tanganku ditarik oleh Mas Herdi.
“ Udahlah jangan sok jual mahal, let’s play with me,” Aku berusaha melepas cengkraman tangan namun nihil, cengkraman tangan mas Herdi sangat kuat dan menyakitkan.
“ Lepasin tangan saya, atau saya teriak,”
“ Teriak aja nggak ada yang bakal denger,”
“ Tolong…tolong…tolong,” teriakku sekuat tenaga, namun tidak ada yang mendekat hanya suara jangkrik yang semakin keras. Tubuh Mas Herdi semakin mendekat ke arahku. Aku pun segera berpikir bagaimana caranya lepas dari cengkramannya sebelum terjadi hal yang tidak diinginkan. Aku pun ingat aku punya uang logam di kantong celanaku. Aku berusaha sekuat tenaga mengeluarkannya dengan kedua tangan yang masih dicengkram.
“ ting” ( suara koin terjatuh) cukup untuk mengalihkan perhatiannya, mas Herdi pun menunduk mengecek koin itu. Saat Mas Herdi lenggah, segera kutendang tulang keringnya dengan sangat keras dan berhasil tanganku terlepas dari cengkramannya. Dia mengaduh kesakitan. Aku tidak menyia-nyiakan kesempatan itu, segera aku berlari sekuat tenaga menjauh darinya.
Hutan Pinus yang gelap, pohon-pohon yang hampir terlihat sama disertai suara-suara pepohonan yang terkena angin, memecah fokusku. Takut jika Mas Herdi berhasil mengejarku, itulah yang aku pikirkan sambil berlari. Mataku sudah dipenuhi air mata sedari tadi. Semua jalan terlihat sama, aku tidak tau kearah mana harus berlari, yang kulakukan saat ini hanyalah berlari sesuai kata hati dan arah langkahku. Setelah kurasa cukup jauh dari Mas Herdi, aku memperlambat langkahku. Aku segera mengeluarkan handphone untuk menelpon siapa pun, untuk kumintai pertolongan. Nama yang terlintas pertama kali adalah Arkan. Segeraku telpon dia. Sial, tidak ada jaringan disini, hanya terdapat tanda silang di handphone pojok kanan atas. Ku putar otak dan berharap bisa berhasil keluar dari hutan ini, kutemukan caranya. Aku membuka aplikasi penunjuk arah, kucari arah utara. Aplikasi yang selalu ada di handphoneku, untuk berjaga-jaga di situasi yang seperti ini. Aku berjalan mengisi arah yang ditunjukkan handphone, sesekali menenggok jika Mas Herdi masih mengejarku. Tiga puluh menit aku berjalan, namun aku belum menemukan tempat event, ataupun bertemu seseorang, Aku hampir frustasi, apakah aku harus stay disini sampai besok pagi, pikirku.
Terdengar langkah kaki seseorang mendekat, aku memilih bersembunyi di belakang pohon, takut kalo itu adalah Mas Herdi. Aku terus berdoa kepada Tuhan, selamatkan aku kali ini. Hingga seseorang itu berteriak “ Yashna… Yashna…kamu dimana?”, aku mengenal suara itu. Segera aku keluar dari belakang pohon, dan memanggilnya. Perasaan senang dan lega bercampur aduk, tenang rasanya seseorang berhasil menemukanku. Seseorang itu langsung menghampiriku. Aku sudah tidak tau lagi harus berbuat apa, kujatuhkan diri ke tubuhnya. Aku meluapkan segala emosiku dalam pelukannya. Dia yang seakan mengerti, diam tanpa suara dengan membalas pelukanku. Rasa aman yang selalu dia hadirkan saat aku bersamanya itulah yang membuatku jatuh hati padanya.
