Viona sepanjang pelajaran di kampusnya tak kunjung fokus. Ia terus memikirkan Mira yang kini berusaha mendekati Bintara. Mendengar ceritanya saja sudah membuat Viona geram, apalagi langsung berhadapan dengan wanita itu.Usai kelas berakhir, Viona langsung bergegas menuju parkiran mobil. Viona bahkan menoleh ajakan temannya untuk jalan-jalan bersama. Bintara lebih penting, Ia ingin langsung mendatangi kantor Bintara. Kalau-kalau wanita bernama Mira itu mendatangi kekasihnya."Jangan sampai aku keduluan wanita itu. Lihat saja apa yang akan aku lakukan jikalau dia sungguh ada di kantor Bintara. Aku akan menjambak rambutnya hingga rontok dan menyeretnya keluar dari kantor Bintara," dumel Viona geram sendiri.Di sisi lain, Bintara sedang berbicara dengan Erdo di kantornya. Mereka duduk di sofa untuk membahas berita yang Erdo bawa."Jadi kau menemukan dukun yang bekerja sama dengan Laras?" tanya Bintara."Benar, Tuan. Nama dukun itu adalah Nyai Saruha. Kediamannya ada di sebuah desa terpenc
Bintara mendatangi alamat seorang kakek tua yang tinggal di desa pedalaman. Menurut informasi yang ia dapatkan, kakek tua itu mampu menciptakan barang untuk menangkal ilmu hitam. Bintara datang ke sana bersama Erdo. Setelah melewati hutan yang rimbun hanya dengan berjalan kaki, mereka berdua tiba di sebuah rumah di kaki gunung. Hanya mendengar langkah kaki yang mendekat, pintu rumah tua itu dibuka oleh penghuninya. Bintara cukup terkejut melihat hal itu, tetapi buru-buru ia menunduk dengan sopan.“Permisi, Kakek. Apa benar ini rumah Kakek Dula?”“Aku adalah orang yang kau cari. Datanglah ke sini!” Kakek tua yang bernama Dula itu masuk ke dalam rumahnya, mempersilakan Bintara dan Erdo untuk menyusul. Kedua pria itu pun langsung masuk ke dalam rumah tersebut.Rumah tua yang di dalamnya sangat sederhana. Lantainya hanya dilapisi oleh tikar purun yang sudah tua. Bintara dan Erdo pun duduk bersila di hadapan Kakek Dula yang duduk di depan sebuah meja.“Sebutkan apa yang kalian inginkan, An
Laras sedang memperbaiki ruangan ritual ilmu hitamnya. Ketika semua sudah tertata rapi, Laras mengambil sebuah buah foto dari saku celana kainnya. Sepasang suami istri yang tak lain adalah kakek dan nenek Bintara. Laras tersenyum culas sambil meletakkan foto tersebut ke dalam sebuah botol kaca.“Satu per satu orang terdekatmu akan mendapatkan balasan dariku Bintara. Agar kau tahu mencari gara-gara padaku bukanlah hal yang tepat.” Laras mulai menyatukan kedua tangannya di depan dada, lalu memejam matanya. Ia mulai mengucapkan mantra dengan mulut komat-komit nyaris tanpa suara. Sebongkah ilmu hitam pun segera melesat ke tempat tujuan.Ilmu hitam itu langsung menuju ke mansion Bintara. Tampak Bintara dan kedua orang tersayangnya sedang melangsungkan makan malam bersama. Mereka tampak seperti keluarga yang bahagia.“Nenek yang membuat sup ayam ini?”“Iya, Sayang. Nenek yang membuatnya. Apa kau menyukainya?” sahut Nenek menatap Bintara dengan mata berbinar.“Sangat menyukainya.” Sahut Bint
