Home / Fantasi / TERSESAT DI SARANDJANA / Petuah di Pos Enam

Share

Petuah di Pos Enam

Author: Uwa Mia
last update Last Updated: 2023-07-17 12:55:09

Bab 2

Perkampungan itu sangat jadul. Ibu-ibu yang menampih beras di tangga rumah hanya memakai kemben. Bapak-bapak bertelanjang dada, mereka memanggul pacul di pundak dan hendak menuju ke ladang. Sementara anak-anak yang bermain engklek di halaman begitu gembira, masing-masing mereka memakai buntalan kalung jimat khas kejawen pada leher dan pada salah satu pergelangan kaki.

Anang mengucak keduanya matanya. Dalam hati ia bertanya-tanya, apakah pemandangan itu nyata adanya atau hanya gangguan supernatural.

Dia berinisiatif memberitahu Aldo, Bimbim dan Arifin. Namun saat kembali melihat ke arah depan, betapa terkejutnya Anang.

Ketiga temannya tidak ditemukan lagi. Tanjakan tajam berubah jadi tanah datar. Tak ada lagi pemandangan gunung Slamet. Hanya kawasan perkampungan yang semakin melebar sejauh mata Anang memandang.

"Aldo ...."

"Bimbim ...."

"Arifin ...."

"Kalian di mana??!"

Anang mulai berteriak. Awalnya tak terlalu keras tapi karena tak ada tanda-tanda jawaban, dia mulai berteriak sejadi-jadinya.

Kejanggalan makin nyata manakala Anang sadar bahwa teriakannya yang begitu keras, sama sekali tak terdengar oleh warga di kampung itu. Padahal jarak Anang dengan mereka tidak terpaut jauh.

"Pangapunten, Pak," tegurnya pada kelompok Bapak-bapak yang menuju ke ladang. "Ini nama kampungnya apa?"

Hening.

"Pak, kalian dengar suara saya gak?"

Hening.

Glek! Anang seketika ketakutan di tempatnya berdiri. Kedua kakinya serasa tumbuh akar, membuat sulit digerakkan.

Di fase itu Anang mulai paham bahwa dirinya telah masuk ke dimensi lain. Dimensi lain yang kata orang adalah hal mistis, tapi secara metafisika kuantum bisa dipelajari melalui leburan antar gaya gravitasi, kecepatan dan waktu.

Teringat kembali ajaran dosennya sewaktu di kampus. Bahwa ilmu dan teknologi yang dimiliki manusia di peradaban saat ini, belum cukup mampu untuk menciptakan alat penembus dimensi.

Sebab pada hakikatnya, dunia paralel bisa dibuktikan secara ilmiah. Ada ribuan bahkan jutaan dimensi lain yang berjalan beriringan dengan kehidupan manusia.

Anang meneguk liur. Kini bingung merajai dirinya. Bingung apa harus senang ataukah bersedih. Dia senang karena berkesempatan menembus dimensi, melihat apa yang tidak semua orang bisa melihat.

Namun di sisi lain, Anang tak siap bila tersesat selamanya, apalagi jika tak bisa kembali ke kehidupan nyata.

Anang berkeyakinan kalau dia tak boleh terlambat waktu untuk kembali ke dunia nyata, yakni di tempat terakhir kalinya dia berada yaitu di perjalanan menuju pos tiga, gunung Slamet.

Anang berupaya menyambangi kelompok Bapak-bapak tersebut seraya mulutnya melontarkan permohonan, meminta tolong.

Tangan kanannya terulur untuk menggapai pundak salah satu Bapak. Manakala si bapak terkejut bahunya dipegang oleh Anang, ia lalu menoleh dengan wajahnya yang membuat Anang memekik takut.

Memang wajahnya mirip manusia, yang sedikit membedakan adalah kelompok Bapak-bapak itu memiliki tiga lubang hidung dan bibir mereka melengkung mirip tokoh kartun Donal Bebek.

Anang berteriak histeris. Kepalanya mendadak pusing diikuti penglihatan gelap total. Dia rubuh dan tak sadarkan diri alias pingsan.

***

Matahari berada di atas kepala saat Anang tersadar. Percikan air dari seseorang yang tengah berdiri membasahi sekujur wajahnya.