Setelah puas menangis, aku mengurai pelukannya. Dia menatapku dengan wajah sendu. “ Lo nggak di apa-apain kan sama Mas Herdi?” tanya Arkan. Aku pun membalas tatapannya sambil mengeleng pelan. Aku menceritakan semuanya ke Arkan tentang kejadian tadi. Dia terlihat emosi, dan beberapa kali mengumpat saat mendengar ceritaku. Bahkan, dia berkata akan menghajar Mas Herdi jika bertemu dengannya. Namun, aku melarangnya, bukan karena aku tidak benci ke Mas Herdi tapi aku tidak mau Arkan kena masalah. Arkan kembali memelukku saat aku selesai bercerita. Dia pun mengajakku pulang. Saat setengah perjalanan, tiba-tiba saja kakiku kram, sakit sekali digerakkan. Apa mungkin efek dari aku berlari sepanjang malam. “ Aduh, kakiku kram Ar,” keluhku “ Jangan banyak drama, ini udah malam,” “ Beneran Ar, ini sakit banget nggak bisa digerakkin,” keluhku lagi. Perlahan Arkan membungkuk untuk mengecek kakiku dengan sedikit menggerakkan kakiku. “Aduhh,” renggekku saat A
“ Sesekali kamu perlu pergi sejenak untuk tau kehidupan lain, dan untuk tau siapa yang benar-benar perduli denganmu ”Disinilah aku berada di tempat yang belum pernah aku bayangkan sebelumnya. Mencoba berdamai dengan rasa sakitku, atau mungkin lari dari semua masalahku. Entahlah aku pun tidak mengerti.Yang terpenting saat ini, kutata perlahan hatiku dengan hal-hal yang membuatku bahagia. Sebelum aku kembali lagi ke duniaku dengan orang-orang yang dulunya kupercaya tidak pernah mengecewakanku.Saat ini aku berada di tepi pantai, tanpa memakai alas kaki menyusuri pinggiran pantai dengan deburan ombak yang mengenai kakiku. Hembusan angin yang sedikit kencang membuat dress putih yang kupakai beterbangan. Dengan pemandangan samudra yang terbentang luas, sungguh menenangkan.“ Yashna,” terdengar suara seseorang memanggilku dari
Suasana stasiun Balapan di hari Minggu sore, tampak ramai banyak manusia pulang-pergi menuju ke kota tujuan mereka. Disinilah aku duduk sendiri di kursi tunggu stasiun, menanti KRL tujuan Jogja. Dengan aroma outlet Roti O yang candu, padahal sebenarnya itu adalah aroma parfum bukan aroma yang berasal dari roti itu sendiri. Aku sedari tadi hanya sibuk menatap layar ponsel, sibuk membuka-menutup aplikasi media social yang menampilkan wajah-wajah bahagia teman-temanku usai liburan semester ganjil mereka. Liburan semester telah usai, dan kini aku harus menjalankan rutinitasku kembali sebagai salah satu mahasiswa di universitas di Jogja. Terdengar suara kereta dari kejauhan, aku bergegas bangkit dari kursi karena kutahu itu kereta tujuanku. Aku masuk kedalam kereta dan mencari tempat duduk paling pojok. Kuputuskan saat perjalanan aku
Rapat HIMA kali ini membahas event seminar yang akan dilakukan di luar kampus. Event ini akan membahas tentang peluang wisata hutan yang berada di daerah masyarakat. Dari serangkaian acara memperingati dies-natalies fakultas kami, hanya event ini yang berada jauh dari lingkunan kampus. Untuk itu, diperlukan persiapan ekstra. Dari mulai panitia, pengisi acara, tempat, bahkan konsumsi. Dalam event ini aku dipercaya sebagai sekretaris. Sehingga sering berkutat dengan proposal, revisi, dan tanda tangan. “ Yashna, proposal buat seminar udah selesai ditandatangani?” tanya Rian, selaku ketua acara. “ Kurang tandatangannya Mas Herdi, ketua HIMA. Kemarin aku cari-cari katanya lagi studi lapangan di Blora,” jawabku “ Nggak ad
Hari yang dinanti-nanti semua orang yaitu ujung minggu alias weekend. Sabtu-minggu kali ini, kuhabiskan dengan marathon drakor di indekost. Sudah lama aku tidak menonton serial korea karena sibuk dengan tugas dan persiapan event dies-natalis. Untungnya persiapan sudah 70% jadi aku bisa rehat sejenak. Weekend ini aku juga tidak pulang menghemat energi karena h-5 menuju event besar yang telah kami persiapkan. Aku telah bersiap duduk di depan laptop dengan dua toples camilan disampingku. Siap berseluncur di dunia perhaluan. Baru dua episode pertama, perasaanku sudah campur aduk seperti roller coaster. Ada adegan yang membuat tertawa dan baru hitungan menit sudah membuatku menangis. Kisah persahabatan dan kekeluargaannya sangat kuat di drama ini. “ tok…tok…tok,” suara pintu kamarku diketuk. Siapa orang yang telah menggangu quality time ku. Aku membuka pintu, dan kulihat sosok t
