Ledakan keras mengguncang tempat itu, Datuk Tongkat Ular jatuh berlutut merasakan dadanya berdenyut karena benturan tenaga dalam. Sementara Kuntilanak Hantu badannya tempat terseret berapa langkah jatuh berguling, berhenti dengan tubuh telentang di tanah dari sela bibirnya mengalir darah segar.
Pendekar Keris Gila tak kalah menyedihkan badannya nyangsang di atas sebuah semak di sana dengan sebelah tubuh gosong karena terserempet pukulan yang di lepaskan Birawa. Pendekar Pedang Setan tak kalah menyedihkan bagian bawah bajunya terbakar di lalap api, walaupun merasakan sakit di bagian dadanya dia berusaha memadamkan api yang membakar bawah tubuhnya yang membuat dia nyaris telanjang.
Hantu dari Utara yang tadi lebih dekat sumber ledakan tak kalah menyedihkan kedua tangannya gosong tak bisa di gerakkan.
"Cari orang itu!" perintah Datuk Tongkat Ular menggembor marah sambil menahan sakit.
Sementara Birawa sendiri yang tadi menahan pukulan kelima orang itu tu
Setelah menjelaskan apa yang harus di lakukan dengan cepat Birawa langsung membuka semua kamar penjarah tempat orang itu ditahan. Kemudian Birawa sendiri membuka pintu keluar penjarah bawah tanah itu, di luar Birawa melihat berapa prajurit nampak sibuk melakukan sesuatu. Birawa sengaja berdiri di sana untuk mancing para prajurit yang berjaga. "Hei....!" Teriak Birawa yang membuat beberapa penjaga langsung berlarian mengepung dirinya dengan senjata terhunus. Melihat penjaga mengepung dirinya dengan cepat Birawa langsung menyingkir dari pintu masuk penjarah bawah tanah, dia sengaja memancing penjaga ke sebuah sudut agar membelakangi pintu tersebut. Sekitar sepuluh prajurit dengan cepat langsung mengepung Birawa dan menyerang menggunakan senjata terhunus dari tangan masing-masing. Birawa bergerak cepat meladeni serangan sepuluh orang prajurit yang mengepung dirinya itu, badan Birawa hanya terlihat bayang-bayang saja. "Aaaaa.... Aaaaa...."
Lawan meraung kesakitan tangannya gemetar karena sambungan sikunya yang memegang keris terkulai akibat sambungan iku itu terlepas terkena hantaman tangan Birawa. Setelah meraung-raung lawan mundur berapa langkah, tangan kiri lawan langsung memungut keris yang jatuh tergeletak di tanah. "Kurang ajar, kamu harus mampus hari ini!" bentak lawan sambil menahan sakit pada tangan kanannya. Keris yang baru lawan pungut di pindahkan ke tangan kirinya, kemudian dia meluruk deras menyorongkan keris menuju dada Birawa. Birawa demi melihat lawan yang meluruk menyerangnya langsung memasang kuda-kuda menyambut serangan. Begitu tubuh lawan meluruk deras menyerang Birawa dengan cepat Birawa melentingkan tubuhnya ke atas, kemudian kaki kanannya bergerak menendang dagu lawan, namun lawan nampaknya masih bisa berkelit ke samping menghindari tendangan Birawa. Tak mau memberi kesempatan lawan, Birawa langsung bersalto dua kali kemudian hanya mengandalkan ujung kakinya dia
Birawa nampak istirahat bersama Suprana di dangau yang ada di dalam hutan, mereka melepaskan lelah setelah berlari sampai hampir pagi. Terlihat Birawa sudah melepas topengnya dia bersama Suprana nampak lahap memakan singkong bakar. "Aku sungguh tidak menyangka kamu masih hidup, tadinya aku sudah putus asa di dalam penjarah yang sangat menyiksa itu, namun melihat kamu semalam aku merasa punya harapan baru," ujar Suprana yang tak dapat menyembunyikan rasa girangnya. "Paman hari sudah hampir siang kita harus melanjutkan perjalanan kita, supaya kita tidak kemalaman di jalan," ujar Birawa kepada Suprana. "Kemana kita akan pergi?" tanya Suprana bingung. "Kita akan menuju ke tempat Ayahanda berada, aku yakin di sana memerlukan jasa Paman Suprana," jawab Birawa. "Apa benar Yang Mulia masih hidup?" tanya Suprana lagi. "Iya." Bima menjawab singkat matanya menoleh ke kiri dan ke kanan. "Ada apa?" tanya Suprana bingung. "Aku merasa
Birawa yang kaget karena tepukan di bahunya dengan spontan menoleh, dia melihat di samping kirinya Suprana berdiri menatap ke arah Ratu Andini pergi. "Siapa wanita itu?" tanya Suprana penasaran. "Aku juga tidak tahu Paman, dia hanya bilang datang dari seberang yakni tanah Jawadwipa, membawa pesan gurunya Eyang Dewandana yang bermukim di puncak Gunung Halimun, gurunya mengundangku ke tanah Jawadwipa karena ada sebuah masalah besar yang akan terjadi di sana," jelas Birawa kepada Suprana. "Ada masalah apa yang akan terjadi di sana?" tanya Suprana lagi. "Entahlah Paman, yang pasti kita di sini mempunyai masalah yang lebih besar untuk si selesaikan, mari kita lanjutkan perjalanan kita paman. Birawa berkata kepada Suprana. Tanpa menunggu jawaban dadi laki-laki yang dia panggil paman, Birawa segera berjalan mendahului, dengan cara menyusuri jalan setapak yang biasa dilalui oleh pedagang itu. Melihat Birawa sudah berjalan membuat Suprana berlari mengi