Anang membuka kelopak mata yang terasa berat. Silau tengah hari membuat matanya seketika menyipit. Dilihatnya Aldo tengah memegang botol air dengan jemari tangan kanan siap memercikkan air ke wajahnya lagi.

Anang terbatuk. Bimbim dan Arifin yang berdiri agak jauh segera mengerubungi tubuh Anang yang dibaringkan di atas sleeping bag.

"Sudah sadar lu, Nang?" celetuk Aldo merasa legah. Dia tersenyum tipis lalu berjongkok di samping Anang.

"Lo pingsan dua hari," ujar Bimbim seraya membantu Anang untuk duduk tegap.

"Dua hari?" gumam Anang hampir tak percaya. Rasanya hanya beberapa menit dia tersesat ke dimensi lain.

"Minum air dulu biar lu normal lagi." Arifin menyodorkan segelas air. Anang menenggak perlahan hingga tandas.

Anang baru percaya ketika dilihatnya dua bentukan tenda mereka terpatok di dekat situ, tepat di pos tiga. Bimbim lantas bercerita bahwa saat Anang jatuh pingsan, tubuhnya dibopong oleh Arifin dan Bimbim sampai ke pos tiga, dan karena lama tak kunjung sadar, mereka kemudian menggelar tenda.

"Nang, kalo lo kenapa-napa kita pada takut harus bilang apa ke orang tua lo di Jakarta," ucap Arifin dengan nada getir.

"Ho'o, Nang. Syukurlah lu da sadar sekarang," sambung Aldo.

Anang bergeming. Dia hanya tersenyum tipis karena ingin menunjukkan bahwa dia baik-baik saja.

"Lo pasti kecapaian," kata Bimbim menenangkan Anang. "Lo makan dulu sebelum kita lanjutkan pendakian."

Anang mengangguk. Di situ Aldo segera menyiapkan makanan untuk Anang, yaitu bubur sachet-an yang diracik ulang serta segelas susu manis agar stamina Anang membaik.

Beberapa saat kemudian, Anang mengatakan bahwa dia sudah siap melanjutkan pendakian. Bimbim dan Arifin pun segera membongkar tenda dan melipatnya rapi. Sebelum benar-benar beranjak, Arifin mengajak mereka sembahyang bersama guna meminta perlindungan Allah.

Beda dengan sebelumnya, kali ini Bimbim meminta Aldo berganti posisi ke paling belakang sehingga Anang berada di urutan ke-tiga.

Kali ini pula Anang lebih fokus. Pandangannya hanya tertuju ke depan, dia mengabaikan segala bentuk gangguan yang sesekali muncul dari arah samping maupun belakang.

Bimbim mewanti-wanti ketika akan memasuki pos empat (pos Samarantu) yang terkenal angker. Mereka saling memperhatikan satu sama lain, terutama memperhatikan Anang agar kejadian sebelumnya tidak terulang.

Diusahakan semaksimal apa pun, tapi yang namanya area mistis, area supernatural atau apalah itu, tetap saja hal ganjil terjadi. Lagi-lagi dialami oleh Anang.

Pos empat ditandai oleh dua pohon besar yang berdiri sejajar mirip gerbang. Melihat kedua pohon tersebut dari kejauhan, Anang merasakan bahwa sesuatu di sana telah menanti mereka. Sesuatu yang entah apa itu, Anang sendiri dibuat tak tenang.

Lebih dari itu, tak terdengar lagi bunyi burung-burung atau pun suara monyet yang biasanya menguasai hutan. Bahkan tak terlihat adanya pendaki lain yang berpapasan dengan mereka.

Sunyi senyap. Lengang melakukan bagiannya lebih dari batas wajar. Rupaya bukan hanya Anang yang merasakan, Bimbim, Aldo dan Arifin pun demikian. Mereka mengode satu sama lain agar tetap tenang dan terus menanjak sesuai jalur.

Di kemudian hari barulah mereka sadar bahwa di fase itulah mereka sedang menembus dimensi.

Menjelang sore, mereka akhirnya berhasil melewati pos empat dan lima. Suara binatang hutan kembali terdengar, angin kembali berhembus dan semuanya berangsur normal seperti sedia kala.

