5 BERGELUT DENGAN PERASAAN.
Malam kian merangkak. Perjalanan singkat terasa begitu panjang. Rangga merebahkan tubuhnya di atas jok mobil. Kelelahan menyelimuti wajah tampannya. Masalah demi masalah yang terjadi membuat sel dalam otak seperti memudar. Hampir saja proyek besar lepas dari genggaman. Untung saja raga dan pemikiran kembali berjalan selaras.
“Sungguh, aku lelah sekali dengan keadaan ini.”
Dalam keadaan seperti ini ingin sekali ada seorang istri yang berperan sebagaimana mestinya. Tak menginginkan yang berlebihan. Disambut dengan untaian senyum manis dan segelas teh manis hangat sudah mampu membuat pria blesteran itu bahagia. Jangankan minuman yang terhidang, menampakkan wajah saja dia enggan kala sang suami pulang. Terkecuali jika transferan belum masuk ke dalam rekening, barulah sang istri menyambutnya dengan tagihan. Sungguh dramatis nasib rumah tangganya.
Tanpa terasa perjalanannya telah terhenti di halaman tempat tinggalnya. Ingin rasanya memperpanjang perjalanan dan tak menemui masalah yang akan dihadapi. Rangga cape dengan kemarahan, cape dengan segala yang membuat otaknya mendidih oleh ulah putra dan juga istrinya. Hidup tak pernah terasa damai. Hanya kehampaan yang kian merundung hatinya.
Saat turun dari mobil, sang raja kembali murka melihat sang pangeran tengah bercanda mesra dengan istri mudanya. Bukan karena cemburu, rasa tidak dihargai yang membuatnya terbawa emosi.
“Apa-apa-an ini. Apa yang mereka lakukan?”Rangga menekan rahangnya kuat menandakan kemarahannya.
Rangga menajamkan tatapan matanya kearah sang putra.
“Marchel, Rania! Sedang apa kalian?! Saya sudah katakan, jangan pernah kalian bersama dulu. Tahan diri kalian, setidaknya sampai waktu Papah melepas kekasihmu, Marchel!”
Marchel segera melepas genggaman tangan Rania dan segera berlalu. Dia tidak ingin ribut dengan papahnya. Selama ini Ia selalu meladeni kemarahan papahnya. Cowok bandel ini baru saja mendapatkan nasihat dari kekasih yang sudah resmi menjadi ibu tirinya untuk tidak melawan papahnya. Entah apa yang membuatnya bisa menuruti kata-kata Rania. Mungkinkah gadis yang berusia dua tahun lebih tua darinya itu mampu menyihir dengan kata-kata manisnya. Ataukah mulai tumbuh benih-benih cinta dalam hatinya.
Rangga juga heran melihat perubahan putranya. Tak biasanya dia menuruti hanya dalam satu kalimat perintah. Terasa ada sesuatu yang berbeda. Entahlah, Rangga juga tidak tau. Mudah-mudahan saja akan terus seperti ini. Menjadi anak penurut itu saja sudah membuat Rangga bahagia.
“Berhenti, Rania!” Rangga menghentikan langkah istri keduanya yang mengekor Marchel. Tubuh gadis itu seketika mematung. Ketakutan terbersit nyata dalam tundukkan kepala yang begitu dalam.
Perlahan Rangga mendekat kearah wanita muda yang mengundang goda. Berhenti di jarak yang begitu dekat. Dada keduanya nyaris saling menempel membuat irama jantung bertalu-talu. Rania menggigit bibirnya kuat dan menahan tangis seraya menutup dadanya dengan tangannya. Daster hello kity dengan kerut di kedua sisi bahu dan krah yang pendek, membuat belahan dadanya menonjol. Rania benar-benar ketakutan jika sang pemilik raga meminta sesuatu yang tak mampu dilakukannya tanpa landasan cinta.
Rangga memperhatikan apa yang dilakukan oleh istri keduanya. Rambutnya yang hitam terurai menambah kecantikannya. Kulitnya yang putih mulus membangkitkan gejolak dalam darahnya. Entah apa yang terjadi. Rangga berusaha menahan gairah yang meletup hingga membuat seluruh persendian terasa lemas.
