Richard mengernyitkan dahinya ketika melihat ada seorang pria tua menghampiri wanita yang sedari tadi dia ikuti. Kini mereka berjalan beriringan dan tampak mengobrol satu sama lain. Richard merasa mengenal siapa pria itu dan ingin sekali menyerangnya, tapi tak mungkin dia lakukan saat ini karena situasinya yang tidak memungkinkan. Dengan terpaksa, Richard harus melepaskan dan membiarkan pria itu pergi. Tak lama kemudian, wanita tersebut dan pria itu berpisah di persimpangan jalan. Tentu saja Richard mengikuti si wanita daripada orang yang berbicara dengannya tadi. Dengan cepat dia berlari kecil dan menyusul. “Hei, Fleischer!” sapa dia. Wanita tersebut menolehkan kepala. “Tidak biasanya kita bertemu di jalanan seperti ini,” kata Florencia Fleischer atau bernama asli Callista Austerlitz Zouch. Ya, wanita inilah yang dilihat oleh Richard. Pria itu hanya tersenyum saja. “Tidak sengaja aku melihatmu bersama seorang pria. Tadinya aku mau menghampirimu, tapi ternyata pria itu yang terlebi
“Richard Valfredo Holtzman, untuk apa kau mendekati anak buahku?” tanya pria itu seraya duduk di kursi depan bekas duduk Callista tadi.“Alberto Forezsther, bos dari geng Forezsther, kelompok pembunuh bayaran yang selalu menyelesaikan balas dendam dengan melakukan pembunuhan,” kata Richard tanpa menjawab pertanyaan dari Alberto. Ya, pria itulah yang muncul dari arah belakang Richard. Sebelumnya Alberto hendak memanggil Callista lagi setelah perpisahannya di persimpangan jalan. Namun dia melihat sang anak buah berinteraksi dengan pria di depannya itu. Jelas saja langsung dia hampiri seusai Callista pergi untuk menanyakan hubungan antara anak buahnya dengan bos mafia ini.“Jangan banyak bicara! Jawablah pertanyaanku!” pinta Alberto.“Anak buah mana yang kau maksud? Aku tidak terlibat dengan mereka,” balas Richard tanpa dosa. Dia tidak mengerti siapa yang dimaksud oleh Alberto.“Wanita tadi adalah anak buahku. Dia bekerja untukku dan anggota Forezsther. Kau tidak usah pura-pura tidak men
“Tidak mungkin aku berkata begitu, kan?” Lanjutan ucapan Richard membuat Callista bernapas lega. Sebelumnya dia sempat terkejut sekali karena Richard berkata begitu, tapi nyatanya hanya gurauan semata.“Ya, sangat tidak mungkin, tapi katanya namamu sama dengan nama bos mafia ValHolitz itu,” balasnya.“Aku hanya seorang CEO, bukan bos mafia. Jangan mentang-mentang namaku sama dengannya dan kau mengira aku adalah bos mereka,” elaknya seraya berbohong kepada Callista. Tidak mungkin baginya membeberkan identitas asli dia kepada wanita di telepon itu. Dia sudah bertekad untuk menutupinya dan membiarkan Callista mengetahuinya sendiri.“Ehm … baiklah, maafkan aku! Aku hanya tidak ingin temanku menuduhmu, makanya ku tanyakan langsung kepadamu. Apakah kau merasa tersinggung?” tanya Callista merasa tidak enak hati. Richard tertawa pelan di seberang sana.“Santai saja! Kau hanya sekedar bertanya, aku memahami maksudmu itu.” Callista menganggukkan kepalanya. Karena ada hal yang ingin dilakukan Ri
Pertarungan sengit terjadi sampai akhirnya Gabriel mampu dikalahkan. Wajahnya sudah babak belur, tidak sanggup untuk berdiri dan memilih untuk menyerah. Namun pria bertopeng itu tampak tidak mau berhenti memukuli Gabriel, bahkan melakukan penusukan tepat di perutnya lalu melarikan diri. Tanpa berpikir panjang, Callista berlari ke arah di mana pertarungan itu terjadi dan menghampiri anak buah ValHolitz itu.“Dia menusukmu,” katanya seraya melihat ke arah perut Gabriel. Pria itu sempat terkejut dengan kedatangan Callista.“Kau … sedang apa kau di sini?” tanya Gabriel terbata-bata.“Tak sengaja aku melihatmu berkelahi dengan seseorang bertopeng. Kau harus diobati dan dibawa ke rumah sakit,” jawab Callista.“Aku tahu,” tolak Gabriel seraya berusaha untuk bangkit, tapi dia terjatuh lagi karena saking lemasnya. Dengan sigap, Callista membantu pria itu untuk berdiri dan memapahnya.“Aku akan membantumu. Di mana rumah sakit terdekat?” tanyanya. Perlakuan Callista membuat Gabriel terkejut. Dia
