Sesampainya di rumah, hari sudah larut.
Gibran sangat lelah.
Berkendara jarak jauh pulang pergi dalam satu hari cukup menguras energinya.
Tapi satu hal yang ada di dalam benak seorang Gibran saat itu adalah tentang bagaimana dia meluapkan kemarahannya pada Gaby.
Gibran benar-benar tidak terima, Gaby memperlakukannya seperti ini.
BRAK!!!
Gaby terperanjat hebat saat pintu kamarnya di buka paksa oleh Gibran.
Dia buru-buru menyudahi teleponnya dengan seorang lelaki yang tadi mengantarnya pulang.
"Lo kenapa sih? Kebiasaan masuk kamar orang seenaknya!" maki Gaby sewot.
Gertakan ke
Ini sudah lewat satu minggu dan Gibran sama sekali tak menghubunginya. Jangankan mendatangi Gaby ke apartemen pribadinya, menelepon atau kirim sms saja tidak. Gibran memang benar-benar keterlaluan! Gaby yang frustasi cuma bisa mundar-mandir sendirian di dalam apartemennya. Sesungguhnya dia bosan tinggal di apartemen ini sendirian. Terlebih setelah surat pengunduran dirinya di kantor firma hukum tempatnya bekerja sudah di Acc oleh atasannya. Menjadi pengacara memang bukan passion seorang Gaby. Gaby terpaksa mengambil mata kuliah jurusan hukum dikarenakan permintaan Tante dan Omnya. Mereka mengatakan
"Udahan belum ngambeknya?" tanya Gibran saat Gaby sudah mempersilahkannya masuk ke dalam apartemen. Kini mereka berdua duduk bersisian di sofa panjang.Gaby terus memalingkan wajahnya ketika Gibran justru menatapnya. Lelaki itu duduk dengan posisi menyamping menghadap Gaby."Pulang ya? Besok, Mamah dan Papah mau ke Jakarta. Gue takut mereka mampir," ucap Gibran saat Gaby tak kunjung bicara.Dari wajahnya yang super jutek Gibran tahu kalau Gaby masih marah padanya setelah aksi Gibran yang menghancurkan ponsel milik Gaby tempo hari.Gibran sadar tidak seharusnya dia berbuat seperti itu pada Gaby, hanya saja, waktu itu pikiran Gibran memang sedang benar-benar kalut di tambah faktor tubuh lelah,
Malam itu Gaby ikut pulang bersama Gibran ke rumah mereka di Raffles.Di perjalanan Gaby minta dibelikan es krim pada Gibran.Gibran membeli dua es krim magnum.Lelaki berjaket kulit coklat itu baru saja keluar dari minimarket dan hendak memasuki mobil, tapi tangannya sudah lebih dulu ditahan oleh Gaby.Gaby menarik Gibran ke arah seberang minimarket di mana di lokasi tersebut terdapat taman bermain umum."Lo inget nggak, dulu waktu SMP kita sering main ayunan sambil makan es krim di taman bermain umum dekat sekolah?" tanya Gaby saat mereka sedang menyeberang jalan.
