Roman terdiam ketika pelayan itu berbicara seperti itu padanya, tapi ia juga berusaha memahaminya dengan serius. "Harus menjadi apa? Kau pikir aku harus apa?" Roman semakin bingung dengan maksud pelayan itu. "Astaga Tuan... pintarlah sedikit, kau punya segalanya! Oke, saya akan katakan pada Anda tidak akan pakai klue-klue lagi, Anda harus memiliki kekuasaan!" tandas pelayan bernama Dian itu. Menurut Dian dengan kekuasaan yang Roman miliki, ia akan semakin leluasa bertindak dalam hal apapun jika ia mau, tentu saja dalam hal ini Roman akan bisa berhubungan dengan mulus bersama Silvia tanpa takut akan halangan apapun. "Ternyata kau pintar Dian," ucap Roman menoyor kepala pelayan itu, "Saya suka dengan cara berpikirmu." "Pintarkan saya?" ujar Dian berbangga diri. "Oke, kali ini kau setuju kalau kau pintar." Roman terkekeh senang, akhirnya ia memiliki jalan untuk segera menyatukan hubungannnya dengan sang kekasih. *** Esok pagi pun telah menyapa kembali, dan hari ini Rom
“Kau masih muda, dan bisa mendapatkan pekerjaan lebih baik dari ini, kenapa kau malah lebih memilih bekerja di tempat pijat seperti ini?” Roman terkejut mendengar ucapan pengusaha yang saat ini dipijatnya. Pasalnya, baru pertama kali ada klien yang mengatakan hal seperti ini padanya. Kebanyakan klien yang ditemuinya pun tidak berkata apa-apa dan langsung dipijatnya. Roman sedikit bingung pada perempuan penyewa jasanya ini. “Berapa umurmu?” tanyanya lagi. Roman menunduk malu. "Du--dua puluh satu tahun Tante..,"Roman memang masih muda tapi dia memiliki keahlian dalam memijat, melayani customernya. Sehingga tiap para tamu yang datang, berlomba ingin mendapatkan pijatan darinya. Awalnya, ia memang tidak ingin bekerja seperti ini. Namun, dia harus bertahan hidup di tengah kota yang kejam.Tentunya, tidak pernah terbesit di dalam benaknya untuk menjadi seorang pekerja di panti pijat. “Silakan berbalik sambil tengkurap,” pinta Roman sambil menekan remot kursi agar kursi itu terbaring.
Roman keluar dari ruangan karyawan. “Nah, ini Orangnya yang memijat saya tadi. Dia berlagak tidak sopan langsung meninggalkan saya, padahal masih ada sisa waktu untuk memuaskan saya!” ujar Silvia menunjuk Roman.Roman terkesiap mendengar penuturan Silvia. Padahal, ia sudah bekerja sesuai prosedur di panti pijat itu. “Dia berbohong Pak, saya sudah bekerja seperti biasanya dalam melayani Tamu.” “Bohong kamu!” Silvia bersikukuh.Pria yang bertanggung jawab di panti pijat itu pun turut menyalahkan Roman, meski sekalipun Roman bekerja sesuai prosedur karena pada dasarnya tamu adalah raja yang wajib di manjakannya.“Cukup Roman, kamu bersalah. Seharusnya kamu tidak mengurangi waktu pada Nyonya Silvia.” Roman mengusap wajahnya kesal. Padahal, ia sama sekali tidak bersalah. “Saya benar-benar tidak habis pikir sama Bapak, kenapa saya yang salah? Sudah jelas—.”“Cukup Roman!” Pria paru baya itu membentaknya--membuat Roman terdiam dalam sekejap, lalu balik menatap Silvia.“Lantas, apa yang ha
