Jalanan sepi malam itu membuat Roman kesusahan untuk meminta pertolongan, terlebih lagi Fred berhenti, dan berniat menangkap Roman kembali.
"Aku harus meminta pertolongan pada siapa, tidak mungkin aku menghubungi Tante Silvia, dia tidak akan percaya padaku." ia bergumam sambil berjalan dengan susah payah.Sementara itu Fred berlari ke arahnya, melihat Fred mengejarnya Roman langsung sigap masuk ke dalam hutan yang dekat dengan jalanan itu."Hei! Jangan lari!" Fred berlari dengan cepat, tapi sayangnya Roman telah masuk dalam hutan.Fred mendengus kesal, "Sial! Rupanya Pemuda itu berusaha kabur dariku, tapi lihat saja aku tidak akan membiarkanmu hidup," umpatnya.Fred ikut masuk ke dalam hutan mencari Roman, "Hei Pemuda tidak punya moral, keluarlah!"Namun, Roman tetap bertahan di dalam semak-semak, meskipun lukanya parah dia tetap berusaha bersembunyi.Tapi, Fred terus mencarinya hingga ia melihat tetesan darah di dedaunan yang menuntunnya untuk menemukan Roman, Fred pun menelusuri tiap tetesan itu, hingga menuju ke sebuah pohon besar.Dia tersenyum menyeringai. "Hahaha ... cepat keluar. Aku sudah menemukanmu!" sambil bersedekap tangan. Tapi, Roman tidak mau keluar dari tempat persembunyiannya."Hai Pemuda murahan, keluarlah!" pintanya lagi, ia pun segera menyergap pohon yang di duga jadi tempat persembunyian Roman."Beraninya kau tidak keluar!" sergapnya tapi tidak orang di sana, "Sial! Ternyata dia tidak ada di balik pohon ini!"Fred mengumpat karena Roman tidak ada di balik pohon itu.Roman ternyata telah keluar dari hutan, ia berlari mencari bantuan agar bisa ke kota lagi."Tolong!" teriaknya sambil melambaikan tangan di pinggir jalan.Dari jauh terlihat sebuah mobil mulai menepi, dan memberikan tumpangan padanya."Tolong saya, saya hampir dibunuh Seseorang," mohon Roman pada seorang yang tidak di kenalnya.Seorang perempuan itu tampak bingung, tapi juga kasihan melihat pria asing yang tidak di kenalnya. "Siapa yang akan membunuhmu?" tanyanya panik."Cepat buka pintunya saja, nanti aku ceritakan Nona," pinta Roman pada orang itu, agar segera menolongnya.Perempuan itu langsung membuka pintu mobilnya, dalam sekejap Roman masuk ke dalam mobil itu. Kemudian, perempuan itu membawa Roman pergi.Roman terbaring lemah di dalam mobil itu, dia terlihat lemah dan perlahan pandangannya mulai kabur.Sementara Fred masih berusaha mencari Roman di dalam hutan, akan tetapi dia tahu kalau Roman telah berhasil keluar dari hutan. Sehingga dia semakin geram karena tidak berhasil menyingkirkannya."Bedebah! Rupanya dia telah pergi, awas saja kalau aku menemukanmu lagi, aku tidak akan membiarkanmu hidup Anak Muda!" tukasnya mengepalkan tangannya.Fred kembali ke mobilnya dengan tangan kosong, ia menelan amarah yang tidak tersalurkan. Dia pun segera kembali ke kota setelah tidak berhasil menyingkirkan Roman.Sementara di kota, Silvia kembali ke apartemennya. Niat hati ingin mendapatkan pijatan dari kekasihnya. Tapi, ternyata Roman pria simpanannya itu tidak ada di apartemen."Roman," Silvia