Hari ini Sasha, Raga, Luke dan Gendis berkumpul di Coffee Shop rumah sakit. Luke tampak sangat terpukul. "Kita mesti cerita ke Daniel tentang semua hal? Atau hanya tentang best part of his life aja?" tanya Gendis sambil mengusap-usap perutnya yang sudah membuncit. "I think kita harus kasih tau semua, jangan ada yang ditutupi, karena kalaupun bukan dari kita, he might someday dengar dari orang lain," jawab Luke bijak. Sasha mengigit bibirnya, itu artinya ia harus memberitahu Daniel tentang sejarah mereka. Sejarah pernikahan dan perceraian mereka. Raga menyentuh tangan Sasha, "Kita harus kasih Handphone Daniel Sha, mungkin itu bisa ngebantu buat men-trigger ingatan dia," tukas Raga lembut. Walaupun dalam hatinya cukup berat. Banyak hal buruk yang ia bayangkan akan terjadi. Bagaimana jika Daniel mulai jatuh cinta kepada Sasha seperti pertama kali? Bahkan sampai sebelum kecelakaan pun Daniel masih memasang wallpaper layar ponselnya dengan foto pernikahannya dan Sasha. Sasha mengangguk,
"Sha, have you call Heidi again?" tanya Luke dua minggu kemudian. Sasha mengangguk, "Cuaca udah kembali normal, tapi Heidi malah sakit, dia bilang setelah dia sembuh dia baru akan datang," jawab Sasha murung. Kasihan Daniel, apa keadaan Daniel yang parah seperti sekarang sama sekali bukan hal yang penting bagi Heidi? "Dokter bilang Daniel udah boleh pulang, jadi kita mesti gimana?" tanya Gendis, saat itu mereka sedang mengobrol di Kafe Rumah Sakit. Mereka semua sama-sama terdiam dan berpikir. Harus ada di antara mereka yang merawat Daniel. Luke harus kembali ke Bali karena pusat bisnisnya ada di sana. Sementara Gendis tetap di Jakarta karena ia ingin tinggal dengan orang tuanya saat hamil seperti sekarang. Raga dan Sasha, mereka bisa aja merawat Daniel, tapi tentu saja akan terasa sangat aneh. Setelah berdebat panjang, ternyata mereka sama sekali tak punya pilihan lain. Akhirnya keputusan diambil, Daniel akan dirawat oleh Raga dan Sasha sampai kondisinya membaik. Mereka akan datang
Malam ini Sasha memesan banyak makanan dari restoran Jepang favorit Daniel. Ia dan Gendis menyusun banyak makanan dan minuman di atas meja untuk mereka mengobrol dengan Daniel dari hati ke hati. Raga yang sempat mampir ke kantornya sebentar sore tadi sudah kembali, kini mereka bertiga menunggu Daniel dan Luke keluar dari dalam kamar Daniel. Tak lama kemudian Daniel muncul, ia terlihat sudah berganti baju dengan dibantu oleh Luke, kepalanya masih dililit perban, dan wajahnya masih saja seper orang yang kebingungan. "Hai Dan, how do you feel?" sapa Sasha sambil mendorong kursi roda Daniel menuju ke arah sofa tempat dimana yang lain sudah berkumpul. "Better I guess, knowing my ex wife and his new husband are all around me, it's a good sign isn't? Itu artinya kita semua bisa akur, ya kan?" jawab Daniel yang membuat Sasha langsung terdiam. Tanpa menyahut Sasha memarkirkan kursi roda Daniel dan menghempaskan tubuhnya tepat di samping Raga. "Well, jadi kalian mau bicara apa?" tanya Daniel
Sasha menoleh, menatap Daniel dengan tatapan kesal. "Daniel please! don't make it difficult for us, bisa kan bekerjasama dengan baik?" tukas Sasha dengan nada suara yang ia jaga sebaik mungkin. Daniel mendengus, ekspresi wajah yang tak pernah Sasha lihat saat ia menjadi suami Sasha. "Perawat tadi sih boleh juga, tapi masih lebih cantik kamu, emang selera saya dalam memilih istri gak pernah salah!" sahut Daniel sambil menatap Sasha dari atas tempat tidurnya. "Enough! That's not funny at all! Saya anggap kata-kata itu gak pernah keluar dari mulut kamu!" desis Sasha dengan perasaan campur aduk. Setelah itu ia melangkah cepat keluar kamar Daniel dan menemui Gendis di dapur."Gue gak bisa ngenalin Daniel Nyet! Dia beda banget sekarang!" gerutu Sasha dengan gusar. Ia membuka kulkas dan menuangkan segelas air putih dingin yang langsung ia habiskan dalam sekejap. "Beda gimana?" tanya Gendis masih sambil memotong-motong tomat. "Ya beda banget Nyet, dia kayak lebih serampangan kalo ngomong,
