Bab 56Untuk pertama kalinya setelah keluarga kami kembali utuh, Mas Hasan pamit ada pekerjaan keluar kota. Meski sebenarnya hati ini masih merasa ragu dengan kesetiaannya, tetapi aku berusaha untuk terus menepis rasa itu. Aku telah memberinya kesempatan untuk yang kedua kali, itu berarti aku pun harus kembali membangun kepercayaan itu. Hanya terus mencoba untuk berpikiran positif dan yakin jika Mas Hasan pasti akan berubah.Jika kali ini aku tak menaruh kepercayaan pada Mas Hasan, lalu bagaimana dengan Fika? Aku tahu saat ini putriku itu masih belum bisa mempercayainya Mas Hasan seutuhnya, jadi sebisa mungkin aku harus bisa membuat dia percaya lagi."Ayo Ma kita berangkat sekarang!" ucap Fika sambil menggandeng tanganku yang memang sejak tadi sudah berdiri di teras.Aku pun mengikuti saja langkah Fika. "Bi Nur dan Lio sudah siap?" tanyaku sambil menoleh mencari asisten rumah tanggaku itu."Sudah siap Nyonya!" teriak Bi Nur sambil tersenyum. Kemudian dia pun mengunci pintu.Pagi ini
Bab 57Mendengar perkataan dari Bu Supar itu, entah mengapa kami bertiga pun sontak menoleh dan berdiri. Dengan suara dan senyum yang kurang ramah dia pun bersedekap dada. "Maaf, Bu. Saya memang datang tanpa memberitahukan dahulu," ucapku yang merasa tak enak juga akhirnya.Tetapi sungguh apa yang dilakukan oleh Bu Supar itu sangatlah tidak pantas sebagai tuan rumah."S-sudah pulang, Bu," ucap Pak Supar yang juga nampak kaget.Wajah Pak Supar ternyata sama kagetnya dengan kami, bahkan lelaki itu langsung menyerahkan Lio pada Bi Nur. Seperti dia itu takut sekali dengan istrinya.BU Supar tak menjawab, tetapi wanita itu pun melirik pada suaminya dengan tatapan sinis. Hal itu tentu saja membuatku semakin bingung saja."Seharusnya tuh Bu Dewi kalau mau kesini itu ya bilang dulu dong. Jangan seenaknya begini, siapa tau saya ini sendang malas menerima tamu!" sungut Bu Supar yang semakin sewot sambil menghempaskan bobot tubuhnya di kursi dengan keras dan menaruh belanjaan di lantai dengan a
Bab 58Terhitung empat kali ini aku berkunjung ke rumah keluarga Adelia ini, sekali pun aku tak pernah memperhatikan perut dari istri Pak Supar itu. Orangnya memang kurus sih dan memang sepertinya saat ini sedang hamil, mungkin ditebak usia kandungannya sekitar lima atau empat bulan. Kenapa aku sangat kaget dengan kehamilan seorang wanita meski dia punya suami? Karena menurutku usianya sudah terlalu tua untuk memiliki anak. Usia almarhumah Adelia dan Arum mungkin sepantaran Fika, jadi kurasa umurnya pun tak jauh beda denganku, mungkin sekitar empat puluh lima, usia yang rawan sekali untuk hamil."Kenapa kok muka Ibu Dewi terlihat kaget gitu? Apa aku hamil itu sesuatu yang nggak mungkin?!" Bu Supar seperti mengerti yang ada dalam hatiku saat ini, sehingga dia kembali berucap dengan sewot."Bu---" Pak Supar sepertinya sungkan dengan sikap sang istri yang memang tak sopan, tetapi dengan satu kali kerlingan mata sang istri saja, lelaki itu sudah langsung kembali terdiam."Usia Bu supar
