Mendengar bentakan keras dari arah depan pondok, Birawa langsung menoleh Arya dan Yaksa untuk memberi tanda.
"Kalian cepat pergi dari sini lewat pintu belakang, aku akan meladeni orang-orang yang baru datang itu!" perintah Birawa kepada Yaksa dan Arya.
Mendengar perintah Birawa tanpa menunggu Arya dan Yaksa dengan cepat langsung membawa Jayanegara keluar lewat belakang pondok tempat mereka berada, sementara Birawa keluar pondok dari pintu depan untuk mengalihkan perhatian.
"Siapa kalian, main teriak-teriak saja mengganggu orang istirahat!" bentak Birawa kepada orang-orang yang berdiri di depan pondok itu.
Birawa melihat di depan pondok ada tiga orang yang berdiri dengan cara berkacak pinggang. Birawa yang berdiri di dekat tangga pondok tahu kalau selain tiga orang itu, di tempat itu juga ada orang lain setidaknya dua orang yang lagi yang bersembunyi di dalam semak.
"Kau jangan pura-pura lekas serahkan Jayanegara kepada kami!" bentak salah satu
Dua lawan yang terkena hantaman tongkat bambu pada kepalanya langsung berkelonjotan kemudian diam tak berkutik. Sementara satu orang yang tadi hanya terserempet tongkat bambu berdiri dengan muka pucat, matanya terbelalak tak menyangka dengan apa yang dialami kawannya. Birawa berdiri menatap satu orang yang tersisa, tongkat bambu yang menjadi senjatanya dia sandarkan di bahu seperti memikul sesuatu. "Aku tidak mau membunuh kalian, namun kalian membuatku jadi gatal tangan, sekarang lebih baik kamu pergi dari sini mumpung aku berbaik hati!" hardim Birawa berkata kepada satu lawan tersisa yang bersandar pada sebatang pohon dengan muka pucat. "Kau akan menyesal, aku pastikan masalah ini tidak selesai di sini, aku akan membuat perhitungan dengan kamu!" geram satu orang lawan tersisa dengan suara bergetar menahan dendam yang tumbuh di matanya. "Masalah menyesal biar aku pikirkan nanti, sekarang juga kamu pergi dari sini, dan kamu perlu ingat jika suatu saat mencarik
Gubuk di belakang Birawa yang tadi berdiri gagah hancur terkena angin serangan Datuk Kalimayat. Birawa yang tadi sempat menjatuhkan dirinya ketanah bangkit berdiri merasa tengkuknya dingin melihat pondok itu hancur berkeping-keping karena terkena pukulan Datuk Kalimayat. "Kau cukup beruntung bisa menghindari seranganku," ujar Datuk Kalimayat kepada Birawa dengan seringai menyeramkan dan sorot mata yang dingin. Setelah berkata seperti itu dengan cepat Datuk Kalimayat kembali menyerang Birawa, kali ini datuk yang bertubuh bongkok itu menyerang dengan cepat mengincar dada dan leher Birawa. Birawa yang tahu bagaimana dahsyatnya serangan dari orang tua itu langsung meladeni dengan jurus yang dia dapat dari Kakek Tapak Malaikat yakni sebuah jurus bernama Malaikat Menghancur Petaka. Gerakan cepat dari jurus yang dimainkan Birawa mampu meladeni serangan mematikan dari Datuk Kalimayat. Selanjutnya ketika si datuk kembali menyerang dada dan lehernya, dengan gerakan cep