Kata-kata Daniel terus menerus terngiang-ngiang di telinga Sasha. Ia sama sekali tak menyangka jika Daniel akan berkata seperti itu. Ternyata Daniel ingat semuanya dan ia hanya berpura-pura kehilangan ingatan karena tidak ingin terlihat jika ia sangat terluka karena kehilangan Sasha. "Kamu gak pa pa?" tanya Raga yang melihat Sasha sedang melamun di meja dapur. Sasha menoleh lalu menggeleng sambil tersenyum samar, "Gak pa pa, kayaknya kita pulang aja deh, Olin bisa bantu Daniel kok! Lagian Ibu nya Daniel besok bakal terbang ke Jakarta," tukas Sasha yang tidak ingin memperkeruh keadaan. Raga hanya mengangkat bahu, "Kalo menurut kamu baiknya begitu ya gak pa pa, coba kamu bilang juga sama Luke dan Gendis," ujar Raga tanpa rasa curiga sedikitpun. Sasha mengangguk, "Ya udah aku coba bilang sama Luke dan Gendis ya," ujar Sasha lalu segera beranjak menuju kamar tidur yang ditempati oleh Luke dan Gendis. Setelah berdiskusi akhirnya mereka sepakat untuk kembali ke rumah masing-masing besok
Malam ini Sasha memutuskan untuk pulang ke rumah, ia sempat berpamitan dengan Daniel, namun Daniel hanya memunggunginya dan Raga tanpa mengucapkan sepatah katapun. "Olin, saya titip Pak Daniel ya, kalau ada apa-apa do let me know, kamu udah save nomor saya kan?" tanya Sasha yang dijawab angguka sopan oleh Olin. Langkah Sasha terasa berat saat meninggalkan Penthouse. Meninggalkan Daniel dalam keadaan terpuruk seperti sekarang tentu saja tidak mudah bagi Sasha. Namun berada di dekat Daniel hanya akan membuat semuanya menjadi bertambah rumit. Sasha sama sekali tak ingin tahu lagi alasan mengapa Daniel mencampakkannya waktu itu. Ia benar-benar akan mengubur semua rasa ingin tahu itu jauh-jauh. Pernikahannya dengan Raga adalah hal yang jauh lebih penting. Raga selalu tampak sabar di depan Sasha walaupun Sasha tahu sebenarnya Raga cukup cemburu dengan Daniel. "Kita mampir ke Gandy's ya, aku mau beliin steak buat Jasmine dan Katia," tukas Raga sambil mengemudi. Hati Sasha dialiri rasa han
Dua Bulan Kemudian. Tubuh Sasha masih saja ramping walaupun kehamilannya sudah menginjak usia kandungan delapan minggu. Hari ini adalah jadwal kontrol rutin bulanan Sasha ke dokter Reina. Bulan lalu ia tidak kontrol karena merasa belum perlu, namun karena belakangan Sasha mulai sering merasa pusing dan blackout ia memutuskan untuk check up segera ke klinik dokter Reina. Dengan ditemani oleh Raga, Sasha berangkat menuju klinik dokter Reina. Hari adalah hari kerja sehingga pasien dokter Reina tidak begitu banyak. Sasha sudah hampir melupakan pesan yang ia duga dikirimkan oleh dokter Reina. Karena Raga tidak merespon pesan romantis itu, Sasha memutuskan untuk melupakannya saja. Walaupun demikian Sasha tetap merasa perlu tampil cantik dan menarik di depan dokter Reina agar ia tidak diremehkan. Ia ingin mempertegas bahwa Raga adalah miliknya, suaminya, ayah dari janin dalam kandungannya! "Sha, kamu gak pa pa? Kok kayak lagi mikir gitu sih?" tanya Raga yang melihat Sasha sedang melamun
Malam harinya saat Sasha kembali ke rumah, Raga terlihat tertidur di sofa ruang TV. Sementara di karpet, Jasmine dan Katia terlihat sedang menonton film. "Ssssttt," Jasmine meletakkan ibu jari di mulutnya saat Sasha nyaris membuka mulut. "Baru tidur tuh Kak Raga, kecapean kayaknya," tukas Jasmine sambil mengambil paper bag yang dibawa Sasha. "Wah cheese cake! Kakak dari mana?" tanya Jasmine sambil mengeluarkan cheese cake dari papar bag. "Abis ngobrol sama Kak Gendis, kalian udah makan?" tanya Sasha seraya meletakkan tas tangannya ke atas sofa. "Udah! Tadi Kak Raga bikin nasi goreng!" jawab Katia riang. "Oh ya? Enak gak?" tanya Sasha. "Banget!" sahut Jasmine dan Katia bersamaan, membuat Sasha mau tak mau tersenyum. Ia berjongkok di depan Raga, lalu meniup-niup wajah Raga pelan. Raga membuka matanya perlahan, "Eh, udah pulang sayang?" ujar Raga dengan wajah terkejut. Raga meregangkan tubuhnya lalu bangkit dari tidurnya. "Capek ya?" tanya Sasha seraya duduk di sebelah Raga. "Lumayan,