Dengan cepat, Gabriel melepaskan Callista dan menjauhkan diri. Sementara Callista terlihat kebingungan melihat kehadiran para pria itu. Siapa mereka? Kenapa datang kemari? Salah satu dari para pria itu menatap Gabriel dengan tajam dan anehnya Gabriel terlihat ketakutan.“Apa yang terjadi di sini?” tanyanya.“Ehm … ka-““Tunggu!” Baru saja Gabriel hendak menjawab pertanyaan itu, Callista segera menyela. Seraya menatap salah satu dari mereka, dia bertanya, “Apakah kau Richard Valfredo Holtzman Bos ValHolitz?”“Aku Oscar, asisten bosku. Kedatanganku ke sini karena ada suatu hal yang ingin aku sampaikan kepada Gabriel. Tidak ku sangka ternyata dia sedang berduaan denganmu,” jawabnya membuat Callista menggelengkan kepala.“Aku tidak memiliki hubungan apapun dengan pria sialan itu. Jika memang kau asisten bosmu, tolong pertemukan aku dengannya! Aku ingin melihat bagaimana wajah bosmu,” balas Callista. Ya, pria yang datang itu adalah Oscar Sutcliff, asisten Richard. Dia datang kemari karena
Callista membuka matanya secara perlahan. Dia melihat ruangan tanpa jendela yang pengap. Hanya ada sedikit lampu yang menerangi ruangan ini, satu ranjang, lemari kecil dan pintu besi. Callista tampak kebingungan sekali, di mana dirinya berada? Kenapa ada di sini? Di mana Mama dan Papanya? Semua pertanyaan itu berputar di benak gadis berumur 13 tahun itu. Gadis ini bangkit dari ranjang lalu mendekati pintu. Dia mencoba untuk membukanya, tapi terkunci. Dirinya meneriaki Mama dan Papanya, sayang sekali tidak ada yang menyahut dari seberang sana. Lama kelamaan dia ketakutan serta menangis, memohon agar dikeluarkan dari ruangan asing ini. Seketika saja dia teringat dengan apa yang terjadi sebelumnya. Seingat dia, dirinya sedang bermain bersama teman-teman, tapi tiba-tiba datang sebuah mobil hitam yang berhenti tepat di dekat mereka. Dua pria turun dari mobil lalu membawanya ke dalam kendaraan itu. Teman-temannya juga dibawa meski beberapa ada yang berhasil melarikan diri. Dalam sekejap, d
Callista membelalakkan matanya ketika mendengar perkataan itu. Kini dia sangat ketakutan bahkan sampai bergemetar. Anak laki-laki itu menurunkan tangannya dari bahu Callista tanpa mengalihkan pandangan. Dia kembali mengatakan kata-kata yang membuat gadis ini berteriak dengan kencang akibat rasa takut yang menyelimutinya.Di tengah teriakan itu, seketika dia merasakan sekujur tubuh yang terasa sakit. Teriakannya jauh lebih kencang bersamaan dengan seorang lelaki yang menghampirinya. Lelaki itu berkata, “Kau lagi yang berulah! Tidak bisakah kau diam hah?”Setelah rasa sakit Callista mereda, lelaki tadi menarik rambutnya hingga Callista menjerit kesakitan lagi. Dia kembali mengomel, “Jangan berulah lagi! Aku akan memotong lehermu kalau kau tidak bisa diam dan menurutiku!”Callista mengganggukkan kepala. Lelaki itu melepaskannya dan pergi begitu saja, sementara Callista berdiri seraya memegangi kepalanya yang terasa sakit. Dia melihat anak laki-laki yang tadi menakutinya hanya tertawa pel