memanggilnya, "Ke mana dia? Seharusnya dia pulang, tapi kenapa tidak ada?"Silvia duduk di kasur empuknya, lalu mengambil ponsel di meja nakas. Kemudian, mencoba menghubungi Roman."Sial, kenapa Roman menonaktifkan ponselnya? Apa dia sengaja ingin pergi dariku?" gumam Silvia bertanya-tanya.Namun, tiba-tiba saja ponselnya berdering menandakan panggilan telah masuk. Silvia hanya menatap layar ponselnya, karena ada satu nomor baru yang menghubunginya.'Ya, halo ... dengan siapa ya?''Halo, benar ini dengan Nyonya Silvia?''Ya, saya Silvia. Anda siapa ya?' tanya Silvia sinis, saat mengetahui yang menelponnya orang tidak di kenal.'Anda tidak perlu tahu siapa saya, tapi saya ingin tanya sama Anda Nyonya.''Tanya apa? Memangnya siapa ini?''Saya sedang bersama Pria yang mungkin Anda kenali, saya melihat nomor Anda di dompetnya. Apakah Anda kenal dengan Pria bernama Roman?'Silvia terlonjak, dan bangkit dari tempat duduknya. Ketika orang bersuara perempuan itu menyebut nama kekasihnya.'Dia Pacar saya, di mana Roman sekarang?' tanya Silvia penasaran.'Beliau saat ini sedang di tangani oleh para Dokter, dia bilang ada yang ingin membunuhnya. Jika Anda ada hubungan spesial dengannya, segera datang ke CENTRA HOSPITAL,'KLIK.Perempuan itu langsung mematikan ponsel, setelah memberitahu Silvia jika Roman sedang dirawat di rumah sakit itu.Dia pun segera pergi dari rumah sakit tanpa pamit pada Roman, ia pergi begitu saja tanpa memperkenalkan dirinya pada Roman.Namun, saat dia akan pergi seorang dokter memanggilnya."Tunggu Nona!"Dia menoleh pada sang dokter, "Kenapa Dok?""Anda mau ke mana, Nona? Siapa yang akan melunasi biaya Rumah Sakitnya?""Nanti akan ada Keluarganya datang kemari, saya harap Anda meminta semua biaya di tanggung Keluarganya sendiri." perempuan tidak di kenal itu langsung bergegas meninggalkan rumah sakit. Pasalnya, ia tidak mau berhadapan dengan Silvia.Beberapa saat Silvia sampai di rumah sakit itu, dia segera bertanya pada seorang suster yang berlalu lalang di koridor rumah sakit itu."Suster, apa benar hari ini ada Pasien dengan nama Roman dirawat di Rumah Sakit ini?"Dua suster yang berjalan di koridor rumah sakit itu pun menoleh pada sumber suara yang memanggilnya."Ya, pada hari ini memang ada Pasien bernama Roman, dia baru masuk IGD pasca di operasi,""Tolong bawa saya ke Ruangan itu!" pinta Silvia segera bergegas.Setelah sampai di depan ruangan IGD, Silvia terlihat sangat mengkhawatirkan Roman. Tapi, ia hanya bisa menatap dari balik jendela kaca itu."Roman? Apa yang terjadi padamu, kenapa kamu bisa dirawat seperti ini?" ujar Silvia menyentuh wajah Roman dari balik pintu.Ceklek!Pintu itu terbuka saat Silvia menatap pada Roman, dan tidak berselang lama sang dokter keluar dari ruang IGD menghampiri Silvia."Nyonya," ucap sang dokter."Ya, ada apa Dok?""Benar Anda Keluarganya?" dokter itu sambil menatap pada Roman yang masih berbaring di atas ranjang."Saya pacarnya, Dok! Bagaimana kondisinya, apa dia tidak kenapa-kenapa?""Dia baik-baik saja Nyonya, hanya saja dia