-Tunggu Pengadilanmu. “Pak, nggak bisa begitu, tolong jelaskan salah saya apa?”“Nem, Inem, pake minta dijelasin. Kamu kok sekarang wanter bener! Ya, kamu mesum barusan aja udah bisa ditahan? Kamu ngancem minta dikontrakin rumah, uang bulanan itu aja udah bisa dilaporin sebagai pemerasan. Ditangkep ya manut! Inget ya, satu lagi, aku belum laporin kamu soal video seks juga penabrakan Mama Uti. “Nabrak? Nabrak apa, Bu? Saya nggak tahu menahu. Jangan asal tuduh. Saya juga bisa laporin Ibu ,loch, atas pencemaran nama baik, waktu video itu Ibu unjukin di depan umum! ucapnya dengan mata mendelik.Ya Allah, nggak ada takutnya dia sekarang. Nggak ada sedikitpun hormat atau rasa terima kasih terhadap orang yang pernah membantunya, bahkan mungkin aku adalah satu-satunya orang yang paling dia sakiti dengan sangat.Dari sekarang aku mulai sadar, dengan siapa aku berhadapan.“Silahkan aja kamu membela diri, Nem. Tunggu aja kamu di penjara sampai busuk!”Aku meluapkan rasa emosiku.“Ya silahkan pe
-AKP Aksa-“Beneran Aksa?”Lelaki berperawakan kekar dengan senyum menawan itu tersenyum.“Iya, lupa-lupa ingat, ya? Ya maklum sekarang sudah sering kejemur matahari, kena asep knalpot jadi ya gini, udah kaya zebra cross wajahnya.”“Ha ha ha ha.” Aku tergelak. Dia masih kocak ternyata.“Enggak, sich kalau lupa. Cuma mau mastiin aja. Soalnya beda sekarang. Dulu ketemuan ingetnya kaos oblong putih celana jeans. Sekarang jadi pangling lah, makin keren.” Aku berusaha mengimbangi candaannya.Kini giliran ia yang tergelak kecil.“Bisa aja, kamu, Rin. Ngomong-ngomong ada urusan apa di sini?”“Biasa, ada kerikil kehidupan, yang cuma polisi yang bisa bantu.”“Owh, bener, Rin. Harus dilaporin, kami menuntaskan masalah tanpa masalah, Insya Allah.”Lelaki di hadapanku ini tidak jadi masuk ke ruangannya, ia justru memilih duduk dan mengobrol. Aku canggung karena disebelahku ada Mas Hangga. ‘Mas, seandainya saja hubungan kita masih baik-baik saja, belum ada berkas cerai yang kulaporkan ke pengadila
-Godaan Masa Lalu-“Eh, Aksa.” Aku melambaikan tangan ke arahnya.“Nunggu jemputan?”“Oh, enggak, aku lagi nunggu taksi.”“Taksi, udah sepi, Rin. Mau pulang ke arah mana?”“Owh, Eee, ke Hang Jebat, Sa.” Wah dia menawarkan bantuannya. Kurasa harus menolaknya. Baru pertama kali bertemu, lalu merepotkan, tentu tak akan enak rasanya. Lagian pasti berbeda arah.“Hang Jebat? Ayok sekalian?”“Oh, emang kamu ke arah mana, Sa? Beda ‘kan?”“Enggak, kok, aku melewati Hang Jebat, juga.”Aku ragu.“Dah, nggak apa-apa. Bahaya, loch, perempuan sendirian di jalan. Belum tentu ada taksi yang jalan ke arah sini. Bisa-bisa sampai pagi, Rin.”Ya Allah, aku sebenernya ingin menolak. Tapi sekali lagi mendengarkan apa yang Aksa katakan seperti yang Mas Hangga katakan juga, tak ada taksi yang akan melintas di sini, membuatku harus berpikir ulang jika menolak. “Maaf, Rin, bukan aku nggak sopan ngajak pulang bareng. Tapi daerah sini rawan kejahatan, jangan nolak, ya.”“Maaf, Sa. Kamu pulang saja. Nich kelihat