“Apakah kalian berencana untuk kabur?” Seorang laki-laki berdiri di dekat mereka membuat keduanya langsung berdiri dan menghadap ke arahnya. Tentu saja wajah mereka terkejut karena tidak menyangka kalau ada orang lain yang akan mendengarkan pembicaraan tentang kabur dari tempat ini.“Jangan takut! Aku tidak akan memberi tahu siapapun,” imbuhnya karena sedari tadi Callista ataupun Fritz tidak mengatakan apapun.“Kau tidak boleh menguping pembicaraan orang lain. Tidak sopan!” tegur Fritz tidak terima. Laki-laki itu mengembangkan senyumnya.“Aku tidak menguping, pembicaraan kalian terdengar olehku,” balasnya. Ketika Fritz hendak mengatakan sesuatu, dia kembali berkata, “Jika kalian memang berencana untuk kabur, ku sarankan agar membuat rencana yang cerdik. Orang-orang dewasa di sini sangat pintar, mereka akan tahu semua gerak-gerik mencurigakan kalian. Ditambah banyak cctv di setiap sudut ruangan dan ruang terbuka ini. Kalian tidak akan selamat kalau melarikan diri secara terang-terangan
Hal tersebut mengejutkan Richard dan Callista. Alberto malah menodongkan benda itu kepada anak buahnya sendiri. Tentu saja Callista tidak terima. Dirinya langsung mengomel. “Apa-apaan kau ini? Kenapa kau menodongku?”“Ku bilang pilihlah! Kau berpihak kepada siapa? Aku atau orang itu hah?” tanya Alberto tanpa menjawab pertanyaan Callista.“Apa maksudmu aku harus memilih?” tanya Callista lagi.“Cih! Sadar dirilah, Wanita sialan! Belakangan ini kau terus membela pria itu. Bahkan kau menggagalkan misimu dan terus menentang aku. Aku curiga kalau kau memiliki perasaan khusus kepadanya sehingga kau bersikap begitu. Iya, kan?” geram Alberto membuat Callista menganga tak percaya. Sang bos malah mempertanyakan hal seperti itu kepadanya. Pertanyaan tersebut cukup sulit untuk dijawab Callista untuk saat ini.“Ja-jangan main-main denganku, Pak Tua! Mana mungkin aku memiliki perasaan seperti itu kepadanya. Bukankah
Sepertinya Richard tak begitu terkejut dengan apa yang dilakukan Callista kepadanya. Alih-alih menghindar, Richard malah berjalan maju sehingga ujung pisau tepat berada di leher dia. Hal ini membuat Callista mendesis lalu menurunkan benda tersebut. Richard yang sudah tahu reaksi Callista hanya tersenyum lalu memeluk wanita itu. Anehnya, meski kesal, Callista tak menghindar bahkan membiarkan Richard memeluk dirinya.“Kenapa kau begitu berani meski senjata tepat di depan matamu? Aku bisa saja membunuhmu dalam jarak sedekat ini,” tanya Callista yang keheranan.“Karena aku yakin kalau kau tak akan berani melakukannya. Buktinya saja sekarang kau menurunkan senjatamu,” jawab Richard. Lagi-lagi Callista tak menyangkal, dia hanya memasang wajah sedih. Karena Richard sedang memeluknya, bos mafia itu tidak melihat bagaimana raut wajah Callista sekarang.“Kau tahu? Aku merasa kalau kau tak memiliki alasan untuk membenciku. Ku akui aku menyembu
Callista terkejut ketika melihat Fernando membelalakkan matanya. Pria itu pun terjatuh begitu saja membuat Callista menjerit. Ternyata tembakan itu berasal dari belakang Fernando. Callista melihat ke arah pelaku yang sudah melepaskan pelurunya ke mantan suaminya itu. Ternyata Richard, Bos ValHolitz yang selama ini tidak terlihat. Callista terkejut karena Richard menembak Fernando.“Kenapa kau menembaknya?” tanya Callista.“Karena dia akan menembakmu,” jawab Richard seraya berjalan mendekati mereka. Callista melihat tubuh Fernando yang sudah dipenuhi darah. Pria tersebut mengerang kesakitan di area punggungnya.“Aku tidak mengenai titik vitalnya, dia akan baik-baik saja,” ucap Richard setelah berhasil mendekati mereka dan berdiri tak jauh dari keduanya.“B-bos?! Ke-kenapa kau ke sini?” tanya Fernando terbata-bata.“Karena aku melihat istriku akan dibunuh oleh anak buahku sendiri,” jawabnya.
