2.KESEPAKATAN
Orang tua gadis malang itu datang bersama warga setempat yang menjemputnya. Mereka begitu panik dan menyimpan amarah. Namun begitu berhadapan dengan pemilik rumah, hati mereka menciut. Kemiskinan yang membelit tak akan mampu melawan kekayaan pria berwajah indo di hadapan. Sang ibu memeluk putrinya dan menumpahkan kesedihan. Mereka saling bertangisan.
"Apa yang terjadi Rania? bilang sama ibu!"
Rania hanya menggelengkan kepala dan terus menangis dalam dekapan sang bunda. Dia tak bisa memberikan penjelasan. Rasa trauma masih bergelayut dalam kepalanya..
"Maaf, Bapak, Ibu, bisa kita bicara bertiga. Nanti akan saya jelaskan semua, sekaligus kita cari solusinya bersama-sama," ucap Rangga mencoba bernegosiasi dengan orang tua sang gadis.
"Tidak bisa, Pak! Kita bicara di sini saja, biar semua orang tahu. Dan kami bisa memastikan kalau tidak ada penekanan kepada mereka!" ucap pria yang memakai kopiah berwarna hitam selaku ketua RT.
Rangga menghela napas panjang, lalu menghembuskannya perlahan. Kepalanya seperti hampir pecah. Benar-benar tak menyangka masalah seperti ini akan menimpa keluarganya.
Tak ada jalan lain selain menuruti keinginan warga. Lebih baik mengalah saja.
"Baiklah, kita bicarakan di sini saja!"
"Tadi kami sudah membicarakan dengan mereka. Sekarang langsung saja kita cari solusi. Tak usah berbelit-belit!" seru seorang pria yang menjemput keluarga Rania.
"Baiklah, saya ... akan memberikan berapa pun uang yang Bapak inginkan hari ini juga. Tapi tolong, semuanya berhenti di sini. Dan pastikan tidak ada persoalan di kemudian hari," ucap Rangga dengan sangat hati-hati.
"Pak, kami memang miskin. Tapi bukan berarti kami menjual anak kami!" ucap Lestari, Ibu Rania berteriak lantang dalam tangisnya.
"Saya juga tidak berkata seperti itu, Bu. Saya hanya berusaha mencari solusi dari kejadian ini!"
"Itu sama saja Bapak menghina kami!"
"Tidak Ibu, Saya hanya .... "
"Pokoknya saya mau putra bapak bertanggung jawab dengan menikahi Rania, anak kami!"
"Tidak mungkin kita menikahkan mereka. Keduanya masih sekolah. Lagi pula, belum tentu mereka sudah melakukannya!" Rangga membela putranya. Hal itu membuat wanita paruh baya itu semakin murka.
"Bapak benar-benar keterlaluan. Hanya memikirkan anak Anda saja!"
"Bukan begitu, maksud saya .... "
"Pokoknya saya gak mau tau, anak saya harus dinikahi!" Lestari memeluk putrinya kian erat.
"Pak, ngomong dong Pak, jangan diem aja!" Lestari menggoyangkan lengan suaminya.
"Sabar, bu!" jawan Rudy, ayah Rania. Pria itu terlihat lebih bisa mengendalikan diri. Walau hatinya juga terkoyak akibat kejadian ini.
"Sabar piye to,pak, anak kita diperkosa!"
"Iya, sabar." Rudy mencoba menenangkan istri dan putrinya.
Orang tua mana yang tidak marah jika putrinya diperlakukan seperti ini. Ingin rasanya menghajar lelaki yang sudah menghancurkan putrinya. Tapi kekerasan dan amarah tidak akan menyelesaikan masalah. Justru semakin bertambah runyam. Berbeda dengan istrinya yang selalu mengedepankan emosi jika terjadi masalah, hingga membuat suasana menjadi kacau.
"Maaf, tapi saya tidak setuju kalau anak saya dituduh sebagai pemerkosa! belum tentu dia sudah melakukan tindakan tak beradab itu!" Rangga masih terus membela putranya.
