Sepi dan hening, Axel menajamkan penglihatan dan pendengaran melihat sekelilingnya yang gelap. Sreek!Axel erat memegang pedang. Memasang kewaspadaan penuh melihat ke arah sumber suara berasal. Seekor tupai kecil ke luar dari semak-semak. Sejenak melihat Axel kemudian lari ke atas pohon. Pandangan Axel jatuh pada tanah di bawah kaki. "Darah," gumamnya.Tetes demi tetes darah menjadi petunjuk bagi Axel dalam mencari keberadaan pemimpin topeng perak. Sementara itu, Roxy yang dicari Axel sedang berusaha berlari sekuat tenaga di setiap sisa tenaganya. Darah segar yang ke luar dari luka di pergelangan tangannya bagai tetesan air hujan yang jatuh membasahi bumi.Roxy berhenti sejenak, melihat tangannya yang telah berlumur darah. "Sialan!" umpatnya di antara ringisan sakit dan geram kesal. "Akan ku balas kau jenderal sialan."Berhenti sejenak, Roxy kembali melanjutkan pelariannya tanpa menyadari setiap tetes darah yang ke luar dari tangannya memberi petunjuk bagi Axel yang sekarang tak j
"Ini ,,, anu," jawab Rose kaget bercampur gugup. Dua prajurit sedang berpatroli menatap tajam pada Rose dan Emi penuh kecurigaan.Rose menyenggol lengan Emi agar bicara."Aku dan Rose hanya sedang melihat bunga-bunga di sini," jawab Emi. "Bunga di sini terlihat begitu cantik.""Pergi kalian dari sini!" seru salah satu prajurit. "Jangan berkeliaran di tempat yang tidak boleh kalian injak!"Tanpa banyak bicara, Rose dan Emi langsung pergi."Ada apa di sana?!" tanya Virgolin melihat dari kejauhan dengan apa yang terjadi pada Rose dan Emi bersama dua prajurit berpatroli.Pisceso melihat punggung Emi dan Rose yang semakin menjauh. "Entahlah.""Sepertinya aku sering melihat wanita itu," ucap Virgolin. "Apa mereka berdua juga dayang istana?!""Mereka punya tugas dibagian belakang istana," jawab Pisceso."Oh. Ada berapa orang yang bekerja di istana mu?!" tanya Virgolin. "Entahlah, aku tidak pernah menghitungnya.""Pasti sangat banyak. Istana mu ini besar dan sangat luas. Perlu ratusan orang
Pertanyaan Tabib Virgolin membuat semua orang bungkam. "Pisceso. Jangan pergi," pinta Virgolin penuh pengharapan. "Tapi ,,,,""Aku ingin pulang ke duniaku," sambung Virgolin. Berjuta kebingungan bergelayut dalam benak Pangeran Pisceso. Bagaimana mungkin dirinya tidak pergi untuk melindungi rakyatnya yang sedang resah, tapi kalau dirinya pergi lalu bagaimana dengan Tabib Virgolin yang juga menjadi tanggung jawabnya?Dalam kebingungannya, datang dua prajurit berpakaian lengkap melapor pada Jidan kalau semuanya prajurit sudah siap untuk berangkat. "Pangeran ,,,," ucap Jidan.Pisceso langsung memotong kalimat. "Pergilah, nanti aku akan menyusul!"Semua orang pergi meninggalkan Pisceso dan Virgolin. "Aku tidak ingin kamu pergi," pinta Virgolin mengawali pembicaraan. "Banyak prajurit yang ke sana, kenapa kamu harus pergi ke sana juga?!""Ini tidak semudah yang kamu bayangkan," ucap Pisceso. "Di sana ,,,,""Aku mengerti!" potong Virgolin dengan cepat. "Tapi tolong coba tempatkan dirimu
