Mila ngos-ngosan di pinggir lapangan, tadi dia baru saja mengikuti olahraga basket. padahal Mila berlari kecil tapi kok bisa ngos-ngosan begitu pikirnya, Mila mendudukkan dirinya di atas rumput di pinggir lapangan, pandangannya fokus menatap pemandangan para siswa yang tengah bermain sepak bola dengan bola basket. Sesekali Mila tertawa saat salah seorang dari mereka terjatuh atau melakukan hal-hal yang menurutnya lucu.
"Lo lupa, atau gimana?" sebuah suara mengagetkan Mila, Arjuna menatap sinis Mila. sebenarnya Arjuna khawatir takut terjadi apa-apa dengan Mila. Sedari tadi ia memperhatikan wanita itu, apalagi peluh yang membanjiri dahi Mila begitu mengusik pikirannya. Bagaimana kalau dia kecapekan? tapi Arjuna gengsi untuk mengatakan yang sebenarnya.
"Lo mau semua orang tau!" Arjuna menatap Mila dengan tatapan dingin. Mila hanya diam membisu. Arjuna melangkah pergi, kembali menuju lapangan.
Mila menatap
Malam ini Mila benar-benar pusing pasalnya sedari tadi dia terus saja terbayang bayang wajah Arjuna. Mila berguling-guling kesana kemari di atas kasur. Jantungnya berdetak tidak karuan saat seseorang yang ia pikirkan berdiri di depan pintu kamar. "Aduh gila. Gue kenapa dah. Nih, jantung nape cenat-cenut mulu sih," batin Mila kesal. Arjuna tanpak biasa saja, dia bingung melihat keadaan kasur yang berantakan biasanya kasur itu selalu tertata rapi. Tapi yasudahlah untuk apa ia pikirkan. "Jadi pergi gak?" suara berat Arjuna mengagetkan Mila yang tengah sibuk sendiri memegangi dadanya yang kian berdetak kencang saat mendengar suara Arjuna. "Ja-jadi," balas Mila gugup, Arjuna menyentuh wajah Mila yang memerah. Apa wanita ini sakit? tanya Arjuna pada dirinya sendiri. "Lo sakit? muka lo kok merah gini?" tanya Arjuna datar, menatap Mila yang kini duduk di samping
Arjuna Dwipandu, siapa yang tak mengenalnya? Kapten basket, penguasa SMA pelita, dan si cerdas kesayangan guru. Tiga kata yang menggambarkan sosok Arjuna, sifatnya yang dingin dan cuek menambah karisma yang menubuatnya menjadi idola para kaum hawa.Setiap kali Arjuna muncul maka ketiga kawannya. Nakula, Sadewa, dan Yudistira juga akan muncul. Mereka bertiga bersahabat baik dan tentunya menjadi anggota tim basket juga. Mereka juga tahu perihal sang kapten yang sudah menikah.Semua mata menatap ke arah yang sama, dan heboh saat Arjuna dan ketiga kawannya berjalan masuk ke dalam kantin. Sang ketua berjalan memimpin bak model, sementara ketiga kawannya berjalan mengekor di belakangnya. Gadis-gadis di kantin berteriak histeris memanggil-manggil nama Arjuna.Namun, Arjuna tak menghiraukan teriakan-teriakan para gadis itu, mata Arjuna yang tajam hanya menatap lurus ke depan, bibir kaku itu mulai melukiskan senyum yang indah, da
Mila sudah tiga kali muntah-muntah pagi ini, rasa mualnya kembali setelah satu minggu ia tidak merasakannya. Mila berjalan kamar, kemarin Arjuna dan Mila di minta Wulan untuk menginap di rumahnya dia rindu dengan Mila dan Arjuna, Mila melangkah keluar menuju dapur ia ingin minum air hangat, sejak kemarin tenggorokan juga bermasalah. Wulan yang baru saja keluar kamar melihat Mila berjalan menuju dapur. "Mila sayang, kamu mau ke mana?" tanya Wulan. Mila tersenyum cerah kepada Wulan mertuanya. “Ini Ma, tenggorokan Mila sakit terus mual-mual juga." "Sini ikut Mama, mama buatkan susu ya?" tanya wulan perhatian. Wulan memegang tangan Menantunya, ia sudah menganggap Mila seperti putrinya sendiri. Mila mengangguk singkat, ia bersyukur keluarga Arjuna menerimanya dengan tangan terbuka, terkadang Mila merasa sedih karena perang dingin di antara dia dan kedua orang tuanya