Di pos enam, mereka berhenti sejenak untuk merokok dan minum air. Di situ mereka membahas keganjilan selama melewati pos empat. Di mana udara di area itu serasa hampa, pengap dan suara binatang pada lenyap tak bersisa.

"Itulah gunanya sembahyang," ujar Arifin menasehati. "Kita terlindung dari marabahaya."

Anang, Bimbim dan Arifin mengangguk membenarkan. Mereka masih menikmati rokok yang hampir buntung ketika seorang pria paruh baya berjalan turun melintasi pos enam dengan cangkul membebani pundaknya dan bertelanjang kaki.

Mereka terhenyak karena setahu mereka di sekitar pos enam tidak ada kebun, apalagi di puncak gunung. Bimbim lalu menyapa pria itu.

"Ngapunten, Bang. Dari mana ini?"

Pria itu menoleh. Wajahnya terlihat sangat ramah. "Oh ini saya baru saja mencari-cari lokasi untuk berkebun, rencananya mau nanam bibit pohon mahoni, mumpung dapat gratis dari kantor desa."

"Oh ...." jawab mereka hampir bersamaan. Mereka legah karena pria itu adalah manusia tulen dan bukan jadi-jadian.

Namun saat pandangan pria itu tertumbuk pada si Anang, dia terkaget bukan kepalang, sampai-sampai diturunkan pacul dari pundaknya. Sontak yang lainnya menatap ke arah Anang. Mungkin bingung kenapa si pria sedemikian kaget melihat rupa Anang padahal tak ada yang aneh.

Si pria kemudian berucap hati-hati dengan sikap hormat, "Itu yang namanya Anang, sebaiknya gak usah sampai ke puncak, dianya--"

"Lha kenapa?" seloroh Bimbim memotong pembicaraan.

Pria itu menghela napas. Sepasang matanya seakan tak kuasa lagi menatap Anang. Dia kemudian menaikkan cangkul ke pundak dan melanjutkan perjalanan yang sempat terjeda.

Saat berjalan meninggalkan mereka, dia berucap sangat jelas dengan maksud agar mereka mendengar pesan yang disampaikannya.

"Anang kamu gak usah ke atas. Di sana kamunya sudah ditunggu, mau dibawa ke Kalimantan."

Related chapters

  • TERSESAT DI SARANDJANA    Hilang di Pos Tujuh

    Bab 3"Kalimantan?!" ketus mereka hampir bersamaan. "Halah kalian percaya sama orang itu? Anang mau dibawa ke Kalimantan katanya?!" Aldo menengahi suasana yang sempat tegang. "Emang bisa dari Jawa Tengah nembus ke Kalimantan? Hahaha ...." Berderai tawa si Aldo.Yang lain ikutan tertawa. Tak terkecuali Anang. Mungkin itu adalah hal terbodoh yang pernah mereka dengar seumur hidup.Namun jauh di sudut hatinya, Anang bertanya-tanya apa maksud pria tadi berkata demikian. Bukan tidak beralasan. Sebab ayah Anang memang berasal dari Kalimantan. Tepatnya Banjarmasin, Kalimantan Selatan.Ayah Anang digadang-gadang masih keturunan bangsawan dengan marga 'Syah'. Itulah yang membuat nama lengkap Anang menjadi Anang Syah.Usai menikmati rokok, Bimbim mengajak melanjutkan pendakian menuju pos tujuh. Saat itu, matahari mulai tenggelam, alias memasuki waktu sorop. Atau yang kita kenal dengan Maghrib. Masing-masing senter dinyalakan. Senter milik Anang yang paling terang dan paling jauh jangkauan sor

