Hari itu, Aline dan Rimba pulang dengan berpura-pura terlihat ceria. Terutama lelaki itu. Setiap kali istrinya terlihat murung, dia akan segera menghibur dan mengingatkannya.
“Senyum, Sayang. Lihat, anak-anak sudah kangen sama mamanya,” bisik Rimba.
“Mas, aku takut nularin penyakit ini sama anak-anak.” Aline terlihat murung lagi.
“Sst, sudah aku bilang, tidak ada yang sakit di antara kita. Kita belum tau apa yang sebenarnya terjadi saat kamu pingsan kemarin. Jadi, kita tidak boleh membuat perkiraan yang tidak berdasar,” ujar Rimba.
“Mas, aku ingat sekali saat Rangga menarik paksa pakaianku.” Aline kembali merengek.
“Apa kamu juga ingat saat dia melakukannya? Apa kamu melihatnya?” tanya Rimba dan membungkam mulut Aline.
“Mas ….”
“Tidak, Sayang. Tidak
Nada dering terdengar dari ponsel di tas Emely. Wanita bergaun seksi itu segera mengambilnya.“Rangga?” gumamnya. Lalu menggeser gambar ponsel berwarna hijau.“Halo?” ucapnya dengan nada manja.“Hai, Emely. Aku kangen. Bisa ketemu?”“Wow, pecundang ini ternyata berharap lebih padaku,” jawab Emely disambung tawa.Rangga pun terkekeh mendengar ejekan dari mulut wanita itu.“By the way, aku juga lagi gabut. Bolehlah kita nikmati waktu sejenak,” lanjut Emely.“Kita bertemu di hotel saja, gimana? Di apartement ada Leony.” Rangga memberi saran.“Owh, iya. Aku sampai lupa dengan pacar b*nci-mu itu. Ok, kita ketemu di hotel Amazing satu jam dari sekarang. Tunggu aku di restorannya.”Klik.Emely menutup
Wajah Emely sontak memucat. Dia kini menyadari jika penyekapan ini justru sang suamilah yang merencanakannya.“Kamu … dan Rangga …?” Ucapan Emely menggantung. Dirinya semakin yakin saat melihat Ravi menganggukan kepalanya.“Lepaskan aku, keparaattt!!” jerit Emely. Namun, hanya ditanggapi dengan tawa oleh Ravi.“Ternyata menjadi psikopat itu menyenangkan sekali, Mel. Setelah sekian lama hanya menjadi pecundang untuk cinta yang tidak pernah berbalas. Akhirnya aku menyadari, jika melihatmu menderita akan lebih membuatku bahagia.”Ravi mengelus wajah Emely dengan jari tangannya. Wanita itu langsung membuang ludah di wajah tampan lelaki itu.Ravi memejamkan matanya sejenak, lalu menyeka ludah yang mendarat tepat di hidungnya. Sejurus kemudian, tangannya mendarat begitu keras di pipi Emely hingga membuat wanita itu menjerit kesakitan.