"Mil, nanti malam diner yuk!” ajak Bima kepada Mila yang sedang berjalan beriringan dengan Aina."Tumben, tapi gue makannya banyak loh Bim," ujar Mila memperingati, ia fokus menatap lantai koridor tanpa melirik Bima yang berjalan di sampingnya."Nggak pa-pa, lo kira gue orang tak berada?" tanya Bima sembari menaikkan sebelah alis."Sombong bangat," balas Mila acuh."Gimana, mau kan?""Bim, aku nggak di ajak nih?" sela Aina, dia pura-pura kesal karena dari tadi ia di abaikan."Kapan-kapan ya, Na, bareng lunya. Gue mau diner sama Mila dulu hehe," jawab Bima menyengir kuda."Halah... bilang aja kamu mau modus ke Mila, iya kan?" Aina tersenyum masam."Kasihan ya, aku jomblo," sambung Aina dengan nada frustrasi yang dibuat-buat."Nggak pa-pa Na, sama babang Gino aj
Sesuai perkataan Arjuna kemarin, hari ini keluarga besar Dwipandu menuju kota Semarang untuk mengikuti acara peresmian anak cabang cafe Blackdemon milik Arjuna. Mereka mengendarai mobil masing-masing. Arjuna dengan Mia sementara Wulan bersama Pandu .Seluruh persiapan acara sudah di hendel karyawannya jadi Arjuna tidak perlu repot-repot menyiapkan ini itu.Mila menatap takjub pemandangan di sepanjang jalan, ini adalah kali pertama ia datang ke Semarang. seperti biasa jalan raya selalu di padati pengendara maupun pejalan kaki tapi itu tidak membuat Mila jengah. Ia malah suka dengan hal-hal seperti itu, ia bosan beberapa hari terakhir ini mengurung diri di rumah Wulan mertuanya.Arjuna menatap lekat wajah Mila yang terlihat dari samping, gadis itu sibuk menatap pemandangan di sepanjang jalan. hal itu justru di syukuri Arjuna karena dengan begitu dia bisa dengan leluasa menatap wajah Mila tanpa wanita itu ketahui.
Mila tidak sengaja menabrak bahu seorang gadis, pandangan Mila tadi tidak fokus. Ia sedang terburu-buru membawa lembaran ulangan harian fisikanya ke ruang guru. Orang yang Mila tabrak ternyata Saras kakak kelas sekaligus kekasih dari Arjuna."Eh Maaf kak," ujar Mila merasa bersalah. Ia menatap wajah cantik Saras yang tampak sangat imut dengan bando polkadot berwarna armi."Kamu kalo jalan hati-hati nanti jatuh," Saras tersenyum ramah kepada Mila, Mila rasa apa yang di bicarakan semua siswa sekolahnya memang benar, Saras adalah gadis yang ramah. Mila balik tersenyum canggung."Makasih kak, kalo gitu saya permisi." Mila berjalan menjauh, punggungnya hilang di balik lorong koridor, Saras tersenyum masam gadis itu kesal.Tok,,tok
Hari ini Arjuna, dan para anggota tim basketnya tengah nongkrong di Apartemen Yudistira, mereka membicarakan perihal pertandingan basket selanjutnya dengan tim lawan dari SMA Baratayuda minggu depan. Kali ini lawan mereka tidak bisa di anggap remeh, mereka di kabarkan memiliki skill yang mumpuni.Nakula tengah sibuk memainkan stikPSnya, tanpa memedulikan teman-temanya yang sedari tadi sibuk berdiskusi. Matanya menatap lurus ke depan layar. umpatan-umpatan kecil keluar dari mulutnya saat mobil miliknya di selip tim lawan. Yudistira melempari wajah Nakula dengan kacang, ia jengah sudah dua jam sahabatnya itu memainkan stikPS miliknya."Oi, siapa suruh lo main mulu. Tujuan kita ngumpul buat bahas pertandingan! Lo malah asyik sendiri!" seru Yudistira geram. Di sana juga ada Bima, Bima juga ikut menjadi anggota tim basket SMA pel