Bintara memasuki kantornya sekitar pukul sembilan pagi. Semua staff karyawan yang lewat menyapanya dengan hormat. Di ruang tunggu ia melihat Mira melambaikan tangannya. Bintara mengembuskan napas lelah, gadis itu sungguh akan melakukan niatnya untuk menganggunya mulai dari sekarang. Walau Bintara bersikap acuh, tetapi Mira bangkit dari sofa dan menghampirinya secara langsung. Langkah mereka pun terlihat sejajar.“Aku menunggumu dari satu jam yang lalu. Ternyata kau ke kantor sedikit lebih lambat.” ucap Mira.“Ada keperluan apa kau menemuiku? Jika ada hal dibicarakan silakan buat janji terlebih dahulu. Aku sibuk hari ini, kemungkinan taka da waktu untuk melayanimu pagi ini,” ucap Bintara.“Aku ingin mengajukan kerja sama perusahaan. Aku pikir perusahaan kita sangat cocok untuk berkolaborasi,” sahut Mira tersenyum.Saat di depan lift, Bintara menghentikan langkahnya dan menghadap Mira. “Aku tak tertarik bekerja sama dengan perusahaanmu. Aku sudah menjalin kerja sama dengan perusahaan la
“Gembok apa itu?”Laras langsung pasang badan di hadapan suaminya raut wajah mendadak pucat pasi. “Aku baru ingat ponselmu berdering di kamar. Sepertinya itu panggilan dari Mr.Gion. Bukankah itu panggilan yang sangat penting? Siapa tahu dia ingin mempertimbangkan kerja sama di Swedia,” ucapnya mengutarakan alasan.“Benarkah? Harusnya aku tadi membawa ponsel bersamaku. Ya sudah aku ke kamar dulu,” ucap David segera keluar dari gudang. David diam-diam tersenyum miring. Ia tahu bahwa Laras sedang berbohong padanya.Laras bergegas membuka ruangan bawah tanah. Ia menuruni tangga dengan cepat. Walau tak tahu apa yang harus ia lakukan pada peralatan ritual, Laras tetap membereskannya. Laras membentangkan kain ke lantai yang ada di sudut ruangan. Ia menaruh semua barang-barang itu ke atas kain itu, lalu membungkusnya dengan erat-erat.“Aku harus mengamankan ini sebelum David melihatnya.” Laras langsung berlari ke arah tangga dan menaikinya dengan cepat.Di sisi lain, Bintara tengah latihan di
Laras mengunjungi Rusmini ke tempat penyekapan. Ia memakai pakaian penyamaran agar tak ada yang mengenalinya. Sebagai pembisnis yang sukses, Laras mungkin saja dikenali oleh seseorang di sana. Ia tak ingin mengambil resiko, mau tak mau Laras berpakaian serba tertutup,Sementara itu, Rusmini sedang duduk sambil menyulam sebuah kain. Ia menoleh ke arah pintu yang terbuka menampilkan Laras yang masuk dengan senyuman remeh. Rusmini tak peduli dengan wanita itu, ia tetap melakukan kegiatannya.“Kau terlihat lebih baik. Apa kau sudah terbiasa menjalani hidup seperti ini? Kau sudah mulai menyukainya? Maka berterima kasihlah padaku karena telah memperlakukanmu dengan baik dan memberikan tempat tinggal yang tenang dan nyaman untukmu,” celoteh Laras tersenyum.“Terima kasih. Sampaikan juga terima kasih pada suamimu, berkat dia yang mengirimiku beberapa barang seperti alat sulam ini, aku mampu membuang rasa jenuhku menjadi sanderamu. Bukankah suamimu sangat perhatian padaku?” Rusmini tersenyum m
David sampai di kafe Viction tempat pertemuannya dengan sang Putra. Tampak Bintara duduk di meja nomor tujuh dengan pakaian tebal. Seulas senyum tipis terlihat di wajah David, langkahnya membawa dirinya pada anak yang belakangan ini ia rindukan. Melihat kedatangan ayahya, Bintara menegakkan tubuhnya. David pun duduk di hadapannya sambil tersenyum simpul. Bintara tak tahu harus membalas senyuman itu seperti apa, wajahnya terlalu lalu untuk membentuk sebuah senyuman.“Maaf Ayah sedikit telat. Ada kemacetan di simpang tiga sana,” ucap David.“Tak masalah. Aku tak lama menunggu. Bagaimana langsung pada intinya saja?”“Kau tak ingin memesankan Ayah minum dulu, Kelvin?”Mendengar nama kecilnya dipanggil, membuat Bintara menatap ayahnya. Tak berlangsung lama, ia mengangkat tangan untuk memesankan ayahnya kopi. Setelah kepergian waiters, Bintara langsung melangsungkan kembali pembicaraannya.“Sudah sejak dua minggu yang lalu aku mendapatkan ide ini. Aku mendapatkan ide untuk mengundang nenek