Roman terus memijat kaki Silvia dengan fokus, tanpa memedulikan setiap rayuan dari perempuan yang jauh lebih dewasa darinya. Melihat Roman terus fokus memijat, ia pun kesal karena pria muda itu seperti tidak peduli padanya. “Roman, bisakah kita menginap di Hotel malam ini?” Roman menghentikan kegiatannya, “Maaf Tante, saya tidak bisa.” Silvia merengut. “Kenapa tidak bisa, apa kau memiliki janji dengan Orang lain?” “Tidak, saya hanya lelah bekerja. Memang mau apa kita menginap di Hotel? Bukankah akan lebih baik pulang ke Rumah?” ‘Kenapa dia tidak peka padaku?’ gumam Silvia dalam hatinya, dan terus memerhatikan Roman. “Silakan tengkurap, saya akan memijat bagian punggung Anda Tante,” pinta Roman sementara matanya menatap pada Silvia. “Huh! Baiklah,” Silvia mematuhi perintah Roman yang memintanya untuk tengkurap di kursi itu. Seperti biasanya Roman memijat Silvia dengan minyak oil asli dari negeri Sakura. Setiap sentuhannya membuat Silvia melenguh kenikmatan atas pijatan sang ter
Roman lantas menemui ibu kasir, dan menanyakan perihal ia di panggil oleh sang kasir ke depan panti itu."Apa Ibu memanggil saya?" tanyanya ragu."Ya, saya memanggilmu," Kasir itu mengeluarkan selembar kertas beserta bolpoin, "Tolong tanda tangani slip gaji terakhir kamu," pintanya."Apa maksud Anda? Slip terakhir?" Roman bingung pada kasir itu. "Saya masih bekerja di sini, apa maksudnya semua ini?" tambahnya mengulang pertanyaan.Roman masih enggan menandatangani slip penerimaan gajinya. Pasalnya dia masih ingin bekerja di panti itu. Tidak berselang lama Silvia menghampiri Roman, memberitahu alasan mengapa Roman harus menanda tangani slip gaji itu."Ada apa sayang? Kenapa kau tidak mau menandatangani itu?""Ada apa ini sebenarnya? Kenapa saya harus menandatangani ini Tante?" tanyanya dengan heran. Sambil menatap pada selembar slip gajinya."Kau sudah kutebus dari Tuanmu, sekarang kau milik saya seutuhnya. Bukankah, kau sudah bersedia untuk tinggal bersamaku menjadi Seorang Pria simpa
Dua hari kemudian semenjak Roman tinggal di apartemen dan dijadikan simpanan tante Silvia, dia hanya bisa melakukan aktivitas seadanya. Silvia melarangnya bekerja. Padahal, Roman tidak mau hidup dibawah aturan sang pacar.Meskipun, secara finansial Roman jauh dibawah Silvia dia tidak ingin hanya berdiam diri tanpa bekerja seperti biasanya.Jadi, pagi itu, Roman bangun lebih dulu dari sang pacar, dan menyiapkan segala sesuatu yang di butuhkan kekasihnya. Semua itu tentu saja bukan karena keinginannya melainkan cara ini ia gunakan supaya bisa ikut dengan Tante Silvia untuk bekerja."Apa yang kau lakukan, Roman?" tanya Silvia berdiri di ambang pintu kamar saat mengetahui Roman tengah menyiapkan sarapan pagi itu.Roman tersadar, ia menoleh dan tersenyum menyambut Silvia. "Akhirnya kau bangun juga Silvia," ucapnya seraya mengulurkan tangan, "Kemarilah, lihatlah aku siapkan semua ini untukmu."Silvia datang mendekat, "Ya, aku tahu kau menyiapkan semua ini untukku, tapi untuk apa kau melak
"Sangat penting bagimu dan juga penting bagi kita," Fred tersenyum menatap Silvia.Merasa jadi orang ketiga di antara keduanya, Roman sedikit mundur berniat pergi dari ruangan tersebut. Namun, Silvia melarangnya."Kau mau ke mana Roman? Jangan pergi jika bukan aku yang meminta," cegah Silvia.Sedangkan Fred menginginkan Roman pergi dari sana. "Pergilah! Jangan mengganggu kami yang akan rujuk, kau hanya seorang simpanannya, sedangkan aku masih suaminya." "Tutup mulutmu Fred!" sentak Silvia marah. "Kenyataannya kau dan aku bukan siapa-siapa lagi Fred, berhentilah mengharapkan aku, karena aku sama sekali sudah tidak memiliki perasaan sedikitpun!""Tapi aku masih cinta sama kamu Silvia." "Aku sudah tidak mencintaimu Fred, aku membencimu!" kesal Silvia terhadap Fred, yang tidak mau mengerti.Melihat situasi yang semakin pelik antara Silvia dan mantan suaminya. Roman memutuskan pergi dari sana. "Cukup! Lebih baik kalian selesaikan masalah kalian, aku tidak ingin ikut masuk dalam drama Rum