"Jim, nanti kalau ada bagian engineering datang, langsung disuruh masuk aja ya, soalnya saya udah telepon tadi pagi ke bagian office, kalau air wastafel mampet," perintah Mirella pada salah satu bodyguardnya saat dirinya hendak masuk ke dalam apartemen."Siap, Non," jawab sang bodyguard yang bernama Jimmy, lelaki berkepala pelontos itu mengangguk patuh.Di dalam apartemen, Mirella melepas jaket kulitnya, sepatu high heelsnya dan berjalan ke arah pojok ruangan, menghadap kamera Cctv di atas kepalanya yang menempel di dinding apartemen.Mirella menyalakan musik. Sebuah music house dengan tempo cepat.Dia tersenyum menggoda ke arah Cctv itu. Lalu mulai membuka satu pe
Dering ponsel Jimmy berbunyi menandakan sebuah panggilan masuk.Panggilan dari Theo, atasannya yang bertugas mengawal Boss besar mereka, Freddy."Ya, Hallo? Ada apa Pak?" tanya Jimmy mengangkat teleponnya."Lo ada di mana sekarang?" tanya Theo di seberang sana.Ditanya begitu Jimmy langsung salah tingkah. Rasanya sangat tidak mungkin jika dia mengatakan bahwa kini dirinya berada di apartemen sebelah sedang membantu seorang wanita pindahan."Sa-saya lagi jaga di depan apartemen Non Ella, emang kenapa Bos?" jawab Jimmy terbata."Gue sama Bos Besar lagi di perjalanan ke sana. Sebentar lagi kita sampai," beritahu Theo yang langsung memutus sambungan teleponnya.Mampuskan!Pekik Jimmy terkaget-kaget dalam hati.Lelaki berkepala pelontos itu menyimpan cepat ponselnya ke dalam saku celana lalu menghampiri Alan yang sedan
"Emang lu taro tuh seragam dimana sih, Gi?" tanya Agus salah satu Engineering yang bekerja di Apartemen dimana Mirella berada."Ya gue taro di loker biasa, Gus," jawab Yogi, si engineering yang kehilangan seragamnya.Ke dua lelaki itu sedang mencari seragam milik Yogi yang tiba-tiba hilang di ruangan khusus engineering."Coba lu periksa lagi di loker siapa tau keselip kali," saran Agus."Mana mungkin keselip! Loker kecil begitu, ada-ada aje lo," bantah Yogi.Ketika mereka masih sibuk mencari, seorang cleaning service masuk ke dalam ruangan itu, dia membawa seragam milik Yogi."Bang, ini seragam lu bukan? Kok ada di toilet cowok tadi? Nih," ucap si cleaning service seraya memberikan seragam di tangannya kepada Yogi."Ah, tuh kan ape gue bilang, lu pasti lupa, Yogi!" Agus menoyor kepala Yogi.Yogi
Kematian Yogi Finanda yang berprofesi sebagai engineering apartemen elit kawasan selatan Jakarta itu menuai kontroversi di kalangan para penghuni apartemen lain.Banyak dari mereka yang menyayangkan terjadinya tragedi itu. Terlebih mereka yang mengenal almarhum semasa hidup.Bagi sebagian penghuni apartemen yang mengenal sosok Yogi, merasa cukup kehilangan karena di mata mereka Yogi dikenal pekerja yang rajin dan tak pernah mengecewakan dalam bekerja. Perangainya yang ramah dan sopan membuat sebagian penghuni apartemen menyukai Yogi.Dan hari ini berita kematian Yogi yang begitu tragis membuat geger hampir seluruh penghuni apartemen.Desas-desus mengenai Mirella yang dikabarkan wanita peliharaan Freddy kian mencuat ke permukaan.Bobroknya penjagaan di lapas tempat Freddy di tahan pun menjadi berita hangat di berbagai media massa.Begitu mendengar berita ini terseb
Hari itu juga Reno mendatangi Freddy di lapas.Reno ingin meminta keterangan langsung dari Freddy dan meminta pihak kuasa hukum Freddy untuk tidak ikut campur.Setelah menunggu hampir satu jam akhirnya orang yang Reno tunggu di ruang interogasi datang juga.Dengan seragam narapidana serta kedua tangan yang di borgol, Freddy masuk di kawal oleh dua orang petugas lapas yang hanya mengantarnya sampai pintu ruang interogasi.Freddy duduk di kursi kosong yang tersedia berhadapan dengan Reno. Jarak mereka terpisah oleh sebuah meja kosong.Tatapan Freddy sinis ke arah Reno, sama halnya dengan Reno sendiri."Kasus yang menjerat anda tampaknya semakin rumit, Tuan Freddy," ucap Reno dengan senyuman miring.Freddy tertawa. Tawa yang terdengar mengerikan."Jangan senang dulu, Jaksa Reno. Kita sudah saling mengenal sejak lama, pastinya anda tahu bagaim