"Mau kemana?"
Wangi segar yang menyeruak mampu mengusik lelapnya Alana yang akhirnya berusaha membuka matanya. Gadis itu menggeliat dan mengusap wajahnya pelan, pandangannya perlahan makin jelas dan langsung terarah pada laki-laki yang tengah menyemprotkan parfum mahalnya di pergelangan tangan. Lelaki itu mengenakan pakaian casual, rambutnya pun masih setengah basah. Wajahnya nampak segar karena sepertinya sudah lebih dulu menyapa air dingin.
"Nanti malam kita akan menghadiri undangan pesta pembukaan perusahaan baru milik rekan bisnis ayah. Beliau yang mengutus kita untuk hadir kesana," Arkasa kini menyibak rambut basahnya kebelakang. Netra elang itu pada akhirnya berlabuh pada Alana yang masih menggulung dirinya dalam selimut persis kepompong. Jelas gadis itu masih setengah sadar, wajahnya nampak clueless dan hanya berdehem pelan sebagai sebuah tanggapan.
Arkasa menahan senyum, Alana mode pagi seperti ini tentu nampak men
Satu-satunya poin menyebalkan yang Alana sesali adalah tidak mempertimbangkan kembali pasal kaitan dressnya yang ternyata sulit digapai. Wajah cantiknya yang telah dipoles glam makeup merengut kesal. Harusnya dia sudah siap sejak beberapa waktu lalu, namun ternyata waktunya harus tersita karena sulit baginya untuk mengaitkannya sendiri.Malas mendebat dan tak mau ambil pusing. Ternyata Adara dan mertuanya telah merekomendasikannya sebuah dress yang mereka anggap cocok. Adara jelas tahu seperti apa selera Alana tentang pakaian dan dress yang dipilihnya memang sangat masuk kualifikasi. Terlihat cantik dan elegan dengan warna hitam yang tak terlalu ramai. Benar-benar sesuai selera Alana. Saat fitting tadi dia dibantu oleh staf butik, bodohnya ia justru menganggapnya enteng. Sekarang ini lengan Alana hampir kram rasanya karena beberapa menit mencoba dan hampir salah urat. Ketukan pintu kamar mandi mulai terdengar, jelas A
"Alana?" Rasanya bak bumi berhenti berputar pada porosnya. Seakan semuanya senyap dan waktu ikut membeku. Hanya ada dirinya dan senyuman setan yang terarah jelas kepadanya. Detak jantungnya serasa makin cepat, ia mengeratkan pegangannya pada tas tangan yang masih berada dalam genggaman. Alana mundur dua langkah ketika laki-laki dengan rambut sedikit panjang berjalan menghampirinya. "Lama tak bertemu, sayang?" Panggilan sialan yang dia dengar lagi setelah lewat hampir lima tahun tak bersua dengan sosok dihadapannya. "Tak kusangka kita bertemu disini. Takdir memang luar biasa," lelaki dengan setelan gelap itu nampak menarik senyum culas miliknya makin lebar. Basa-basi memuakkan yang sebenarnya sama sekali tak ingin Alana tanggapi. Namun mendengar kata takdir dibelakang kalimat si lelaki membuat Alana jadi gemas. Menguasai kembali dirinya, memberi tenaga untuk bersidekap dan melampirkan resting bitch face andalannya. "Sejak kapan i
"Si bodoh sialan itu?" Menjauhkan ponselnya dari telinga kala suara melengking Adara memekik rungunya. Alana mengusap pelan telinganya sebelum kembali menempelkan ponsel disana. "Aku tahu kamu kesal, tapi tolong jangan rusak pendengaranku dengan teriakanmu itu," sarkas Alana. Gadis itu berdiri di tepian balkon kamar hotel sembari menikmati suasana malam Kota Manhattan yang cukup ramai. Terdengar dengusan kasar diseberang telepon, "serius deh, Al! Dari sekian banyak tempat, kenapa kalian harus bertemu lagi di Manhattan, sih? Laki- laki gila itu membuntutimu atau apa?" Alana bersikap seolah cuek saja, dia memperhatikan kuku- kuku di jemarinya sembari memeriksa apakah ada cat yang terkelupas atau masih baik seluruhnya. "Sepertinya dia bersama sugar mommy-nya itu. Kamu tidak lupa kan kalau Saddam menikahi wanita kaya berusia 40 tahunan yang merupakan pebisnis besar?" ujar Alana. Memang benar Saddam menikahi seorang wanita kaya raya yang berusia lumayan jauh