"Jangan belain anak terus dong, Pak! coba kalau posisi Bapak ada pada mereka! Pasti Bapak juga akan melakukan hal yang sama, meminta pertanggungjawaban!" ucapan tegas keluar dari salah satu warga dan di iyakan oleh warga lain
Rangga meremas rambutnya. Posisinya terpojok dan sulit untuk terus melakukan pembelaan. Apa pun yang terjadi, anaknya memang bersalah dan pantas mendapat sanksi tegas. Namun Rangga tidak akan membiarkan hal itu terjadi. Dia akan melakukan apapun untuk putranya.
"Sekali lagi saya mohon maaf, anak saya memang bersalah, tapi bisakah saya yang menebusnya. Saya bersedia melakukan apa pun demi anak saya!"
"Gini aja deh, Pak, pilihannya ada dua. Anak Bapak kawinin tuh cewek, atau kita jebloskan dia ke penjara. Setuju tidak?" perkataan tegas seorang warga di ikuti persetujuan seluruh warga yang hadir.
"Saya juga setuju!" Lestari berteriak dengan lantang. "Jangan coba menawarkan kami uang! Kami memang miskin, tapi punya harga diri!"
"Tapi saya tidak mungkin menikahkan anak saya! apalagi membiarkan anak saya di penjara!"
"Ya, sudah. Kalau tidak mau, bawa saja bocah tengik itu ke kantor polisi!"
"Tidak! saya tidak akan membiarkan kalian membawa anak saya!" Rangga melindungi putranya dengan memeluknya erat.
"Ya, sudah. Bapak saja yang kawinin gadis itu! kasihan tuh masa depannya hancur gara-gara anak bapak! Bagaimana kalau gadis itu hamil? mikir gak sih!"
Rangga memejamkan mata. Dia tidak tau harus berbuat apa. Tiba-tiba dia membuka mata lebar dan menatap kepada pria yang baru saja berbicara. Walau ucapannya menyebalkan, tapi ucapan sambil lalu itu justru tertangkap dalam memory otaknya.
Tanpa banyak berfikir, Rangga harus segera mengambil keputusan. Dia yang akan menikahi gadis itu. Yang terpenting saat ini baginya adalah solusi yang tepat.
"Baiklah, saya memutuskan, akan menikahi gadis itu!"
Semua orang terkejut lalu menatap tajam ke arah Rangga. Tak terkecuali orang tua Rania, Rania dan juga sang putra. Marchel benar-benar tidak menyangka akan keputusan besar yang diambil oleh papahnya. Namun dia tidak bisa berbuat apa-apa. Dia yakin keputusan papahnya semata-mata untuk melindunginya.
"Maksud Bapak, apa?! apa Anda pikir anak saya piala bergilir? mudah sekali Anda merendahkan harga diri anak saya!" Amarah terlihat jelas dari sorot mata Lestari.
"Dengar penjelasan saya dulu. Saya akan menikahi gadis itu bersyarat. Saya akan menikahinya dengan batas waktu. Jika dalam waktu dua bulan gadis itu tidak hamil. Saya akan melepasnya tanpa menyentuh sedikitpun. Dan dia bisa bebas meraih masa depannya. Saya juga bisa bantu dia dalam berkarier. Saya rasa tidak ada yang dirugikan dalam hal ini. Bagaimana, apa kalian setuju?"
"Bagaimana dengan istri Bapak? apa dia setuju?" Tanya ketua RT.
"Hal itu biar menjadi urusan saya dengan istri," jawab Rangga mantap.
Mereka saling berdiskusi. Suasana begitu tegang. Rangga berharap cemas. Entah apa yang akan terjadi. Semoga terjadi kesepakatan sesuai harapan kedua belah pihak.