Perang dimulai, lokasi yang ditentukan sudah dipenuhi oleh dua kelompok yang sedang bertarung. Sesuai dengan perjanjian bahwa tak ada pengeboman. Kini murni hanya pertarungan keduanya yang menggunakan senjata api dan senjata tajam. Suara tembak menembak terdengar di medan perang, tak sedikit yang sudah tumbang akibat terkena peluru musuh. Bahkan sniper tersembunyi juga melakukan aksinya dari suatu tempat yang tak diketahui oleh siapapun. Begitupula dengan para pemimpin.Demi menguatkan pasukan, Forezsther bergabung dengan anggota dari kelompok Fulgen Famiglia. Meski tak semua anggota dari kelompok tersebut turun tangan, tapi pasukan Forezsther menjadi bertambah. Tentu saja ValHolitz kewalahan karena tak ada kelompok pendukung, mereka berjuang sendiri. Jumlah mereka jauh lebih banyak dari Forezsther dan Fulgen Famiglia, sayangnya, kebanyakan orang yang terkapar di tanah dari kelompok mafia ternama di Kota Napoli itu. Untuk saat ini, Forezsther jauh lebih unggul ketimbang ValHo
“Secara langsung, aku melihat bagaimana Easter disiksa di depan mataku, bahkan tanpa hati mereka mempermainkannya. Aku yang sudah tidak sanggup mulai berbicara demi bisa menyelamatkan diriku serta temanku. Meski Easter terus memarahi, aku tetap mengatakan kepada mereka tentang Forezsther. Namun sialnya, mereka tidak menepati janji dan justru semakin mempermainkan Easter di depan mataku. Tubuhnya yang sudah dipenuhi darah, tanpa sehelai kain, dan terus menyiksanya tanpa henti meski dia tak lagi berteriak kesakitan. Aku … aku hanya bisa melihatnya, tanpa bisa melakukan apapun dan hanya bisa menangis dalam diam. Ba-bahkan ketika Easter disakiti, aku ….” Justin melihat Callista yang berusaha untuk menahan diri agar tidak menangis. Padahal sedari tadi Callista terus memegangi dadanya dengan tubuh yang bergemetar dan suara yang mulai bergetar. Namun wanita tersebut tetap melanjutkan. Justin mencoba untuk meminta Callista untuk berhenti, sayangnya, Callista terus berbicara.
