Callista menganga tidak percaya kalau ternyata benda di dalam kotak itu adalah bom rakitan. Sergio menjelaskan kalau dia mempelajarinya dari seorang pelatih di sini saat dulu. Pelatih tersebut sudah meninggal akibat penyakitnya. Entah kenapa hanya dirinyalah yang diberitahukan untuk merakit sebuah bom walau memakai alat seadanya. Namun kekuatan bom rakit itu cukup untuk meledakkan suatu tempat. “Apakah kau akan menggunakannya, Sergio?” tanya Callista. “Untuk saat ini tidak karena masih ada rakitan yang belum selesai. Aku butuh sesuatu yang bisa membuat bom ini diaktifkan,” jawabnya. Callista tidak mengerti dengan apa yang dijelaskan Sergio, dia hanya membalas dengan anggukkan saja. Sergio kembali memasukkannya ke dalam tanah, mengubur lalu tanah tersebut ditutupi oleh batu yang tadi. Tidak ada yang tahu bahwa di sana ada rakitan bom, hanya dia yang mengetahuinya. Alasan Sergio memberi tahu Callista hanya agar gadis itu tahu. Mungkin saja dirinya akan membutuhkan benda tersebut, piki
“Tunggu dulu! Aku memintamu untuk menceritakan tentang masa-masa kau bekerja di sana, bukan waktu kau remaja,” kata Florence. Callista menatap wanita itu.“Aku harus menceritakan bagaimana mulanya aku menjadi seperti ini. Lagi pula aku rasa kau juga baru mengetahuinya karena raut wajahmu menunjukkan keterkejutan ketika aku bercerita tentang pengorbanan Sergio,” balas Callista membuat Florence mengangkat kedua alisnya.“Ya, aku memang terkejut karena selama ini kau tidak pernah memberi tahu aku.” Perkataan Florence membuat Callista terdiam. Benar juga, katanya dalam hati. Dia tidak pernah menceritakan tentang masa lalunya kepada Florence. Wanita itu memang pernah menjadi saksi perjalanan hidup Callista, tapi tak semua tentangnya diceritakan. Wajar kalau Florence memasang ekspresi terkejut.“Sudahlah! Aku tak mau membahasnya lagi. Lebih baik kau pulang. Aku akan mengunjungimu lagi Minggu depan,” lanjut Callista sebelum Florence kembali mengatakan sesuatu. Dia tahu kalau wanita ini tak a
Justin yang takut dan tak bisa berbuat apapun hanya mengangguk kecil. Dirinya tidak berani untuk menoleh atau melihat siapa yang sudah mengancamnya seperti itu. Setelah dirasa benda tersebut tak lagi menyentuhnya, Justin membuang napas lega. Secara perlahan dirinya sedikit menoleh untuk memastikan, dari sudut matanya dia melihat seseorang bersetelan jas baru saja menjauhinya. Kini dia yakin kalau orang tadi adalah suruhan Bos ValHolitz.“Hei, kenapa wajahmu pucat? Apakah kau sakit?” Justin sempat terperanjat karena pertanyaan Callista. Wanita itu terheran-heran dengan reaksi Justin yang tak bisa.“A-aku tidak apa-apa, hanya saja ini kali pertamaku datang ke pesta,” jawabnya dengan suara bergetar.“Oh ya? Ku kira kau sedang ketakutan,” sindir Callista sekaligus mengejek.“Tentu saja tidak,” balasnya. Meski berbohong, Callista tahu apa yang sedang dirasakan pria di sampingnya itu, tapi dia tak mau memaksa Justin untuk berkata jujur. Wajar saja hal tersebut terjadi karena pesta ini cukup
“Masuklah!” Tiba-tiba saja Richard datang seraya menyuruh Callista dan Justin masuk kembali ke dalam ruangan itu. Richard pun menutup pintu lalu membuang napasnya.“Apa yang terjadi? Kenapa mereka berhamburan?” tanya Callista penasaran.“Beberapa menit setelah kalian masuk ke sini, seorang pria melemparkan gelas berisi alkohol ke salah satu tamu. Entah apa masalah di antara mereka sampai berkelahi, membuat semua orang takut dan berhamburan, termasuk para perempuan. Sebagian pria mencoba memisahkan mereka, tapi mereka malah terkena serangan yang akhirnya membuat semuanya menjadi kacau,” jelas Richard. Terlihat jelas bagaimana raut wajah paniknya. Hal ini membuktikan kalau dia tidak sedang berbohong.“Bagaimana bisa hal ini terjadi? Apakah penjaga tidak bisa meleraikan mereka?” tanyanya lagi.Richard menggelengkan kepala lalu menjawab, “Alih-alih melerai, para penjaga malah terbawa emosi yang mengakibatkan kekacauan semakin meluas. Ditambah akses masuk kita terhalangi oleh mereka, mau t