-Godaan Masa Lalu- (33)“Eh, Aksa.” Aku melambaikan tangan ke arahnya.“Nunggu jemputan?”“Oh, enggak, aku lagi nunggu taksi.”“Taksi, udah sepi, Rin. Mau pulang ke arah mana?”“Owh, Eee, ke Hang Jebat, Sa.” Wah dia menawarkan bantuannya. Kurasa harus menolaknya. Baru pertama kali bertemu, lalu merepotkan, tentu tak akan enak rasanya. Lagian pasti berbeda arah.“Hang Jebat? Ayok sekalian?”“Oh, emang kamu ke arah mana, Sa? Beda ‘kan?”“Enggak, kok, aku melewati Hang Jebat, juga.”Aku ragu.“Dah, nggak apa-apa. Bahaya, loch, perempuan sendirian di jalan. Belum tentu ada taksi yang jalan ke arah sini. Bisa-bisa sampai pagi, Rin.”Ya Allah, aku sebenernya ingin menolak. Tapi sekali lagi mendengarkan apa yang Aksa katakan seperti yang Mas Hangga katakan juga, tak ada taksi yang akan melintas di sini, membuatku harus berpikir ulang jika menolak. “Maaf, Rin, bukan aku nggak sopan ngajak pulang bareng. Tapi daerah sini rawan kejahatan, jangan nolak, ya.”“Maaf, Sa. Kamu pulang saja. Nich k
-Selamat Duduk di Kursi Terdakwa- (34)“Iya, Mas. Apa kabar?” Iya langsung menjabat tangan Mas Hangga dan cipika cipiki, padahal kulihat Mas Hangga nggak mengulurkan tangannya dan nggak siap dicipika-ki.“Kamu jaga di sini, Fi?”“Iya, Mas. Aku kaget loch, Mas ada di sini.” Matanya mengerjap penuh binar dan senyumnya terkembang.Dia kaget? Kenapa kaget?“Oh, aku mau jenguk Mama.”Duh,Mas Hangga, kok Mama? Mama mertua, ‘kan? Kenapa nggak disebutin kata Mertuanya, sich.“Oh, Mama sakit? Di ruangan mana, Mas? Nanti aku jengukin, ya.”Ih centil amat ini Dokter muda.“Di lantai atas, Bougenville 5.”“Duh, kasihan amat, Mama sakit. Coba, dech, nanti aku rolling tuker buat bisa jaga di Bougenville biar bisa cek Mamanya Mas Hangga,” ucapnya kenes.Ih, Ya Allah, dokter kok gini amat! genitnya ngelebihin Inem ini mah.Mas Hangga melirikku yang kelihatan mulai risih melihat tingkah aneh Dokter Muda ini. “Oh, boleh, itu Mama mertuaku yang sakit, Fi. Ni aku mau masuk. Oiya kenalin ini Karin, istr
-Delapan Tahun Penjara- (36)Lalu di balas dengan Inem dan segelintir keluarganya yang membela Inem.“Hidup orang kecil …!”kurasa keluarga yang membela itu sepupu dan keponakan Inem yang nggak paham bagaimana Inem. Mungkin mereka pernah di kasih-hasih jajan atau hadiah oleh Inem. Sementara aku tak melihat Pak Santo dan Mbok Parni hadir di sini.Sidang demi sidang terus bergulir.Sampailah hari ini pada sidang kelima, dimana putusan hakim ditentukan. Inem dikenai pasal berlapis, dijatuhi vonis delapan tahun, dipotong masa tahanan tiga bulan. Atas plot pembunuhan berencana dan penyanderaan. Aku dan keluarga merasa kurang puas atas putusan pengadilan itu. Mama bertekad ingin naik banding mengharapkan aku untuk mengumpulkan semua bukti lain, untuk diajukan sebagai barang bukti banding selanjutnya. Sayangnya Papa juga Papa Hans melarang. “Biarlah Inem menjalani kurungan delapan tahun juga sudah cukup membuatnya tersiksa. Semoga dia akan menyesali perbuatannya di dalam penjara dan keluar