Dalam satu jam, Kristian pun datang menghadap ke bosnya. Sang bos langsung mengomeli Kristian yang sudah lengah. Tentu saja pria itu tak mengerti kenapa dirinya sampai dimarahi. Richard menjelaskan apa yang terjadi sebelumnya. Hal ini mengejutkan Kristian. Dirinya tak menyangka kalau Callista akan mengikutinya, bahkan mendengarkan pembicaraan dia dengan Gabriel.“Kau sangat bodoh, Kristian! Bukankah aku sudah peringati agar tidak usah menceritakannya kepada siapapun? Kau tidak menepati janjimu bahkan secara sembarangan mengungkapkan hal ini ke orang lain. Karena kecerobohanmu, Callista mengetahui semuanya dan dia malah menanyakannya kepadaku. Dengan terpaksa aku memberi tahu dia,” omel Richard seusai memberi tahu Kristian tentang kehadiran Callista satu jam lalu.“Maafkan aku, Bos! Gabriel sangat memaksa sehingga aku harus menceritakan kepadanya. Ka-““Jangan menyalahi orang lain karena kesalahanmu sendiri!” tukas Richard memb
Seusai berkata begitu, Richard pun melepaskan Callista. Wanita tersebut segera menjauhi Richard dan menatapnya dengan tajam. Meski dia tahu kalau dirinya akan kalah, Callista tetap ingin menyerang Richard karena baginya ini adalah kesempatan. Sayang sekali, Richard jauh lebih kuat daripada dia.“Jika kau melakukan hal itu di kantorku, para anak buahku tidak akan tinggal diam. Kau akan diserang oleh mereka, Callista! Lebih baik tahan dirimu sebelum waktunya tiba, lagi pula ketika penyerangan nanti, aku akan turun tangan langsung untuk menyerang kalian bersama dengan para anak buahku. Aku tak akan melarikan diri,” kata Richard lagi.“Harusnya aku membunuhmu waktu itu,” geram Callista membuat Richard tertawa pelan.“Sekarang kau menyesal tidak membunuhku?” tanya Richard. Callista tidak menjawab pertanyaan itu, wanita tersebut hanya menatap Richard dengan tajam. “Entah apa alasanmu, tapi kau memberikan aku kesempatan. Dengan
Callista terdiam, berusaha untuk mengingat tentang pasangan yang sudah dibunuhnya. Melihat Callista yang kebingungan, Richard pun mengambil dokumen dari dalam laci mejanya lalu memberikannya kepada wanita itu. Callista melihat isi dari dokumen tersebut yang menampilkan informasi tentang dua pasangan yang mereka bicarakan.“Mereka adalah kedua orang tua Kristian yang bekerja sebagai agen rahasia untuk beberapa kelompok mafia. Mereka hanya tinggal berdua di apartemen itu. Kau pergi ke sana untuk membunuh keduanya. Kebetulan Fernando berada di tempat lain dan ketika melihat orang tuanya, mereka sudah tiada dengan luka tusukan di mana-mana. Sempat ada perlawanan, terbukti dari beberapa barang yang hancur. Sekarang kau sudah mengingatnya?” ungkap Richard seraya melihat ke arah Callista.Wanita menganggukkan kepalanya. “Ya, aku baru ingat dengan misi itu. Misi yang diberikan oleh bosku karena mereka pernah bekerja dengannya dan berkhianat. Karena pengkhiana
“Hah?! Apa maksudmu?” tanya Callista.“Aku hanya ingin tahu, siapa yang akan kau bela ketika peperangan itu terjadi,” jawabnya.“Cih! Kau masih saja memikirkan hal seperti ini, bukankah seharusnya kau mengkhawatirkan kelompokmu sendiri? Ditambah kau sudah menyatakan perang kepadaku yang notabenenya adalah anggota Forezsther. Mungkin kau juga sudah memberi tahu Alberto,” kata Callista.Richard mengernyitkan dahi keheranan. Kemarin sang istri tampak berbeda seperti biasanya, tapi sekarang malah bersikap sama. Perubahan Callista membuat Richard menjadi bingung. Pria itu pun membalas, “Aku lebih khawatir kau akan menjadi korban atas peperangan yang akan terjadi. Akan jauh lebih baik kalau kau tidak terlibat dan tak perlu ikut perang. Ka-““Jangan naif, Bos Mafia! Sekeras apapun aku menyangkal, aku tetaplah anggota Forezsther dan tak mungkin bagiku untuk bersembunyi. Berjuang bersama temanku akan jauh lebih