Si Kakek menatap nenek di sampingnya seakan tak percaya pada apanyang ditanyakan wanita tua itu. "Apa kamu tidak memperhatikan jurus yang di mainkan pemuda tadi?" tanya Si Kakek lagi. "Apa maksudmu?" Tanya Si Nenek tidak paham. "Aku yakin jurus yang di mainkan pemuda tadi merupakan jurus dari Tapak Malaikat, anak itu pasti ada kaitannya dengan orang tua yang sudah menghilang puluhan tahun silam," jawab Si Kakek dengan yakin. "Kalau begitu kita harus memastikannya, kemana dia pergi, oh ya ke arah sana," tunjuk Si Nenek berkata sambil menunjuk ke arah Birawa pergi. Si kakek melihat nenek itu melesat meninggalkan tempat itu hanya geleng-geleng kepala saja. "Dasar nenek-nenek, masih seperti dulu tanpa perhitungan," rutuk Si Kakek. Kemudian dengan cepat Si Kakek melesat pergi meninggalkan tempat itu menyusul arah yang diambil lebih dahulu oleh si Nenek. ******* Birawa yang baru sampai di batas desa melihat Yaksa dan Arya men
Birawa bersama Arya dan Yaksa terkejut mendengar teguran yang dilayangkan pada mereka itu. Mereka melihat tidak jauh dari mereka di sisi jalan duduk seorang tua berbaju rombeng penuh tambalan dengan tangan tiada henti memainkan uang kepeng di tangannya. Sebentar uang kepeng itu dia lempar ke udara, kemudian uang yang di lempar ke udara itu dia tangkap dengan tangannya. Walaupun badannya menghadap ke arah Birawa dan kawan-kawan, namun ekor matanya menatap ke arah lain. Meskipun suasana remang-remang tapi Birawa bisa melihat jelas mata orang itu, melihat mata orang itu membuat Birawa tersentak. Dia tahu orang yang sekarang ada di hadapannya tak lain merupakan tokoh sakti berwatak aneh yang di kenal dengan julukan Pengemis Bukit Rarata. Birawa yang tahu siapa tokoh itu dengan cepat membungkukkan badannya di depan orang yang sedang duduk menjaplok di tanah itu. "Kakek Pengemis Bukit Rarata, maafkan kami yang tidak tahu tingginya gunung di depan mata
Terdengar dua kali ledakan berturut-turut yang membuat tanah berhamburan di tempat itu ditambah tempat itu seperti dilanda gempa dahsyat, ketika debu yang beterbangan lenyap di tempat ledakan terdapat dua buah lobang besar di tanah. Birawa yang tadi menghindar menjauh masih merasakan efek akibat pukulan tersebut, dia dengan cepat berlutut di tanah sementara Yaksa dan Arya keduanya jatuh terjengkang, begitu suasana tenang kedua orang itu langsung berhamburan sembunyi di balik sebuah pohon. Tidak jauh dari Birawa terlihat Pengemis Bukit Rerata masih berdiri tegak di tanah dengan sorot mata tajam mengarah ke Birawa. Birawa yang menyadari sorot kemarahan dari mata lawan, dengan cepat meloncat berdiri dan langsung siaga. Benar saja apa yang Birawa perhitungkan baru saja Birawa berdiri, lawan langsung menderu menyerang Birawa dengan dua pukulan sekaligus. Pukulan yang dilontarkan oleh lawan mengeluarkan angin menderu deras, mendapatkan serangan
Benturan keras terjadi antara Birawa dan Pengemis Bukit Rarata, akibat benturan itu tubuh Birawa terlempat sejauh tiga tindak kebelakang. Sementara di depannya Pengemis Bukit Rarata juga terpental jauh, ketika mendarat di tanah kedua kaki kakek itu tidak bisa berdiri sempurna, sejenak kemudian tubuh orang tua itu ambruk dan muntah darah Segar, sebelum kemudian jatuh tak berkutik di tanah, Di bagian dada orang tua itu terlihat bolongan membentuk tapak tangan. Apa yang terjadi dengan Pengemis Bukit Rarata?, ketika tadi terjadi benturan antara keduanya Birawa dorongkan segenap kekuatan tangan kanannya menepis serangan lawan, pada saat terjadi benturan itu juga dengan cerdik Birawa memiringkan badannya sedikit ke kanan kemudian tangan kirinya langsung menghantam dada lawan menggunakan pukulan Tapak Malaikat. Setelah melakukan pukulan, mengandalkan kekuatan tangannya yang menghantam dada lawan, Birawa menambah dorongan tubuhnya menjauhi tubuh lawan. Dia melihat lawan meri