Callista sudah tidak familiar lagi dengan suara itu. Dia mengurungkan niatnya untuk membuka pintu. Dirinya bertanya, “Untuk apa kau kemari? Apakah kau ingin membuktikan bahwa kau salah karena sudah menuduh temanku?”“Teman? Padahal kau tidak begitu mengenalnya dan baru melakukan pertemuan beberapa kali, sekarang kau sudah anggap dia teman dan menjadikan aku musuh karena sudah menuduh dia? Yang benar saja!” sindirnya. Callista membalikkan badan. Benar saja, suara itu milik Fritz Ryker.“Aku tidak menjadikanmu musuh, hanya sedikit menjaga jarak agar kau tidak salah paham lagi. Aku juga tidak begitu dekat dengannya dan kau benar, aku tidak mengenalnya dengan baik, tapi dia sudah menyelamatkan aku, bahkan merelakan waktu sibuknya demi membantuku. Masa iya orang seperti itu seorang mafia? Tidak mungkin, kan?” balas Callista membuat Fritz tertawa pelan. Tawanya seperti sedang mengejek.“Apa yang menurutmu tidak mungkin, bisa saja jadi mungkin karena kau tidak mengetahuinya. Coba saja kau ta
“Arrghh!!!” erangnya kesakitan. Ya, yang menembak bukanlah wanita itu, justru dialah yang tertembak. Oscar melepaskan peluru dari pistol yang dia pegang tepat di kaki wanita itu sampai terjatuh. Oscar tidak terima sang bos diancam seperti itu, apalagi oleh seorang wanita. Dengan terpaksa peluru pun ditembakkan.“Dengan beraninya kau mengancam aku,” ucap Richard seraya merampas pistol yang dipegang oleh wanita tersebut. Kini giliran dia yang menempelkan ujung pistol ke dahi si wanita. Jelas saja hal ini mengejutkan semua orang, termasuk para pemberontak.“Maka kesempatanmu untuk bertemu putrimu sudah hilang.”DOR!Semua wanita berteriak karena Richard menembakkan pelurunya tepat di dahi wanita yang tadi mengancam dia. Seketika wanita itu terjatuh dengan mata yang membelalak dan dahi yang sudah berdarah. Richard melihat ke arah para pemberontak lalu berkata, “Apakah kalian ingin menjadi yang selanjutnya? Jika kalian ingin, silakan maju! Aku tak akan segan melubangi kepala kalian itu!”T
Ya, pria yang menodongkan pistol tepat di belakang kepala Richard adalah Fritz Ryker, anggota dari kelompok Forezsther. Kehadirannya di mobil bos mafia ini mengejutkan semua orang, tapi tidak dengan sang supir yang tampak ketakutan. Rupanya supir Richard sudah tahu akan kehadiran Fritz, hanya saja dia memilih bungkam karena sebelumnya sudah diancam.“Bagaimana kau bisa masuk?” tanya Oscar tanpa menurunkan todongan senjata kepada Fritz.“Seharusnya kau melatih supir lemahmu itu agar bisa melawan orang sepertiku. Setidaknya dia bisa melawan, tapi karena dia lemah, dengan mudah aku bisa masuk tanpa perlawanan. Beruntung dia bisa diajak bekerja sama, kalau tidak, kepalanya akan aku pecahkan,” jawab Fritz. Terdengar suara tawa dari Richard. Hal ini membuat pria itu keheranan.“Kau berani sekali! Ku tebak kalau dirimu mengikuti kami dari Napoli sampai ke Napoli lagi, iya, kan?” tebak Richard.“Sepertinya aku tidak perlu menjelaskan bagaimana bisa aku masuk ke sini. Kau lebih tahu,” balasnya