Jalanan sepi malam itu membuat Roman kesusahan untuk meminta pertolongan, terlebih lagi Fred berhenti, dan berniat menangkap Roman kembali."Aku harus meminta pertolongan pada siapa, tidak mungkin aku menghubungi Tante Silvia, dia tidak akan percaya padaku." ia bergumam sambil berjalan dengan susah payah.Sementara itu Fred berlari ke arahnya, melihat Fred mengejarnya Roman langsung sigap masuk ke dalam hutan yang dekat dengan jalanan itu."Hei! Jangan lari!" Fred berlari dengan cepat, tapi sayangnya Roman telah masuk dalam hutan.Fred mendengus kesal, "Sial! Rupanya Pemuda itu berusaha kabur dariku, tapi lihat saja aku tidak akan membiarkanmu hidup," umpatnya.Fred ikut masuk ke dalam hutan mencari Roman, "Hei Pemuda tidak punya moral, keluarlah!" Namun, Roman tetap bertahan di dalam semak-semak, meskipun lukanya parah dia tetap berusaha bersembunyi.Tapi, Fred terus mencarinya hingga ia melihat tetesan darah di dedaunan yang menuntunnya untuk menemukan Roman, Fred pun menelusuri ti
Roman terdiam ketika pelayan itu berbicara seperti itu padanya, tapi ia juga berusaha memahaminya dengan serius. "Harus menjadi apa? Kau pikir aku harus apa?" Roman semakin bingung dengan maksud pelayan itu. "Astaga Tuan... pintarlah sedikit, kau punya segalanya! Oke, saya akan katakan pada Anda tidak akan pakai klue-klue lagi, Anda harus memiliki kekuasaan!" tandas pelayan bernama Dian itu. Menurut Dian dengan kekuasaan yang Roman miliki, ia akan semakin leluasa bertindak dalam hal apapun jika ia mau, tentu saja dalam hal ini Roman akan bisa berhubungan dengan mulus bersama Silvia tanpa takut akan halangan apapun. "Ternyata kau pintar Dian," ucap Roman menoyor kepala pelayan itu, "Saya suka dengan cara berpikirmu." "Pintarkan saya?" ujar Dian berbangga diri. "Oke, kali ini kau setuju kalau kau pintar." Roman terkekeh senang, akhirnya ia memiliki jalan untuk segera menyatukan hubungannnya dengan sang kekasih. *** Esok pagi pun telah menyapa kembali, dan hari ini Rom
"Tuan, lebih baik Anda menuruti perintah Tuan besar. Tolong jangan persulit pekerjaan saya," seorang pelayan tampak memohon pada pria muda itu agar menemui kakeknya. Roman masih berdiam diri dan acuh di dalam kamarnya. "Tuan, sebenarnya apa masalah kalian? Ceritakan pada saya, saya janji akan membantu Anda," Pelayan yang sebaya dengan Roman masih mencoba membujuk agar tuannya menurutinya, dan memperlancar pekerjaannya. Ceklek!!! Roman kembali membuka pintu kamarnya, "Kau pikir, kau bisa membantu masalahku? Jangan seolah kau serba tahu tentang masalahku, sana pergi! Saya tidak akan menuruti keinginan tua Bangka itu!" "Tuan, ayolah saya mohon... jangan persulit pekerjaan saya," perempuan itu memohon padanya dengan memelas. "Ada keluarga yang harus saya biayai agar dapat bertahan hidup, apa Anda akan Setega ini. Saya tidak mau dipecat hanya gara-gara saya tidak bisa membujuk Anda Tuan." Roman terdiam dan mengamati perempuan yang memelas di hadapannya, ia berpikir kakeknya s