Perseteruan Aksa-Hangga ====Tau darimana dia kalo aku ada di daerah ini. Hebat banget bisa aja nemuin aku.Tapi ngapain, sich, dia kolokan gitu. Pake ngikutin, kaya’apaan aja.Sekali lagi kulihat, dia seperti menunjuk-nunjuk, entah apa.Kutatap matanya dengan pandangan tak suka, biar dia sadar, aku nggak perlu di intai-intai gitu.Lalu kuhadapkan pandangan kedepan. Tak perduli dai terus memberi isyarat entah apa.“Rin.”“Hmm.”“Kok jadi diem.”“Ehmm. Enggak.”Aku berusaha mengembalikan fokus hati.“Jadi, kalo ada reuni-reuni sekolah gitu, kamu masih ikut, Sa?”“Udah, nggak juga. Makin ke sini makin hanyut sama kerjaan. Kadang nggak tau, nggak pernah dikasih tau juga sama mereka.”“Sama dah, kita.”Aksa terkekeh.Mobil bermanuver ke kiri. Kulirik mobil Mas Hangga, masih mengikuti. Deuh. Ngapain tu lakik. Aku nggak minta jemput dia. Iseng amat ngikutin terus. “Jadi kamu tu, nikahnya tahun berapa, Rin? Kayaknya kamu nggak undang aku, ya?”“Eh, undang, kok. Tapi kamu nggak dateng, malah
Ketuk Palu Pengadilan (37)Oh, jadi tadi dia cari-cari aku cuma buat anterin handphone-ku yang tertinggal di rumah. Ya, Rabb, dia masih sebegitu pedulinya denganku dan anak-anak. Demi bisa ngasih handphone itu sampai mengikuti kemana mobil pergi.“Jadi?” Aku tetap berusaha dingin walau dalam hati ada sedikit iba padanya.“Ya jadi Mas kecewa. Mas cuma ingin kamu nggak gelisah karena nggak bawa hape, tadinya cuma itu.”“Terus kamu kecewa dan kamu nabrakin mobil orang. Iya? Kamu nggak khawatir gitu kalau misalnya aku kenapa-kenapa di mobil itu? Kamu nggak khawatir gitu kalau misalnya mobilnya dapet benturan keras, tangki bensin bocor terus kebakaran gitu? Kamu nggak kepikiran kalau tadi mobil itu lepas gitu aja dia jadi goyang terus jadi tabrakan beruntun? Aku ini ibunya anak-anak kamu loch, Mas.”“Ya, maaf. Maafin banget. Tadi nggak ada niat nabrak. Cuma kok selintas emosi muncul dari dalam dada Mas, Mas kayak ngegas nggak kerasa gitu. Mas baru ngerti sekarang begini toh rasanya terbaka
TEST PACK 174Test Pack ART-ku-Bahagia Tak Berujung-“Nggak bisa apa, Mas ...?”Dia merebahkan tubuhku ke bantal perlahan. Lelaki bermata bening dengan sepaket wajah yang selalu memabukkanku itu, mendekati wajahku.---“Nggak bisa jauh-jauh dari perempuan cantik di hadapan, Mas ini pastinya.” Kali ini wajahnya serius menatapku.“Mas, liatin akunya harus gitu, ya?”“Emm, memang Mas lihatnya gimana, si?”“Kayak, em … apa, yaa …?”“Mas juga nggak tahu, Dek. Mungkin karena kemarin-kemarin, Mas selalu buang jauh-jauh tatapan Mas ke tempat lain saat lihat kamu.”“Terus sekarang.” “Sekarang sayang dong, sudah halal nggak dilihatin. Mubajir. Heheheh.”“Oh, gitu, Mas …”“Iya, jadi ya Mas lihatinnya sepenuh hati. Biar masuk ke hati juga.”“Kelihatannya sudah bukan masuk ke hati saja. Sudah meresap ke jiwa sampai ke sum-sum tulang juga, Mas. Aku ‘kan sayang banget sama, Mas.”Ia membelai rambut lurus tergeraiku yang kini sudah panjang sepinggang.“Mas ….”“Hmmm …”“Jadi, Mas tadi mau minta apa?