Dua anak buah ValHolitz membawa Fritz ke dalam sebuah ruangan lalu mengikatnya. Kini mereka sudah ada di markas besar ValHolitz. Oscar juga ada di ruangan ini, dia sedang memantau para anak buah yang mengikat Fritz. Seusai membuat pingsan pria itu, asisten Richard ini segera membawanya kemari. Sementara sang bos sudah ada di ruangannya dan tengah bersantai.Beberapa menit kemudian, Fritz terbangun dari pingsan. Dia sadar dirinya berada di tempat berbeda dan langsung memberontak serta berteriak meminta dilepaskan. Oscar yang masih ada di sana pun menghampiri lalu berkata, “Meski kau diberikan kebebasan dan hidup, tapi aku harus menyelesaikan tugasku.”“LEPASKAN AKU!” teriak Fritz tanpa ingin mendengarkan perkataan Oscar. Dirinya melanjutkan, “Bukankah kita sudah sepakat? Bosmu itu akan membebaskanku kalau aku bisa bekerja sama dengannya dan ku sepakati hal itu, tapi kenapa aku malah dikurung di sini?”“Sebenarnya keberadaanmu di sini bukanlah keinginan bosku. Ini inisiatif dariku sendi
Hal tersebut mengejutkan Richard dan Callista. Alberto malah menodongkan benda itu kepada anak buahnya sendiri. Tentu saja Callista tidak terima. Dirinya langsung mengomel. “Apa-apaan kau ini? Kenapa kau menodongku?”“Ku bilang pilihlah! Kau berpihak kepada siapa? Aku atau orang itu hah?” tanya Alberto tanpa menjawab pertanyaan Callista.“Apa maksudmu aku harus memilih?” tanya Callista lagi.“Cih! Sadar dirilah, Wanita sialan! Belakangan ini kau terus membela pria itu. Bahkan kau menggagalkan misimu dan terus menentang aku. Aku curiga kalau kau memiliki perasaan khusus kepadanya sehingga kau bersikap begitu. Iya, kan?” geram Alberto membuat Callista menganga tak percaya. Sang bos malah mempertanyakan hal seperti itu kepadanya. Pertanyaan tersebut cukup sulit untuk dijawab Callista untuk saat ini.“Ja-jangan main-main denganku, Pak Tua! Mana mungkin aku memiliki perasaan seperti itu kepadanya. Bukankah
Sepertinya Richard tak begitu terkejut dengan apa yang dilakukan Callista kepadanya. Alih-alih menghindar, Richard malah berjalan maju sehingga ujung pisau tepat berada di leher dia. Hal ini membuat Callista mendesis lalu menurunkan benda tersebut. Richard yang sudah tahu reaksi Callista hanya tersenyum lalu memeluk wanita itu. Anehnya, meski kesal, Callista tak menghindar bahkan membiarkan Richard memeluk dirinya.“Kenapa kau begitu berani meski senjata tepat di depan matamu? Aku bisa saja membunuhmu dalam jarak sedekat ini,” tanya Callista yang keheranan.“Karena aku yakin kalau kau tak akan berani melakukannya. Buktinya saja sekarang kau menurunkan senjatamu,” jawab Richard. Lagi-lagi Callista tak menyangkal, dia hanya memasang wajah sedih. Karena Richard sedang memeluknya, bos mafia itu tidak melihat bagaimana raut wajah Callista sekarang.“Kau tahu? Aku merasa kalau kau tak memiliki alasan untuk membenciku. Ku akui aku menyembu
Callista terkejut ketika melihat Fernando membelalakkan matanya. Pria itu pun terjatuh begitu saja membuat Callista menjerit. Ternyata tembakan itu berasal dari belakang Fernando. Callista melihat ke arah pelaku yang sudah melepaskan pelurunya ke mantan suaminya itu. Ternyata Richard, Bos ValHolitz yang selama ini tidak terlihat. Callista terkejut karena Richard menembak Fernando.“Kenapa kau menembaknya?” tanya Callista.“Karena dia akan menembakmu,” jawab Richard seraya berjalan mendekati mereka. Callista melihat tubuh Fernando yang sudah dipenuhi darah. Pria tersebut mengerang kesakitan di area punggungnya.“Aku tidak mengenai titik vitalnya, dia akan baik-baik saja,” ucap Richard setelah berhasil mendekati mereka dan berdiri tak jauh dari keduanya.“B-bos?! Ke-kenapa kau ke sini?” tanya Fernando terbata-bata.“Karena aku melihat istriku akan dibunuh oleh anak buahku sendiri,” jawabnya.