Laras memasuki kamarnya dengan perasaan cemas. Ia sudah mendengar bahwa Bintara akan menginap di rumahnya nanti malam, membuat Laras semakin tertekan. Ia mendapati suaminya yang baru saja keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan dagunya sehabis bercukur. Sontak aja Laras memasang tampang tak suka.“Ingin bertemu dengan keluarga tercinta memang tak ada salahnya untuk menjadi lebih bersih dan tampan. Kau bahkan baru mencukur kumismu ketika tahu Rusmini dan Bintara akan berkumpul dengan orang tuamu,” sindir Laras sambil bersedekap.David menoleh pada Laras dengan tatapan tak suka. “Benar apa katamu. Tak ada salahnya bersih dan tampan ketika hendak bertemu dengan keluarga, apalagi kedua orang tuaku yang sangat menyayangiku. Mereka tak akan datang dalam waktu dekat setelah itu, jadi sudah sewajarnya aku berusaha tampil baik di hadapan mereka,” sahutnya sambil meneruskan kegiatannya memakai pakaian tidur.“Mengapa Bintara harus menginap di sini? Bukankah besok saja bisa? Pertemuan kalia
Bintara dan Viona melanjutkan makan malam mereka yang tertunda, membiarkan Rusmini dan David entah langsung pulang atau mengunjungi tempat lain. Setelah sekian lama Viona sudah tak melihat wajah bahagia yang polos kekasihnya. Terakhir ia lihat ketika zaman sekolah SMA dulu.“Kau ingat hari pertama kali kita menjadi sepasang kekasih? Aku yang menyatakan cinta lebih dulu,” sindir Viona tersenyum geli.Tentu saja Bintara merasa terlukai harga dirinya. Ia menatap malas Viona yang sedang menertawakannya. “Itu karena aku sadar diri. Dulu aku tak setampan ini dan memiliki banyak kekurangan. Aku tuli dan penyakitan. Aku juga bukan anak yang diharapkan oleh ayahku. Jadi kepercayaan diriku lenyap karena itu. Aku sungguh tak menduga bagaimana bisa kau menyukaiku yang dulu? Jika aku yang dulu adalah aku yang sekarang, sangat wajar kau menyukai pria tampan, hebat, dan mapan ini,” tutur Bintara yang awalnya merendahkan diri berakhir membanggakan diri. Viona berdecih mendengarnya.“Itu karena kau or
Bintara berdesis saking gemasnya dengan kelakuan Viona yang ternyata hadir ke kampus. Siang ini Bintara menjemput kekasihnya itu sekalian meminta penjelasan mengapa kekasihnya itu tak mendengarkan saran darinya.“Halo, Sayang aku!” Viona langsung memeluk Bintara yang tak membalas pelukannya.“Mengapa kau tak menurutiku?” Pertanyaan dingin dari Bintara membuat Viona melepaskan pelukan itu dengan tampang cemberut.“Hari ini ada test penting. Aku harus hadir ke kampus, Bin. Lagipula aku sudah tak apa. Kau jangan terlalu khawatir seperti ini. Yang harus kau khawatirkan adalah keadaan perutku, aku sangat lapar,” ucap Viona sedikit merengek.“Merengek memang andalanmu,” sahut Bintara berjalan lebih dulu ke arah mobilnya. Ia tetap membukakan pintu untuk Viona walau tak menunggu gadis itu masuk langsung berjalan ke arah pintu mobil bagian kemudi.Bintara menjelankan mobil meninggalkan kampus Viona. Tujuan mereka adalah sebuah restaurant ala Korea yang tak jauh dari kampus Viona. Bintara memes