Bab 59Pov Author Dari kunjungan ke rumah Adelia untuk yang terakhir kali ini, Dewi pun jadi tahu jika sesungguhnya Bu Supar dulu tak begitu suka dengan kedua putri kembarnya. Malah saat ini dia sangat bersyukur jika keduanya telah meninggal dunia. Karena menurutnya itu membawa kesenangan tersendiri. Hidup memang pilihan dan setiap orang pun memiliki cara pandang yang berbeda. Awalnya memang Dewi tak suka dengan cara pandang Bu Supar, tetapi kembali tentu itu bukan hal dia. Jadi, akhirnya dia pun pamit pulang dan janji tak akan datang kembali ke rumah itu.'Aku punya niat baik yang tak diterima, jadi mulai sekarang aku janji pada diri sendiri untuk lebih menyayangi Lio, anggap saja dia kini telah menjadi sebatang kara!' gumam Dewi dalam hati sambil menatap sedih pada Lio.Berarti memang Adelia dulu telah tahu jika Bu Dewi akan merawat anaknya lebih baik dari pada Sang ibu kandung sendiri.***Sementara itu, di luar kota Hasan mendapatkan banyak sekali godaan. Karena memang sebenarny
Bab 60Pov Fika"Kamu harus fokus pada kuliah kamu saja ya, Nak. Mama dan Papa sudah kembali berbaikan. Insyaallah keluarga kita pun akan jadi membaik seperti dulu. Meski mungkin memang sangat berat, tetapi kamu memang tetap harus memberikan kepercayaan lagi pada Papa," ucap Mama sambil mengelus pucuk rambutku."Insyaallah ya, Ma. Fika akan selalu berusaha untuk menjalin lagi hubungan baik dengan Papa, saat ini pun sebenarnya kepercayaan itu mulai tumbuh. Enam bulan telah berlalu sejak kejadian itu, sepertinya memang Papa yang dulu sudah kembali," jawabku sambil tersenyum.Sesungguhnya aku mengatakan hal seperti itu adalah untuk menyenangkan hati Mama saja. Padahal hingga saat ini rasa kepercayaan pada Papa itu masih hanya lima puluh persen lebih sedikit saja."Alhamdulillah kalau begitu. Ya sudah kamu nanti jangan ngebut-ngebut ya. Kabari mama jika sudah sampai."Aku hanya mengangguk dan kemudian memeluk tubuh mama erat, setelah sungkem aku pun langsung melajukan motor matic kesayang
Bab 61Pov FikaTetapi demi Mama, aku harus terus berusaha memberikan kepercayaan penuh pada Papa. Namun, sekuat apa aku berusaha seperti yang Mama lakukan saat ini, tentu saja hal itu menjadi sangat mustahil bagiku. Kepercayaan yang telah koyak ini, tentu sangat sulit sekali untuk ditaklukkan. "Fik, sepertinya sampai saat ini kamu belum bisa ya memberikan kepercayaan pada Papa seperti dulu?" Beberapa bulan yang lalu Papa menanyakan hal ini padaku.Dengan spontan aku pun langsung mengangguk kepala, dengan ekspresi wajah yang datar."Tak bisakah kamu kembali membuka hati, Nak. Papa tahu itu memang sangat sulit, tetapi Papa janji akan membuktikan jika semua ini bukanlah hanya isapan jempol belaka. Kamu bisa pegang janji ini," ucap Papa lagi ketika aku masih tetap terdiam."Tolong ... mulai saat ini jangan pernah berjanji lagi, Pa. Karena yang nanti akan merasa sakit bukan hanya aku, tetapi Mama juga. Dan, ketika hati Mama menjadi sakit, saat itu aku pun merasakan hal yang sama," jawabk
Bab 62"Gimana Bi, semua makanannya sudah siap kan?" tanyaku pada Bi Nur yang sedang asyik menata makanan di meja makan."Siap Nyonya, hanya tinggal menata sedikit saja," jawab Bi Nur dengan sopan.Tanpa berkata banyak lagi, aku pun segera membantu asisten rumah tanggaku itu.Ya, hari ini aku menang menyuruh Bi Nur untuk masak beraneka ragam makanan, karena nanti ada makan malam besar. Mas Hasan yang berada di luar kota selama sepuluh hari katanya saat ini sudah dalam perjalanan. Sedangkan Fika pun sudah menelepon kalau akan pulang bersama teman dekatnya yang kebetulan memang seorang yatim piatu. Sepertinya tak lama lagi mereka pun akan segera sampai."Saya bersihkan kamar tamu ya, Nyonya," ucap Bi Nur yang hanya aku jawab dengan senyuman dan anggukan saja.Sebenarnya sudah aku sudah menyuruh Bi Nur sejak tadi pagi membersihkan kamar tamu yang akan ditempati oleh Nesya itu, tetapi karena memang masak banyak, aku pun mengerti jika dia baru bisa mengerjakan malam ini. Sedangkan aku ta