Sesuai kesepakatan Rangga akan menikahi teman wanita putranya. Setelah menandatangani surat perjanjian yang berisi, jika dalam waktu dua bulan gadis itu tak kunjung hamil, maka ikatan perkawinan diantara mereka purna. Dan sekaligus pemulihan nama baik putranya.“Aku rasa, ini adalah jalan yang terbaik demi masa depan putraku,” desis Rangga di antara deru napasnya.Surat perjanjian ditulis tangan oleh Rangga sendiri. Tanpa pengacara, tanpa notaris dan tanpa bantuan asisten pribadinya. Dia tidak ingin ada orang lain yang tau tentang hal memalukan ini.“Mau tidak mau, aku harus menikahi gadis itu. Karena ini adalah jalan yang terbaik yang harus kutempuh, demi nama baik keluargaku.”Tanpa persiapan apapun mereka segera melakukan prosesi pernikahan. Dengan mengundang tokoh agama setempat, ijab kabul segera terlaksana.Uang tunai sebesar sepuluh juta rupiah menjadi mahar. Bukan permintaan dari mempelai wanita. Namun Rangga lah yang ingin memberikannya. Pria berkacamata itu memang terlihat
“Papah tidak punya maksud apapun, selain mencoba menutupi keburukan yang baru saja kamu lakukan!”“Keburukan apa? Papah sama Mamah juga sama aja, suka gonta-ganti pasangan. Marchel tau semuanya, Pah!”“Jaga ucapan kamu, Marchel! Jangan kurang ajar sama Papah! Pasti Mamahmu yang sudah meracuni pikiranmu!” Rangga mulai naik darah. Dia tidak menyangka putranya menuduh dirinya sekeji itu.“Memang benar apa yang Mamah omongin. Buktinya, papah sudah merebut Rania dari Marchel. Seharusnya Marchel yang menikah dengan Rania!” Suara Marchel kian meninggi. Sorot mata kemarahan seolah siap menancap ke ulu hati papahnya.“Papah lakukan itu untuk menyelamatkan kamu! mau jadi apa kamu tanpa pendidikan yang matang. Kamu pikir mudah menghidupi anak istri? Kamu harus bekerja, ngerti! Atau kamu mau masuk penjara?!”“Papah jangan kolot. Hari ini Marchel lulus dengan nilai terbaik. Itu semua Marchel perjuangin demi nama baik Papah yang ingin punya anak pintar supaya bisa dibangga’in sama teman-teman Papa
5 BERGELUT DENGAN PERASAAN.Malam kian merangkak. Perjalanan singkat terasa begitu panjang. Rangga merebahkan tubuhnya di atas jok mobil. Kelelahan menyelimuti wajah tampannya. Masalah demi masalah yang terjadi membuat sel dalam otak seperti memudar. Hampir saja proyek besar lepas dari genggaman. Untung saja raga dan pemikiran kembali berjalan selaras.“Sungguh, aku lelah sekali dengan keadaan ini.”Dalam keadaan seperti ini ingin sekali ada seorang istri yang berperan sebagaimana mestinya. Tak menginginkan yang berlebihan. Disambut dengan untaian senyum manis dan segelas teh manis hangat sudah mampu membuat pria blesteran itu bahagia. Jangankan minuman yang terhidang, menampakkan wajah saja dia enggan kala sang suami pulang. Terkecuali jika transferan belum masuk ke dalam rekening, barulah sang istri menyambutnya dengan tagihan. Sungguh dramatis nasib rumah tangganya.Tanpa terasa perjalanannya telah terhenti di halaman tempat tinggalnya. Ingin rasanya memperpanjang perjalanan dan ta