"Lebih baik kamu tidak tahu!" hardik Emi menarik tangan Rose agar tidak menghalangi pintu. "Kamu jangan berbuat aneh-aneh!" Rose memperingatkan Emi.Sambil membuka pintu Emi berkata, "tidak ada yang berbuat aneh-aneh! Aku hanya ingin menolong seseorang ke luar dari masalahnya."Setelah itu, Emi pergi tergesa-gesa dengan tangan menyembunyikan pakaian dayang miliknya."Emi!" panggil Rose berharap temannya itu tidak pergi, tapi panggilannya hanya dianggap angin lalu. Pintu pondok herbal segera dibuka Virgolin begitu mendengar ketukan di pintu. "Hamba sudah mendapatkan pakaian dayang!" Emi memberikan pakaian dayang miliknya pada Virgolin."Good job!" Mata Virgolin berbinar melihat pakaian dayang yang ada di tangannya."Kapan tabib akan pergi dari sini?!" tanya Emi. "Lebih cepat, lebih baik. Aku tidak mau berlama-lama tinggal di istana ini.""Di luar banyak prajurit yang berjaga. Tabib harus hati-hati," Emi memperingatkan. Sejenak Virgolin diam menatap dalam wajah Emi, kemudian berser
Seutas senyum samar terukir di bibir Virgolin. Dirinya telah memantapkan hati untuk segera pergi dari istana Voresham. Langkah kaki kecilnya menyusuri jalan setapak yang berbatu, menginjak ilalang kecil sampai hilang dari pandangan Emi."Akhirnya wanita itu pergi juga," gumam Emi tersenyum puas. "Aku tidak perlu repot-repot mengotori tanganku untuk menghilangkannya dari pandangan Putra Mahkota Pangeran Pisceso karena wanita doakan itu telah pergi sendiri."Emi segera masuk kembali ke dalam istana setelah memastikan Virgolin telah hilang dari pandangannya. Hatinya puas, sangat puas. "Emi!" Rose memanggil.Emi menghela napas, "dia lagi, dia lagi!" gumamnya berhenti dari langkah, menoleh melihat pada Rose kesal."Aku mencarimu kemana-mana!" semprot Rose terlihat marah. "Banyak pekerjaan di dapur. Kau malah keluyuran entah ke mana!"Emi memutar bola mata dengan bibir komat kamit menirukan Rose.Rose hendak bicara lagi, tapi dua orang penjaga bertubuh tinggi besar datang ke arah mereka be
Virgolin menarik syal yang menutupi kepalanya semakin ke depan agar wajahnya tidak terlihat dengan jelas."Aku bicara denganmu. Kenapa tidak menjawab?!" tanya wanita tersebut."A-aku seorang pengembara," kalimat yang meluncur begitu saja ke luar dari bibir Virgolin tanpa berpikir panjang."Pengembara?!" tanya wanita tersebut tak percaya. "Dari pakaian yang kamu kenakan, sepertinya kamu seorang dayang istana.""Astaga gue lupa!" Virgolin melihat bajunya sendiri. "Bodoh! Kenapa gue tidak kepikiran dayang istana," hatinya bicara sendiri merutuki kebodohannya. Wanita tersebut tetap berdiri di depan Virgolin bahkan lebih intens melihat ke arah wajah Virgolin yang berusaha menghindar.Virgolin tersenyum samar. "Aku harus pergi."Kriuuk!Kriuuuk!Terdengar naga-naga kecil dalam perut Virgolin bernyanyi."Kau lapar?!" tanya wanita tersebut tersenyum mendengar suara dari perut Virgolin."Sialan banget nih cacing, pake acara bunyi segala. Tidak tahu tempat dan situasi," gerutu Virgolin kesal d
Waktu terus berlalu, tapi hujan tak kunjung reda bahkan terlihat semakin deras. "Kapan hujan ini akan reda? Kalau begini terus menerus, aku tidak bisa pergi," gumam Virgolin."Jika kamu mau, kamu boleh tidur di rumahku ini," Airin seakan tahu kegundahan yang dirasakan Virgolin. "Sebentar lagi, hari akan berganti malam. Akan sangat berbahaya untukmu berjalan di malam hari.""Aku harus segera sampai ke tempat tujuanku. Lebih cepat, lebih baik.""Terserah kamu saja, tapi saranku lebih baik kamu melanjutkan perjalanan besok pagi saja. Melanjutkan perjalanan di malam hari tentunya akan banyak mengundang resiko, apalagi kamu seorang wanita. Bagaimana kalau tiba-tiba kamu bertemu orang jahat? Tentunya itu akan sangat berbahaya."Seketika bulu kuduk Virgolin meremang. Apa yang dikatakan Airin benar-benar sangat mengerikan. Jika itu terjadi, sudah tentu dirinya tidak bisa pulang lagi ke dunianya dan mati ditempat yang begitu asing tanpa diketahui oleh orangtua dan sanak saudaranya. "Tempat t