Gerbang Utama Kadipaten Derwana yang merupakan sebuah kadipaten strategis bagi Kerajaan Bandar Agung adalah sebuah gerbang yang dibangun dengan kayu-kayu tebal dan mempunyai menara yang tinggi. Berapa penjaga kelihatan bersiaga di setiap sudut gerbang dengan senjata terhunus lengkap. Selain penjaga yang bersiaga tersebut terdapat juga di sana berapa penjaga yang berpatroli mengelilingi tempat itu. Di tengah gelapnya malam terlihat Birawa yang berpakaian serba hitam bergerak lincah menghindari penjaga yang bersiaga di Gerbang Kadipaten Derwana. "Hei....!" Birawa memanggil salah satu penjaga yang ada di sana, ketika penjaga itu menoleh kepadanya dengan cepat tubuh Birawa yang berpakaian serba hitam bergerak lincah melumpuhkan penjaga itu. Mendengar suara tubuh bergedebukan jatuh dari kawan-kawan mereka, berapa petugas terlatih segera berlari menghampiri tempat itu. Ketika para petugas yang baru datang itu sampai di tempat tersebut mereka kebingu
Bagian pinggang baju Birawa robek besar terkena sambaran cakar lawan. Birawa meloncat mundur sejauh dua tindak ke belakang, kalau tadi dia tidak cepat mundur mungkin bukan hanya bajunya yang robek namun juga kemungkinan kulitnya juga akan robek karena sambaran cakar itu. "Hehehe... setelah ini kulit pinggangmu yang akan robek bukan hanya bajumu!" ejek lawan kepada Birawa. "Kau hanya beruntung kali ini," dengus Birawa dengan sengit sembari menyipitkan matanya di balik topeng ke arah lawan. Dengan cepat Birawa meloncat, kali ini dia mengambil inisiatif menyerang lawan yang ada di hadapannya. Birawa yang baru meloncat langsung menyerang lawan menggunakan Jurus Malaikat Menyapu Badai yang di kombinasikan dengan Tapak Malaikat. Angin serangan Birawa menderu menghujani tubuh lawan, kalau tadi lawan terlihat mengejek, namun kali ini tak urung lawan di buat kaget oleh serangan cepat yang di lakukan Birawa. Berapa kali lawan terpaksa membuang diri sembarangan
Birawa berlari kecil memasuki sebuah hutan yang terkenal angker yang bernama Hutan AdriKetika memasuki hutan ini dia sudah merasakan ada beberapa pasang mata yang mengikutinya.Berapa kali dia mencari orang yang mengintainya, tapi dia tidak dapat mengetahui keberadaan orang yang mengintainya.Kalau tadi Birawa berlari kecil, sekarang dia berjalan santai dengan sengaja untuk memancing orang yang mengintainya itu keluar."Berhenti!" bentakan menggelegar memenuhi Hutan Adri mengagetkan Birawa.Setelah mengatasi kekagetannya Birawa menatap ke depan yang mana terdapat bukit kecil di sana.Di hadapannya berdiri berkacak pinggang seorang lelaki tinggi besar dengan tangan dan leher di penuhi dengan akar bahar sebagai hiasan.Birawa menatap tajam orang di hadapannya, belum sempat dia memberikan pertanyaan sebut suitan keras keluar dari mulut orang itu.