Rangga keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk yang melilit di pinggang. Dadanya yang bidang dan berotot begitu menggoda. Semerbak harum tubuhnya menguar seisi ruangan serasa mencuci otak sang perawan yang masih suci.“Wah, ganteng banget.” Rania mengagumi suaminya.Rania memicingkan sebelah mata. Pria di hadapan begitu mempesona. Tak kalah dengan artis yang sering dilihatnya di televisi. Tubuhnya macho, bersih dan terawat. Tak ada sedikitpun guratan luka ataupun daki yang menempel di tubuh pria berdarah belanda dan sunda itu. Tak ada sedikitpun cela.Sangat berbeda dengan bapak-bapak di tempat tinggalnya. Mereka pekerja keras yang selalu banjir dengan peluh dan kotoran. Pekerjaan yang harus dijalani sebagai kepala keluarga. Termasuk juga bapak kandungnya yang bekerja sebagai tukang kebun di sekolah tempat Rania menimba ilmu. Saat pulang bekerja, peluh dan kotoran sisa dari pekerjaannya masih menempel di tubuh. Dengan tanpa beban, sang ibu menyambut sang suami dengan senyum d
Rangga melangkah ke arah Balkon dengan wajah diliputi oleh kekesalan. Baru saja Diana, istri pertamanya mengabarkan tidak akan pulang dalam waktu seminggu kedepan. Dengan alasan masih banyak urusan yang harus diselesaikan. Hal itu membuat Rangga murka dan langsung menghubungi melalui sambungan telepon. Terdengar nada tersambung, tapi tak ada jawaban dari seberang. Rangga melakukan berkali-kali tapi tetap nihil. Pikirannya semakin tak terkendali. Dia yakin malam ini pasti sang istri sedang menghabiskan malam bersama pria menjijikkan itu. Hatinya terasa panas dan bergejolak. ingin rasanya menghajar lelaki bejat itu jika berhadapan.“Awas saja kalau kau berani macam-macam, Diana!” Rangga sangat geram.Kali ini Rangga melakukan panggilan video. Dia ingin tahu apa yang terjadi di sana. Walau istrnya begitu pandai menyembunyikan kebusukan, tapi Rangga bukan anak kemarin sore yang tak bisa melihat bukti di sana.Tak berapa lama, wajah Diana muncul di layar. Dengan suara manja yang menjijikk
“Lepaskan saya Tuan,” Rania terus memohon kepada sang Tuan. Namun amarah sudah mengalir dalam darahmya. Ia tak mengindahkan rintihan perih seorang gadis yang menderita karena kelakuannya. Rangga tidak peduli. Entah iblis seperti apa yang tengah merasuki otaknya.“Ya Alloh Tuhanku, tolonglah hambamu ini, ya Alloh .... “ Rania berpasrah terhadap takdir. Dalam kepedihan hanya Tuhanlah yang diingat. Rania yakin Alloh akan menolong hamba yang sedang membutuhkan pertolongan.“Tuhan?!” Rangga tersentak kaget. Seketika itu juga Dia tersadar dan menghentikan aktivitasnya. Dalam bermandikan peluh dia bergeser dari tempatnya semula lalu menatap gadis yang baru saja dikuasainya. Tuhan, sudah lama Rangga tidak mengenal Tuhan. Bahkan dia tidak percaya lagi akan adanya sang pencipta.“Kau masih percaya kepada Tuhan? Kau yakin Tuhanmu akan menolongmu? Kau berada di bawah kendaliku sekarang! Hanya aku yang bisa menentukan nasibmu!”Rangga tengah lengah, Rania menggunakan kesempatan untuk berlari. Di
"Copet! Copet .... “ teriakan seorang wanita di depan restoran terbesar di kota wisata yang menjadi tujuan para turis asing dan lokal. Dia kehilangan tas yang sangat mahal beserta isinya. Seorang copet yang menggunakan motor sangat profesional hingga sulit terkejar.“Ayo kejar dong Sayang,“ perintah wanita itu terhadap teman prianya.“Pake apa Diana, sayang? Motornya larinya cepat banget!”“Ya pake mobil dong, Jonii ... cepaatt!”“Oke,” Pria bernama Joni itu melesat dengan cepat menuju parkiran mobil. Namun dia kebingungan saat mendapati mobil tak ada di tempat semula. Pria berkulit coklat itu terlihat sangat panik. “Diana, kemari sayang!” teriakannya begitu kencang, hingga mengundang perhatian para pengunjung.“Ada apa?” Diana melangkah mendekat. Wanita itu masih terlihat panik.“Mobil kita hilang!”“Gak mungkin jon, kamu salah naro kali!”“Gak mungkin sayang, aku tidak mungkin lupa.”“Ya terus gimana? Kita mau kejar copet tadi pake apa? Belum lagi kita harus ganti mobil rental itu.