Alana menganga memandang tak percaya kearah Arkasa yang kini menampilkan wajah menyebalkan. Ketika Arkasa mengeluarkan senyuman miring dan alisnya ikut naik turun, saat itulah Alana meradang. Bagaimana seorang tuan muda Arkasa Dean Pradipta yang terhormat menuduhnya seperti itu?? Masalahnya adalah, kaitan dressnya memang terasa lebih mudah saat dilepas. Dia hanya perlu menarik sedikit dari bagian atas lalu mengeluarkan lengan dan pundaknya lebih dulu, setelah itu dia bisa membalik dress dan menurunkannya kearah kaki. Itu jelas berbeda dengan cara memasangnya. Mau dia jelaskan seperti apa pun, Arkasa tak akan pernah paham kecuali mencobanya sendiri. Bisa dia pahami, Arkasa kan tidak pernah memakai dress, jadi wajar kalau tidak mengerti perasaan itu. Tapi bisa- bisanya dia menuduh Alana tengah berusaha menggodanya? Memang dia pikir Alana wanita macam apa? "Kalaupun menggodaku juga bukan masalah, sih. Toh kita suami istri yang sah," Arkasa se
Pendingin ruangan pun masih belum mampu menyejukkan ruangan yang terlanjur memanas akibat tautan dari dua insan yang masih saling menatap dalam. Arkasa masih menekuk sebelah tangannya—menopang agar bobot tubuhnya tak menimpa Alana sepenuhnya. Sementara sebelah tangannya masih menahan dua tangan kurus sang gadis diatas kepala. Tanpa diduga, Alana justru melayangkan satu kecupan kecil singkat di ranum Arkasa yang menganggur. Kejadian itu terlalu cepat, bahkan Arkasa yang berusaha memastikan bahwa semuanya ada dibawah kendali pun merasa kecolongan.Tak ada lagi cengiran ataupun racauan khas Alana, yang Arkasa lihat hanyalah netra sayu dan rona merah di kulit putih Alana telah mengacaukan fokusnya. Lelaki itu tak berkedip, kini menatap penuh minat dan balas melancarkan serangan pada ranum sang gadis yang terbuka. Keduanya berbagi pagutan, kian dalam bahkan hingga perlahan Arkasa melepaskan kedua tangan Alana yang tadi dia bawa diatas kepala. Tangan sang gadis pe
Sibuk berlari diatas treadmill dengan kecepatan sedang, lengan ikut mengayun seirama. Sepasang earpods menutupi dari bisingnya dunia luar sementara pandangan mata elang itu masih fokus kedepan. Sebenarnya tak seratus persen fokus seperti biasanya. Arkasa Dean Pradipta hanya mencoba mengalihkan pikirannya dari distraksi luar biasa yang benar-benar mengganggunya sejak semalam. Setelah mandi kemarin, laki-laki itu bahkan tak bisa tidur dengan pulas. Terus menyibukkan diri dengan justru membuka kembali risetnya dan melanjutkan pekerjaannya. Dirinya baru sempat tertidur sekitar pukul 4 pagi dan akhirnya bangun kembali pukul setengah tujuh. Dia ingin menyucikan pikirannya dengan cara berusaha produktif. Tapi bayang-bayang manis bibir dan sentuhan hangat Alana terus berputar dalam kepalanya. Arkasa setengah meringis namun terkadang justru senyam-senyum tak jelas. Sungguh dia merasa konyol seperti menjadi remaja puber yang dipenuhi hormon gila. Bagaim