Setelah puas menangis, aku mengurai pelukannya. Dia menatapku dengan wajah sendu. “ Lo nggak di apa-apain kan sama Mas Herdi?” tanya Arkan. Aku pun membalas tatapannya sambil mengeleng pelan. Aku menceritakan semuanya ke Arkan tentang kejadian tadi. Dia terlihat emosi, dan beberapa kali mengumpat saat mendengar ceritaku. Bahkan, dia berkata akan menghajar Mas Herdi jika bertemu dengannya. Namun, aku melarangnya, bukan karena aku tidak benci ke Mas Herdi tapi aku tidak mau Arkan kena masalah. Arkan kembali memelukku saat aku selesai bercerita. Dia pun mengajakku pulang. Saat setengah perjalanan, tiba-tiba saja kakiku kram, sakit sekali digerakkan. Apa mungkin efek dari aku berlari sepanjang malam. “ Aduh, kakiku kram Ar,” keluhku “ Jangan banyak drama, ini udah malam,” “ Beneran Ar, ini sakit banget nggak bisa digerakkin,” keluhku lagi. Perlahan Arkan membungkuk untuk mengecek kakiku dengan sedikit menggerakkan kakiku. “Aduhh,” renggekku saat A
Sehari sebelum seminar dilaksanakan, seluruh panitia berada di hutan pinus Imogiri. Semua orang sibuk mempersiapkan event, besok. Tak terkecuali aku, disini aku membantu sie dekdok mempersiapkan dekorasi panggung. Desain panggung yang bertema alam, dengan memanfaatkan botol-botol bekas yang dicat kemudian digantung dengan lampu. Bagian tengah panggung terdapat tripleks besar berbentuk kotak yang dilukis sesuai tema seminar kali ini, sangat berbeda dengan seminar-seminar biasanya yang hanya menggunakan mmt/ spanduk untuk backgroundnya. Selain untuk mempromosikan hutan, seminar ini juga menggalakkan gerakan ramah lingkungan. Hari kian gelap, matahari mulai tenggelam di ufuk barat. Sinar matahari, mulai digantikan sinar bulan dan bintang. Setelah seharian mempersiapkan event, kami pun lelah dan ingin pulang. Sebelum itu, kami berkumpul untuk makan malam bersama. Dibawah sinar lampu hias yang digantung, k
Hari yang dinanti-nanti semua orang yaitu ujung minggu alias weekend. Sabtu-minggu kali ini, kuhabiskan dengan marathon drakor di indekost. Sudah lama aku tidak menonton serial korea karena sibuk dengan tugas dan persiapan event dies-natalis. Untungnya persiapan sudah 70% jadi aku bisa rehat sejenak. Weekend ini aku juga tidak pulang menghemat energi karena h-5 menuju event besar yang telah kami persiapkan. Aku telah bersiap duduk di depan laptop dengan dua toples camilan disampingku. Siap berseluncur di dunia perhaluan. Baru dua episode pertama, perasaanku sudah campur aduk seperti roller coaster. Ada adegan yang membuat tertawa dan baru hitungan menit sudah membuatku menangis. Kisah persahabatan dan kekeluargaannya sangat kuat di drama ini. “ tok…tok…tok,” suara pintu kamarku diketuk. Siapa orang yang telah menggangu quality time ku. Aku membuka pintu, dan kulihat sosok t
Rapat HIMA kali ini membahas event seminar yang akan dilakukan di luar kampus. Event ini akan membahas tentang peluang wisata hutan yang berada di daerah masyarakat. Dari serangkaian acara memperingati dies-natalies fakultas kami, hanya event ini yang berada jauh dari lingkunan kampus. Untuk itu, diperlukan persiapan ekstra. Dari mulai panitia, pengisi acara, tempat, bahkan konsumsi. Dalam event ini aku dipercaya sebagai sekretaris. Sehingga sering berkutat dengan proposal, revisi, dan tanda tangan. “ Yashna, proposal buat seminar udah selesai ditandatangani?” tanya Rian, selaku ketua acara. “ Kurang tandatangannya Mas Herdi, ketua HIMA. Kemarin aku cari-cari katanya lagi studi lapangan di Blora,” jawabku “ Nggak ad
Suasana stasiun Balapan di hari Minggu sore, tampak ramai banyak manusia pulang-pergi menuju ke kota tujuan mereka. Disinilah aku duduk sendiri di kursi tunggu stasiun, menanti KRL tujuan Jogja. Dengan aroma outlet Roti O yang candu, padahal sebenarnya itu adalah aroma parfum bukan aroma yang berasal dari roti itu sendiri. Aku sedari tadi hanya sibuk menatap layar ponsel, sibuk membuka-menutup aplikasi media social yang menampilkan wajah-wajah bahagia teman-temanku usai liburan semester ganjil mereka. Liburan semester telah usai, dan kini aku harus menjalankan rutinitasku kembali sebagai salah satu mahasiswa di universitas di Jogja. Terdengar suara kereta dari kejauhan, aku bergegas bangkit dari kursi karena kutahu itu kereta tujuanku. Aku masuk kedalam kereta dan mencari tempat duduk paling pojok. Kuputuskan saat perjalanan aku
“ Sesekali kamu perlu pergi sejenak untuk tau kehidupan lain, dan untuk tau siapa yang benar-benar perduli denganmu ”Disinilah aku berada di tempat yang belum pernah aku bayangkan sebelumnya. Mencoba berdamai dengan rasa sakitku, atau mungkin lari dari semua masalahku. Entahlah aku pun tidak mengerti.Yang terpenting saat ini, kutata perlahan hatiku dengan hal-hal yang membuatku bahagia. Sebelum aku kembali lagi ke duniaku dengan orang-orang yang dulunya kupercaya tidak pernah mengecewakanku.Saat ini aku berada di tepi pantai, tanpa memakai alas kaki menyusuri pinggiran pantai dengan deburan ombak yang mengenai kakiku. Hembusan angin yang sedikit kencang membuat dress putih yang kupakai beterbangan. Dengan pemandangan samudra yang terbentang luas, sungguh menenangkan.“ Yashna,” terdengar suara seseorang memanggilku dari