Perang dimulai, lokasi yang ditentukan sudah dipenuhi oleh dua kelompok yang sedang bertarung. Sesuai dengan perjanjian bahwa tak ada pengeboman. Kini murni hanya pertarungan keduanya yang menggunakan senjata api dan senjata tajam. Suara tembak menembak terdengar di medan perang, tak sedikit yang sudah tumbang akibat terkena peluru musuh. Bahkan sniper tersembunyi juga melakukan aksinya dari suatu tempat yang tak diketahui oleh siapapun. Begitupula dengan para pemimpin.Demi menguatkan pasukan, Forezsther bergabung dengan anggota dari kelompok Fulgen Famiglia. Meski tak semua anggota dari kelompok tersebut turun tangan, tapi pasukan Forezsther menjadi bertambah. Tentu saja ValHolitz kewalahan karena tak ada kelompok pendukung, mereka berjuang sendiri. Jumlah mereka jauh lebih banyak dari Forezsther dan Fulgen Famiglia, sayangnya, kebanyakan orang yang terkapar di tanah dari kelompok mafia ternama di Kota Napoli itu. Untuk saat ini, Forezsther jauh lebih unggul ketimbang ValHo
“Secara langsung, aku melihat bagaimana Easter disiksa di depan mataku, bahkan tanpa hati mereka mempermainkannya. Aku yang sudah tidak sanggup mulai berbicara demi bisa menyelamatkan diriku serta temanku. Meski Easter terus memarahi, aku tetap mengatakan kepada mereka tentang Forezsther. Namun sialnya, mereka tidak menepati janji dan justru semakin mempermainkan Easter di depan mataku. Tubuhnya yang sudah dipenuhi darah, tanpa sehelai kain, dan terus menyiksanya tanpa henti meski dia tak lagi berteriak kesakitan. Aku … aku hanya bisa melihatnya, tanpa bisa melakukan apapun dan hanya bisa menangis dalam diam. Ba-bahkan ketika Easter disakiti, aku ….” Justin melihat Callista yang berusaha untuk menahan diri agar tidak menangis. Padahal sedari tadi Callista terus memegangi dadanya dengan tubuh yang bergemetar dan suara yang mulai bergetar. Namun wanita tersebut tetap melanjutkan. Justin mencoba untuk meminta Callista untuk berhenti, sayangnya, Callista terus berbicara.