“Apa yang terjadi denganku. Kenapa aku bisa seperti ini?” ucap Rangga dalam hati.
Dalam hitungan jam setiap hari, Ia bertemu dengan banyak wanita cantik yang baik ataupun penjaja diri. Namun tak pernah terasa seperti ini. Mungkin saja karena terlalu lama mengunci birahi semenjak penghianatan sang istri yang membuatnya jijik untuk menyentuhnya kembali. Sekalipun wanita cantik itu merayu dan menanggalkan seluruh penutup tubuhnya Rangga bergeming dan tak berniat menuntaskan hasratnya. Walau sebagai pria normal terkadang menginginkannya. Namun Ia berusaha meredam dengan menyibukkan diri dalam pekerjaan hingga lelah mendera dan hasratpun lenyap.
“Kamu jangan berfikir kalau aku menginginkanmu. Kamu salah besar. Dan jangan pernah ganggu putraku. Atau kau akan mengerti dengan siapa kau berhadapan,” Bisik Rangga lirih di telinga Rania dan membuat tubuh Rania menggigil. Dia sangat ketakutan dengan ancaman dari pemilik tubuh kekar itu.
Tanpa berbicara, Rania segera berlalu.
“Masuklah ke kamarku sekarang, dan jangan keluar lagi sampai aku mengijinkanmu!” Rangga melangkah cepat mendahului Rania. Tubuh atletisnya menyenggol bahu Rania hingga gadis itu nyaris terjatuh.
Rania tak punya pilihan. Dirinya hanya bisa larut dalam tangis. Tak menyangka dirinya akan terpenjara dalam jeruji emas. Indah tapi tersiksa bagai dalam neraka.
Tanpa menunggu perintah kedua kali Rania mengikuit langkah tuan besar.
****
Rania mematung di dekat pintu. Dia tidak berani melangkah lebih jauh tanpa perintah sang Tuan.
Sementara Rangga melepas seluruh pakaian yang melekat di tubuhnya tanpa rasa canggung. Pria itu seperti tidak merasakan kehadiran seorang gadis berada dalam satu kamar. Rangga melirik sekilas kearah Rania dan tersenyum sinis.
“Kenapa, Kau risih? Apa kau masih perawan? Belum pernah melihat pria tak berbusana?” tanyanya dengan cuek tanpa memikirkan perasaan malu si perawan ting-ting. Pria itu meraih handuk di atas ranjang dan berlalu menuju kamar mandi.
Rania kesal mendengar pertanyaan pria angkuh itu. Ingin sekali melempar bom kearahnya. Dia tidak bisa membayangkan mempunyai mertua seperti dia. Hidupnya pasti berada seperti dalam neraka.
“Siapa juga yang melihatnya tadi. Dia saja yang terlalu kegeeran.” Rania bermonolog dalam bathin.
“Dasar nyebelin. Gak tau sopan santun. Udah tau ada anak perawan di sini, malah buka baju. Apa matanya buta hingga tadi menuduhku melihat dadanya yang berotot dan bidang itu. Belum lagi bulu halus yang tumbuh di dadanya, Iih bikin merinding membayangkannya.” Rania bergumul dengan bathinnya. Dia begitu kesal dengan pria tak punya sopan santun itu.
Upps, Rania menutup mulutnya. Darimana dia tau kalau dada pria itu berotot dan ada bulu halus kalau tak melihatnya. Rania lalu menepuk keningnya pelan sambil bergumam, “Aduuh mata perawan gue udah ternoda dong. Iih ngapain sih ini mata tadi ngintip.” Rania menepuk matanya dan menutup dengan kedua tangannya. Dia sangat malu kepada dirinya sendiri.