BAB XVII KetahuanMila berjalan santai di pinggir lapangan, di sana Arjuna dan timnya sedang latihan basket, tanpa aba-aba bola melayang tepat mengenai kepala Mila. Mila jatuh tersungkur di lapangan. Bima yang melihat itu langsung berlari secepat mungkit, ia menepuk-nepuk pelan pipi Mila, wanita itu pingsan. Bima langsung mengendong Mila ala bridal style ia sangat khawatir saat ini, dengan rasa cemas Bima menuju ke ruang UKS tapi saat itu UKS sedang sepi. Petugas UKS tidak hadir hari ini, Bima mengumpat kesal. Ia membawa Mila yang masih pingsan menuju parkiran, Bima membuka mobilnya menurunkan Mila dari gendongannya.Bima membawa mobilnya tidak sebaran, Bima sungguh khawatir, wajah gadisnya sudah sangat pucat, sedari tadi Bima terus menyerukan nama Mila namun wanita itu tidak kunjung membuka mata.Bima terburu-buru membawa Mila masuk ke rumah sakit, sampai dia tidak menggubris panggilan seorang gadis di belakangnya.
1 Bulan kemudian.... Mila terdiam cemas di atas brangkar rumah sakit, ia sangat takut hari ini adalah hari persalinan yang telah dinanti. Arjuna sedari tadi terus menenangkannya. "Kak, Mila takut salah satu dari kami gak selamat," ujar Mila dengan raut wajah murung. Sejujurnya Arjuna juga khawatir. Namun, ia tak bisa berbuat apa-apa, ia hanya bisa menyemangati istrinya itu. andai Arjuna dan Mila bisa bertukar peran, Arjuna akan dengan senang hati mengambil alih tanggung jawab Mila. Ia tak ingin melihat Mila kesakitan. "Tenang, Mbul, kamu pasti bisa jangan pikirin yang aneh-aneh," balas Arjuna menciumi ubun-ubun Mia, mencoba menenangkan wanita itu. "Bunda mana, Kak?" "Bunda lagi beli perlengkapan." "Kak, Mila bener-bener takut," Mila kembali mengulang perkataannya, sungguh ia sangat takut saat ini. Apalagi setelah ia membaca artikel tentang kematian ibu muda saat bersalin, hal itu membuat ia merasa sangat takut untuk melah
Jasad Saras masih berada di ruangan UGD setelah di bersihkan. Arjuna tidak kuasa lagi melihat wajah pucat pasi gadis itu, ia memilih duduk di luar ruangan saat keluarganya datang menemui Saras.Arjuna merasa begitu bersalah. Saras dengan berani mengorbankan hidupnya demi menyelamatkan nyawanya, pikiran Arjuna kembali ke masa lalu saat ia dan Saras masih berusia delapan tahun.Sore itu di taman bermain sekolah SD. Saras dan Arjuna masih bermain ayunan, mereka menunggu Wulan yang katanya akan menjemput. Tapi Mama dari Arjuna itu tidak kunjung datang. Saras dan Arjuna kecil tampak bahagia, ditemani ibu guru cantik berkerudung crem senada dengan pakaian dinasnya."Juna, nanti kalo kamu besar kamu mau jadi apa?"Arjuna yang ditanya hanya diam, dia belum memiliki cita-cita."Polisi," balasnya asal."Wah, kalo gitu Saras mau jadi polwan deh. Biar bisa sama-sama terus sama Arjuna!"Arjuna tersenyum mengejek. "Polwan itu harus tinggi, kamu kan