Beberapa hari sebelum penculikan Aline.“Rav, elu di mana? Emely makin menjadi. Gue, udah nggak sanggup buat menghentikan dia,” ucap Rimba. Hanya terdengar embusan napas di seberang sana.“Gue minta maaf atas nama istri gue, Rim. Kami udah pisah ranjang semenjak malam pernikahan kami saat itu. Jadi, gue bener-bener nggak bisa mantau dan mengendalikan dia sebebas suami yang lain. Emely bertindak sesuai keinginannya. Tidak ada yang bisa mencegah. By the way, apa yang sudah Emely lakukan padamu?” Ravi balik bertanya.“Dia menghancurkan pernikahan sahabat gue, Roby. Keluarganya hancur. Dia dan istrinya bercerai.”“Maksudnya gimana?” tanya Ravi tidak sepenuhnya mengerti dengan yang Rimba jelaskan.“Dia … menjerat Roby. Mereka berselingkuh di belakang Hani. Hingga akhirnya Hani mergokin chat mesum antara suaminya dengan istri
“Siapa aku, kalian nggak perlu tahu. Cuman, aku datang untuk memberikan tawaran yang lebih menarik pada kalian. Aku mau memberikan bayaran yang jauh lebih besar dari yang wanita itu berikan. Asal, kalian mau bekerja sama,” tawar Ravi.Rangga dan Leony lalu tertawa terbahak-bahak. Sementara Ravi diam dengan penuh percaya diri.Rangga tiba-tiba saja menyerang Ravi. Namun, lelaki itu lebih sigap. Dengan memiting tangan Rangga dan lalu menjatuhkannya ke lantai, membuat lelaki kurus itu meringis kesakitan.Leony berusaha membantu, tetapi sama sekali tidak berpengaruh pada Ravi yang jago bela diri. Hanya dengan satu tinju dan tendangan membuatnya jatuh terpental. Leony meringis dengan suaranya yang khas.Rangga kembali bangkit. Namun, Ravi dengan sigap melayangkan tendangan maut tepat di rahang Rangga. Lelaki itu kembali mengaduh.“Masih ada yang mau?” taw
“Leony, apa kabar Emely ya? apa yang dilakuin orang itu sama dia?” tanya Rangga dengan wajah khawatir.Wajah Leony yang sedang menuangkan minuman ke gelas, langsung terlihat kesal.“Kamu masih mikirin pelac*r itu, hah? Inget, elu itu cuman bisa jadi milik gue selamanya. Se-la-ma-nya!” ucap Leony tegas.Rangga membuang muka. Pikirannya melayang, membayangkan saat-saat bersama wanita itu. Karena hanya dengan Emely lah, Rangga tahu rasanya berhubungan yang sebenarnya dengan seorang wanita. Laki-laki itu merasakan suatu getaran yang berbeda terhadap Emely.“Gue denger, si Emely itu bunting,” ucap Leony sambil meneguk minuman dari gelas di tangannya.Rangga terperanjat kaget. “Hamil?”Pikirannya langsung melayang pada setiap kali mereka menghabiskan waktu bersama.‘Apa mungkin dia hamil anakku?’ batinnya.“Kenapa elu kaget segala, Sayang?” tanya Leony dengan nada suaranya yang khas, lemah gemulai.“Apa kalian bener-bener pernah melakukan itu?” Leony kembali bertanya sambil menjentikan du
Rangga memejamkan matanya saat mendengar jeritan Emely yang ditendangi perut juga badannya. Walaupun Rangga tidak melihatnya, namun dia bisa merasakan jerit kesakitan dari wanita itu.“Biadab kalian,” gumam Rangga mengeraskan rahangnya.Di saat itu pula, berkelebatan bayangan Aline saat diculik olehnya. Dia juga tak jauh beda dengan dua lelaki biadab yang kini tengah menyiksa Emely. Rangga mendesah. Kini dia bisa merasakan apa yang dirasakan oleh sang adik.“Rimba, maaf,” ucapnya lirih.Kemudian bunyi bedebum dari tubuh Emely yang ditendang hingga terjerembab jatuh ke lantai terdenger lagi di telinga Rangga dan membuatnya kembali memejamkan mata, menahan kengerian yang dia bayangkan.Terdengar suara langkah kaki mendekati pintu. Rangga segera bersembunyi di balik barang-barang rongsokan yang ada di sana dan diam bbahkan menahan napasnya. 