masih belum sadarkan diri setelah kami operasi,"Silvia lantas meraih tangan sang dokter, memohon agar Roman di selamatkan. "Saya mohon ... tangani dia dengan baik, berapa pun biayanya biar saya yang bertanggung jawab.""Tentu saja saya akan menanganinya dengan baik, kau tidak perlu khawatirkan itu." ucap sang dokter meyakinkan."Terima kasih Dok," balas Silvia masih fokus menatap terafis mudanya itu."Boleh saya menemuinya sekarang?"Silvia ingin masuk ke dalam ruangan IGD, tapi sang dokter mencegahnya."Maafkan saya Nyonya, Anda masih belum bisa menemuinya. Dia masih dipengaruhi obat bius pasca operasi tadi," cegah sang dokter memberitahunya.Mendapat larangan dari sang dokter, Silvia hanya pasrah menunggu Roman sampai siuman."Baiklah, saya akan menunggu." Silvia terduduk di kursi tunggu depan ruangan itu.Pada saat itu tiba-tiba saja ponselnya berdering, ia pun lantas mengambil ponselnya, dan menatap dingin, pada sebuah nama yang tertera di layar ponsel.Lantas, siapa yang menghubunginya sampai dia berekspresi dingin?'Halo ... untuk apa kau menghubungiku di saat seperti ini?!'NIT!Silvia mematikan ponselnya, dia sangat emosi ketika menerima ponsel dari mantan suaminya. Kemudian, Silvia mendekati ruangan rawat itu, sambil meracau mengkhawatirkan Roman."Roman, sebenarnya apa yang terjadi padamu. Kenapa kamu bisa menjadi seperti ini?" Silvia menatap nanar pada sang kekasih yang terbaring lemah di dalam ruangan rawat itu.Wajahnya terlihat begitu mengkhawatirkan pria yang terbujur kaku, mempertaruhkan hidup matinya bergelut dengan mesin medis yang entah bisa menyelamatkan hidupnya, atau tidak.Saat itu Silvia hanya bisa berharap keajaiban datang menyelamatkan kekasihnya.Drtttt...Terdengar ponsel bergetar mengalihkan perhatian Silvia, lagi-lagi si pembuat suasana hatinya berubah itu datang menelepon lagi.Suara di seberang sana terdengar menggema, dan sangat ingin mengetahui keberadaan Silvia.'Kenapa kau sangat susah di hubungi, di mana kamu sekarang?' suara itu terdengar begitu tegas dari seberan
Silvia lantas menoleh pada sumber suara yang sangat familier baginya, raut wajahnya tiba-tiba saja berubah saat melihat orang yang tidak dia harapkan datang."Kamu? Ngapain kamu datang kemari, dan tahu dari mana kalau aku berada di sini?"Fred berjalan mendekat, berusaha merangkul tangan Silvia. "Tentu saja aku tahu kau berada di sini, karena aku mengikuti Selina--Putri kita,""Dad's ... bukannya kamu bilang akan pergi ke kantor, ya? Tapi kenapa malah menyusul Selin?""Daddy mengkhawatirkan kamu Nak, terlebih lagi Daddy ingin bertemu dengan Mommymu. Daddy sangat merindukan kebersamaan kita yang dulu," ucapnya seraya menatap Silvia, "Apa kau tidak merindukan kebersamaan kita Silvia?""Tidak sama sekali!" jawabnya ketus.Ceklek!!!Mereka mengalihkan perhatian saat seorang dokter keluar dari ruangan IGD. Terutama Silvia langsung melempar pertanyaan soal kondisi Roman, brondong kesayangannya."Bagaimana dengan keadaannya sekarang, 'Dok?"Selina ikut bertanya, "Apa dia baik-baik saja Dok?"