"Ayahanda, menurut pendapatku kita memang tidak bisa gegabah melakukan tindakan, namun untuk menyelidiki kekuatan mereka kita bisa melepaskan banyak mata-mata ke seluruh Kerajaan Bandar Agung," jelas Birawa dwngan takzim. "Baiklah usulmu sangat bagus, namun kita perlu mendidik banyak mata-mata untuk di lepas di sana," jawab Raja Abimanyu. "Yang Mulia Raja, kalau di izinkan biarlah hamba melakukan Darma Bakti hamba, untuk pertama kalinya setelahn keluar daei kungkungan yang menyiksa hamba selama ini." Kali ini Suprana yang berkata dengan takzim. "Baiklah, Dimas aku perkenankan untuk melakukan tugas ini, silakan pilih orang-orang kita yang akan melaksanakan tugas ini," jawab Raja Abimanyu sembari matanya menatap tajam ke arah Suprana. "Baiklah Ayahanda, dan Mamanda sekalian kalau sudah bulat aku mohon izin untuk beristirahat karena badanku rasanya sangat lelah," ujar Birawa melihat usulannya diterima. "Baiklah Ananda, tentu saja badan nanda perl
Balairung Kerajaan Bandar terlihat kesibukan, beberapa pejabat penting Istana dan penguasa wilayah nampak berkumpul. Begitu Raja Arya memasuki ruang yang memang disediakan khusus untuk pertemuan itu semua kwpala yang sudah hadir di tempat pertemuan menunduk hormat. Raja Arya setelah duduk sebentar di kursinya yang ada di tengah ruangan langsung berdiri menatap berkeliling. "Terima kasih atas kehadiran kalian semuanya, mungkin kalian masih lelah setelah melakukan perjalanan namun pertemuan ini harus segera di lakukan, mengingat mungkin kalian sudah mendengar apa yang terjasi di Kadipaten Derwana, keributan yang ada di sana bersama kaburnya seorang tahanan penting dari penjarah bawah tanah aku yakin semua itu ada campur tangan dari Raja Abimanyu yang sampai sekarang belum berhasil kita tangkap." Raja Arya membukak pertemuan dengan wajah tegang. "Daulat Yang Mulia Raja, hamba juga berpikir demikian kejadian di sana sangat rapih yang menyebabkan berapa or
"Ada apa sebenarnya paman?" tanya Birawa semakin penasaran melihat reaksi yang di tunjukkan Jayanegara dan Suprana. "Begini Den, berdasarkan informasi dari mata-mata yang kita dapatkan jika Raja Arya sudah menyiagakan pasukannya, ditambah mereka melepas banyak mata-mata ke seantero penjuru Kerajaan Bandar Agung." Setelah didesak akhirnya Suprana berkata dengan nada khawatir. "Apa yang harus kita lakukan sekarang, Den?" Kali ini Jayanegara yang berkata. Birawa menatap kedua orang yang setia kepada orang tuanya itu yakni Raja Abimanyu, Birawa yang tahu kegelisahan kedua orang tua itu menarik napas panjang berapa kali. "Bagaimana perbandingan pasukan kita di banding dengan mereka paman?" tanya Birawa kemudian. "Kalau kita adakan konprintasi secara langsung sudah pasti pasukan kita akan kalah, sebab kita hanya memiliki 1000 pasukan sementara mereka lebih dari 10 ribu pasukan, dengan perbandingan seperti itu dapat dipastikan pasukan kita akan sanga
"Ada apa Den?" tanya Suprana berbarengan dengan Jayanegara. "Paman aku sudah melihat keseluruhan peta ini, aku menyimpulkan ada berapa kemungkinan yang bisa kita ambil, namun selumnya apakah semua prajurit yang kita punya bisa dikumpulkan besok pagi mengingat kita tidak mempunyai banyak waktu lagi?" tanya Birawa kepada Jayanegara dan Suprana dengan tatapan mata tajam. "Bisa, besok pagi kami pastikan semua prajurit kita akan berkumpul untuk menerima rencana," sambut Suprana dengan mantap. "Baiklah Paman, perintahkan semua mata-mata kita menyebar dan membuat kekacauan di mana saja mereka berada, kemudian bagi prajurit kita beberapa bagian suruh bergerak diam-diam esok malam sementara itu sisakan sebagiannya sekitar dua ratus orang prajurit untuk pergi bersamaku dengan cara menyamar dan berkumpul di ibukota Kerajaan, perintahkan prajurit yang tersebar mulai menimbulkan kekacauan besok paginya di setiap kadipaten yang dimiliki oleh Kerajaan Bandar Agung dan ingat