    Last Updated : 2023-07-17
  • TERSESAT DI SARANDJANA    Kakek

    Bab 4Setelah Bimbim dan Arifin melanjutkan pendakian ke puncak, Anang dan Aldo segera menggelar tenda lalu tidur di dalamnya.Saking lelahnya, mereka tertidur pulas hingga siang hari. Kelopak mata mereka begitu berat dan sulit dibuka.Keduanya baru mampu membuka mata manakala matahari berada tegak lurus sehingga langsung menyinari wajah mereka. Saat terbangun, Anang dan Aldo dibuat kelabakan. Sebab mereka bukan lagi berada di dalam tenda. Melainkan di tanah lapang, di mana langit siang terpampang nyata tanpa halau pepohonan. "Lho, Nang. Kita di mana?" tanya Aldo mengernyit heran. Ia meraba-raba tanah tempat mereka tertidur pulas semalaman. Hanya ada senter milik Anang yang ikut berpindah ke tempat itu. Anang mengendikkan bahu. Pandangannya menyapu area sekitar. "Kita dikerjai penunggu gunung, Do! Kita dipindahin saat tidur." "Astaga!!" Aldo menjitak jidatnya. "Buruan, Nang. Buruan balik ke pos tujuh, Bimbim sama Arifin pasti mencari kita di sana." "Betul, Do. Cepetan balik," sam

    Last Updated : 2023-07-17
  • TERSESAT DI SARANDJANA    Jalur Lahar

    Bab 5"Rawan? Emang ini di mana, Kek?" tanya Aldo kebingungan. "Jalur lahar," jawab si Kakek. "Kalau ada erupsi kecil, lahar dingin biasanya lewat sini." "Astaga!" Aldo menepuk jidatnya. "Tega bener si penunggu gunung. Kitanya dipindahin ke titik rawan.""Nang, gimana ini?" Aldo merengek, tak lagi malu pada tubuh jangkung dan kumisnya. Anang tidak menjawab, ia beralih menatap si Kakek. Anggapan Anang, kalau si Kakek memang terbiasa ke tempat ini, artinya si Kakek tahu jalan pulang agar mereka bisa selamat. "Ngapunten, Kek. Saya mohon banget, bantu kami menuju jalan pulang," ucap Anang memohon. "Ya kalau memang sini jauh dari jalur Bambangan, sekiranya Kakek tahu jalan keluar yang lain."Si Kakek menggaruk pelipisnya. Lama kemudian barulah ia terkekeh. "Kakek mau mancing ke sungai, Le. Bagusnya kalian ikut Kakek aja. Di sungai nanti berjumpa warga yang bisa membantu kalian naik ke pemukiman."Anang menyikut lengan Aldo. Keduanya lantas berdiskusi singkat. Yang intinya, Anang menje

    Last Updated : 2023-07-17
  • TERSESAT DI SARANDJANA    Pelabuhan Nasional Sarandjana

    Bab 6Aldo tak menggubris ucapan Anang tentang surga. Selesai dengan aktivitas panggang memanggang, pria jangkung itu memindahkan ikan dan umbi jalar untuk mereka santap. "Hanya karena berada di tempat yang subur, bukan berarti kita di surga," jawab Aldo pada akhirnya. "Tanah Jawa memang subur, ntar liat aja kita lagi di mana.""Hmm, Jawa mana pun gak ada yang sesubur ini, Do! Gue yakin kita sudah masuk dimensi lain."Aldo menatap Anang dengan binar mengancam. "Jangan sesumbar, Nang. Stop bicara aneh-aneh di tempat seperti ini." Anang pun seketika bergeming.***Usai makan umbi jalar dan ikan panggang hingga kenyang, Anang dan Aldo minum air di sungai. Mereka lalu bersiap melanjutkan perjalanan.Mereka lebih bertenaga kali ini. Lebih bersemangat, apalagi pemandangan sepanjang sungai makin hijau dan asri. Anang dan Aldo terus melangkah hingga rembang tengah hari. Puluhan kilometer telah tertinggal jauh di belakang mereka.Tersihir oleh pemandangan yang indah, mereka hampir lupa, bah

    Last Updated : 2023-09-08
  • TERSESAT DI SARANDJANA    Paduka yang Dipertuan Agong