Mendengar Roman bersikukuh ingin bertemu dengan perempuan yang menolongnya, Silvia naik pitam dia sangat murka pada Roman."Ya, sudah kalau kau tetap ingin bertemu dengan Perempuan itu. Aku yakin sampai kapanpun tidak akan pernah bertemu!" tukas Silvia kesal.Lalu pergi meninggalkan Roman dengan kecewa, "Sial! Kupikir hanya aku yang menyelamatkannya. Ternyata ada Orang lain, tapi siapa sebenarnya yang membawa Roman ke Rumah Sakit, apa Perempuan itu suruhan Fred?" gumam Silvia beranjak pergi.Silvia berjalan di koridor rumah sakit, saat itu datang dua pria berbadan kekar menghampirinya."Nyonya Silvia," panggil salah seorang dari dua pria itu.Silvia menghentikan langkahnya. "Ya, siapa kalian?" sambil menatap dari ujung kaki hingga ujung kepala dua pria itu."Perkenalkan saya Daniel, dan ini rekan saya," pria bernama Daniel itu menunjuk pada rekan kerjanya yang berdiri di sampingnya."Saya Zevin, Nyonya," sambung pria itu.Silvia berusaha mengingat-ingat, tiba-tiba saja ia teringat pad
BYUR!!!Roman membuka matanya saat seseorang menyiram wajahnya dengan seember air."Kenapa Tuan, ada masalah apa denganku?" tanya Roman lemah, sambil merasakan perihnya luka di wajah yang tersiram air.Pria itu tersenyum menyeringai meraup dagu pemuda malang ini."Masalahnya kau meninggalkan panti Roman, coba saja kau tidak bermain dengan Perempuan itu. Mungkin saja panti pijat saya tidak sesepi sekarang," "Lalu kenapa kau menyalahkan aku? Bukankah kau yang telah menjualku pada Tante Silvia?"BUGH!Pria itu memukul perut Roman, hingga kesakitan. "Beraninya kau menyalahkan aku?!" tukas pria pemilik panti pijat itu, "Mulai sekarang kau akan bekerja padaku, wahai budak murahan."Pria berperawakan tinggi itu mendorong Roman hingga ambruk, lalu pria itu pergi dengan ditemani dua orang ajudannya."Ayo tinggalkan dia, jangan kasih dia makanan apapun!" pria itu pergi meninggalkan Roman yang dibiarkan terkurung
Sebuah kaki jenjang di hiasi sepatu heels merah melangkah masuk ke dalam sebuah ruangan pijat, di mana di sana sang terapis sudah menunggunya. "Kau boleh pergi!" perintah Silvia pada seorang yang mengantarnya. Perlahan ia berjalan mendekati Roman yang terus menundukkan kepalanya."Kenapa kau, tidak berani menatapku? Takut padaku Hem?" sinis Silvia marah pada Roman yang tanpa ada penjelasan pergi darinya.Roman masih diam saja, tidak berani menatap perempuan yang dicintainya itu.Merasa kesal pada Roman, Silvia pun langsung meraih dagu Roman, hingga membuat wajahnya mendongak. "Jawab aku Roman, kenapa kau pergi begitu saja?""Tan-tante ... aku takut dekat denganmu, sebab begitu banyak Orang yang menentang hubungan kita." lirihnya dengan bibir bergetar.Silvia mengerutkan kening, pasalnya selama ini ia tidak tahu apa-apa yang di hadapi kekasih berondongnya ini."Kenapa kau musti takut, apa ada Orang yang mengancam kamu?"
BRUG!!!Silvia terlonjak kaget saat sebuah mobil menabrak bemper belakang mobil yang di tumpanginya, bahkan ponselnya hingga jatuh. Padahal saat ini dia sedang berbicara dengan putrinya, Selina."Sial!" umpatnya kesal.Roman sama kagetnya dengan Silvia, mereka segera turun dari mobil, untuk melihat bagian belakang mobil. Namun, tidak terduga dua pria berbadan kekar keluar dari mobil yang menabrak bagian belakang mobil itu."Kenapa dengan mobilnya, 'Nyonya?" salah seorang pria itu bertanya pada Silvia."Tidakkah kalian lihat, kalian masih punya mata kan?" sinis Silvia kesal.Tapi, dua pria itu hanya menatapnya-sambil tersenyum."Kau ikut dengan kami kembali," ucap dua pria yang sangat familiar bagi Roman."Tidak! Saya tidak akan ikut lagi dengan kalian, bilang sama Tuan Jackson aku bukan lagi Anak buahnya."Roman menolak dua pria itu yang memintanya kembali ke panti pijat. Silvia pun marah pada mereka terutama pada Jackson, lantaran dia telah menebus Roman dari pria mucikari itu."Apa-a