Dalam satu jam, Kristian pun datang menghadap ke bosnya. Sang bos langsung mengomeli Kristian yang sudah lengah. Tentu saja pria itu tak mengerti kenapa dirinya sampai dimarahi. Richard menjelaskan apa yang terjadi sebelumnya. Hal ini mengejutkan Kristian. Dirinya tak menyangka kalau Callista akan mengikutinya, bahkan mendengarkan pembicaraan dia dengan Gabriel.“Kau sangat bodoh, Kristian! Bukankah aku sudah peringati agar tidak usah menceritakannya kepada siapapun? Kau tidak menepati janjimu bahkan secara sembarangan mengungkapkan hal ini ke orang lain. Karena kecerobohanmu, Callista mengetahui semuanya dan dia malah menanyakannya kepadaku. Dengan terpaksa aku memberi tahu dia,” omel Richard seusai memberi tahu Kristian tentang kehadiran Callista satu jam lalu.“Maafkan aku, Bos! Gabriel sangat memaksa sehingga aku harus menceritakan kepadanya. Ka-““Jangan menyalahi orang lain karena kesalahanmu sendiri!” tukas Richard memb
Seusai berkata begitu, Richard pun melepaskan Callista. Wanita tersebut segera menjauhi Richard dan menatapnya dengan tajam. Meski dia tahu kalau dirinya akan kalah, Callista tetap ingin menyerang Richard karena baginya ini adalah kesempatan. Sayang sekali, Richard jauh lebih kuat daripada dia.“Jika kau melakukan hal itu di kantorku, para anak buahku tidak akan tinggal diam. Kau akan diserang oleh mereka, Callista! Lebih baik tahan dirimu sebelum waktunya tiba, lagi pula ketika penyerangan nanti, aku akan turun tangan langsung untuk menyerang kalian bersama dengan para anak buahku. Aku tak akan melarikan diri,” kata Richard lagi.“Harusnya aku membunuhmu waktu itu,” geram Callista membuat Richard tertawa pelan.“Sekarang kau menyesal tidak membunuhku?” tanya Richard. Callista tidak menjawab pertanyaan itu, wanita tersebut hanya menatap Richard dengan tajam. “Entah apa alasanmu, tapi kau memberikan aku kesempatan. Dengan
Callista terdiam, berusaha untuk mengingat tentang pasangan yang sudah dibunuhnya. Melihat Callista yang kebingungan, Richard pun mengambil dokumen dari dalam laci mejanya lalu memberikannya kepada wanita itu. Callista melihat isi dari dokumen tersebut yang menampilkan informasi tentang dua pasangan yang mereka bicarakan.“Mereka adalah kedua orang tua Kristian yang bekerja sebagai agen rahasia untuk beberapa kelompok mafia. Mereka hanya tinggal berdua di apartemen itu. Kau pergi ke sana untuk membunuh keduanya. Kebetulan Fernando berada di tempat lain dan ketika melihat orang tuanya, mereka sudah tiada dengan luka tusukan di mana-mana. Sempat ada perlawanan, terbukti dari beberapa barang yang hancur. Sekarang kau sudah mengingatnya?” ungkap Richard seraya melihat ke arah Callista.Wanita menganggukkan kepalanya. “Ya, aku baru ingat dengan misi itu. Misi yang diberikan oleh bosku karena mereka pernah bekerja dengannya dan berkhianat. Karena pengkhiana
“Hah?! Apa maksudmu?” tanya Callista.“Aku hanya ingin tahu, siapa yang akan kau bela ketika peperangan itu terjadi,” jawabnya.“Cih! Kau masih saja memikirkan hal seperti ini, bukankah seharusnya kau mengkhawatirkan kelompokmu sendiri? Ditambah kau sudah menyatakan perang kepadaku yang notabenenya adalah anggota Forezsther. Mungkin kau juga sudah memberi tahu Alberto,” kata Callista.Richard mengernyitkan dahi keheranan. Kemarin sang istri tampak berbeda seperti biasanya, tapi sekarang malah bersikap sama. Perubahan Callista membuat Richard menjadi bingung. Pria itu pun membalas, “Aku lebih khawatir kau akan menjadi korban atas peperangan yang akan terjadi. Akan jauh lebih baik kalau kau tidak terlibat dan tak perlu ikut perang. Ka-““Jangan naif, Bos Mafia! Sekeras apapun aku menyangkal, aku tetaplah anggota Forezsther dan tak mungkin bagiku untuk bersembunyi. Berjuang bersama temanku akan jauh lebih