Dua hari berikutnya, kedua orang suruhan Ravi kembali ke tempat penyekapan Emely. Mereka kaget saat mendapati pintu ruang bawah tanah yang terbuka. Lebih kaget lagi saat mendapati tiga sosok mayat yang terbujur kaku dengan darah yang mengering. Bau busuk menguar di ruangan yang lembab dan kotor itu.“Siapa mereka?” tanya si Botak sambil menyorot wajah setiap orang yang terbujur kaku. Sebelah tangannya menyorot dengan senter ponsel, sementara sebelah tangan lagi menutupi hidung.Tergambar kesakitan yang teramat sangat di wajah ketiganya. Mata mereka melotot dengan mulut yang menganga. Kulit mereka mulai menghitam dengan tubuh mulai membengkak karena pembusukan.“Gue juga kagak tau. Udah tinggalin aja. Kita bilang sama si Bos kalau mainan kita sudah mampus,” jawab si Brewok.“Ok.” Si Botak mengangguk.Mereka bergegas meninggalkan tempat itu
Ravi tak ingin membuang waktu. Semakin lama auranya semakin tidak enak. Dia segera memasukan mayat itu satu per satu ke dalam kantong. Beberapa bagian daging yang membusuk lepas dari tubuh yang membengkak itu. Bau amis dan busuk menguar menjadi satu. Dengan kekuatan penuh, dia membawa mayat itu satu per satu keluar dari ruang bawah tanah.Setelah berada di luar bangunan, dia menarik kantong itu satu per satu semakin jauh ke tengah hutan. Burung hantu yang bertengger di atas pohon beringin memperhatikan gerak-gerik Ravi yang terengah dan berpeluh menarik mayat yang semakin terasa berat.Setelah dirasa jauh, dia mulai menggali lobang dengan sekop yang dia bawa. Butuh waktu yang cukup lama untuk seseorang yang tidak pernah menggali kubur. Namun, akhirnya dia bisa membuat sebuah lobang yang cukup besar untuk ketiga mayat itu.“Selamat berkumpul di neraka!” ucapnya seraya melempar mayat itu satu per sa
Ravi menyiapkan pesta pernikahannya yang kedua kali. Jika pernikahannya yang pertama cintanya tak berbalas, berbeda dengan yang kali ini. Ravi adalah cinta pertama bagi gadis itu. Banyak tetangga yang tak menyangka dengan jodoh Rina yang begitu dekat. Apalagi lelaki itu adalah tetangga baru dan banyak diidamkan oleh anak-anak gadis mereka. Rimba sengaja menyewakan sebuah tempat yang banyak dipakai oleh artis terkenal untuk merayakan pesta pernikahan sahabatnya itu. Ravi sempat menolak, tetapi Rimba bersikukuh ingin ikut membantu di hari bahagia kawannya. “Gue bener-bener bahagia denger lu mau kawin. Akhirnya elu bisa move on juga dari mantan istri lu. Makanya gue mau ikut rayain. Anggap aja ini sedikit kado dari gue sama Aline,” ucap Rimba di telepon. “Gue sewain kalian WO yang bagus. Nanti kalian tinggal bilang ke mereka mau seperti apa,” lanjut lelaki tegap itu. Ravi sampai geleng-geleng kepala mendengarnya. Tak disangka Rimba ternyata memiliki hati yang baik dan jiwa dermawan