Rusmini telah pulang ke rumahnya, begitu pun dengan David. Sore ini Viona sudah diperbolehkan pulang, hanya saja ia menunggu infus habis. Bintara dengan setiap menungguinya.“Vi, apa menurutmu baiknya Ibu kembali pada ayah? Mendengar ayah akan pergi ke Paris dan memutuskan untuk menyendiri, rasanya aku juga merasakan kesepian yang ayahku rasakan. Ketulusan ayah juga tampak ketika ia memutuskan untuk tidak menikah lagi setelah bercerai dengan ibumu,” lontar Bintara sembari mengupas buah apel.“Kalau menurutku … lebih baik persatukan mereka lagi, Bin. Walau aku tak begitu dekat dengan ibumu, tapi entah mengapa aku bisa melihat bahwa ibumu masih menyimpan perasaaan pada ayahmu. Hanya saja ibumu mempertimbangkan banyak hal hingga tak ingin menuruti kemauan hatinya. Salah satunya juga trauma yang ibumu miliki, Bin. Ibumu pasti takut jikalau ayahmu kembali seperti yang dulu dan menyakiti kalian lagi. Maka jalan satu-satunya yang bisa kau ambil adalah menyakinkan ibumu bahwa pemikiran buruk
Laras tertangkap saat mencoba melarikan diri ke luar kota bersama dengan anak buahnya. Berita tentang penangkapan itupun masuk berita pada pagi hari ini. Viona dan Bintara menatap layar televisi di rumah sakit. Tampak Laras dengan tampilan berantakan diborgol polisi. Tatapan wanita itu sangat kosong dan tubuhnya sangat lesu. Viona sudah mengetahui hal itu sejak ia bersama dengan ibunya di mobil.“Ibu pasti sangat tertekan hingga mentalnya terguncang. Ibu sangat mengerikan ketika membentakku di mobil waktu itu. Sorot matanya tak wajar, antara takut dan juga marah yang membumbung tinggi.” ungkap Viona.Bintara mengusap pundak kekasihnya dengan lembut dan memeluknya dari samping. “Mungkin kau sedih melihat ibuku seperti itu, Sayang. Tapi itulah yang terbaik untuk ibumu. Tak ada yang bisa mengendalikan ibumu selama ini. Dia terus saja membuat rencana-rencana jahat yang merugikan keluargaku, aku, dan juga dirimu. Aku tak ingin menyaksikan dan merasakan kesakitan keluargaku lagi karena dia,
Viona tak tahu kemana ia akan dibawa, tetapi ibunya terlihat sangat tenang. Walau bersama sang Ibu, tetapi Viona merasakan kekhawatiran yang luar biasa. Apakah ini normal? Mengapa ia justru merasa tak akan ketika bersama dengan ibunya sendiri? Viona menoleh ke belakang, tampak sebuah mobil mengikuti mereka. Bukan mobil Bintara, tetapi mobil anak buahnya.“Bu, sepertinya kita diikuti,” ucap Viona.“Tenang, Viona. Anak buah ibu adalah mantan pembalap dulunya. Dia lihai untuk menghindari kejaran itu. Kau tenang saja, mereka tak akan menemukan kita setelah ini,” sahut Laras tersenyum penuh arti.“Memangnya kita akan ke mana, Bu?”“Tentu saja ke tempat yang tenang dan tak ada siapapun yang dapat menemukan kita,” sahut Laras.“Mengapa tak ke kantor polisi saja? Mereka tak akan macam-macam kalau kita ke kantor polisi, Bu,” ucap Viona memberi saran.“Diam kau, Viona! Jangan sekali-sekali kau sebut nama tempat itu! Ibu tak ingin mendengar tempat terkutuk itu!” Hardik Laras dengan tatapan tajam
Usai membayar ganti rugi, Laras pun dibebaskan oleh polisi. Ia keluar dari kantor polisi dengan keadaan yang berantakan. Tatapannya kosong, eyeliner-nya luntur, dan rambutnya berantakan. Laras tak peduli dengan tatapan orang-orang padanya. Sesaat dirinya seperti tak memikirkan apa-apa, lalu tiba-tiba ia teringat kembali dengan kejadian yang baru saja menimpanya. Bagaimana bahagianya ia berselfi dengan David, kedatangan Hendrik yang tiba-tiba merusak suasana, dan hadirnya Bintara yang menjadi akhir dari hubungan dengan suaminya.“Semua ini gara-gara Bintara! Dia pasti telah menyusun rencana ini untuk menghancurkan hidupku! Cih, baiklah. Lihat bagaimana aku bisa menghancurkan hidupmu Bintara! Lihat! Aku bahkan tak peduli meski harus mengorbankan putri Marvin itu!”Laras memesan taksi. Ia menunggu di pinggir jalan dengan berbagai rencana yang saling berlalu lalang di kepalanya. Berbagai kemungkinan buruk pun terbayang-bayang. Apa yang akan dilakukan David setelah ini? Menceraikannya atau