    Bab 7"Nang, lu masih ingat kan sama taruhan kita kemarin?" tanya Aldo karena ingin menagih janji."Taruhan? Yang mana?" jawab Anang pura-pura lupa.Dua makhluk asal Jakarta itu melangkahkan kaki, membelah kawasan pelabuhan yang begitu luas. Mereka hendak menuju gerbang keluar yang posisinya cukup jauh. Setelah itu keduanya berencana menunggu angkutan umum untuk pulang ke Jakarta."Taruhan kalau lu bakal traktir gue ngopi sama rokok saat nemu muara atau pelabuhan. Sekarang kita pan uda di pelabuhan!!""Oke, oke gue traktir," balas Anang diikuti merogoh saku demi saku celana Cargo yang dikenakannya sejak awal pendakian. Tersimpan lima lembar uang seratus ribuan di sana, walau sudah lepek bentukannya.Manakala keluar dari gerbang pelabuhan, mereka kembali tercengang oleh pemandangan spektakuler yang tersuguh.Mobil-mobil mewah melaju dengan deru mesin yang begitu halus di jalanan super lebar. Kalau aspal pada umumnya berwarna hitam, maka aspal di Sarandjana warnanya putih bersih.Gedung

    Last Updated : 2023-09-08
  • TERSESAT DI SARANDJANA    Mobil Terbang

    Bab 8Mobil terbang yang membawa Anang dan Aldo akhirnya tiba di kantor utama X-Ride. Pendaratan dilakukan di atap kantor, kemudian keduanya di giring menuju suatu ruangan untuk digeledah dan diinterogasi.Dari pakaian Anang, ditemukan uang seratus ribuan dengan nama negara Indonesia. Para petugas X-Ride berkumpul demi meneliti lembaran uang tersebut. Mereka mengatakan belum pernah mendengar nama Indonesia. Dan bahwa negara Indonesia tidak ada di peta dunia mereka.Di titik itulah Aldo dan Anang, terutama si Aldo, akhirnya percaya akan keberadaan dunia paralel. Bahwa ada ribuan dunia lain yang berjalan seirama dengan kehidupan manusia. Dan bahwa belum ada teknologi yang mempu menciptakan alat penembus dimensi. Selama ini kita menganggap mereka hanyalah imajinasi. Mereka pun menganggap kita sebatas imajinasi. Jika diibaratkan ... kita bagaikan tikus di dalam kardus dan mereka adalah kucing di luar kardus. Sama-sama tak bisa melihat rupa masing-masing. Namun mampu merasakan keberadaan

    Last Updated : 2023-09-08
  • TERSESAT DI SARANDJANA    Amnesia

    Bab 9Dokter Sharukh bercerita banyak hal mengenai perdana menteri yang asli. Tentang sepak terjangnya di pemerintahan hingga kehidupan keluarga dan rumah tangga. Anang pun mendengar dengan saksama. Beberapa jam berlalu, pintu mengeluarkan bunyi, menandakan ada orang ingin masuk. Dokter Sharukh bergegas menyentuh fitur scan wajah yang terdapat di daun pintu. Pintu membuka. Nampak wakil perdana menteri--Gusti Tjong Vau berdiri di sana. "Bagaimana hasilnya?" tanyanya tak sabar.Dokter Sharukh menarik selembar catatan dari saku, lalu membaca dan menjelaskan. "Paduka Anang Syah Yang di-Pertuan Agong mengalami amnesia. Banyak memori hilang dari ingatannya. Ini kada bisa dianggap main-main."Mulut Gusti Tjong Vau seketika ternganga, tapi segera dikatup menggunakan tangannya. Sepasang matanya yang sipit, tak beralih dari menatap dokter Sharukh. Seolah berharap agar dokter meralat ucapannya barusan."Amnesia ...." "Inggih!" jawab si dokter dengan nada tegas. Gusti Tjong Vau lalu membu

    Last Updated : 2023-09-08
  • TERSESAT DI SARANDJANA    Asal Usul Negara Sarandjana

    Bab 10Negara Sarandjana sebenarnya pernah ada di kehidupan nyata manusia, tapi dalam bentuk tanjung (daratan yang menjulur ke laut). Tanjoeng Sarandjana, begitulah namanya ketika masih melekat pada pulau Kalimantan. Ini dapat dilihat pada peta yang dibuat oleh Solomon Muller, seorang Naturalis Jerman terbitan tahun 1845. Ternyata pada abad ke-18, Tanjung Sarandjana terletak di kabupaten Kota Baru, Kalimantan Selatan. Entah bencana apa yang telah membuat tanjung itu hilang dari peta. Yang jelas untuk saat ini, tidak ada lagi nama Sarandjana di peta Indonesia. Padahal bila ditelusuri ... dari semua pulau yang ada di Indonesia, Kalimantan adalah pulau yang paling aman bencana. Sejarah mencatut bahwa belum pernah terjadi Tsunami atau gempa bumi yang sekiranya mampu menenggelamkan sebuah tanjung di Kalimantan.Atas dasar aman bencana itulah, sehingga pemerintah pusat bertekad memindahkan ibukota negara Indonesia ke Kalimantan. Tidak pernah ada bencana, tapi kok tanjung Sarandjana rai