Memang benar bahwa waktu adalah hal paling berharga yang tak boleh disia-siakan. Rasanya baru sebentar berada di The Oculus, berkunjung ke museum, dan lanjut mengisi perut di restoran terdekat. Namun sekarang ini langit gelap telah menyapa dua insan berbeda gender yang tengah berjalan kaki menyusuri jalanan malam Manhattan.Seharian bersama Arkasa menguak banyak sisi baru dari lelaki itu yang tak banyak dia ketahui sebelumnya. Alana tak sadar bahwa orang seperti Arkasa sebenarnya punya banyak kesamaan dengannya terutama dalam selera arsitektur, bacaan, dan bahkan suasana favorit. Seperti sekarang ini, keduanya sama- sama tersesat dalam pekatnya malam. Taman ini mungkin akan sangat ramai pada siang hari, namun pada malam hari jadi cukup sepi. Hanya ada beberapa orang yang sempat berpapasan dengan mereka—itupun sibuk dengan aktivitas masing-masing, tentunya.Langkah keduanya beriringan, perlahan dan pasti namun tanpa ada pembicaraan apapun yang menggaun
"Kamu yakin saya boleh tidur disini?" Alana menaikkan satu alisnya, memandang heran Arkasa yang nampak ragu sembari memeluk bantal guling putihnya. Beberapa waktu lalu, dengan percaya diri suaminya itu menawarkan hubungan serius dalam pernikahan mereka dan berusaha akan menjadi suami yang sesungguhnya. Dia bahkan tak memberikan Alana kesemmpatan untuk menolak sama sekali. Sekarang Alana tengah memberinya kesempatan. Sebagai suami istri, bukankah merupakan hal yang normal untuk tidur bersebelahan di satu ranjang yang sama? Berkacak pinggang karena mulai jengah dengan keanehan Arkasa. Sekarang ini Alana merasa bahwa seakan-akan dirinyalah yang agresif karena meminta Arkasa untuk menghuni sebelahnya di kasur yang sama. Dia hanya membantu Arkasa untuk mewujudkan curahannya tadi. Tapi respon Arkasa ini seolah-olah lelaki itu terlalu polos dan suci yang bahkan tak berani mendekati wanita. Apa- apaan ini? "Aku memberi kamu kesempatan lho, mas! Lagipula ini hanya tid
Semua orang yang berada dalam perhelatan sederhana namun meriah malam ini jelas melihat binar kebahagiaan di wajah pasangan luar biasa itu, Arkasa Dean Pradipta dan istrinya Alana Diandra Yasmin. Ketika mereka menikah empat tahun lalu, seluruh kota membicarakan kombinasi luar biasa tersebut. Bagaimana tidak? Arkasa Dean Pradipta memang sudah digadang- gadang menjadi pewaris utama dan punya latar belakang yang bersih luar biasa. Tidak pernah ada media yang mengendus kedekatannya dengan gadis manapun. Padahal ada banyak sekali keluarga kaya dari kalangan pengusaha atau bahkan politisi yang berusaha menjadikannya sebagai menantu mereka. Nyatanya, keluarga Pradipta tak pernah terjebak ataupun berusaha menjodohkan Arkasa dengan siapapun. Sebab lelaki itu tinggal diluar negeri selama bertahun- tahun, orang- orang berpikir dia mungkin memiliki seorang kekasih disana. Sampai akhirnya dia kembali ke Indonesia dan langsung dikabarkan meminang Alana Diandra Yasmin, putri tunggal salah seorang a
"Sudahlah, pengantin baru tidak perlu diajak! Mereka pasti belum bangun," Tuan Pradipta menarik lengan istrinya yang hendak melangkah keluar pendopo. Seolah menjadi tradisi mereka, jikalau sedang berkumpul begini keluarga itu akan makan bersama. Namun menyadari situasi saat ini, besar kemungkinan Adara dan Bayu bahkan belum bangkit dari ranjang. Nyonya Pradipta terkikik saat aru menyadari bahwa telah ada beragam perubahan dalam tubuh keluarga itu. Kini sudah melingkar Tuan dan Nyonya utama Pradipta, Alana, Arkasa,dan tak lupa bayi mungil yang sibuk di meja bayi. Kehadirannya tentu bak sihir yang membuat suasana disini menjadi semakin ceria. Terbukti dari tawa gemas yang sangat jarang muncul dari Tuan Tua Pradipta. "Sandi semalam rewel tidak, nak?" Tanya Mama Tiana.Alana sibuk membersihkan sisa susu di sudut bibir putranya, ia tersenyum kecil pada mertuanya yang baru saja bertanya."Aman kok, ma. Dia sempat bangun sekali namun setelah diberi susu langsung tidur lagi," jawab Alana s