'Aku membutuhkan Teman curhat, apa kau mau mendengarkan curhatan aku Roman?'Kalimat pesan itu masih dibaca olehnya, setelahnya ia bangkit mengetik pesan balasan.'Tentu saja bisa, apa kau inginkan aku menemuimu?'Roman bertukar pesan dengan Selina, calon anak tirinya itu.TING. Pesan balasan dari Selina kembali datang padanya.'Ya, jika kau bisa aku ingin bertemu,'Roman lantas segera membalasnya lagi, 'Kalau begitu kita akan bertemu di Cafetaria dekat tempat tinggalmu,' 'Baiklah,' balas Selina dari seberang sana.Setelah mendapat balasan Roman lantas bersiap pergi, mengganti pakaian layaknya akan bertemu kekasih. Kendati demikian cintanya hanya Silvia bukan yang lain."Tan," Roman mencari Silvia, tidak lupa ia meminta izin darinya. Tapi, Silvia tidak ditemukan di mana pun sehingga ia pergi tanpa sepengetahuan Silvia.Sementara di seberang sana, tepatnya di sebuah Cafetaria yang di
Roman menelan salivanya, dan segera membukakan pintu mobil pura-pura tidak melihat ke arah perempuan yang saat ini menatapnya dari kejauhan."Ayo Selina," sambil membuka pintu."Terima kasih Roman," Selina menapakkan kaki jenjangnya, keluar dengan elegan dari mobil dibantu oleh Roman."Kalau begitu aku langsung pamit ya," ucapnya, "Eh, iya ini kunci mobil kamu." Roman menyerahkan kunci mobil, dan segera berpamitan dari hadapan Selina. Namun, Selina kembali menghentikannya. "Tunggu Roman," cegah Selina.Roman kembali berhenti dan menatap Selina lagi, "Ada apa Sel?""Apa kau tidak ingin menjenguk Daddy? Ayolah Rom," pinta Selina agar Roman mau menemaninya ke tempat Fred dirawat.Roman mencari cara untuk menolak, tapi saat itu juga Silvia datang menghampiri mereka berdua."EKHEM!" Silvia berdeham menatap pada Roman, dan Selina putrinya. "Kalian dari mana saja, Selina maafkan Mommy ya ... sebenarnya Mommy
Sorot mata Silvia semakin tajam ketika melihat Fred dan Selena bertengkar di hadapannya, pasalnya ia meminta bertemu dengan Fred bukan ingin melihat pertengkaran mereka tapi ingin menuntut Fred mengakui di hadapan publik kalau sebenarnya mereka telah bercerai jauh sebelum ia mengenal cucu pengusaha terkenal kaya raya itu. "Hentikan!!!" Silvia berteriak demi menghentikan pertengkaran di antara mereka. "Kedatanganku kemari bukan untuk melihat perkelahian kalian, aku hanya minta kau klarifikasi di depan publik!" tukasnya geram. Namun, permohonan Silvia mendapatkan penolakan. Karena Fred bersikukuh masih ingin Silvia kembali seperti dulu. "Klarifikasi? Tidak akan ada Silvia! Aku hanya ingin kita kembali seperti dulu!" Silvia mengepalkan tangannya ia merasa frustasi. "Kita tidak akan pernah bisa Fred, kau mengerti? Seandainya dulu kau tidak melakukan hal bodoh, mungkin aku masih mau bertahan denganmu tapi kau berkhianat dengan jalang ini!" "Aku bukan jalang, Kau yang tidak
"Tuan, saya mohon berikan saya kesempatan," Dian memohon tatkala ia dipecat oleh Rezenzo "Tuan..." Tok! Tok! Tok! Perempuan itu terus mengetuk pintu supaya si pemilik rumah itu mau membukakan pintu untuknya, namun usahanya itu nihil. Malah yang keluar menemuinya bukanlah Rezenzo tetapi dua orang ajudan yang bersiap mengusirnya secara paksa. "Tolong pergi Dian! Kau sudah diperingatkan sejak awal bukan? Tapi, kenapa kau malah melanggarnya?" salah seorang dari dua orang itu menatap Dian, ia merasa kasihan namun tidak mungkin menolong perempuan itu. "Saya tahu saya salah, tapi..." "Pergilah, kami mohon jangan persulit pekerjaan kami!" usir pria itu dengan suara baritonnya. Dian menunduk pasrah, ia pun segera pergi meninggalkan rumah itu, bahkan dia di larang untuk memberi tahu Roman soal pemecatan ini. Sementara ketika dia pergi, Roman masih dalam perjalanan pulang, Pemuda itu sangat bahagia sekali setelah sekian lama ia bertemu kembali kekasihnya. "Aku bersumpah... kali