Bab 63"Dek, aku punya sesuatu buat kamu nih," ucap Mas Hasan saat kami sudah berada di kamar.Suamiku itu pun memberikan satu kotak perhiasan, yang isinya satu set lengkap sekali."Wah terima kasih banyak ya, Mas. Tetapi sebenarnya aku tak memerlukan kemewahan seperti ini. Cukup kamu setia dan tak lagi berbohong itu sudah cukup bagiku," ucapku dari hati."Tanpa kamu minta pun aku akan selalu melakukan hal itu. Hanya saja memang kemarin itu aku sedang khilaf, aku janji mulai sekarang akan selalu mencintai kamu saja hingga akhir hayat kita." Mas Hasan pun mencium keningku ketika aku mengamini apa yang baru saja diucapkannya.Setelahnya tanpa kuminta dia pun melepas kalung yang saat ini kupakai, dan menggantinya dengan yang baru saja dia belikan."Cantik. Kamu sungguh terlihat sangat cantik dan anggun meski sudah berumur banyak. Hal ini lah yang membuat aku tak bisa berpaling pada hati lain." Untuk pertama kalinya setelah insiden enam bulan yang lalu, Mas Hasan mengucapkan rayuan gombal
Bab 180Pov Author Setelah kejadian meninggalnya Bu Rini secara bunuh diri di rumah itu, Bu Dewi pun memutuskan untuk menjual salah satu rumah miliknya itu. Karena menurutnya rumah itu sudah menyimpan banyak kenangan pahit."Ma ... lihat berita terbaru nggak?" Fika datang tanpa mengetuk pintu kamar By Dewi pagi ini, dia sepertinya sangat bersemangat sambil membawa ponselnya."Berita apa sih, Sayang?" Fika segera menunjukan latar ponselnya pada Bu Dewi. Ada rasa senang dan sedikit iba ketika dia membaca berita itu."Apa ini benar, Sayang?" tanya Bu Dewi sekedar memastikan."Tentu, Ma," jawab Fika singkat.Berita itu menunjukan jika semalam Nesya telah ditangkap di sebuah losmen di kecamatan sebelah. Dengan kondisi yang mengenaskan, seperti seorang yang mengalami depresi.Seminggu sudah pelarian Nesya setelah kematian Bu Rini itu, gadis hitam manis itu pun hanya satu kali saja menghubungi Bu Dewi, setelahnya dia seperti hilang ditelan bumi.Dalam pelariannya itu, Nesya terus berpinda
Bab 179Pov Bu Dewi Aku sungguh tak menyangka jika Nesya mengatakan hal seperti itu. Padahal dia sudah benar-benar nyata terlihat bersalah, tetapi masih menyangkal juga. Jika saja saat ini dia berada di depanku, pasti Aku pun langsung akan menampar dia."Astaghfirullah aladzim!" kata itu terus saja aku ucapkan dengan lirih.Nesya pun kemudian melanjutkan ucapannya, "begini ya Tan. Seharusnya orang-orang itu nggak hanya memikirkan perasaan dia saja, seharusnya mereka memikirkan aku juga dong! Bayangkan deh selama dua puluh tahun dia pergi dan lepas tanggung jawab, menyerahkan aku di Panti asuhan begitu saja. Apa itu yang dinamakan seorang ibu? Coba bayangkan jika kalian jadi aku!" ucap Nesya seakan masih merasa paling benar.Aku akan segera menimpali ucapan gadis tak tahu diri ini setelah mengucapkan istighfar, tetapi nyatanya dia kembali nyerocos."Apa yang kulakukan saat ini anggap saja hanya sebagai sebuah ungkapan kekesalan belaka! Toh sebenarnya apa yang aku lakukan pada ia itu t