Setelah mendengar cerita Mila, hari ini Arjuna mulai mengatur rencana, ia meminta bantuan kepada sahabatnya Nakula, untuk melacak keberadaan Kevin. Setelah kejadian kemarin Arjuna tidak pergi ke mana pun, Mila terus memeluknya erat tidak membiarkan Arjuna beranjak sedikit pun darinya. Dering telepon baru saja masuk, jakpot tampaknya rencana Arjuna akan berjalan lancar, si pelaku mengantarkan nyawanya sendiri. Panggilan itu dari Kevin.Arjuna menekan tombol hijau, ia diam membiarkan psikopat gila itu bicara."Halo Mila sayang masih ingat suara aku? Tentu kamu masih ingat akukan pacar kamu. Kamu bisa lari kemarin tapi saat kamu kembali kudapatkan. kamu tidak akan bisa lolos dengan mudah," suara tawa terdengar di seberang sana. Arjuna mengepalkan tangan ia sungguh kesal saat ini, api amarah menggebu-gebu dalam hatinya.Panggilan di matikan sepihak oleh Arjuna. Arjuna hanya butuh panggilan Kevin agar dia lebih mudah melacak posisi pemuda itu. Arjuna membangunk
Kevin membuka kamar kurungan Mila dengan perasaan senang, dia sudah bersusah payah memasak semua makanan kesukaan wanita itu. Dia ingin kembali mengenang masa lalu saat mereka saling peduli lewat masakan. Namun wanita yang tadinya berada di atas kasur kini telah hilang entah ke mana. Kevin menarik seprei kasar, membanting semua barang-barang yang ada di sana. Dia tidak mau wanitanya pergi meninggalkannya lagi."MILA LIHAT SAJA AKU GAK AKAN BIARKAN KAMU LOLOS KALI INI!" Kevin melangkah cepat menuju mobilnya, ia yakin Mila belum jauh dari sana. Tempat itu bukanlah tempat yang terekspos khalayak ramai jadi tempat ia bebas bergerak sesukanya.Mila berlari secepat yang ia bisa, ia memegangi perutnya yang sakit, Mila terus berlari di tambah hujan deras makin membuatnya kesulitan. Jalanan licin membuatnya memutuskan untuk berjalan tanpa alas kaki. Mila berdoa semoga saja ia bisa lolos dari psikopat gila itu."Aaakhh! Sa-sakit," Mila terus berlari ke
"Mila cuman cinta suami Mila! Lepasin Mila Kevin!" Teriak Mila lantang. Ia khawatir dengan bayinya air mata yang ia tahan kini berhasil lolos dari pelupuk matanya."Gak, kamu cuman cinta aku! Mila hanya cinta kevin!" Mila dan kevin tiba di sebuah rumah mewah yang jauh dari pusat kota, Kevin membuka pintu mobilnya dengan kasar, ia langsung mengendong Mila memasuki rumah megah itu.Rumah itu berada jauh dari rumah penduduk, di sekitar rumah itu hanya ditumbuhi pepohonan besar dan tinggi, rumah itu adalah rumah almarhumah Ibu Kevin. Ibu Kevin pernah mengalami gangguan mental hingga akhirnya diasingkan di rumah tua yang masih tampak cantik dan megah itu.Mila meronta, terus memukuli dada Kevin yang menggendongnya. "Kak Kevin lepas! Biarin aku pergi!""Gak, sayang, kamu dan aku akan hidup bahagia di sini." Kevin tersenyum manis. Ia membaringkan Mila di atas ranjang king size milik almarhumah Ibunya. Mila meronta ingin melepaskan diri dari Kevin,
Hari ini selesai simulasi, Arjuna mengantarkan Mila ke Mal, katanya dia ingin membeli beberapa perlengkapan mandi dan beberapa barang pribadi untuknya."Mbul, maaf ya, aku ngga bisa temenin kamu. Di kafe ada masalah sedikit, kamu ngga pa-pa 'kan aku tinggal? Jangan matiin HP kamu, kalo ada sesuatu langsung telepon aku!" Arjuna mengingatkan."Iya. Siap.""Tapi bener nih, ngga apa-apa kamu sendirian gini?" tanya Arjuna, kembali memastikan."Ihhh, Kak Juna. Kaya aku anak kecil aja yang harus dijaga terus, udah pergi aja Kak.""Hm, yaudah. Aku pamit." Arjuna mengecup puncak kepala Mila untuk berpamitan, segera saja Arjuna masuk ke dalam mobil setelah ia merasa yakin bahwa Mila bisa dia tinggal sendirian.Mila berkeliling, setelah satu minggu tidak keluar dari apartemen karena takut bertemu Kevin, akhirnya ia bisa kembali menghirup udara segar. Berbelanja adalah salah satu rutinitas yang disukai Mila, mungkin bukan cuman dia saja, sepertiny