Rangga keluar dari kamar mandi hanya mengenakan handuk yang melilit di pinggang. Dadanya yang bidang dan berotot begitu menggoda. Semerbak harum tubuhnya menguar seisi ruangan serasa mencuci otak sang perawan yang masih suci.“Wah, ganteng banget.” Rania mengagumi suaminya.Rania memicingkan sebelah mata. Pria di hadapan begitu mempesona. Tak kalah dengan artis yang sering dilihatnya di televisi. Tubuhnya macho, bersih dan terawat. Tak ada sedikitpun guratan luka ataupun daki yang menempel di tubuh pria berdarah belanda dan sunda itu. Tak ada sedikitpun cela.Sangat berbeda dengan bapak-bapak di tempat tinggalnya. Mereka pekerja keras yang selalu banjir dengan peluh dan kotoran. Pekerjaan yang harus dijalani sebagai kepala keluarga. Termasuk juga bapak kandungnya yang bekerja sebagai tukang kebun di sekolah tempat Rania menimba ilmu. Saat pulang bekerja, peluh dan kotoran sisa dari pekerjaannya masih menempel di tubuh. Dengan tanpa beban, sang ibu menyambut sang suami dengan senyum d
Rangga melangkah ke arah Balkon dengan wajah diliputi oleh kekesalan. Baru saja Diana, istri pertamanya mengabarkan tidak akan pulang dalam waktu seminggu kedepan. Dengan alasan masih banyak urusan yang harus diselesaikan. Hal itu membuat Rangga murka dan langsung menghubungi melalui sambungan telepon. Terdengar nada tersambung, tapi tak ada jawaban dari seberang. Rangga melakukan berkali-kali tapi tetap nihil. Pikirannya semakin tak terkendali. Dia yakin malam ini pasti sang istri sedang menghabiskan malam bersama pria menjijikkan itu. Hatinya terasa panas dan bergejolak. ingin rasanya menghajar lelaki bejat itu jika berhadapan.“Awas saja kalau kau berani macam-macam, Diana!” Rangga sangat geram.Kali ini Rangga melakukan panggilan video. Dia ingin tahu apa yang terjadi di sana. Walau istrnya begitu pandai menyembunyikan kebusukan, tapi Rangga bukan anak kemarin sore yang tak bisa melihat bukti di sana.Tak berapa lama, wajah Diana muncul di layar. Dengan suara manja yang menjijikk
“Lepaskan saya Tuan,” Rania terus memohon kepada sang Tuan. Namun amarah sudah mengalir dalam darahmya. Ia tak mengindahkan rintihan perih seorang gadis yang menderita karena kelakuannya. Rangga tidak peduli. Entah iblis seperti apa yang tengah merasuki otaknya.“Ya Alloh Tuhanku, tolonglah hambamu ini, ya Alloh .... “ Rania berpasrah terhadap takdir. Dalam kepedihan hanya Tuhanlah yang diingat. Rania yakin Alloh akan menolong hamba yang sedang membutuhkan pertolongan.“Tuhan?!” Rangga tersentak kaget. Seketika itu juga Dia tersadar dan menghentikan aktivitasnya. Dalam bermandikan peluh dia bergeser dari tempatnya semula lalu menatap gadis yang baru saja dikuasainya. Tuhan, sudah lama Rangga tidak mengenal Tuhan. Bahkan dia tidak percaya lagi akan adanya sang pencipta.“Kau masih percaya kepada Tuhan? Kau yakin Tuhanmu akan menolongmu? Kau berada di bawah kendaliku sekarang! Hanya aku yang bisa menentukan nasibmu!”Rangga tengah lengah, Rania menggunakan kesempatan untuk berlari. Di
"Copet! Copet .... “ teriakan seorang wanita di depan restoran terbesar di kota wisata yang menjadi tujuan para turis asing dan lokal. Dia kehilangan tas yang sangat mahal beserta isinya. Seorang copet yang menggunakan motor sangat profesional hingga sulit terkejar.“Ayo kejar dong Sayang,“ perintah wanita itu terhadap teman prianya.“Pake apa Diana, sayang? Motornya larinya cepat banget!”“Ya pake mobil dong, Jonii ... cepaatt!”“Oke,” Pria bernama Joni itu melesat dengan cepat menuju parkiran mobil. Namun dia kebingungan saat mendapati mobil tak ada di tempat semula. Pria berkulit coklat itu terlihat sangat panik. “Diana, kemari sayang!” teriakannya begitu kencang, hingga mengundang perhatian para pengunjung.“Ada apa?” Diana melangkah mendekat. Wanita itu masih terlihat panik.“Mobil kita hilang!”“Gak mungkin jon, kamu salah naro kali!”“Gak mungkin sayang, aku tidak mungkin lupa.”“Ya terus gimana? Kita mau kejar copet tadi pake apa? Belum lagi kita harus ganti mobil rental itu.