"Aaaa... ayolah beritahu aku," Silvia bersikap manja pada Roman, meski usianya jauh lebih tua dari kekasihnya tapi jika saat bersama pria yang dicintainya ia akan jauh lebih manja. "Sudahku bilang kalau sekarang aku beritahu, namanya bukan kejutan. Makanlah terlebih dahulu setelah ini kita akan pergi..." Dengan sedikit memoncongkan bibirnya perempuan mengangguk, "Hm... baiklah," Roman meraih kedua tangan Silvia ia berbicara dengan bersungguh-sungguh sambil menatap wajah perempuan itu. "Aku ingin, kau dan aku secepatnya menjadi kita," "Hah? Gimana-gimana maksudnya?" Silvia masih heran dengan kalimat yang ambigu itu. "Aku ingin secepatnya kita Menikah." ucap Roman memperjelas. "Kau serius, dalam waktu dekat ini?" Silvia meneliti wajah kekasihnya yang justru terang-terangan mengajak nikah. "Apa kau tidak percaya padaku?" tanya Roman malas saat tanggapan Silvia tidak sesuai harapannya. "Iya percaya, maaf... aku hanya kaget saja." balas Silvia lembut. "Iya aku ingin menik
"Bagaimana apa kau masih akan mengundurkan diri dari kerja sama ini?" ejek Roman kembali dengan senyuman. Dengan terpaksa Fred tetap bertahan dengan kerja sama yang telah berlangsung itu,"Tentu saja aku akan bertahan, aku bukan Orang bodoh!" ujar Fred menyombongkan diri. Kemudian ia menoleh pada sekretaris dan tangan kanannya, "Ayo kita pergi dari sini!" ajaknya dengan penuh kekecewaan. Mereka pun mengangguk lalu bangkit menyalim tangan Roman sebagai bentuk penghormatan terhadap tuan rumah yang mengadakan rapat itu, sedangkan Fred hanya diam dengan sikap angkuhnya dia sangat tidak menyukai suasana ini. Pada saat Fred dan karyawannya akan keluar dari ruang rapat itu, pria muda itu kembali mengejeknya, "Apa begini caramu? Sopan kah meninggalkan rapat penting yang belum usai?!" Fred tiba-tiba menghentikan langkahnya, "Sit!" sambil menepuk tangannya di udara menandakan kalau ia sangat marah. Sementara Roman bersedekap tangan sambil tersenyum licik menikmati rasa kesal musuhny
Silvia teramat sangat senang setelah mendapatkan kabar baik ini ia bahkan ingin secepatnya bertemu dengan kekasihnya. Namun, Silvia masih terhalang restu dari kakek Rezenzo, ia kembali dengan raut wajah sedih setelah mengingat soal Rezenzo menentang hubungan itu. "Sampai kapan Tuan Rezenzo akan seperti ini? Memandang aku dengan sebelah mata... aku harus melakukan sesuatu agar pria itu mau merestui hubungan ini," gumam Silvia merasa sesak. Mengingat pria kaya yang ternyata kakek dari kekasihnya itu sangat tidak menyukai Silvia, tapi bukan karena ia miskin namun karena perbedaan umur yang cukup sangat jauh. Akan tetapi... semua ini tidak akan menyurutkan semangat Silvia begitu saja. *** Hari ini perintah yang diterima Dian berjalan dengan baik, bahkan ia pun kembali ke kantor dengan berita yang menggembirakan, Roman memberikan Dian apresiasi berupa hadiah uang tunai dengan dalih untuk diberikan kepada orang tua Dian. "Kau hebat Dian, saya senang dengan keberhasilan mu. Tapi ti