1O. CINTA PALSUSeharian penuh, Rangga mengunci diri dalam kamar. Tanpa aktifitas apapun, selain merokok, merenung dan meratapi nasib. Tak ada sebiji nasipun yang mengisi perutnya. Hanya rokok yang menemani kesendiriannya. Dia tak peduli lagi dengan kesehatannya. Tak berfikir seandainya tender lepas dari genggaman. Untuk apa mencari uang kalau hanya untuk membiayai istri dan selingkuhannya.Kerugian terbesar dalam hidupnya. Kini Rangga ingin memikirkan kebahagiaan dirinya sendiri. Lelah menjalani takdir hidup yang membuatnya kehilangan rasa cinta. Rasa itu telah mati bersama penghianatan istrinya berkali-kali.Rangga melirik kearah jarum jam. Pukul 7 malam, pria itu memeremas perutnya yang terasa melilit. Setelah seharian menolak makanan yang dibawakan oleh bibi, kini perutnya seperti ditusuk-tusuk. Rangga berganti pakaian dan memutuskan untuk keluar mencari makan dan juga udara segar.***Saat menuruni anak tangga, manik coklat itu mengarah kepada putra dan juga kekasihnya. Ada yang
Rangga menggelengkan kepala. Tatapannya lurus menatap langit-langit.“Aku tahu kamu masih sedih. Tapi kau tidak boleh terus berlarut dengan kesedihan. Yang sudah pergi tidak mungkin kembali. Hanya do’a yang kita punya. Dan hanya itu yang bisa kita lakukan.” Rania berusaha menasehati sang suami. Dia tidak tega melihat suaminya kehilangan gairah hidup.Rangga tetap bergeming. Sama sekali tak ada respon apapun. Dengan penuh kasih sayang Rania memindahkan kepala suaminya ke pangkuan dan membelai rambut.dengan lembut.“Tadi Alex bilang, katanya Joni sudah di tangkap polisi,” ucap Rania dengan lembut.“Hmm.” Hanya itu jawaban yang keluar dari bibir suaminya.Rania tersenyum dan berusaha untuk lebih bersabar. Keadaan ini pasti tidak mudah untuk dilalui oleh suaminya.“Mas. Apa kau percaya dengan takdir Tuhan yang penuh dengan keajaiban?” tanya Rania sembari mengusap rambut suaminya dengan lembut.“Aku tidak tahu!” jawab Rangga singkat. Tatapannya masih kosong dan tanpa harapan.“Apa kau pern
Rangga melihat apa yang terjadi. Dia tak percaya dengan penglihatannya. Joni benar-benar melukai leher Diana dan melarikan diri. Rangga menyimpan ponsel lalu berlari kearah Diana.“Alex! Cepat panggil ambulans! Dan kejar Joni! Jangan sampai lepas!”Rangga melepas pakaiannya lalu menutup luka di leher istrinya. Luka itu sangat dalam dan tak berhenti mengeluarkan darah. Sepertinya goresan itu mengenai nadinya dan ini sangat berbahaya. Bisa mengamcam nyawa Diana.“Diana. Bertahanlah. Kau pasti baik-baik saja!” Rangga mengangkat kepala Diana dan meletakkan di pangkuannya. Entah kenapa hati Rangga ikut teriris melihat wanita yang masih sah sebagai istrinya terluka. Walaupun wanita itu berkali-kali menghianati, tapi sebuah ikatan pernikahan takkan mudah melunturkan rasa dan kenangan.Kini kenangan manis bersama istri pertamanya berputar-putar di kepala. Dan membuat suasana hati menjadi sedih.“Rangga ... maafkan aku ... aku sudah ... banyak ... melakukan ... kesalahan ....”“Jangan bicaraka