#Testpack (173)Test Pack ART-ku-Dua Hati Mencecap Rasa-“Adududu … sakit, Dek.”Mas Hangga menghindar ke ujung kasur.“Coba jawab, apa dia itu kamu, Mas?” Aku mengejarnya dan mulai memegang kupingnya. Wajahku kini di atasnya dengan mata melotot.“Yang mana, sih?” Kini ia mulai sok cool.“Ish, emangnya Mas mau jelasin yang mana lagi? Dia yang selama ini mengganjal pikiranku. Belakangan dia bukan memberi informasi, malah jadi orang sok bijak yang banyak menasehatiku.”“Ya mungkin dia termasuk orang-orang yang sangat sayang sama kamu, Dek.”“Tapi kok Mas nggak kaget aku cerita begini? Nggak curiga. Kalau bukan Mas, pasti Mas akan langsung penasaran dan cari tahu siapa pengganggu itu?”Ia tergelak. Lalu memegang kedua bahuku dan membalik tubuhku, sehingga kami berguling-guling.Kini tubuhnya ada di atasku. Kedua netra ini hanya berjarak sekian inci saja. Napasnya memburu.“Kamu gemesin, Sayang, kalau marah-marah seperti ini.”“Ih, malah ngegombal!”“Beneran. Makanya Mas nggak kuat liat
#Testpack (172)Test Pack ART-ku-Jadi Siapa Sosok Misterius Itu?-Perlahan tubuh kokoh itu meletakkan tubuhku ke atas springbed. Tubuhnya kini menjadi tepat ada di hadapanku.Bulu-bulu lentik itu bergerak, mengerjap. Bola mata cokelat itu menatapku lekat.“Tak pernah berubah dan tak ada yang berubah. Yang ada, rasa rindu yang terpendam lama dan kini mulai terobati.” Lirih suara itu, namun helaan napas itu hangat menyentuh wajahku.Seketika aku menjadi teramat kasihan kepada lelakiku ini. Bertahun-tahun ternyata aku mengabaikannya dalam kesendirian. Mungkin aku akan lega ketika dia sempat melupakanku. Tapi nyatanya dia justru tak pernah berhenti untuk terus berusaha membuat agar aku kembali padanya.Kubelai wajah putih dengan cambang tipis yang terlihat baru di cukur itu. Kubelai kumis tipis di atas bibirnya. Aku menikmati keadaan ini. dia sudah sah kembali menjadi suamiku. Dari dulu, aku sangat menyukai keadaan ini. Berdua-dua, dan menyentuh seluruh area wajahnya. Saat ini seakan mey
#Testpack (171)Test Pack ART-ku-Honeymoon ke Norwegia-Mas Hangga membuktikan semuanya. Saat aku datang ke KJRI semua surat-surat telah secepat kilat ia urus. Kugunakan pakaian serba putih yang telah ia persiapkan untukku sekeluarga. Di sini prosesi ijab kabul akan berlangsung. Tentunya resepsi nanti akan dilaksanakan di Indonesia. Aku duduk di sebuah ruangan serba putih.“Bismillah, Nak. Ternyata benar, kalau kita berbuat baik, sama Allah ditambah nikmatnya. Siapa yang mengira, pada akhirnya kamu justru menikah dengan Hangga saat umroh, Nak.”Mama mengelus bahuku lembut. Dirapikannya jilbabku itu. Mama menatapku dengan senyuman paling menyejukkan seakan menenangkan dan menyemangatiku bahwa ijab kabulku akan berjalan lancar. Mama paling tahu apa yang ada dalam benakku. Kupeluk Mama erat, lalu aku dan Mas Hangga mencium tangannya khidmat.Mama kemudian mengelus pipiku juga Mas Hangga, dan mengangguk-angguk seakan ingin bicara bahwa ia memberi restu.“Selamat Hangga. Papa salut sama u
#Testpack (170)Test Pack ART-ku-Aku Mau, Mas-Seketika aku merasakan duniaku hening!Sedang bercandakah dia? Rasa-rasanya dia sedang men-chat prank-ku. [Jangan meragukan Mas, Dek. Mas tidak sedang bercanda.]Ah, kenapa dia bisa membaca pikiranku.Aku masih diam mematung. Memandangi sebaris tulisan yang baru masuk ini. [Turunlah, Mas ingin bicara lebih serius lagi. Mas tunggu di lobi.][Jangan ragu lagi. Semuanya sudah Mas putuskan. Mas ingin kembali denganmu. Masih bolehkan, Dek?][ Boleh juga ‘kan Mas kali ini GR, meyakini bahwa kamu dan anak-anak berharap Mas kembali?”]Aku hanya mampu membaca pesan demi pesannya yang terus masuk satu demi satu.[Mas akan terus berada di lobi ini sampai kamu turun. Tak perduli kalau security sampai mengusir Mas pun. Mas akan tunggu!]Kupegang dadaku yang berdebar. Kugigit bibirku berkali-kali, memastikan bahwa ini bukan mimpi.Kuusap aku air mata yang dengan kurang ajarnya menerobos begitu saja melewati pipiku. Aku tak ingin menangis di hadapan