    Last Updated : 2023-09-08

Latest chapter

  • TERSESAT DI SARANDJANA    Anang Jadi Gila

    Bab 33Jangankan di alam lain, di dunia nyata sekalipun ada banyak petuah agar kita tidak boleh gegabah saat sedang marah.Akibat menembus sinar teleportasi dalam keadaan marah, Anang jadi gila ketika muncul di dunia nyata.Muncul di pos tujuh gunung Slamet bersama Aldo dan Tuan Attar, Anang sering meracau tak jelas.“Balikin keperjakaanku, Gompeng!”“Balikin gak?!” racaunya.Beruntung mereka muncul pada siang hari, sehingga mudah ditemukan oleh pendaki lain.Walau ditemukan, justru yang terlihat hanyalah Anang dan Aldo. Anang terindikasi gila dan Aldo linglung kebingungan. Sementara Tuan Attar … keberadaannya tak terlihat oleh mata manusia. Hanya Anang dan Aldo yang dapat berinteraksi dengannya.Para pendaki yang kebetulan baru turun dari puncak menuntun mereka ke basecamp untuk melaporkan diri.Lumayan makan waktu untuk tiba di basecamp. Sebab hujan deras beberapa hari lalu membuat banyak pohon tumbang dan menghalangi jalur.Manakala tiba di basecamp, pengelola mengaku tak pernah m

  • TERSESAT DI SARANDJANA    Kembali ke Dunia Nyata

    Bab 32Anang akan melangkah pergi manakala anaknya terbangun dari tidur. Terpaksa ia berhenti di bibir pintu dan sejenak menoleh pada si Pangeran kecil.Anak cerdas itu teringat akan ajaran Aldo mengenai ucapan selamat. Kebetulan hari sudah sore dan ucapannya adalah ‘bau kentut’, maka dengan gembira dia segera berucap.“Bau kentut, Ayah. Bau kentut, Ibunda ….”“Bau kentut juga, Anakku,” jawab Permaisuri berupaya menutupi pertengkaran yang barusan terjadi antara dia dan Anang. Anang mengernyit heran. Dia curiga, yang mengajari hal bodoh itu pastilah si Aldo. Tapi bukan itu masalahnya! Anang malah bersyukur telah diingatkan pada sosok Aldo. Sebab barusan, hampir saja Anang melupakan Aldo dan akan pulang sendirian ke dunia nyata.Anang mengelus dada. Ia menarik napas dalam-dalam, sebelum akhirnya melangkah pergi. “Ayah, Ayah ….” panggil Pangeran Sandi.Anang tak menghiraukan.“Ayah, Ayah mau ke mana?”Tak ada sahutan dari Anang. Malah dengan langkah-langkah yang lebar, ia akhirnya tib

  • TERSESAT DI SARANDJANA    Berterus Terang

    Bab 31Pernahkah kalian terlalu dalam mencintai seseorang, tapi masih dibentangi jurang kebohongan? Hidup bersama, tapi tidak benar-benar saling mengenal.Pernahkah kalian mencintai, hanya untuk meninggalkan? Meninggalkan pas lagi sayang-sayangnya?!Pernah? Bila tidak, berarti cuma Anang yang mengalami. Berat baginya setelah dengan sepenuh hati mencintai Permaisuri Gompeng, tapi ia harus pulang ke dunia nyata.Sementara sang Permaisuri belum juga tahu, bahwa Anang bukanlah suami aslinya. Anang menanti momen yang tepat untuk membuka jati dirinya di hadapan Permaisuri.***Hari itu ... hari di mana Anang akan berterus terang, alam semesta turut bersusah hati.Langit Sarandjana yang biasanya cerah bercahaya, berubah kelabu. Kilat-kilat kecil sesekali memercik di atas sana. Angin dingin berhembus. Menerpa masuk melalui jendela-jendela yang terbuka. Departemen Keker Langit segera mengeluarkan himbauan cuaca buruk, yang baru pertama kali ini terjadi di negeri Sarandjana.Sementara di ka