Krakkk!ByurrrTerdengar bagian tubuh lawan patah ketika tendangan kaki Birawa mengenai bagian selangkangan leleki itu, suara tulang patah itu juga di ikuti dengan jatuhnya tubuh ke dalam laut.Tubuh lawan yang hilang keseimbangan begitu terkena tendangan keras dari Birawa langsung terbanting dan melayang ke arah laut, tubuh itu kemudian tenggelang di dalam air laut dan hilang begitu saja.Beberapa anak buah bajak laut yang tersisa ketika melihat pimpinan mereka dikalahkan dengan cepat membuang senjatanya masing-masing sebelum kemudian mereka berdua berlutut tanda menyerah.Birawa melihat apa yang dilakukan oleh sisa bajak laut itu dengan langkah tenang mendatangi mereka, sewaktu birawa mendatangi mereka, muka para bajak laut menjadi pucat."Tuan, ampuni nyawa kami, kami menyerah," ucap salah satu ornag dari mereka dengan suara memelas."Kali ini aku mengampuni kalian semua, sekarang juga kalian angkat kaki dari sini. Namun ingat sete
Semua orang yang ada di atas kapal berseru ngeri mendengar suara leguhan seperti itu, hampir semua orang menyangka kalau Birawa sudah terkapar di geladak kapal dengan nyawa yang minggat dari badannya.Namun perkiraan semua orang menjadi kecele, karena Birawa walau termundur berapa langkah nampaknya tidak mengalami luka sama sekali.Sebalik Suryo Menggolo juga termudur berapa langkah, kening lelaki itu nampak mengernyit menahan ngilu pada tangannya.Pada saat serangan dahsyat dilayangkan oleh Suryo Menggolo, Birawa yang menyadari kalau serangan lelaki itu tak main-main dengan cepat langsung memainkan Jurus Langkah Malaikat.Dengan mengandalkan kecepatan jurus itu, Birawa memitingkan badannya sedikit kesamping, tangannya dengan cepat menyusup untuk memukul sambungan siku lawan.Benturan dua kekuatan membuat keduanya sama-sama termundur ke belakang sejauh dua tindak."Haram Jadah!" umpat Suro Menggolo sambil menggerakkan tangannya yang te
Birawa yang merasa tidak punya pilihan lain, selain membantu mempertahankan kapal yang dia tumpangi.Dengan gerakan ringan segera melesatkan badannya, untuk menyongsong anak buah dari bajak laut.Sekali melompat Birawa melewati berapa orang anak buah Juragan Jatmika, pedang di tangannya benar-benar menjadi pedang maut.Kemana pedang dia ayunkan selalu memakan tumbal dari bajak laut, melihat Birawa sudah lebih dahulu mengamuk, hal ini menambah semangat dari anak buah Juragan Jatmika."Serang...!" teriak menggelegar dari orang yang tadi memberikan pedang pada Birawa, mengobarkan semangat anak buahnya.Orang itu tiada henti berdecak kagum pada Birawa, walaupun awalnya semangatnya sempat kendor. Namun melihat apa yang Birawa tunjukkan membuatnya menjadi punya harapan lagi.Bukan tanpa alasan anak buah Juragan Jatmika turun semangatnya melihat Bajak Laut Suryo Menggolo, karena reputasi para bajak laut itu tidak diragukan, sudah banyak selama ini
Matahari baru saja menampakkan sinarnya dari peraduan, di tengah cahaya mentari pagi itu terlihat satu sosok berlari cepat menuju ke tempat kapal-kapal yang biasa berlabuh di Selat Sunda.Sosok itu tak lain merupakan Birawa, setelah berpamitan dengan Ayahnya dan rakyat kerajaan, dengan cepat Birawa langsung melanjutkan perjalananya menuju Selat Sunda, untuk mencari tumpangan penyebrangan menuju Jawadwipa."Paman, apakah ada kapal yang bisa di tumpangi untuk menyeberang?" tanya Birawa kepada seorang di sampingnya, ketika dia sedang duduk disalah satu warung makan, menunggu kapal yang akan menyeberang."Ada Kisanak, tapi mungkin agak siang, hari ini biasanya Juragan Jatmika akan membawa barang dagangannya ke negeri seberang," jawab lelaki pemilik warung yang berumur sekitar empat puluh tahun itu dengan ramah."Apakah Paman, bisa mencarikanku tumpangan?" tanya Birawa sambil meletakkan berapa keping koin di hadapan lelaki itu."Sepertinya kamu bukan be