Rangga segera berlari menyusul Diana. Dia tak peduli dengan panggilan Rania. Yang ada di kepalanya hanyalah ingin mengetahui apa yang terjadi. Kalau dugaannya benar, keduanya akan tahu akibatnya dan harus mendapat balasan yang setimpal.“Berhenti, pembunuh!” Diana menarik bahu Joni dengan keras hingga pria itu terjatuh.“Apa-apa an kamu? bagaimana kalau ada orang yang mendengar? Kita berdua bisa celaka.” Jawab joni dengan pelan sambil menengok ke arah kanan dan kiri.“Aku tidak peduli! Biarkan semua orang tahu kalau kau memang yang membunuh anakku!” Diana seperti orang kesetanan. Dia menarik kemeja kekasihnya dan mengguncangnya. “Kembalikan anakku, kembalikan nyawanya padaku!”“Lepaskan aku! Biarkan aku pergi sebelum orang lain mendengar ocehanmu!” Joni mendorong tubuh Diana hingga jatuh tersungkur. Entah mendapat kekuatan darimana, diana bangkit dan kembali menyerang kekasihnya.“Kau memang pembunuh anakku! Kau tak pandai melakukan tugasmu. Kalau kau cerdas, Marchel pasti takkan mati
“Tuan. Polisi sedang menyelidiki kematian Marchel. Sepertinya ada unsur kesengajaan.” Alex membawa sang tuan menjauh untuk membicarakan sesuatu yang sangat penting.“Maksudmu, ada yang dengan sengaja membuat putraku celaka?” tanya Rangga sembari memijat dagunya.“Sepertinya begitu. Menurut saksi mata mobil yang dikendarai oleh Marchel seperti lepas kendali. Si pengendara tak bisa mengendalikan kendaraan dengan baik, hingga akhirnya terjadi kecelakaan itu.”“Bagaimana menurut pengamatanmu? Dan siapa kira-kira pelakunya?”‘Kalau menurut saya, ada yang sengaja merusak Rem. Dan mobil itu milik Tuan. Bisa jadi target utamanya adalah Tuan sendiri, bukan Marchel.”Rangga menatap Alex dengan serius. Dia seperti tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Alex.“Tuduhanmu tidak main-main. Kecuali kau sendiri yang sudah mengeceknya. Kau tahu sendiri’kan mobil itu baru aku pakai semalam dan dalam keadaan baik-baik saja. Jika benar itu terjadi, artinya ada penyusup yang berhasil mengelabui pihak k
Suami yang juga berubah drastis keadaannya dari beberapa menit yang lalu. Rania semakin tak mengerti dengan apa yang terjadi.“Marchel kenapa, Mas?” Tiba-tiba Rania menjadi gelisah. Debaran jantungnya tak beraturan. Entahlah, sepertinya ada sesuatu yang terjadi kepada marchel.Rania sangat mengkhawatirkannya. Bukan karena masih ada benih cinta dalam hatinya. Cintanya kepada Marchel sudah terbunuh semenjak tahu apa motif dari perbuatan Marchel. Kini cinta yang sudah tertimbun kembali tumbuh cinta baru yang akan menjadi pelabuhan terakhirnya. Semoga saja.“Rania, Marchel ... Marchel ....” Rania dikejutkan oleh Rangga yang tiba-tiba saja mendekap tubuhnya erat. Ada isak tangis yang terdengar. Selama bersama sang suami, baru kali ini dia melihat suaminya menangis. Sifatnya yang keras dan dingin tak pernah sedikitpun memperlihatkan kesedihan. Tapi kini, pria itu meminjam bahunya untuk menumpahkan kesedihan.“Marchel kenapa, Mas? Tolong bicaralah yang jelas.” Rania menepuk-nepuk punggungn
“Astaga.’ Diana memegang dadanya yang tiba-tiba berdebar. Tubuhnya lemas. Seperti ada himpitan batu yang membuat dada terasa sesak.‘Tidak mungkin. Tidak mungkin Marchel yang membawa mobil itu. Aku harus memastikannya.” Diana memutar tubuh hendak melangkah. Namun tulang belulang terasa lepas dari badan. Tubuhnya tak bertenaga. Untuk mengangkat kaki saja terasa sulit. Namun Diana terus berusaha. Walau dengan susah payah, dia berhasil mencapai kamar Rangga dan menggedor pintu dengan keras.“Buka pintunya! Buka pintunya!” Diana terus menggedor pintu. Dia tidak peduli apa yang dia lakukan akan menggangu penghuni rumah yang tertidur. Yang ada di pikirannya hanya Marchel.“Siapa?” Terdengar suara Rania. Dan itu membuat Diana sedikit lega. Namun dia terus menggedor pintu.Dari dalam kamar, Rania berusaha untuk bengkit. Perlahan, dia menyingkirkan lengan kekar yang melingkar di dadanya. Suaminya tertidur sangat pulas. Rania tidak ingin tidur suaminya terganggu.Walau sudah berhati-hati, tetap