Dua orang pria berpostur tubuh tinggi tegap serta berpakaian prajurit berdiri depan pintu."A-ada apa?!" tanya Airin gugup sekaligus kaget rumahnya didatangi prajurit istana.Salah satu dari dua orang tersebut mengeluarkan selembar kertas dari balik bajunya. "Apa kau melihat wanita ini?!"Kertas putih dengan gambar lukisan wajah seorang wanita diperlihatkan pada Airin. "Bukankah ini si Virgolin," bisik hati kecil Airin dalam hati begitu melihat lukisan wajah."Apa kau melihat wanita ini?!" tanya pria tersebut tegas mengulang pertanyaannya. Airin menggeleng. "Ti-tidak. Aku tidak pernah melihatnya," jawabnya berusaha menekan kegugupan agar tidak dicurigai. "Geledah rumah ini!" seru salah satu pria tersebut, tidak percaya begitu saja dengan apa yang dikatakan Airin. Tiga orang prajurit datang dari arah samping rumah membuat Airin terkejut. "Eh, kalian mau apa? Tidak ada wanita itu di sini!" seru Airin mencoba menghalangi tiga prajurit yang hendak masuk. "Minggir!" salah satu dari me
Pisceso semakin memeluk erat tubuh Virgolin. "Tenanglah, semua akan baik-baik saja."Kedua tangan Virgolin memeluk erat pinggang Pisceso. "Benarkah semua akan baik-baik saja?!" tanyanya bersuara serak di antara isak tangis. "Semua akan baik-baik saja," bisik Pisceso. Walau sejujurnya, dirinya juga tidak tahu, apa mungkin akan baik-baik saja setelah hatinya mulai jatuh cinta pada Virgolin. "Bagaimana, kalau tidak baik-baik saja?!" tanya Virgolin lirih. Pisceso tak menjawab. Kedua tangannya semakin erat memeluk tubuh Virgolin. Berbagai macam perasaan berkecamuk dalam hatinya. "Pisceso," Virgolin merenggangkan pelukannya. Menghapus air mata yang telah membasahi pipi. Pisceso menatap dalam iris mata Virgolin yang masih tergenang air mata. "Jika nanti, aku sudah pulang ke duniaku, jangan pernah lupakan aku," bisik Virgolin, diakhiri bulir-bulir air bening yang jatuh dari kelopak mata.Hati Pisceso terenyuh. Aliran darah di seluruh nadinya seakan berhenti. "Aku tidak mungkin bisa melu
Tatapan Pisceso beralih pada plastik kotor yang dipegang Virgolin. "Benda apa yang kau pegang?!" "Bukan apa-apa," jawab Virgolin. "Hanya sampah."Pisceso tak percaya begitu saja. Plastik kotor yang ada di tangan Virgolin diambilnya. "Itu plastik obat," ucap Virgolin pelan, bahkan suaranya nyaris tak terdengar. Pisceso diam, menunggu kelanjutan bicara Virgolin. "Tempat ini ,,," Virgolin menjeda ucapan, menelan saliva. Entah kenapa, tenggorokannya terasa kering. Pisceso mengangkat kedua alisnya, menunggu kelanjutan kalimat Virgolin."Dari tempat ini, aku tahu kemana arah jalan menuju ke pintu langit," sambung Virgolin.Deg!Pisceso tertegun. "Aku bahkan sangat hapal, kemana jalan menuju pintu langit," lanjut Virgolin. Membalikan badan, melihat ke sekeliling, kemudian tatapannya berhenti pada satu arah. "Kesana," tunjuknya.Pisceso mengikuti arah tangan Virgolin. Memang benar, jalan itu adalah jalan arah di mana pintu cahaya langit berada, tapi apa mungkin pintu langit itu akan ter