Ceklek!!! Suara pintu dibuka oleh seseorang mengalihkan perhatian Rezenzo yang telah menunggu ke datangan perempuan itu. "Tuan, memanggil saya?" tanya Dian masih berdiri di ambang pintu. "Kemarilah saya ingin bicara denganmu, empat mata!" dengan tangan melambai ke arah Dian. Perempuan itu mendekat dan membungkuk di hadapan Rezenzo, "Apa yang ingin Anda bicarakan Tuan?" "Saya punya tugas untukmu, laporkan semua kegiatan Roman jika sedang berada diluar kantor, paham?!" bisik Rezenzo pelan dan sedikit mengancam, "Aku sengaja menunjuk kau Dian, lakukan pekerjaanmu dengan baik, aku percaya kau akan setia padaku." Dian terdiam dia merasa bingung atas permintaan Rezenzo, sedangkan di sisi lain ia telah berjanji pada Roman agar membantunya. "Huh! Bagaimana ini?" gumam Dian pelan. "Bagaimana kau bisa Dian?" tanya Rezenzo meyakinkan. Dian menatap kembali pada Rezenzo memasang gesture wajah lelah tapi tidak ingin menyerah, "Baiklah Tuan... saya akan berusaha sebisa saya," ucap
"Bagaimana ini Tuan? Cucu Anda tidak mau menjadi Direktur di perusahaan ini, sedangkan Anda telah mengumumkan pada seluruh karyawan di kantor dan para kolega kita," ucap pak Rusli tampak khawatir terhadap penolakan Roman. "Nanti biar aku pikirkan lagi, aku pastikan Roman akan menjadi Direktur di perusahaan ini. Kau jangan khawatirkan tentangnya," Rezenzo bangkit dari duduknya dan meninggalkan ruangan rapat itu. Roman yang sedang kesal kini berada di ruangan kerja sang kakek tampak menatap jauh ke luar tirai jendela kantor megah itu. "Apa kau masih marah pada Kakekmu yang sudah Tua renta ini Roman? Kalau bukan kau yang menjadi Direktur di perusahaan ini siapa lagi?" Rezenzo berkata dengan lembut dan pura-pura terlihat lemah agar sang cucu merasa kasihan padanya. Namun, Roman tidak peduli padanya. Karena tujuan Roman bukanlah untuk jabatan, tujuan utama dia adalah untuk Silvia, karena dengan Dian yang menjadi asisten pribadinya maka semua yang direncanakan akan berjalan mulus.
Roman terdiam ketika pelayan itu berbicara seperti itu padanya, tapi ia juga berusaha memahaminya dengan serius. "Harus menjadi apa? Kau pikir aku harus apa?" Roman semakin bingung dengan maksud pelayan itu. "Astaga Tuan... pintarlah sedikit, kau punya segalanya! Oke, saya akan katakan pada Anda tidak akan pakai klue-klue lagi, Anda harus memiliki kekuasaan!" tandas pelayan bernama Dian itu. Menurut Dian dengan kekuasaan yang Roman miliki, ia akan semakin leluasa bertindak dalam hal apapun jika ia mau, tentu saja dalam hal ini Roman akan bisa berhubungan dengan mulus bersama Silvia tanpa takut akan halangan apapun. "Ternyata kau pintar Dian," ucap Roman menoyor kepala pelayan itu, "Saya suka dengan cara berpikirmu." "Pintarkan saya?" ujar Dian berbangga diri. "Oke, kali ini kau setuju kalau kau pintar." Roman terkekeh senang, akhirnya ia memiliki jalan untuk segera menyatukan hubungannnya dengan sang kekasih. *** Esok pagi pun telah menyapa kembali, dan hari ini Rom
"Tuan, lebih baik Anda menuruti perintah Tuan besar. Tolong jangan persulit pekerjaan saya," seorang pelayan tampak memohon pada pria muda itu agar menemui kakeknya. Roman masih berdiam diri dan acuh di dalam kamarnya. "Tuan, sebenarnya apa masalah kalian? Ceritakan pada saya, saya janji akan membantu Anda," Pelayan yang sebaya dengan Roman masih mencoba membujuk agar tuannya menurutinya, dan memperlancar pekerjaannya. Ceklek!!! Roman kembali membuka pintu kamarnya, "Kau pikir, kau bisa membantu masalahku? Jangan seolah kau serba tahu tentang masalahku, sana pergi! Saya tidak akan menuruti keinginan tua Bangka itu!" "Tuan, ayolah saya mohon... jangan persulit pekerjaan saya," perempuan itu memohon padanya dengan memelas. "Ada keluarga yang harus saya biayai agar dapat bertahan hidup, apa Anda akan Setega ini. Saya tidak mau dipecat hanya gara-gara saya tidak bisa membujuk Anda Tuan." Roman terdiam dan mengamati perempuan yang memelas di hadapannya, ia berpikir kakeknya s