Jika memang sudah garis yang ditentukan tuhan, maka terjadilah. Mungkin itu juga yang terjadi pada kisah Adara. Setelah penghianatan dan kesalah pahaman di masa lalu, ada banyak sekali jalan yang pada akhirnya kembali mempertemukannya dengan Bayu. Sekalipun Adara telah berusaha menolak berulang kali, kegigihan Bayu pada akhirnya berbuah manis. Bayu bahkan berhasil mendapatkan kembali kepercayaan Tuan Pradipta setelah sebelumnya sempat bersitegang. Semua itu tidak terjadi secara instan, ada proses panjang yang melatarbelakangi semuanya. Alana tak banyak ikut campur dengan kisah cinta bersemi kembali antara Adara dengan Bayu. Dia ingat tiga bulan lalu saat Adara ke rumahnya untuk seperti biasa bermain bersama Sandi. Bedanya, hari itu Adara membawa serta Bayu ke hadapannya dan Arkasa. Seolah berusaha mendapatkan restu dari Alana dan Arkasa lebih dahulu sebelum akhirnya kembali mengais restu dari orang tua. Alana dan Arkasa sepakat untuk tidak banyak mengambil andil. Mereka membiarkan
"Astaga Mas Arka!"Alana menggeleng- gelengkan kepalanya tak habis pikir. Dia baru saja selesai menyiapkan setelan pakaian untuk keluarga kecilnya ketika menyadari bahwa dua jagoannya belum juga keluar dari kamar mandi setelah hampir tiga puluh menit. "Mas! Sudah selesai belum?""Sepuluh menit lagi, Al!"Ibu satu anak itu berdecak sembari berkacak pinggang. Sebelumnya juga Arkasa sudah memberikan jawaban yang sama, namun sampai sekarang mereka berdua tidak kunjung keluar kamar mandi. Dari luar saja Alana sudah bisa mendengar riuh tawa dua jagoannya itu berpadu dengan suara air, putranya bahkan sampai cekikikan senang. Alana memang memberikan mandat pada sang suami untuk memandikan Sandi selagi dia menyiapkan pakaian dan beberapa keperluan untuk dibawa. Namun sepertinya dia lupa bahwa setiap kali Arkasa dan putranya itu bersatu pasti akan ada keriuhan dari kekompakan nakalnya mereka."Lho, belum selesai mandinya?"Alana setengah melotot saat membuka pintu kamar mandi. Menemukan bahwa
"Baju yang biru aja deh, Al! Lebih lucu! Eh tapi yang kuning kelihatan lebih mencolok! Duh, yang mana ya?"Adara saat ini turut membantu atau lebih tepatnya merecoki Alana di rumahnya. Dia sedari tadi bingung sendiri menentukan baju mana yang akan digunakan Arsena hari ini. Padahal seluruh baju yang dipilih merupakan hadiah dari Adara. Saking banyaknya, Adara sendiri jadi bingung mau memilih yang mana untuk dipakai ponakannya itu hari ini.Alana hanya bisa menggeleng- gelengkan kepala karena tingkah adik ipar sekaligus sahabatnya itu. Dia sudah selesai mengoleskan telon dan lain- lain di tubuh putranya, namun Adara yang sedari tadi kekeuh ingin memilihkan baju justru masih bingung sampai mengeluarkan semua pakaian di atas tempat tidur."Yang mana aja, Dar! Kita kan lagi gak mau kemana- mana juga. Kenapa kamu jadi rumit begitu??"Alana melangkah melewati kebingungan Adara sembari mengambil satu stel pakaian berwarna biru cerah disebelah sahabatnya. Melihat Alana menentukan pilihan memb