Bab 178Pov Bu Dewi Sampai tiba di rumah pun aku sebenarnya masih saja terus memikirkan almarhumah Bu Rini. Nasibnya yang tragis seakan tak bisa membuat aku move on. Pertemuan yang tak terduga, tapi akhirnya menjadi hubungan bis itu, kini hanya tinggal jejak duka saja.Yang aku tahu sebenarnya dia adalah seorang wanita yang tangguh, sehingga bisa memendam rasa sakit oleh pengkhianat seorang Mas Hasan selama puluhan tahun, nyatanya dia masih bisa berdiri dengan tegar. Meski memang dia meninggalkan Nesya selama dua puluh tahun, tetapi menurutku itu adalah sebuah tindakan yang benar. Orang lain bisa menyalahkan karena tak mengalaminya sendiri bukan?Namun, nyatanya Bu Rini tak berkutik dengan anak kandungnya sendiri. Bahkan dengan dalih demi kembali membuat anak durhaka itu bahagia. Ah entahlah, keputusan macam apa itu.Semua perbuatan memang akan selalu ada pertanggung jawaban nanti. Penyesalan memang selalu datang di akhir, tapi entah mengapa aku seperti tak melihat adanya hal itu di
Bab 177Pov AuthorDepresi! Itulah satu kata yang sangat tepat untuk menggambarkan apa yang saat ini tengah dirasakan oleh Nesya. Tentu saja dia sangat emosi saat mengetahui ATM berwarna hitam itu tak lagi ada di tempatnya."Sial! Kenapa sih si Dwi bisa tahu jika dalam ATM itu ada banyak uang!" Saking kesalnya Nesya pun sampai membanting dompetnya ke sembarang arah.Tentu saja gadis manis itu tak ingat, karena semalam dia sudah mabuk berat. Sebagai seorang penipu alias scammer cinta yang sudah sangat profesional, tentu saja Dwi telah menimbang semua itu dengan matang. Karena memang tujuan utamanya membawa Nesya bermalam adalah untuk menjarah uang itu. Untuk kenikmatan surga dunia yang dia dapat, itu hanya seperti sebuah bonus pelengkap saja bagi Dwi.Dengan sedikit belaian saja, Nesya yang sedang mabuk berat itu langsung mengatakan semuanya pada Dwi. Dan, saat malam itu juga lelaki itu langsung menghapus semua jejak dari ponsel Nesya dan mengamankan ATM berharga itu.Dan, ketika tadi
Bab 176Pov Author Nesya terus berlari tanpa sedikit pun menoleh ke belakang. Beruntung dia memang memiliki badan yang ramping dan atlet lari saat dulu masih SMA, jadi dia pun sangat diuntungkan kali ini.Ketika dirasa sudah jauh dari kompleks tempat tinggalnya itu, dia pun sirkit mengurangi kecepatan. Dan, mulai mencari sebuah tempat yang bisa digunakan untuk bersembunyi. Sebuah perumahan terbengkalai dengan beberapa rumah kosong jendela yang sudah rusak, menjadi pilihannya kini."Lumayan deh! Untuk tempat persembunyian sementara!" Nesya segera loncat memasuki jendela, dan duduk berselonjor kaki karena sangat lelah."Kurang ajar sekali memang ibu itu. Sudah mati saja masih membuat masalah untukku!" umpat Nesya saat itu.Ternyata tangisan dia saat berada di rumah Pak Rt itu memang hanyalah tangisan buaya saja. Saat itu sebenarnya dia ingin mencari simpati dari para warga, namun nyatanya mereka malah geram mendengarnya. Alhasil Nesya pun menghentikan tangisan itu dan lalu berpikir un
Bab 175Pov Author "Tangkap dia!""Tangkap anak durhaka itu!"Warga kembali saling berteriak, dan berusaha mengejar Nesya. Tetapi nyatanya Nesya berlari cukup kencang, seakan dia baru mendapatkan kekuatan super. Memang sih sebenarnya dia pernah menjadi juara 1 lomba lari se kecamatan saat masih duduk di bangku SMA. Ternyata skill itu sangat membantu dia sekarang."Sudah biarkan saja dia lari. Toh polisi juga sudah mengantongi identitas dia. Cepat atau lambat dia tentu akan segera ditangkap!" Pak Rt berusaha menenangkan warganya.Akhirnya warga pun membubarkan diri dan membenarkan kata Pak Rt. Satu yang pasti, mereka sama sekali tak ingin Nesya kembali ke kompleks itu.Polisi memang tentu saja akan mengejar Nesya, karena memang dari bukti semua hasil kamera pengintai itu. Menunjukkan dia adalah penyebab Bu Rini bunuh diri. Toh pasti nanti ketika polisi mengotopsi jenazah itu, maka pasti akan ditemukan banyak bekas luka. Hampir setiap waktu, Nesya menjatuhkan tangan pada sang ibu. Ba
