Suara televisi yang menyala, menampilkan serial kartun anak-anak, menemani sepasang suami istri itu. Arjuna dan Mila duduk di sofa, berpelukan, sambil menikmati keripik pisang di tangan. Arjuna berulang kali mengecup rambut Mila, menghirup aroma sampo yang di pakai wanita itu. Wangi stroberi.
“Kak, tadi. Aku diajakin kenalan sama orang.”
Mila tahu, informasi yang akan ia ceritakan pada suaminya ini tidaklah penting. Namun, Mila hanya tidak ingin menyimpan sesuatu. Bagaimana pun, sudah sepantasnya Arjuna tahu apa saja yang Mila alami, meski itu. Tidak penting.
Tapi yang dipikirkan Arjuna justru sebaliknya. Lelaki itu menatap Mila dengan tatapan tanya.
“Siapa yang ngajakin kenalan? Cewek atau cowok?
“Cowok,” jawab Mila santai, masih memasukkan keripik ke dalam mulut , dengan kedua mata tertuju ke layar televisi.
“Namanya?”“Lupa.”
Arjuna langsung menyentil kening Mila.“Harusnya kamu inget-inget.”
Lope sekebon!!!
Malam itu di hari minggu. Arjuna tengah sibuk dengan berkas-berkas di kafenya, malam minggu seperti ini biasanya selalu ramai. Tapi mungkin tidak dengan hari ini. Suasana kafe tampak tenang, hanya ada beberapa pengunjung semenjak hujan mengguyur kota sejak pagi tadi. Siapa pun pasti enggan keluar dari persemaian, apalagi hujan semakin deras dan udara kian mendingin."Bos. Ini laporan pengeluaran kita bulan ini, oiya soal karyawan baru... Aina Anastasya, tadi baru saja saya serahkan gajinya," ujar karyawan itu memberikan map berisi kertas-kertas laporan kepada Arjuna.Arjuna menerimanya. Lalu karyawan itu mohon ijin dan dibalas anggukan kepala oleh Arjuna.Arjuna merogoh kantong celana, mengeluarkan gawainya dari dalam sana. Ia menekan aplikasi berwarna hijau, mengetikkan pesan kepada gadis pujaan hatinya.Me[Aku ada kerjaan hari ini. Kita jalannya besok aja ya, Ras. Ngga apa-apa kan?]My Sunshine[Yah... yaudah deh, semangat kerjan
Sadewa masih terus menatap Arjuna dengan pandangan khawatir. Tapi Arjuna terus saja mendesak agar ia pulang. Mau tidak mau, Sadewa mengalah. Air matanya bahkan sudah luruh menjatuhi pipi, kala melihat Arjuna tidak lagi tampak di matanya. Sadewa memilih segera pergi dengan langkah diseret.Rasanya hatinya begitu berat meninggalkan Arjuna. Sadewa merasa gagal sebagai seorang teman, dari tiga tahun lalu Arjuna lah yang selalu membuat ia aman. Tapi, sekarang Arjuna malah kembali masuk ke dalam jerat iblis demi dirinya."Shit! Kenapa gue ngga pernah bisa jaga diri gue sendiri?! Kenapa harus selalu ada orang yang berkorban buat gue... dan orang itu adalah Arjuna. Hiks.... kenapa gue kaya banci, gue emang pecundang!" teriak Sadewa, ia kecewa dengan dirinya sendiri. Ia benci dengan situasi ini, namun dia tidak punya pilihan lain untuk keluar dari zona bahayanya.***Arjuna duduk di meja bar dengan pandangan yang semakin berkabut. Ia tidak akan mungkin memperl
Subuh pagi, Arjuna terbangun dengan tubuh lelah. Kepalanya masih terasa berat, ia memijit keningnya, mencoba mengurangi rasa sakit yang belum juga menghilang dari semalam.Arjuna mengedarkan pandangan, tempat ini sangat asing untuknya. Kamar itu hanya di isi oleh satu buah tempat tidur, satu buah bantal dan ada satu meja kayu di samping kasur. Arjuna kebingungan, Arjuna dibuat terkejut dengan kondisinya yang tanpa sehelai benang pun. Belum lagi, mata tajamnya tidak sengaja menangkap bercak merah di selimut yang ia kenakan. Itu jelas-jelas darah, Arjuna meneliti tubuhnya sendiri, tidak ada bekas luka sedikit pun.Arjuna sungguh tidak bisa mencerna apa yang terjadi pada dirinya. Arjuna segera meraih gawai miliknya. Sudah ada dua pulu mis call dari Sadewa. Sekarang masih jam lima pagi, Arjuna bergegas memakai pakaiannya kembali.Ia berjalan tertatih menuruni tangga. Arjuna mengerti, sekarang ia masih di kelab tadi malam. Suasana kelab tidak serama