Pisceso mengajak Virgolin menikmati keindahan air terjun yang ada di Desa Padi. Suara gemuruh dan percikan air yang menimpa batu membuat takjub Virgolin. Sungguh pemandangan yang luar biasa indah. "Lihat! Banyak ikan kecil di sini!" tunjuk Virgolin pada aliran sungai yang berada di bawah kakinya. "Cepat kemari, Pisceso!" Suaranya kencang menyatu bersama suara gemuruh air terjun. Pisceso datang mendekat. "Kita tangkap ikannya!" pinta Virgolin. "Lebih baik biarkan ikannya besar terlebih dahulu, ikan itu masih terlalu kecil," larang Pisceso. "Iya sih, masih sangat kecil." Virgolin setuju. "Ayo, kita ke sana!" ajaknya. "Kita duduk di batu besar itu." Pisceso dengan senang hati mengikuti kemauan Virgolin. Diraihnya tangan Virgolin agar tidak terjatuh disaat berjalan di antara batu-batu kecil yang terhampar di tepian sungai. Batu cukup besar menjadi tempat duduk mereka berdua. Suara gemuruh air terjun begitu kontras, seirama menyatu bersama angin.Virgolin tak berkedip menatap jatuhn
Perih dipunggung semakin menjalar. Darah yang keluar dari luka semakin banyak. Roxy bahkan merasakan penglihatannya mulai tidak jelas. Keseimbangan tubuhnya pun tidak stabil.Melihat Roxy terlihat limbung, Pisceso memberi isyarat pada prajuritnya agar menangkap Roxy. "Gawat. Mataku, kenapa dengan mataku ini?" hati kecil Roxy bertanya-tanya sendiri. Pedang yang dipegangnya pun mulai terlihat buram.Prajurit dengan sigap mengepung Roxy, tapi jiwa pemberontak Roxy tak membiarkan dirinya ditangkap begitu saja. Walau penglihatan sudah tak begitu jelas, Roxy masih tetap melawan bahkan dengan membabi buta mengayunkan pedangnya ke segala arah. Trang! Clang! Clang!Suara pedang yang beradu mengisi udara di ruangan yang temaram. Roxy masih lincah menangkis mata pedang dari para prajurit yang mengepungnya bahkan dua orang prajurit berhasil terkena sabetan pedangnya. Pisceso memberi perintah agar prajuritnya mundur. Senyum kemenangan terukir di bibir Roxy. "Kalian pikir karena tubuhku terluka
Krieeet,,,Pintu kembali didorong dari luar. Roxy secepat kilat bersembunyi di kolong tempat tidur.Airin kembali masuk membawa wadah yang berisi makanan. Diletakkan di atas meja kecil samping teko air. Sejenak melihat Virgolin kemudian pergi lagi keluar dari kamar. Roxy mengelus dada lega. "Untung tidak ketahuan. Sialan si dayang itu, bolak balik masuk ke kamar. Lama-lama, aku bunuh juga si dayang itu!"Setelah melihat keadaan aman, Roxy keluar dari tempat persembunyiannya. Virgolin masih terlelap tidur dibuai mimpi, tidak tahu kalau dirinya dalam keadaan terancam. Dengkuran halusnya terdengar berirama keluar dari bibirnya."Baguslah, tidurnya sangat nyenyak. Ini akan memudahkan aku untuk membawanya pergi," gumam Roxy bersiap akan membuat Virgolin pingsan dengan memukul bagian tengkuknya. Bruuugh!Pintu kamar tiba-tiba dibuka kasar dari luar. Putra Mahkota Pisceso melesat masuk ke dalam kamar. Duugh!Tendangan kaki Pisceso mendarat sempurna dipunggung Roxy sampai tubuhnya tersun
Duarr!Petir menggelegar seakan ingin membelah langit setelah cahaya kilat muncul menyilaukan setiap mata."Untung kita sudah sampai. Hujannya deras sekali!" tutur Virgolin melihat turun hujan dari jendela kamar yang terbuka. "Iya. Pantas saja, cuaca sangat terik, ternyata mau turun hujan," ujar Airin. Virgolin merenggangkan otot. "Tulang pinggangku pegal. Aku ingin berbaring.""Istirahat saja. Aku juga akan istirahat di kamarku," ucap Airin. "Kalau tabib perlu sesuatu, panggil saja aku."Pintu kamar ditutup rapat oleh Airin dari luar. Virgolin segera naik ke atas tempat tidur yang sangat sederhana. Tubuh lelahnya telentang. Sejenak menatap langit-langit, tak lama kemudian dengkuran halus keluar dari bibirnya sebagai tanda Virgolin telah pergi ke alam mimpi. Sementara itu, Pisceso masih bersama Jidan dan sesepuh dari Desa Padi. Semuanya berkumpul di ruang tengah ditemani teh hangat dan beberapa potong singkong serta ubi rebus yang masih mengeluarkan uap panas. "Tabib dari langit m