1O. CINTA PALSUSeharian penuh, Rangga mengunci diri dalam kamar. Tanpa aktifitas apapun, selain merokok, merenung dan meratapi nasib. Tak ada sebiji nasipun yang mengisi perutnya. Hanya rokok yang menemani kesendiriannya. Dia tak peduli lagi dengan kesehatannya. Tak berfikir seandainya tender lepas dari genggaman. Untuk apa mencari uang kalau hanya untuk membiayai istri dan selingkuhannya.Kerugian terbesar dalam hidupnya. Kini Rangga ingin memikirkan kebahagiaan dirinya sendiri. Lelah menjalani takdir hidup yang membuatnya kehilangan rasa cinta. Rasa itu telah mati bersama penghianatan istrinya berkali-kali.Rangga melirik kearah jarum jam. Pukul 7 malam, pria itu memeremas perutnya yang terasa melilit. Setelah seharian menolak makanan yang dibawakan oleh bibi, kini perutnya seperti ditusuk-tusuk. Rangga berganti pakaian dan memutuskan untuk keluar mencari makan dan juga udara segar.***Saat menuruni anak tangga, manik coklat itu mengarah kepada putra dan juga kekasihnya. Ada yang
“Tega sekali kamu, Marchel!Tak pernah menyangka akan mendengar kalimat menyakitkan yang keluar dari bibir lelaki cinta pertamanya. Bagai dihempaskan dari langit ketujuh ke dasar bumi yang terdalam.Seluruh tulang belulang terasa lepas dari tubuhnya. Tubuhnya lemas seketika.Marchel terdiam. Dia menyesal sudah lepas kontrol. Rasa kesal menutup pola pikir hingga tak sengaja mengatakan hal yang sebenarnya.“Jawab Marchel! Jangan jadi pengecut! Papah tidak pernah mengajarkanmu untuk menjadi pengecut!” Rangga tegas dalam berucap.“Oke! Sorry Rania! Aku tidak pernah mencintaimu! Semua bermula dari taruhan genk aku! Siapapun yang berhasil menidurimu, dia akan mendapat uang lima puluh juta! Aku tidak mungkin mencintai wanita jelek dan miskin sepertimu! Berkacalah, kau sudah tua! Usiamu sudah dua puluh tahun! Sudah tante-tante!”“Cukup Marchel! Jaga perasaan Rania! Papah tidak pernah mengajarkanmu untuk menghina orang lain!”“Keterlaluan kamu Marchel, Aku benci kamu! Tuan juga sama saja! Aku be
Rangga melepas dekapannya, lalu membingkai wajah bersimbah airmata itu dengan tangannya.“Kau sudah makan?”Rania menggeleng. Hanya airmata yang mewakili perasaannya.“Mau menemani saya makan malam?” Rangga bertanya dengan lembut. Dia tak sanggup melihat wanita lemah itu tersakiti. Hatinya seperti merasakan penderitaan gadis itu.Rania hanya mampu menggelengkan kepala. Bibir Rania bergetar menahan kesedihan yang luar biasa.Rangga iba. Ingin rasanya menghentikan airmata itu. Tapi bagaimana caranya. Pria itu tak tau. Rangga bukan pria hidung belang yang melalang buana mencari mangsa. Dia pria setia yang tak mengerti cara merayu wanita selain istrinya. Rasa cinta yang telah lama mati membuatnya seolah lupa bagaimana menenangkan hati seorang wanita.“Sekarang, apa yang kau inginkan?”Rania masih menjawab dengan menggelengkan kepala. Dadanya masih kembang kempis menahan tangis.Rangga menghela nafas panjang. “Kita ke kamar. Kau perlu istirahat.”Rangga memapah Rania. Namun gadis itu terja