“Apa benar semua itu, Laras?” David bertanya dengan nada dingin.Laras langsung bersujud di hadapan David sambil menangis tersedu untuk meminta ampun.“Mas, maafin aku. Aku nggak bermaksud membohongimu. Aku awalnya tak tahu jikalau Sonny adalah anak dari Hendrik. Aku pikir memang anak kita karena kita juga melakukan hubungan suami istri, bukan?”“Tapi kau tak bicara apapun setelah mengetahui Sonny bukan anakku! Kau menipuku hingga hari ini, Laras! Bahkan kau menikahiku karena orang tuamu memiliki dendam terhadap keluargaku? Pantas saja kau selalu memaksaku untuk mengalihkan kepemilikan perusahaan atas namamu dan juga Sonny. Begitu aku bangkrut, kau akan pergi dan bahagia dengan pria itu!” bentak David dengan tatapan berapi-api.Laras semakin menangis sambil menangkup kedua tangannya di hadapan wajah. Ia memohon pada David dengan sejadi-jadinya bahwa ia sangat menyesali perbuatannya. “Aku mohon maafkan aku, Mas. Kali ini saja maafkan aku. Aku memang awalnya menuruti permintaan orang tu
Laras berdandan dengan sangat cantik malam ini. Ia menggenakan gaun hitam selutut yang ketat dan lipstick yang tebal merah merona. Belum lagi highheel yang ia pakai membuatnya merasa bak modal di depan cermin ketika mematut dirinya sendiri. Laras sangat bangga dengan penampilannya malam ini. Hari ini adalah hari ulang tahunnya, Laras merasa jikalau David pasti sudah menyiapkan kejuatan ulangtahun untuknya, membayangkan saja sudah membuat Laras kegirangan bukan main.David sudah menunggu di dalam mobil. Ia menoleh ke arah pintu, Laras dan Sonny belum kunjung keluar juga. David memutuskan untuk menelepon Bintara untuk memastikan rencana mereka hari ini seperti apa.“Halo, Yah?’’“Halo, Bintara. Jadi gimana, Ayah dan Laras beserta Sonny akan segera berangkat ke restaurant itu. Kapan kalian akan datang? Takutnya setelah selesai makan, kalian baru datang. Timingnya nanti tidak tepat, Nak. Apa perlu Ayah kasih kode nanti lewat pesan?”“Tidak perlu, Yah. Kami sudah stand by di parkiran resta
Rusmini datang bersamaan dengan Laras yang datang ke kantor. Laras mencoba tak peduli dengan wanita yang ia anggap musuh berat tersebut. Begitu pula dengan Rusmini yang memilih acuh tak acuh dengan raut wajah yang sangat tenang. Begitu mereka memasuki kantor, setiap karyawan yang mereka lewati lebih memilih menyapa Rusmini. Jika dibandingkan 7:3 yang menyapa mereka. Tentunya banyak yang menyapa Rusmini. Hal itu membuat hati Laras terasa terbakar. Mereka memasuki lift yang sama. Laras sengaja melakukanya karena ada sesuatu yang ingin ia ucapkan pada Rusmini.“Kemarin suamiku mengajak aku dan putraku makan bersama di hari ulang tahunku. Lega rasanya mendengar dia masih memperhatikanku. Aku pikir dia kepincut dengan janda rendahan di sekitarnya,” ucap Laras dengan nada menyindir.Rusmini tersenyum tenang mendengarnya. “Syukurlah dia tak kepincut janda di luar sana. Jadi ketika dia ingin kembali padaku, aku tak ragu untuk menerimanya.”Laras menatap nyalang Rusmini di sampingnya. “Kau tak