"SELURUH SISWA DAN SISWI. DIMOHON UNTUK SEGERA MENUJU LAPANGAN. HARI INI SEKOLAH KITA KEDATANGAN TAMU. DARI INTERNASIONAL SCHOOL. ANAK-ANAK DIHIMBAU UNTUK TERTIB." Suara pak kepala sekolah terdengar nyaring dari pengeras suara. Arjuna yang masih berada di kelas dengan rasa kesal menguap malas, ia mengusap wajah gusar. Masih memikirkan tentang video yang Kevin bicarakan."Woi, Jun-jun! Ayo ke lapangan!" ajak Nakula di depan pintu kelas.Arjuna mengangguk. Lalu ikut berjalan beriringan dengan Nakula. Arjuna yang tampak gelisah membuat Nakula menatap Arjuna dengan tatapan menyelidik."Lo kenapa? Kaya ada masalah gitu?""Ngga ada. Im ok.""Lo serius? Meski ekspresi lo selalu gitu. Tapi gue ngerasa kaya ada sesuatu yang lo tutup-tutupi. Cerita aja, Jun," bujuk Nakula.Arjuna menggeleng. Masalah seperti ini tidak mungkin ia ceritakan kepada siapa-siapa, Arjuna takut Nakula yang polos akan dipermainkan oleh Kevin."Thanks, Nak. Tapi gu
Dert.... dert....Ponsel Mila bergetar, sebuah notifikasi dari nomor Aina muncul di layar pop up. Mila yang fokus menatap bukunya kini beralih meraih ponsel di nakas. Aina mengirimkan Mila satu buah video, segera saja Mila mengunduhnya, sembari menunggu unduhan selesai, Mila membukanya, menonton dengan sabar, karena jaringan lelet tidak bisa diajak kompromi.Hal pertama yang Mila lihat adalah keramaian tribun penonton, sorak-sorai dari anak-anak SMA Pelita. Mila tersenyum, tentu saja sekolah pasti ramai di hari nasional seperti ini. Lalu kamera mengarah menunjukkan tribun penonton Internasional school, deg. Hati Mila terasa nyeri, ia menatap tribun itu lama, ia bahkan memutar ulang pada menit yang menunjukkan aktivitas di tribun sekolah lamanya itu.Mila dapat melihat wajah Dara dan wajah Mira yang berteriak heboh, wajah-wajah yang tidak akan pernah ia lupakan seumur hidupnya. Mila mengepalkan tangan, meski ia sudah ikhlas dengan takdirnya. Tapi rasa kesal itu t
"Kak, aku pergi dulu ya!"Mila menyembulkan kepalanya di balik pintu, ia sudah bersiap dengan baju olahraga khusus ibu hamil miliknya, tidak lupa bando polkadot menahan rambutnya agar tidak terjatuh.Arjuna segera menuju pintu apartemen, ia berjalan sembari mengancingkan baju seragam sekolahnya, tidak lupa membawa masker sang istri yang tertinggal di atas meja."Jangan lupa maskernya, Mbul." Arjuna memasangkan masker hitam ke wajah sang istri."He he he, maaf, Kak. Aku terlalu bersemangat, soalnya mau joging bareng mbak rina. Kamu tahu kan, bumil yang baru pindah di lantai bawah?""Mbak rina? Kok aku ngga tau ada tetangga baru?" Arjuna kini sibuk mengikat tali sepatu Mila yang tadinya terikat dengan asal.Diposisi ini, Mila merasa ia seperti seorang anak kecil yang baru pertama kali akan pergi sekolah. Arjuna dengan telaten mengikat tali sepatunya dengan kuat. Mila sungguh tersentuh dengan apa yang Arjuna lakuka
"Hai, kenalin aku... Kevin. Kevin Dirgantara!"DegJantung Mila rasanya ingin keluar dari tempatnya, detak jantung wanita itu mulai menggila, keringat dingin mulai membasahi pelipis juga tangan yang semulanya terasa panas kini mulai mendingin karena basah oleh keringat. Mila bergerak dengan gelisah, dia sengaja membuang muka, tidak mau sampai Kevin mengetahui dirinya."Hei, aku Kevin. Nama kamu?" Kevin berujar, dia mengulurkan tangan sembari mengamati gerak-gerik Mila yang tampak aneh, seperti orang yang ingin melarikan diri.Mila ragu-ragu untuk membuka mulut, ia tidak bisa diam saja, kalau tidak Kevin akan curiga. Beruntung tadi pagi Arjuna memberikan maskernya yang hampir tertinggal "Eh, ha-hai, aku... Marisa," kata Mila terbata."Marisa? Omong-omong suara kamu mirip sama orang yang aku kenal." Kevin mengamati Mila sebentar, lalu kepalanya menengadah ke atas langit."O-oya." Mila merasa yakin orang yang Kevin maksud adalah dir
"Mila, maaf ya soal tadi. Mbak benar-benar tidak berniat melukai hati kamu.""Nggak apa-apa kok, Mbak. Mila paham, makasih juga sudah ngajak aku jalan pagi Mbak."Mila melambai lalu segera masuk kedalam lif. Sekarang sudah pukul 10 pagi, berjalan pagi membuat dia berkeringat banyak, ada rasa lelah dan segar yang ia rasakan secara bersamaan. Tapi ia kembali teringat dengan Kevin, sekarang Mila harus mulai berhati-hati. Kevin sudah mulai datang ke tempat itu. Padahal jarak dari rumah Kevin sangat jauh, bahkan untuk sampai ke daerah ini memerlukan tiga jam perjalanan.***"Hari ini kita ke rumah mama yuk, Kak!" Mila berujar, sedari tadi siang, ia merasa tidak enak. Pikirannya tidak tenang, ia selalu memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk kalau saja Kevin tiba-tiba menemukannya.Arjuna yang tengah mengerjakan tugasnya di meja belajar melirik ke arah kasur yang istrinya itu tiduri. "Tumben? Kenapa, kok kamu kaya gelisah gitu?"