Setelah selesai Diana segera menyuruh joni untuk pergi. Lalu berjalan mengendap-endap menuju kamarnya.Membuka pintu dan menghempaskan tubuh di atas ranjang. Menatap langit-langit dengan senyum merekah. Hati Diana sedang berbunga-bunga. Sampai dia tak menyadari putra semata wayangnya tak berada dalam kamar. Dia sedang asik dengan dunia hayalnya. Sungguh sangat miris. Di tengah malam seperti ini, tak sedikitpun memikirkan kenapa anaknya tak ada di tempat tidur. Itulah Diana. Dia memang tak pernah perhatian kepada putranya. Hanya uang dan uang yang selalu dijejalkan hingga anak itu tumbuh menjadi sosok yang selalu memandang uang adalah segalanya.Tak pernah tercurah sedikitpun kasih sayangnya sebagai seorang ibu. Rangga lah yang mendidik Marchel semenjak kecil hingga sebesar ini. Sayangnya, mulut sang wanita yang melahirkannya lebih tajam dari pisau. Hingga semua ucapan buruk tentang Rangga terserap dengan baik di kepala sang anak. Hingga hubungan keduanya seperti musuh bebuyutan. Tak
“Tenanglah, sayang. Beberapa menit lagi aku sampai di rumahmu. Kau keluarlah sekarang.”“Lewat pintu belakang saja. Supaya tidak ada orang curiga.”“Oke sayang, bye.”Diana segera mematikan sambungan telepon. Dia bergegas menuruni anak tangga menuju pintu belakang. Sebelumnya mengambil kunci gembok yang tergantung di dinding dapur.Tiba-tiba saja ponsel Diana berbunyi dan mengeluarkan suara yang sangat nyaring. Diana sangat kesal dan segera mengangkat telepon.“Jangan menelpon. Berisik tahu.’“Aku sudah sampai.”“Ya aku tahu. Aku juga sedang membuka gembok.’ Ucap Diana dengan kesal. Dia berbicara sangat pelan. Takut suaranya akan membangunkan seseorang. Bisa-bisa rencana yang sudah tersusun rapi gagal total.Pintunya berat sekali. Seumur Diana berada di rumah belum pernah membukanya.“Cepat, masuklah. Tolong, tutup pintunya kembali.’ Ucap Diana kepada kekasihnya. Dia memegangi lengannya yang terasa sakit.“Siap.” Joni menutup pintu. Laki-laki ini sengaja menggunakan penutup kepala. D
“Mas, aku takut.”“Kau tak perlu takut. Ada aku di sini.” Rangga menggenggam jemari Rania lalu mengecup kening sang istri. Rania tersenyum dan merasakan kedamaian. Entahlah, setiap kali sang suami mendaratkan kecupan pada keningnya, rasa hangat menjalar pada tubuh dan membuatnya nyaman. Mungkin ini yang dinamakan cinta. Walau hanya kecupan, tapi terasa merasuk ke dasar hati.“Buka pintunya, Pah!” Teriak Marchel sembari menuruni anak tangga.‘Kau? Juga di sini?” tanya Rangga dengan tatapan yang sulit diartikan.“Ya. Aku pulang bersama mamah! Apa tidak boleh aku pulang kesini?!” tanya Marchel dengan garang. Tatapan matanya tertuju kepada tangan papah dan mantan kekasihnya yang saling bertautan. Benar-benar membuatnya kesal.Rania segera melepas genggaman erat suami tercinta. Rangga menoleh ke arah Rania dan terlihat tidak suka dengan apa yang dilakukan oleh Rania.Rangga tidak peduli dan kembali menggengam jemari sang istri dengan erat. Seperti ada api cemburu yang membakar dalam dada.