"Aku akan terus berusaha meyakinkanmu kalau aku pantas untuk Cucumu Tuan Rezenzo!" ucap Silvia yang terjatuh menatap nyalang pada mobil yang membawa kekasihnya. Perlahan ia bangkit kembali meski hatinya hancur ketika cintanya tidak mendapatkan restu, akan tetapi ia berusaha yakin kalau pada saatnya kakek Roman akan menyetujui hubungannya. Sebuah kaki tiba-tiba menjulur tepat di depan matanya ketika ia akan bangkit dari terjatuhnya, ia menatap pada si pemilik kaki jenjang itu, "Shania?" Dengan sinis Shania menatap ibunya, "Mama masih belum sadar diri! Kau ini tidak pantas untuk Roman Ma, sadarlah yang pantas itu hanya aku!" ujar Shania sambil berjongkok menatap Silvia.Namun, Silvia mengabaikan ucapan putrinya. Ia lantas segera bangkit dan menghindar dari Shania, ia merasa tidak perlu menanggapi putrinya yang terus mencampuri urusannya."Mama!" teriak Shania kesal karena di abaikan ibunya, "Aku belum selesai bicara!"Silvia tetap saja beranjak tanpa menengok ke belakang, ia terus b
Setelah Rezenzo meninggalkan kamar itu, Roman hanya terdiam dan menatap kepergian pria paruh baya yang mengaku dirinya adalah kakek kandungnya dari sang ayah. 'Ke--kenapa baru sekarang kau datang Kek, di saat aku di hina dan di kerdilkan ke mana saja kau selama ini?' batin Roman dengan penuh sesak. "Kak, kenapa kau tidak memaafkan Kakek kak?" tanya Syifa yang masih belum memahami mereka. "Kakek sangat baik sekali padaku, padamu juga..." Roman menangkup punggung tangan kecil adiknya, dan berusaha bersikap tenang meski luka di hatinya masih belum sembuh. "Kaka perlu waktu untuk menerima semua ini Syifa... Kakak pikir akan lebih baik jika kita hidup hanya berdua tanpa ada pria itu!" "Tapi Kak?" "Kenapa Syifa? Apa kau bosan hidup dengan Kakak?" Syifa yang takut kondisi kakaknya memburuk ia pun hanya menggeleng kepalanya, "Tidak Kak, selama ini aku sangat senang bersama kamu." Roman tersenyum melihat adiknya yang menurut apa katanya. Namun sebenarnya Roman pun sangat menge
Fred tersenyum menyeringai begitu mengetahui keberadaan Silvia, ia merasa lega karena mantan istrinya itu masih hidup. Tapi, ini diluar dugaannya kalau Roman masih hidup, dan di jaga ketat oleh seorang yang cukup berpengaruh dari negeri seberang. "Bagaimana Tuan, apalagi yang harus kami lakukan pada Pria muda itu?" tanya salah satu anak buah Fred padanya di seberang sana. "Untuk saat ini tahan Silvia, aku ingin menemuinya." "Baik Tuan." Fred segera bergegas menuju rumah sakit tempat di mana Silvia terlihat oleh para anak buahnya yang kini terus berusaha mencari keberadaan mantan istrinya itu. Hingga Fred tiba di rumah sakit, Silvia masih di hadang oleh dua orang pria yaitu anak buah dari mantan suaminya itu. "Untuk apa kalian menghalangi jalanku? Urusan saya dengan Bos kamu telah selesai, jadi biarkan aku pergi!" ketus Silvia merasa jengkel. Kali ini Fred bersikap dengan sangat lembut terhadap Silvia ia berharap perempuan itu akan melunak padanya. "Silvia... maafkan me
Silvia begitu khawatir ketika mendengar Roman koma, sehingga ia ingin segera menemui kekasihnya itu, meski terpaut sangat jauh usianya dengan pemuda itu, tapi Silvia yakin pria itu adalah pilihan yang tepat baginya. "Antarkan aku untuk menemuinya Ma, Pa." "Tentu saja Nak, kami akan mengantarkanmu padanya," ucap Sivanya begitu senang, lantaran Roman adalah cucu dari konglomerat dari negeri tetangga dan sangat jauh dengan mantan menantunya itu yang selalu bergantung pada putrinya. "Tapi tunggu dulu... sepertinya ini bukan waktu yang tepat untuk kau menemuinya Silvia," cegah papa Silvia untuk tidak menemui Roman dalam waktu dekat ini. "Kenapa?" tanya Silvia heran. "Tuan Rezenzo Malik sepertinya tidak ingin Cucunya di ganggu." ucap sang Papa. "Apa masalahnya? Aku kekasihnya!" Silvia tidak terima kalau niatnya di halang-halangi. "Aku akan tetap menemuinya." Silvia tidak mendengarkan apa kata orang tuanya, ia pun tetap pergi dan ingin menemui Roman yang saat ini dirawat di rum