Bab 174Pov AuthorNesya saat itu juga pingsan dan tak sadarkan diri. Warga yang takut karena rumah itu sudah dipasangi harus polisi, pun langsung membawa gadis manis itu menuju ke rumah Pak Rt. Meski masih sebal, Bu Dewi dan Fika pun ikut menuju ke rumah Pak Rt. Warga sebagian yang masih penasaran pun mengikuti ke rumah Pak Rt.Beberapa menit kemudian setelah diberi minyak kayu putih, Nesya pun kembali siuman."Aku ada dimana? Dimana ibuku?" ucapnya seketika saat sudah membuka mata sambil berusaha bangun. Saat ini dia berada di ruang tamu Pak Rt.Beberapa warga yang masih ada langsung bersorak mendengar ucapan Neysa itu. Mungkin mereka kesal karena Nesya sejak tadi terus mencari ibunya, padahal semasa hidup Bu Rini dia terus menyakiti."Aku akan pergi dari sini dan mencari ibu! Kalian ini memang orang yang tak berperasaan!" sungut Nesya sambil akan beranjak pergi dari tempat itu. Namun Fika danBu Rt pun mencegahnya."Kamu itu mau kemana sih? Sudah di sini saja dulu! Bukankah kamu ta
Bab 173Pov Author Entah suara siapa yang seakan memberikan komando itu, alhasil mereka pun mulai menghajar Nesya."Aduh! Apa-apaan ini!?" teriak Nesya yang kesakitan. Dan, dia berusaha untuk menangkis dengan tangannya.Tak ada Yang menjawab, tetapi para ibu-ibu terus saja memukul dan mencubit tubuh Nesya disertai dengan umpatan-umpatan khas netizen plus 62."Dasar anak durhaka!""Tega kamu memperlakukan ibu kamu seperti itu!""Nggak bakal masuk surga kamu!""Hajar saja anak tak tahu diri ini!" Suara-suara itu membuat kepala Nesya semakin pening saja, karena dia tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Pun, dia tak tahu telah berbuat kesalahan seperti apa hingga semua orang menghajarnya seperti ini."Ibu!" teriak Nesya dengan keras, karena dia sangat yakin jika hanya sang ibu saja yang mau menolongnya di saat seperti ini.Mendengar teriakan dari Nesya itu, justru malah membuat para ibu-ibu itu menjadi semakin kesal saja. Mereka terus memberikan pelajaran dari tangan dan juga mulut.Hi
Bab 172Pov Author "Mungkin saja saat ponselnya masih kehabisan baterai dan di cek. Lagian dia kan masih dalam perjalanan," ucap Nesya menghibur dirinya sendiri.Gadis itu pun kemudian duduk di depan sebuah rumah yang letaknya hanya sekitar empat rumah saja dari tempatnya tinggal."Aku kirim pesan dulu deh sana Dwi, biar nanti dibuka kalau dia sudah sampai," ucap Nesya yang langsung mengetikkan pesan melalui aplikasi hijau.Dalam benaknya sebenarnya saat ini dia masih malas saja untuk pulang ke rumah. Karena dia malas bertemu dengan ibunya. Jika boleh memilih tentu dia akan memilih untuk tak pulang dulu dan tetap bersama dengan Dwi.Hanya saja kemarin memang pria itu berkata jika sedang ada pekerjaan, sehingga hari ini Nesya diantarkan pulang dulu."Ah, aku kirim lewat masaanger juga deh!" Sebuah ide terlintas juga di benak Nesya, karena memang tempat pertama kali mereka berinteraksi kan dari facebook."Wah, mengapa foto profil facebook Dwi jadi hilang?!" Seru Nesya seketika.Sebagai