#Testpack (169)Test Pack ART-ku-Kita Menikah Sekarang-“Sudahlah, Mas. Kenapa kamu sekarang jadi kolokan begini. Kamu lagi akting, ya?”“Akting?”“Ya kamu berminggu-minggu nggak datang ke rumah kemarin-kemarin biasa saja. Kenapa sekarang kok jadi aneh merasa bersalah, mohon-mohon begini?”“Ya … Karena ….” Ia menjeda kata … bukan terlihat berpikir, tapi terlihat menahan kata. Wajahnya tampak malu-malu. Jujur itu menggemaskan di mataku. Seandainya dia suamiku, seandainya aku tak marah padanya. Seperti yang dulu biasa kulakukan, akan kucubit hidung atau pipinya lalu mengoyak-ngoyak rambutnya. Tapi rasa kesalku saat ini masih jauh lebih besar. Rasa emosiku muncul kala mengingat dia berkelahi membabi buta menghajar Bang Saga. Begitu sulit kuhentikan."Ah sudahlah, cepat pergi saja dari sini. Hidup menjauh dariku dan anak-anak. Kamu kelihatannya sudah cukup berbahagia hidup berdua saja dengan Zayyan, putra mahkota kamu itu!" Aku mendengkus kesal.“Loh, kok gitu, Dek. Zayyan kan anak kes
-Dua Hati yang Tak Bisa Saling Membohongi-Mas Hangga, seemosional itu dia. Dia mungkin bahkan sudah mengira hubunganku dengan Bang Saga semakin rekat, karena semakin dekat dengan tanggal pernikahan. Maka dari itu dia semakin menjauh dariku, dan jadi sangat kecewa melihat keadaan ini.Kalau begitu, kondisi Bang Saga benar-benar berbahaya. Tak akan ada yang bisa melerainya kecuali aku.“Clarissa, kamu bisa pulang sendiri ‘kan? Rasanya aku tak bisa membiarkan mereka berdua menyelesaikan masalah ini tanpa ada pihak lain. aku khawatir sesuatu terjadi.”“Aku bisa pulang sendiri, tapi aku merasa perlu ikut kamu, Rin. Karena ada aku masalah ini timbul. Ada andil aku dalam masalah kalian. Aku merasa perlu meminta maaf dan menjelaskan ke Mas Hangga.”“Please Clarissa. Cukup aku.”“Kamu percaya aku, kan Karin, aku janji kehadiranku tak akan memperkeruh apapun. Aku hanya berusaha bertanggung jawab atas ini semua.”Kedua tangannya ditelangkupkannya di hadapanku, memohon. “Nggak Clarissa! Kamu te
#Testpac k (167)Test Pack ART-ku-Mas Hangga Begitu Sayang Kamu, Rin-“Benar, Rin. Sebaiknya memang begitu. Jangan terlalu memikirkan Mas Hangga dulu. Fokus saja mendekat pada Allah. Jika dia jodohmu. Allah akan bukakan hati Mas Hangga.”“Ya. Yasudah, yuk bahas kapan persiapan kalian akan menikah ulang?”“Aku ingin kamu yang menentukan tanggalnya, Rin.”“Dua bulan lagi terlalu lama tidak?”“Emm, berapapun tanggal yang kamu kasih. Aku akan siapin.”“Tunggu, sepertinya aku harus lihat tanggalan. Nanti aku kabari lagi, ya?“Oke, nggak apa-apa, kabari saja kalau sudah nemu.”“Ya udah sekarang Abang Istirahatlah. Kan masih harus jaga tubuh biar kankernya nggak tumbuh-tumbuh lagi. Semangat selalu Abang dan Clarissa, ya. Aku mau urusin si duo kembarku.”“Ya, Insyaa Allah. Titip sun ya buat duo kembar.” Suaranya sedih. "Iya, Abang bisa kapan saja datang atau video call mereka, ya. Anak-anakku, anak Abang juga. Mereka tetap menganggapmu Papa mereka."Setelah mengucap salam, kututup panggilan
#Testpac k (166)Test Pack ART-ku-Biarkan Semesta Yang Membuka Hati-Aku paham, Bang Saga mengumbar kata manis untuk Clarissa di hadapanku, sebagai penanda, bahwa semuanya sudah berakhir. Bahwa dia sudah benar-benar memutuskan melepas tali kasih yang pernah terjalin. Ini bukan suatu keburukan. Ini suatu tindakan tegas darinya. Bang Saga Mengingatkanku pada momen yang tepat, pada saat Clarissa sedang bersamaku. Bahwa kini, Bang Saga sudah menjadi milik Clarissa.“Clarissa, kamu dengar sendiri ‘kan? Bang Saga meletakkan hatinya untukmu. Bukan karena aku. Tapi karena cintamu memang layak diperjuangkan. Aku dan Bang Saga sudah tak ada hubungan apa-apa. Kami baik-baik saja. Kamu jangan lagi merasa bersalah seolah kahadiranmu mengacaukan segalanya. Kamu wanita yang sangat berarti, sangat dibutuhkan Bang Saga.” Kugenggam erat tangannya, mengangguk menatap netranya. tersenyum memberi peyakinan bahwa tak ada masalah yang berat antara aku dan Bang Saga.Aku bangkit, melangkah, kutinggalkan me