agi hati ketika matahari menyinari mayapada rakyat berbondong-bondong mendatangi istanah, mereka bergerombol menyambut kedatangan Raja Ambimayu yang merupakan raja yang mereka cintai namun harus menyingkir karena penghianatan Arya.Rakyat bersorak-sorai menyambut raja yang sudah hampir sepuh tersebut bersama keluarganya yang setelag sekian lama meninggalkan istanah akhirnya kembali.Matahari baru telah terbit di atas Istanah Kerajaan Bandar Agung, harapan rakyat terpancar melalui sinarnya yang terang."Selamat datang kembali di istanah, Yang Mulia." Suprana bersama Jayanegara menunduk takzim menunggu Raja Abimanyu di tangga istanah."Terima kasih, kita tidak bisa terlalu lama berdiam diri sebab rakyat di luar menunggu dengan harapan besar pada kita, kita harus mulai melakukan pembenahan," jawab Raja Abimanyi kepada dua orang abdi setianya.Mereka mengikuti langkah Eaja Abimanyu memasuki istanah yang selama ini telah dia tinggalkan.Sementara
Arya meloncat mundur sejauh dua tindak, dia tidak menyangka sama sekali ketika menjatuhkan dirinya ke tanah tangan Birawa yang sudah di lumuri ajian Tapak Malaikat langsung memukul pedangnya membuat pedang Arya patah di tiga bagian. Tak hanya itu kalau tadi Arya tidak segera meloncat mundur bukan hanya pedangnya yang patah namun dadanya juga akan menjadi makanan tangan Birawa. Tubuh Arya tersandar di kandang kuda dengan muka pucat, sementara Birawa setelah memukul patah pedang di tangan lawan langsung meloncat bangkit. Birawa menatap tajam kearah Arya dengan mulut menyeringai senyuman mengejek, langsung mengangkat tangan menunjuk tepat ke arah hidung Arya. "Hari ini aku akan pastikan nyawa busuk di tubuhmu akan minggat!" hardik Birawa dengan galak. "Jangan bermimpi kau bisa membunuhku Birawa, tadi hanya kebetulan saja, kau tidak akan mampu membunuhku," dengus Arya dengan sombong sambil berusaha bangkit. Begitu bangkit dengan cepat Arya
Beberapa pasukan penjaga Kerajaan Bandar Agung yang tidak menyangka akan mendapat penyergapan menjadi kalang kabut, suasana istana yang longkar dari penjagaan membuat pasukan yang di pimpin oleh Birawa bersama Jayanegara dan Suprana dalam waktu cepat dapat menguasai istana. "Paman Jayanegara dan Suprana, sebaiknya kita berpencar karena Raja Arya belum dapat kita temukan, tapi aku yakin dia belum pergi jauh dari istana!" Birawa berkata setengah berteriak kepada Jayanegara dan Suprana. "Baik Raden!" teriak Jayanegara dan Suprana berbarengan sembari meloncat dari sana. Setelah perginya Jayanegara dan Suprana dengan cepat Birawa berlari kebelakang istana, di pojokan belakang ke arah istal kuda Birawa melihat Arya berusaha meloloskan salah satu kuda di dalam kandangnya. "Arya, sekarang kamu lebih baik menyerah biar aku bisa membunuhmu tanpa rasa sakit!" bentak Birawa kepada Arya dengan suara menggelegar. Raja Arya yang panik dan kaget merasa tidak
Mendengar suara di luar bangunan itu dengan cepat dan lincah Suprana bersama Jayanegara segera melesat keluar menuju sumber suara. Ketika masuk ke dalam mereka mengapit satu orang yang tadi menginjak ranting yang mereka dengar. "Siapa dia Paman?" tanya Birawa melihat orang yang baru datang. "Dia mata-mata kita yang datang melaporkan apa yang dia lihat," jawab Jayanegara dengan cepat. "Baiklah apa yang kamu lihat daei tugasmu prajurit?" tanya Raja Abimayu mendahului. "Raja Arya melepas banyak mata-mata menuju pelosik negeri, bersama dengan beberapa prajurit juga disebar untuk berjaga-jaga," lapor orang itu dengan khidmat. "Baiklah, sekarang kamu istirahan karena tubuhmu pasti lelah setelah melakukan perjalanan, besok kamu bergabung dengan salah satu kelompok kita mengingat kamu pasti menguasai medan yang akan di hadapi," jawab Birawa sambil tersenyum ke arah Prajurit itu. "Terimakasih Pangeran, satu hal lagi setiap prajurit yang