Bab 145 “Bagaimana kondisi Aira saat ini, Mas? Sudah ada perubahan?” Amira menatap Tama yang secara tidak sengaja bertemu di apotik terbesar di kabupaten tersebut. Mereka sama-sama mencarikan obat herbal untuk ibunya masing-masing. Hujan yang sangat lebat membuat keduanya memutuskan untuk bertedu
“Mir, ada sesuatu yang ingin saya tanyakan ke kamu. Tapi maaf kalau pertanyaan saya nanti sedikit mengungkap masa lalu kamu. Tapi, sungguh saya sangat penasaran dengan apa yang terjadi.” Amira yang sedang membereskan berkas-berkas kerjanya yang tadi digunakan untuk meeting pun mendongak, menatap B
Bab 147 “Halo, Mbak Santi.” Amira menyapa mantan kakak iparnya dengan ramah. Amira berdiri di depan kosan tempat tinggal Santi setelah bertanya ke sana ke sini letak kamarnya Santi. Santi yang sedang menyapu teras kosnya pun terjingkat, kaget dengan kedatangan Amira yang secara tiba-tiba. “Unt
Ditemani sang ibu, Amira menerima tamu yang tak lain adalah Tama. Ya, Tama sengaja mampir ke rumah Amira sepulang kerja. “Terima kasih banyak, ya, Mir. Sudah berhasil membawa Mbak Santi pulang ke rumah lagi. Dia seolah telah melupakan semua kesalahan ibu di masa lalu. Bahkan, saat ini Mbak Santi y
“Sedang nonton apa, Bu?” Amira yang sangat jarang nonton televisi itu menjatuhkan bobot tubuhnya di samping sang Ibu. Bu Sumi tersenyum menyambut Bu Sumi. “Itu. Ibu suka dengan sinetron itu. Kok, tumben kamu ke sini, Nduk?” Bu Sumi yang sudah lancar berjalan sendiri itu merasa aneh dengan anak p
“Ibu kenalkan sama mereka?” Amira tidak sabar lagi menunggu ibunya yang masih saja terdiam. “Rusmi adalah gadis tetangga desa. Kami saling mengenal pada saat acara rewang di rumah saudara ibu yang bertetangga dengannya, dulu. Itu saja, sih. Memangnya kenapa kamu pengen tahu tentang Rusmi, Nduk? Apa
“Minta maaf kenapa, Bang?” Amira yang dirundung rasa penasaran segera menghubungi nomor kakaknya. Kini mereka berbicara melalui sambungan telepon. “Abang minta maaf karena pernah marah sama kamu, gara-gara menolak lamaran Arfan waktu itu.” Fikri menjelaskan. Amira yang tidak paham dengan Abang men
Amira terbangun dari tidurnya karena dorongan cairan di kantong kemihnya yang menuntut untuk dibuang. Wanita itu segera menatap jam dinding yang bertengger di tembok Kamarnya. Jarum panjang ada di angka dua belas, sementara jarum pendeknya tepat di angka sembilan. Seharian ini Amira kecapekan se