"Mila, maaf ya soal tadi. Mbak benar-benar tidak berniat melukai hati kamu.""Nggak apa-apa kok, Mbak. Mila paham, makasih juga sudah ngajak aku jalan pagi Mbak."Mila melambai lalu segera masuk kedalam lif. Sekarang sudah pukul 10 pagi, berjalan pagi membuat dia berkeringat banyak, ada rasa lelah dan segar yang ia rasakan secara bersamaan. Tapi ia kembali teringat dengan Kevin, sekarang Mila harus mulai berhati-hati. Kevin sudah mulai datang ke tempat itu. Padahal jarak dari rumah Kevin sangat jauh, bahkan untuk sampai ke daerah ini memerlukan tiga jam perjalanan.***"Hari ini kita ke rumah mama yuk, Kak!" Mila berujar, sedari tadi siang, ia merasa tidak enak. Pikirannya tidak tenang, ia selalu memikirkan kemungkinan-kemungkinan buruk kalau saja Kevin tiba-tiba menemukannya.Arjuna yang tengah mengerjakan tugasnya di meja belajar melirik ke arah kasur yang istrinya itu tiduri. "Tumben? Kenapa, kok kamu kaya gelisah gitu?"
"Hai, kenalin aku... Kevin. Kevin Dirgantara!"DegJantung Mila rasanya ingin keluar dari tempatnya, detak jantung wanita itu mulai menggila, keringat dingin mulai membasahi pelipis juga tangan yang semulanya terasa panas kini mulai mendingin karena basah oleh keringat. Mila bergerak dengan gelisah, dia sengaja membuang muka, tidak mau sampai Kevin mengetahui dirinya."Hei, aku Kevin. Nama kamu?" Kevin berujar, dia mengulurkan tangan sembari mengamati gerak-gerik Mila yang tampak aneh, seperti orang yang ingin melarikan diri.Mila ragu-ragu untuk membuka mulut, ia tidak bisa diam saja, kalau tidak Kevin akan curiga. Beruntung tadi pagi Arjuna memberikan maskernya yang hampir tertinggal "Eh, ha-hai, aku... Marisa," kata Mila terbata."Marisa? Omong-omong suara kamu mirip sama orang yang aku kenal." Kevin mengamati Mila sebentar, lalu kepalanya menengadah ke atas langit."O-oya." Mila merasa yakin orang yang Kevin maksud adalah dir
"Kak, aku pergi dulu ya!"Mila menyembulkan kepalanya di balik pintu, ia sudah bersiap dengan baju olahraga khusus ibu hamil miliknya, tidak lupa bando polkadot menahan rambutnya agar tidak terjatuh.Arjuna segera menuju pintu apartemen, ia berjalan sembari mengancingkan baju seragam sekolahnya, tidak lupa membawa masker sang istri yang tertinggal di atas meja."Jangan lupa maskernya, Mbul." Arjuna memasangkan masker hitam ke wajah sang istri."He he he, maaf, Kak. Aku terlalu bersemangat, soalnya mau joging bareng mbak rina. Kamu tahu kan, bumil yang baru pindah di lantai bawah?""Mbak rina? Kok aku ngga tau ada tetangga baru?" Arjuna kini sibuk mengikat tali sepatu Mila yang tadinya terikat dengan asal.Diposisi ini, Mila merasa ia seperti seorang anak kecil yang baru pertama kali akan pergi sekolah. Arjuna dengan telaten mengikat tali sepatunya dengan kuat. Mila sungguh tersentuh dengan apa yang Arjuna lakuka