BAB 13 BERDAMAIPagi hari Rania membuka mata. Kepalanya terasa berputar. Memory tentang kejadian semalam kembali terlintas. Kejadian yang menorehkan sayatan luar biasa dalam hatinya. Hati wanita mana yang tak hancur kala cinta pertama bagai menelan pil pahit. Berharap hanyalah sebuah mimpi buruk Namun saat membuka mata, mimpi itu menjadi kenyataan pahit yang harus dijalaninyaRasanya tak sanggup untuk menatap masa depan. Ia malu dengan kebodohannya, kenapa bisa tertipu oleh rayuan cowok yang bagaikan tingginya langit. Sangat sulit untuk digapai. Tak mengira sang playboy hanya menawarkan kebahagiaan semu yang akan menghancurkan masa depannya. Tanpa terasa airmatanya kembali menetes diiringi isak tangis.Airmata Rania menetes mengenai jemari Rangga dan membangunkannya dari tidur lelap. Rangga terlihat cemas dan menyentuh kening rania. “Kau sudah bangun? Apa kepalamu masih pusing?”Rania menggeleng lalu menghambur kepelukan Rangga. “Marchel jahat, Marchel jahat!”“Aku tahu. Lupakan, aku
Rangga menggelengkan kepala. Tatapannya lurus menatap langit-langit.“Aku tahu kamu masih sedih. Tapi kau tidak boleh terus berlarut dengan kesedihan. Yang sudah pergi tidak mungkin kembali. Hanya do’a yang kita punya. Dan hanya itu yang bisa kita lakukan.” Rania berusaha menasehati sang suami. Dia tidak tega melihat suaminya kehilangan gairah hidup.Rangga tetap bergeming. Sama sekali tak ada respon apapun. Dengan penuh kasih sayang Rania memindahkan kepala suaminya ke pangkuan dan membelai rambut.dengan lembut.“Tadi Alex bilang, katanya Joni sudah di tangkap polisi,” ucap Rania dengan lembut.“Hmm.” Hanya itu jawaban yang keluar dari bibir suaminya.Rania tersenyum dan berusaha untuk lebih bersabar. Keadaan ini pasti tidak mudah untuk dilalui oleh suaminya.“Mas. Apa kau percaya dengan takdir Tuhan yang penuh dengan keajaiban?” tanya Rania sembari mengusap rambut suaminya dengan lembut.“Aku tidak tahu!” jawab Rangga singkat. Tatapannya masih kosong dan tanpa harapan.“Apa kau pern
Rangga melihat apa yang terjadi. Dia tak percaya dengan penglihatannya. Joni benar-benar melukai leher Diana dan melarikan diri. Rangga menyimpan ponsel lalu berlari kearah Diana.“Alex! Cepat panggil ambulans! Dan kejar Joni! Jangan sampai lepas!”Rangga melepas pakaiannya lalu menutup luka di leher istrinya. Luka itu sangat dalam dan tak berhenti mengeluarkan darah. Sepertinya goresan itu mengenai nadinya dan ini sangat berbahaya. Bisa mengamcam nyawa Diana.“Diana. Bertahanlah. Kau pasti baik-baik saja!” Rangga mengangkat kepala Diana dan meletakkan di pangkuannya. Entah kenapa hati Rangga ikut teriris melihat wanita yang masih sah sebagai istrinya terluka. Walaupun wanita itu berkali-kali menghianati, tapi sebuah ikatan pernikahan takkan mudah melunturkan rasa dan kenangan.Kini kenangan manis bersama istri pertamanya berputar-putar di kepala. Dan membuat suasana hati menjadi sedih.“Rangga ... maafkan aku ... aku sudah ... banyak ... melakukan ... kesalahan ....”“Jangan bicaraka
Rangga segera berlari menyusul Diana. Dia tak peduli dengan panggilan Rania. Yang ada di kepalanya hanyalah ingin mengetahui apa yang terjadi. Kalau dugaannya benar, keduanya akan tahu akibatnya dan harus mendapat balasan yang setimpal.“Berhenti, pembunuh!” Diana menarik bahu Joni dengan keras hingga pria itu terjatuh.“Apa-apa an kamu? bagaimana kalau ada orang yang mendengar? Kita berdua bisa celaka.” Jawab joni dengan pelan sambil menengok ke arah kanan dan kiri.