Walau menggunakan peralatan seadanya dan membuat obat pembasmi hama hanya berdasarkan kemampuan yang Virgolin miliki karena dasarnya memang bukan dari bidang pertanian, tapi Virgolin melakukan semuanya dengan penuh keseriusan demi membantu rakyat yang sudah lama dilanda kelaparan karena serangan hama wereng.Beberapa orang diminta Virgolin mencari daun sirsak, karena daun sirsak mempunyai bau yang sangat menyengat. Hama wereng tidak menyukai bau dari daun sirsak. Tak lupa pula Virgolin minta dicarikan biji mahoni karena di dalam kedua bahan tesebut terdapat kandungan zat yang tidak disukai hama wereng tersebut yaitu repellent (penolak serangga) dan antifeedant (penghambat nafsu makan). Selain kedua bahan tesebut, ada dua bahan lain yang Virgolin tambahkan yaitu rimpang jeringau dan bawang putih. "Tabib, ini semua bahannya sudah tersedia. Lantas, kita melakukan apa lagi?!" tanya Airin."Semua bahan itu ditumbuk sampai halus," pinta Virgolin. "Biar mereka yang melakukannya!" seru Pisc
"Biasanya hama wereng datang disaat musim hujan dan juga hama ini tidak bertahan lama.""Awal-awalnya seperti itu. Hama wereng coklat ini datang disaat musim hujan, tapi semakin lama malah semakin tidak terkendali," jelas pak tua tersebut. "Desa kami seperti sedang mendapat kutukan.""Tidak mungkin desa kalian mendapat kutukan seperti itu. Aku tidak percaya hal seperti itu," jelas Virgolin menenangkan. "Ini hanya masalah hama wereng saja, tidak ada hubungannya dengan kutukkan. Ditempatku juga ada hal seperti ini."Pria tua tersebut menghela napas. "Sebelum hama wereng melanda, banyak kejadian aneh di desa ini. Ribuan tikus menyerang tanaman padi kami yang siap dipanen.""Tikus?!" "Iya. Semua warga bergotong royong membasmi tikus-tikus tersebut. Tapi untungnya, padi kami masih bisa diselamatkan, walau sebagian sudah ada yang rusak. Tikus juga membawa penyakit, anak-anak kami banyak yang sakit tertular penyakit yang dibawa tikus," keluh pak tua."Menderita banget hidup kalian," tutur V
Pujian yang diberikan Pisceso membuat hati Virgolin berbunga-bunga padahal kata pujian cantik sering didapat ketika masih berada di dunianya, tapi entah kenapa saat sekarang Pisceso memujinya dirinya cantik, hatinya sangat senang sekali. Tak lama Airin datang dengan satu orang wanita yang lebih tua. Keduanya langsung mengatur makanan di atas meja. "Wangi sekali," hidung Virgolin kembang kempis mencium aroma wangi dari makanan yang ada di depannya. Selesai semua makanan dihidangkan, Airin dan wanita tersebut pergi lagi, meninggalkan Putra Mahkota Pisceso bersama Virgolin untuk menikmati sarapan pagi berdua. "Sepertinya ini lezat," tunjuk Virgolin pada roti yang ditumpuk mirip pancake. "Di sini juga ada makanan seperti ini. Di duniaku, hampir setiap hari aku sarapan roti seperti ini. Walau rotinya berbeda, tapi ini sepertinya lezat.""Kalau begitu makanlah," Pisceso mengambilkan sepotong roti dan menaruhnya di atas piring Virgolin. "Kamu harus makan banyak, karena setelah ini kita a