“Iya, Mas. Mmh, jadi, apakah Mas Ravi mau jadi pacar saya?” tanya Sari penuh percaya diri.“Eh, apa? Pacar apa?” Ravi pura-pura kaget dan tak mengerti.“Pacar saya. Apa Mas Ravi mau jadi pacar saya?”“Lho, memangnya kamu mau sama mantan napi seperti saya?”“Lha, kan Mas Ravi nggak bersalah. Mas Ravi berbuat seperti itu untuk menolong orang lain. Saya justru salut sama Mas Ravi,” ucap Sari.“Oh, begitu.”“Iya, Mas. Mmh, jadi gimana? Mas Ravi mau, kan, pacaran sama saya?” Sari kembali bertanya.Ravi tertawa pelan dan menggeleng.“Maaf, sari. Saya memang putus dengan Rina sebagai pacar, karena saya akan segera melamarnya jadi istri saya,” jawab Ravi dengan senyuman sinis.“Lho? Kok, begitu? Tadi kata
Pak Udin tiba-tiba mendaratkan tamparannya di pipi Ravi saat lelaki itu mengantar Rina ke rumahnya. Lelaki berkaos hitam itu kaget dan memegangi pipinya yang terasa perih.“Ada apa ini, Pak?” tanya Rina tak kalah kaget.“Rupanya itu yang kalian lakukan di belakang Bapak, hah? Berbuat mesum di ladang. Mana dua temanmu itu? Apa mereka sengaja meninggalkan kalian berdua di ladang sana, supaya bisa berbuat zina?” tuduh Pak Udin membuat Ravi dan Rina saling melempar pandangan tak emngerti. Bagaimana Pak Udin bisa tahu?“Maaf, Pak, jika perbuatan saya mengecewakan Bapak. Saya dan Rina memang memiliki hubungan lebih dan saya berniat untuk segera melamar Rina menjadi istri saya,” ujar Ravi tulus. Rina bernapas lega mendengar Ravi mengatakan itu, tetapi Pak Udin malah semakin naik pitam.“Jangan mimpi! Aku tidak akan pernah memberikan putriku pada mantan penjahat. Kamu ini pernah d
Setelah Aline puas berbelanja, Rimba kembali ke hotel tempatnya menginap setelah sebelumnya mengantar Ravi ke rumahnya. Mereka sengaja memakai satu mobil agar bisa ngobrol banyak. Rimba dan Ravi saling timpal bercanda. Kebersamaan yang sangat mengasyikan walaupun Ravi harus menutup kios bunganya untuk sementara.Rina sengaja meminta Rimba menurunkannya dan Ravi di pinggir jalan agak jauh dari rumah. Ravi mengerti, jika kekasihnya itu ingin membicarakan sesuatu.Ada sebuah gubuk di tengah kebun tak jauh dari sana dan Rina mengajak Ravi ke sana. Mereka duduk di bale-bale bambu gubuk itu. Ravi terdiam menunggu Rina bertanya. Namun, gadis itu tak kunjung berucap.“Ada yang ingin kamu tanyakan?” ucap Ravi memecah kesunyian. Rina menoleh.“Apa Mas Ravi tidak ingin menceritakan semuanya sama Rina?” tuntut gadis itu dengan mata mulai berkaca-kaca.“Aku baru
“Eh, keasikan ngobrol, sampai lupa ngenalin Rina.” Ravi menarik lengan gadis itu menuju Rimba juga Aline.“Wah, wah, baru aja ngomongin move on, ternyata elu udah move on duluan.” Rimba tergelak. Namun, tangannya terulur pada gadis yang menatapnya itu. Sebagai wanita normal, Rina juga kagum dengan ketampanan wajah Rimba yang tampak meneduhkan. Kebaikan hati begitu terpancar jelas dari sana. Apalagi tadi dia bisa melihat bagaimana sikap Rimba pada istrinya. Sungguh seorang suami idaman.“Rina,” ucap gadis itu malu-malu.“Aku Rimba, temennya Ravi. Dan ini Aline, istriku,” balas Rimba yang menyambar pinggang sang istri. Aline tersenyum ramah pada gadis yang baru ditemuinya itu.“Kebetulan sekali kedatangan kami ke Lembang kali ini. Selain bulan madu yang ke sekian kalinya, melihat rumah Nenek, juga ketemu sama kawan lama.” Rimba terkekeh.