  • TERSESAT DI SARANDJANA    Macam-macam Bau

    Bab 30Pertumbuhan makhluk hidup di Sarandjana dua kali lebih cepat dibanding di dunia nyata. Walau masih berusia enam bulan, Pangeran Sandi Samawi sudah lincah berjalan. Mirip anak usia dua tahun di dunia nyata.Kulitnya putih bersih, rambutnya hitam tebal. Jika kalian bertanya, apakah dia memiliki lekuk garis di atas bibir seperti Ayahandanya, ataukah rata seperti Ibundanya?Maka jawabannya adalah ... dia memiliki perpaduan dari keduanya. Ada sedikit lekukan di atas bibir, tapi tidak terlalu kentara.Untuk urusan belajar bicara, seorang ahli bahasa didatangkan khusus bagi Pangeran Sandi. Calon pewaris tahta kesultanan itu diajari tata Krama bercakap.Bagaimana memilih padanan kata yang pantas bagi seorang bangsawan. Bagaimana menjadi pendengar yang baik. Cara merespon lawan bicara, kapan perlu menginterupsi suatu diskusi, dan teknik lainnya.Tidak heran, baru berusia enam bulan, Pangeran Sandi sudah mampu berpidato menggantikan Ayahandanya.Namun ... lain Doyok, lain Dono. Doyok y

  • TERSESAT DI SARANDJANA    Pangeran Sandi Samawi

    Bab 29Mereka bertiga gemetar. Keringat halus bermuculan di dahi mereka."Astaghfirullah, Ya Allah!" Arifin beristighfar. "Semoga kapal kita gak ikutan tersesat!!""Gak ikutan tersesat!" ulangnya. Koh Abeng yang mendengar ucapan Arifin, seketika langsung berlari menuju ruang kemudi. Di situ ia memekik keras pada si nakhoda."PUTAR HALUAN ... PUTAR HALUAN!!""CEPAT PUTAR HALUAN!"Si nakhoda gelagapan. Meski demikian, ia tetap sigap melaksanakan perintah. Bimbim dan Arifin turut masuk ke ruangan itu. Goncangan berat pun terjadi ketika kapal berbalik arah. Mereka refleks berpegangan di besi rel pada dinding kapal.Berjam-jam lamanya tidak ada obrolan di antara mereka. Sore berubah malam, dan malam bertemu pagi, mereka akhirnya kembali tiba di pelabuhan Tanjung Perak.Arifin dan Bimbim merasakan kepala cenat-cenut akibat mabuk laut. Belum lagi pengalaman mistis kemarin sore masih bergelayut dalam pikiran.Koh Abeng membawa Bimbim dan Arifin ke sebuah warung makan. Ia memesan mie kuah p

  • TERSESAT DI SARANDJANA    Hampir Tersesat

    Bab 28Seusai makan, mereka tidak langsung pulang, melainkan memantau kedai Tuan Agong hingga tengah malam. Mungkin sudah qada-Nya dari sang Pencipta .... Sebab menjelang subuh, mereka melihat langsung bagaimana kedai Tuan Agong yang sudah tutup itu didatangi dua orang pria menggunakan mobil mewah berlambang ‘S’ dan tanpa plat nomor kendaraan. Pria yang satu berperawakan tinggi atletis dengan rambut gondrong, sementara satunya lagi cenderung kurus serta memakai kacamata tebal.Nampak pula si Tuan Agong yang keluar lewat pintu samping guna menemui mereka.Segera Koh Abeng meminjamkan teropong pada Bimbim dan Arifin. Ketika lensa teropong di-zoom perbesar, mereka menemukan suatu kemiripan antara Tuan Agong dan kedua tamu tersebut.Ketiganya sama-sama tidak memiliki lekukan di atas bibir. Bagaimana bisa? Rasanya tidak mungkin bila hanya kebetulan."Nah lo?!" Bimbim memekik kaget. Ia melirik Arifin kemudian Koh Abeng. Bermaksud meminta pendapat."Manusia aneh tuh pada," respon Arifin.