Alana Point of View "Makan dulu yuk, Al!" Mas Arka muncul dari balik pintu sembari tersenyum teduh kearahku. Aku yang baru saja meletakkan Arsena di ranjang bayi hanya membalasnya dengan sebuah senyuman simpul. Dia merangkul bahuku hangat sembari menggiring menuju ruang makan. Ini sudah pukul sebelas malam. Keluarga kami baru saja pamit kembali ke rumah masing- masing setelah hampir seharian bermain bersama disini. Tadinya mama, bunda, dan Adara mau tinggal, namun kompak aku dan Mas Arkasa larang. Kami tahu, kalau mereka semalaman disini pasti akan ikut begadang dan lelah. Mama dan Bunda sudah terus berada di rumah sakit selama aku dirawat disana, sementara Adara benar- benar baru saja sampai setelah sekian belas jam penerbangan. Akan lebih baik jika mereka istirahat dengan nyaman malam ini. Banyak sekali ilmu yang kudapat dari mereka yang tentu sudah lebih berpengalaman. Mama dan bunda terutama banyak memberikan wejangan dan tips tentang dasar- dasar merawat bayi. Sebelumnya a
Beberapa manusia dengan pakaian serba hitam mulai berjalan menjauhi pusara. Aneka karangan bunga turut menghiasi disana. Suasana haru juga terasa karena sedari tadi terdengar isakan tangis di beberapa sudut. Dibawah langit cerah yang tak begitu terik, seorang laki- laki bertubuh atletis meletakkan karangan bunganya. Duduk bersimpuh menatap pusara yang benar- benar baru ini. Dia menundukkan kepalanya, memberikan doa dan sebuah penghormatan terakhir untuk yang berada dibawah batu nisan. "Aku harap, kamu dapat beristirahat dengan tenang." Ia meletakkan buket bunga putih menemani karangan yang lainnya juga. Tubuh jangkungnya sempat tersentak kaget saat merasakan sepasang tangan dengan jemari lentik menekan bahunya. Arkasa menengadah menatap kaget sosok yang kini tersenyum kecil kearahnya. "Aku juga ingin mengucapkan salam perpisahan kepadanya." Meskipun ada banyak yang berkecamuk di kepala, Arkasa membiarkan wanita disebelahnya untuk mulai bersimpuh. Menyentuh nisan dan tersenyum
Masih percaya kekuatan takdir?Katanya, tidak semua yang kita inginkan bisa didapatkan dalam hidup ini. Bahkan ketika manusia mengklaim telah melakukan beragam usaha hingga titik darah penghabisan. Jika memang bukan itu jalan yang digariskan, maka tak akan tercapai jua.Di satu sisi, kalimat tak ada hasil yang menghianati proses juga masih relevan. Banyak orang yang harus melewati beragam kesulitan dan rintangan untuk mencapai tujuannya. Waktu yang diperlukan pun tidak main- main. Namun pada akhirnya dia juga mencapai hasil akhir yang indah. Meskipun mungkin tidak sesuai dengan rencana awalnya.Namun yang menjadi benang merahnya sekarang adalah seberapa realistis tujuan yang ingin manusia capai? Sekalipun telah berusaha dengan keras, apakah cara yang digunakan memang cara yang benar dan sudah seharusnya?Hidup itu mudah dan juga sekaligus sulit. Manusia dituntut untuk tidak mudah menyerah, namun juga diminta untuk tetap realistis. Sejatinya, tak ada usaha yang sia- sia. Kadangkala ki
Derap langkah flatshoes mahal itu menyerbu lorong dengan tergesa. Ditengah keramaian yang cukup padat, wanita parubaya itu membelah lorong buru- buru. Bau khas rumah sakit menemaninya sepanjang perjalanan hingga akhirnya sampai dalam sebuah lorong yang lebih sepi. Diatasnya tertulis ruangan utama khusus VVIP.Nyonya Pradipta masuk kedalam ruangan tanpa bisa membendung kekhawatiran yang nampak jelas di wajahnya. Segera setelah ia menerima kabar mengenai kejadian naas tersebut, dia langsung mengambil penerbangan tercepat untuk kembali ke kota asalnya. Dia berhambur memeluk suaminya yang sudah lebih dulu berdiri cemas di depan pintu bersama dengan besannya. Ayah dan bunda Alana jelas nampak terpukul akibat kejadian yang begitu tiba- tiba ini. Nampak juga Arta yang Rosaline mondar- mandir panik sembari sesekali menerima telepon entah dari siapa."Bagaimana keadaan mereka?" Sebagai satu- satunya yang masih bisa menampakkan sedikit ketenangan, Tuan Pradipta membelai punggung istrinya yang