“Aku tidak peduli! Biarkan semua orang tahu kalau kau memang yang membunuh anakku!” Diana seperti orang kesetanan. Dia menarik kemeja kekasihnya dan mengguncangnya. “Kembalikan anakku, kembalikan nyawanya padaku!”“Lepaskan aku! Biarkan aku pergi sebelum orang lain mendengar ocehanmu!” Joni mendorong tubuh Diana hingga jatuh tersungkur. Entah mendapat kekuatan darimana, diana bangkit dan kembali menyerang kekasihnya.“Kau memang pembunuh anakku! Kau tak pandai melakukan tugasmu. Kalau kau cerdas, Marchel pasti takkan mati
“Tuan. Polisi sedang menyelidiki kematian Marchel. Sepertinya ada unsur kesengajaan.” Alex membawa sang tuan menjauh untuk membicarakan sesuatu yang sangat penting.“Maksudmu, ada yang dengan sengaja membuat putraku celaka?” tanya Rangga sembari memijat dagunya.“Sepertinya begitu. Menurut saksi mata mobil yang dikendarai oleh Marchel seperti lepas kendali. Si pengendara tak bisa mengendalikan kendaraan dengan baik, hingga akhirnya terjadi kecelakaan itu.”“Bagaimana menurut pengamatanmu? Dan siapa kira-kira pelakunya?”‘Kalau menurut saya, ada yang sengaja merusak Rem. Dan mobil itu milik Tuan. Bisa jadi target utamanya adalah Tuan sendiri, bukan Marchel.”Rangga menatap Alex dengan serius. Dia seperti tak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Alex.“Tuduhanmu tidak main-main. Kecuali kau sendiri yang sudah mengeceknya. Kau tahu sendiri’kan mobil itu baru aku pakai semalam dan dalam keadaan baik-baik saja. Jika benar itu terjadi, artinya ada penyusup yang berhasil mengelabui pihak k
Suami yang juga berubah drastis keadaannya dari beberapa menit yang lalu. Rania semakin tak mengerti dengan apa yang terjadi.“Marchel kenapa, Mas?” Tiba-tiba Rania menjadi gelisah. Debaran jantungnya tak beraturan. Entahlah, sepertinya ada sesuatu yang terjadi kepada marchel.Rania sangat mengkhawatirkannya. Bukan karena masih ada benih cinta dalam hatinya. Cintanya kepada Marchel sudah terbunuh semenjak tahu apa motif dari perbuatan Marchel. Kini cinta yang sudah tertimbun kembali tumbuh cinta baru yang akan menjadi pelabuhan terakhirnya. Semoga saja.“Rania, Marchel ... Marchel ....” Rania dikejutkan oleh Rangga yang tiba-tiba saja mendekap tubuhnya erat. Ada isak tangis yang terdengar. Selama bersama sang suami, baru kali ini dia melihat suaminya menangis. Sifatnya yang keras dan dingin tak pernah sedikitpun memperlihatkan kesedihan. Tapi kini, pria itu meminjam bahunya untuk menumpahkan kesedihan.“Marchel kenapa, Mas? Tolong bicaralah yang jelas.” Rania menepuk-nepuk punggungn
“Astaga.’ Diana memegang dadanya yang tiba-tiba berdebar. Tubuhnya lemas. Seperti ada himpitan batu yang membuat dada terasa sesak.‘Tidak mungkin. Tidak mungkin Marchel yang membawa mobil itu. Aku harus memastikannya.” Diana memutar tubuh hendak melangkah. Namun tulang belulang terasa lepas dari badan. Tubuhnya tak bertenaga. Untuk mengangkat kaki saja terasa sulit. Namun Diana terus berusaha. Walau dengan susah payah, dia berhasil mencapai kamar Rangga dan menggedor pintu dengan keras.“Buka pintunya! Buka pintunya!” Diana terus menggedor pintu. Dia tidak peduli apa yang dia lakukan akan menggangu penghuni rumah yang tertidur. Yang ada di pikirannya hanya Marchel.“Siapa?” Terdengar suara Rania. Dan itu membuat Diana sedikit lega. Namun dia terus menggedor pintu.Dari dalam kamar, Rania berusaha untuk bengkit. Perlahan, dia menyingkirkan lengan kekar yang melingkar di dadanya. Suaminya tertidur sangat pulas. Rania tidak ingin tidur suaminya terganggu.Walau sudah berhati-hati, tetap