Setiap seminggu sekali ada mobil boks yang datang dari perkebunan tanaman hias yang mereka biasa sebut ‘PT’. Bukan satu jenis saja, Ravi menjual aneka bunga, dari aglonema, alocasia, juga aneka anggrek.Setiap akhir pekan, banyak wisatawan yang berlibur ke daerah Lembang dan para pedaganng tanaman hias akan laris diserbu pengunjung.Setelah hari itu, Ravi dan Rina diam-diam berpacaran. Rina yang meminta agar Ravi tak mengatakan pada siapapun. Dia takut jika Sari memusuhinya. Awalnya Ravi tidak setuju, karena dia justru merasa risi dengan keberanian dan kegenitan Sari yang selalu mengganggunya ketika bertemu. Namun, Rina bersikukuh memaksanya, akhirnya Ravi pun menerima syarat itu.“Mas, ada singkong goreng,” ucap Rina membuuyarkan lamunan Ravi yang tengah menyiram bunga-bunganya.Ravi langsung menoleh pada Rina yang membawa nampan berisi sepiring singkong goreng yang masih pan
Ravi membuka apllikasi chat berwarna hijau. Bolak-balik dia membuka layar percakapan dengan Rina, tetapi ketika hendak mengetik, kembali dia urungkan dan menutupnya. Sedangkan Rina yang melakukan hal yang sama, dia bahagia ketika melihat tulisan di bawan nama ‘Mas Ravi’ sedang mengetik. Rina harap-harap cemas dengan apa yang akan dikirimkan padanya. Namun, harapannya pupus ketika status yang sedang mengetik itu kembali mati.“Mas Ravi, ayo dong. Masa harus Rina yang duluan bilang suka,” ucapnya sambil berbaring di atas kasur. Matanya tak lepas dari foto profil Ravi yang terpasang di whatsapp-nya.“Sejak pertama kali lihat Mas Ravi, entah kenapa jantung Rina selalu berdebar kencang. Rina juga pengen selalu deket sama Mas Ravi,” gumamnya dengan wajah bersemu merah.“Tadi siang Rina nggak sengaja bilang suka sama Mas Ravi, apa Mas Ravi juga suka sama Rina?” tanyanya ngomong se
“Wah, temenmu itu sepertinya tau kalau buat dua orang. Dia bungkusnya banyak banget,” kata Ravi menyodorkan piring yang telah diisi pada Rina. Gadis itu menerima dan mengucapkan terima kasih.“Ada salam dari Sari buat Mas Ravi,” ucap Rina di sela suapannya. Ravi langsung menghentikan kunyahan dan menoleh pada gadis di sampingnya.“Waalaikum salam,” jawab Ravi terkekeh.“Maaf kalau boleh tanya,” ucap Rina ragu. Ravi kembali menoleh dan mengerutkan dahinya.“Iya? Tanya saja jangan ragu,” jawabnya dan kembali menyuap.“Sari titip pesen buat nanyain. Apa Mas Ravi sudah punya pacar?” tanya Rina dengan wajah polos. Namun, wajahnya tak urung memerah.Ravi tertawa kecil dan meraih gelas berisi air minum. Dia meneguk isinya sebelum menjawab pertanyaan Rina.“Ini pertanya
“Sari,” ucapnya malu-malu.“Ravi,” sahut lelaki tegap itu membalas uluran tangan Sari. Saat tangan itu bertautan, jantung Sari semakin berdebar kencang.Sejenak mereka diam karena bingung dan merasa kaku. Namun, akhirnya Ravi memecah kekakuan dengan berpamitan untuk ke warung.“Jika kalian masih mau mengobrol, silakan. Saya mau ke warung dulu, mau beli sarapan,” ucap Ravi.“Eh, mau beli sarapan, ya? Ini, kan, warung ibu saya. Mas Ravi mau nasi kuning? Saya bikinin, ya,” cerocos Sari mendahului langkah lelaki berkaos hitam itu. Dia juga bergegas membungkus nasi kuning lengkap dengan oseng-oseng dan telur balado.“Ini spesial buat Mas Ravi.” Gadis itu menyerahkan bungkusan nasi dalam keresek.“Terima kasih,” ucap Ravi. “Saya juga sekalian mau beli telur sekilo dan mi instan sepuluh bi