  • TERSESAT DI SARANDJANA    Cuci Piring

    Bab 27Firma Hukum Kemenangan adalah nama salah satu Lembaga Bantuan Hukum, tempat di mana Bimbim bekerja. Gedungnya lumayan besar. Terlihat orang mondar-mandir, masuk dan keluar. Rata-rata memakai setelan jas yang rapi. Di antara mereka, ada seorang Pria berperawakan tinggi yang berjalan terburu-buru menuju ruangan Bimbim. Dia adalah pengusaha tambak udang asal Surabaya yang kasus sengketa lahannya dimenangkan oleh Bimbim dua tahun lalu.Kali ini dia datang bukan untuk kasus baru. Dia sendiri belum tahu, kenapa Bimbim memanggilnya. "Koh Abeng ...." sapa Bimbim seraya memeluk pundak Pria itu. "Apa kabarnya?""Kabar baik Pak Bimbim. Gimana dengan Pak Bimbim, amankah?" "Sedikit gak aman, Koh Abeng. Makanya ini aku perlu bantuan." Bimbim tertawa kecil. "Puji Tuhan. Aku siap membantu," balas Koh Abeng antusias.Bimbim mempersilakan Koh Abeng untuk duduk. Dia lantas bercerita panjang lebar perihal pengalamannya di masa lalu. Pengalaman mendaki gunung Slamet yang berakhir tragis. Ko

  • TERSESAT DI SARANDJANA    Ibu Anang Meninggal

    Bab 26Selama di perjalanan pulang ke Jakarta, sang Ibu lebih banyak diam. Kalaupun ia bersuara, semata-mata hanyalah isakan tangis.Enam tahun lamanya menunggu anaknya pulang, ternyata bagai menjaring angin. Kini, baik ia maupun suaminya, telah menyerah. Lenyap sudah sisa-sisa pengharapan yang selama ini berupaya bertahan di sanubari mereka. "Yang sabar, Bu. Kita ikhlaskan saja Anang ke hadirat Allah. Yang penting kita sudah berusaha semaksimal mungkin," ujar anaknya menasehati dari balik kemudi.Sang Ayah menarik jemari istrinya ke pangkuannya, memijat lembut agar wanita itu merasa tenang. "Nang, Nang ... di mana pun kamu berada saat ini, hidup atau mati, susah atau senang, biarlah Allah yang melingkupi kamu, Nak," keluh sang Ayah diikuti membuang napas berat. ***Di hari-hari selanjutnya, kesehatan Ibu Anang semakin menurun. Sakit vertigonya semakin menjadi-jadi. Ia sering gelap mata dan merasakan tubuh seperti melayang. Kalau sudah demikian, tidak sekali ia jatuh pingsan hing

  • TERSESAT DI SARANDJANA    Didatangi Keluarga Anang

    Bab 25Orang introvert sebenarnya bukan tidak suka bergaul. Melainkan enggan memulai atau membuka obrolan duluan. Namun bila dipertemukan dengan orang yang tepat, maka karakter mereka bisa berubah 180 derajat. Sama halnya dengan Amoy.Semenjak diberi semangkuk cilok oleh Paduka Anang, dia jadi sering memesan cilok pada pria itu setiap harinya. Keduanya kerap mengobrol panjang lebar di beranda kosan. Kerap pula terdengar tawa cekikan mereka ketika ada bahasa yang berbenturan satu sama lain. Amoy paling merasa lucu bila Paduka Anang menyebut kata orang dengan urang, kata cocok dengan cucuk, atau istilah 'jalan-jalan' disebutnya 'makan angin'.Saking lucunya, sampai-sampai orang lain yang mendengar obrolan mereka ikut tertawa.Hari berganti hari. Bulan berganti bulan. Hingga tahun berganti tahun. Banyak hal berubah.Amoy akhirnya wisuda. Ia dipercayakan sebuah perusahaan oleh orang tuanya untuk dikelola. Sapri telah pulang ke kampung halaman dan menjadi pebisnis sukses di sana. Semen

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status