Nyonya Sivanya heran dengan kedatangan Rezenzo Malik—terlihat datang bersama Syifa, tentu saja ini membuat ia dan suaminya bertanya-tanya.“Ada keributan apa ini?”Dokter itu memundurkan sedikit tubuhnya menjauh dari kedua orang yang mengaku orang tua Silvia, “Ini Tuan, mereka berdua adalah Orang tua dari pacarnya Tuan Roman,” ujar sang dokter.Rezenzo Malik menatap arah pada Sivanya dan suaminya, “Kalian ada masalah apa dengan Cucu saya?”“Hah?” Sivanya dengan suaminya hanya terpelongo, “Wah, Anda pasti bercanda... mana mungkin Roman yang hanya Terapis pijat memiliki Kakek seperti Anda.”Tuan Rezenzo Malik mendekatkan wajahnya, berusaha mengintimidasi perempuan—yang selalu bersikap angkuh itu. “Apa Cucuku seperti ini ada hubungannya denganmu?”Sivanya semakin terpelongo mendengar Rezenzo Malik mengakui kalau Roman adalah cucunya, “Apa?”“Kau masih juga tuli, apa kondisi cucuku saat ini ulahmu?!” bentak tuan Rezenzo Malik.“Ti—tidak... mana mungkin aku berani berbuat seperti i
“Boleh kami periksa bagian dalam Rumahmu?” Dua anak buah Fred meminta persetujuan untuk menggeledah rumah kakek yang menyelamatkan Silvia. Tapi, kakek itu tidak membiarkan dua orang itu masuk ke rumahnya.“Saya keberatan jika kalian ingin masuk ke Rumah saya.” Tolaknya dengan tegas namun dua orang itu memaksa.“Saya terpaksa akan memanggil warga jika kalian nekat masuk!” Seru kakek itu, dan kedua anak buah Fred mengurungkan niatnya.“Sial! Kau cari mati dengan kami wahai Kakek Tua!”“Pergi dari sini, perempuan yang kau cari bukan di rumah kamu!” usir kakek itu.Kedua anak buah Fred pun langsung pergi karena takut dengan ancaman kakek itu, “Bagaimana ini Bos? Apa katanya nanti kata Tuan?”“Kita awasi saja Rumah ini,” ujar anak buah Fred yang satunya lagi.Sementara kakek itu segera masuk dan menutup rapat pintu rumahnya, yang terbuat dari bambu itu.“Di mana dia Buk?” tanya sang kakek pada istrinya.“Dia bersembunyi di gudang padi Pak, Bagaimana Orang-orang itu sudah pergi k
Di sebuah sungai di pinggir kota metropolitan yang sangat megah, jauh dari mana pun perempuan cantik tengah terbaring tidak sadarkan diri di atas sebuah pohon yang terbawa hanyut, beruntung ada seseorang yang menemukan dan menolongnya. "Hey! Astaga ini ada Orang hanyut, cepat bantu." seorang pria paruh baya yang tengah mencuci cangkulnya di ladang turun setelah melahirkan ada seseorang yang terapung di derasnya sungai. Beberapa orang kemudian membantu pria paruh baya itu, untuk menolong seorang yang memang membutuhkan bantuan, "Sepertinya di Orang Kota ya Bah?" "Iya, Ibu... ayo bantu Abah," pintanya pada perempuan paruh baya--yang sepertinya istri dari pria paruh baya itu. Sementara yang lainnya menunggu di atas sungai, untuk membantu menerima perempuan yang tengah pingsan tak sadarkan diri. Hingga akhirnya mereka membawa perempuan yang tidak sadarkan diri itu ke gubug di tengah ladang. Perempuan paruh baya segera mengganti pakaian perempuan muda yang ditemukan suaminya di