Setelah selesai Diana segera menyuruh joni untuk pergi. Lalu berjalan mengendap-endap menuju kamarnya.Membuka pintu dan menghempaskan tubuh di atas ranjang. Menatap langit-langit dengan senyum merekah. Hati Diana sedang berbunga-bunga. Sampai dia tak menyadari putra semata wayangnya tak berada dalam kamar. Dia sedang asik dengan dunia hayalnya. Sungguh sangat miris. Di tengah malam seperti ini, tak sedikitpun memikirkan kenapa anaknya tak ada di tempat tidur. Itulah Diana. Dia memang tak pernah perhatian kepada putranya. Hanya uang dan uang yang selalu dijejalkan hingga anak itu tumbuh menjadi sosok yang selalu memandang uang adalah segalanya.Tak pernah tercurah sedikitpun kasih sayangnya sebagai seorang ibu. Rangga lah yang mendidik Marchel semenjak kecil hingga sebesar ini. Sayangnya, mulut sang wanita yang melahirkannya lebih tajam dari pisau. Hingga semua ucapan buruk tentang Rangga terserap dengan baik di kepala sang anak. Hingga hubungan keduanya seperti musuh bebuyutan. Tak
“Tenanglah, sayang. Beberapa menit lagi aku sampai di rumahmu. Kau keluarlah sekarang.”“Lewat pintu belakang saja. Supaya tidak ada orang curiga.”“Oke sayang, bye.”Diana segera mematikan sambungan telepon. Dia bergegas menuruni anak tangga menuju pintu belakang. Sebelumnya mengambil kunci gembok yang tergantung di dinding dapur.Tiba-tiba saja ponsel Diana berbunyi dan mengeluarkan suara yang sangat nyaring. Diana sangat kesal dan segera mengangkat telepon.“Jangan menelpon. Berisik tahu.’“Aku sudah sampai.”“Ya aku tahu. Aku juga sedang membuka gembok.’ Ucap Diana dengan kesal. Dia berbicara sangat pelan. Takut suaranya akan membangunkan seseorang. Bisa-bisa rencana yang sudah tersusun rapi gagal total.Pintunya berat sekali. Seumur Diana berada di rumah belum pernah membukanya.“Cepat, masuklah. Tolong, tutup pintunya kembali.’ Ucap Diana kepada kekasihnya. Dia memegangi lengannya yang terasa sakit.“Siap.” Joni menutup pintu. Laki-laki ini sengaja menggunakan penutup kepala. D
“Mas, aku takut.”“Kau tak perlu takut. Ada aku di sini.” Rangga menggenggam jemari Rania lalu mengecup kening sang istri. Rania tersenyum dan merasakan kedamaian. Entahlah, setiap kali sang suami mendaratkan kecupan pada keningnya, rasa hangat menjalar pada tubuh dan membuatnya nyaman. Mungkin ini yang dinamakan cinta. Walau hanya kecupan, tapi terasa merasuk ke dasar hati.“Buka pintunya, Pah!” Teriak Marchel sembari menuruni anak tangga.‘Kau? Juga di sini?” tanya Rangga dengan tatapan yang sulit diartikan.“Ya. Aku pulang bersama mamah! Apa tidak boleh aku pulang kesini?!” tanya Marchel dengan garang. Tatapan matanya tertuju kepada tangan papah dan mantan kekasihnya yang saling bertautan. Benar-benar membuatnya kesal.Rania segera melepas genggaman erat suami tercinta. Rangga menoleh ke arah Rania dan terlihat tidak suka dengan apa yang dilakukan oleh Rania.Rangga tidak peduli dan kembali menggengam jemari sang istri dengan erat. Seperti ada api cemburu yang membakar dalam dada.