Share

4.

Penulis: RedSky Note
last update Terakhir Diperbarui: 2023-01-24 12:26:27

Misha menemukan seorang laki-laki setengah telanjang yang tampak tak sadarkan diri dengan sebuah pisau kecil masih menancap di pinggangnya.

"Ya Tuhan! Kau baik-baik saja?" pekiknya dengan gemetar.

Misha merasakan tubuhnya dingin karena ketakutan.

Dia takut malah menemukan mayat justru di hari pertamanya bekerja.

Dengan kakinya yang terbungkus sepatu olahraga, gadis itu memberanikan diri menyentuh betis laki-laki yang tampak tak bergerak.

"Hei! Kau masih sadar?" tanya gadis itu dengan suara semakin goyah.

Misha lalu mengeluarkan ponselnya dan dengan cepat menghubungi layanan darurat. Dia tidak ingin jadi saksi jika orang itu benar-benar sudah atau nyaris mati.

Dengan suara nyaris terbata-bata karena panik dan takut, gadis itu menyebutkan nama komplek sekaligus nomor rumah ini.

Misha tidak ingin kelak ditanyai sendirian jika ada hal buruk yang terjadi pada orang itu.

Tapi sebelumnya, dia berusaha memeriksa orang itu sekali lagi.

Dengan ngeri, Misha melangkahi noda darah di lantai kamar mandi lalu berjongkok di hadapan laki-laki itu.

"Aku sudah menelpon ambulan. Kuharap kau akan bertahan," ucap gadis itu dengan gugup.

"Ya Tuhan!"

Misha tersentak mendengar jeritan Lizzie yang datang pasti setelah mendengar Mish menjerit sebelumnya.

"Dia masih hidup?" pekik Lizzie dengan cemas.

Misha menelan ludah dengan takut.

"Kurasa ya, aku sudah menelpon layanan darurat. Bisakah kau panggil para pria kemari, Lizzie?" pinta Misha dengan panik.

Lizzie masih terpana ngeri melihat orang yang terluka itu.

"Lizzie! Kita tidak akan bisa mengangkatnya berdua," ucap Misha menyadarkan temannya.

Lizzie mengangguk panik, lalu bergegas pergi dari sana.

Sebuah gerakan samar dari pria yang terluka itu membuat Misha terlonjak kaget dan berdiri seketika.

"Ya Tuhan! Kau bergerak," ujar Misha karena terkejut.

Kepala pria itu bergerak perlahan.

Erangan kesakitan terdengar dari mulut pria itu yang tampak pucat dan kepayahan.

Misha memperhatikannya dengan seksama, lalu matanya membelalak lebar.

"Andreas?" pekik Misha saat akhirnya mengenali wajah orang yang ditemukannya itu.

Gadis itu mengernyit ngeri dan syok.

"Dia benar-benar celaka," batin Misha saat teringat sumpah serapahnya sendiri.

***

Ambulan akan tiba sekitar 5 menit lagi menurut polisi lokal yang sudah lebih dulu tiba disana. Sedangkan Andreas sudah nyaris tak sadar kembali dan tampak berusaha sendiri menjaga agar tetap sadar.

"Kau menolongku. Aku akan membayarmu nanti," ucap pria itu dengan suara lemah.

Misha menoleh ke arah pria yang kini dibaringkan timnya di lantai yang hanya dialasi sebuah baner bekas iklan properti.

"Dia memang menyebalkan!" rutuk gadis itu dalam hati.

"Diamlah! Kau sedang terluka," jawab Misha dengan kernyitan cemas.

"Aku hanya terluka, bukan mati," bisik pria itu mengejutkan.

Misha mendelik sekilas. Orang kaya dan sifat yang sedikit arogan?

Ya, dalam keadaan sekarat pun masih ada jejak yang terlihat.

"Namamu," bisik Andreas dengan mata terpejam.

"Apa?" tanya Misha sedikit bingung.

"Nama!" jawab Andreas dengan kepayahan.

Pria yang Misha ingat tampak gagah dan sehat itu kini terlihat seolah diambang maut dan tengah berjuang untuk hidup.

"Misha," jawab gadis itu dengan wajah cemas.

Dia tidak peduli sebenarnya Andreas hidup atau mati, Misha hanya peduli pada pekerjaannya yang baru saja dia mulai.

Andreas tidak mungkin jadi bosnya jika pria itu mati, bukan?

"Kalau dia mati, bagaimana bayaranku?" batin Misha gelisah.

Misha rasanya ingin mengumpat karena kesal.

Nasib buruk sepertinya sudah menyapanya bahkan di hari pertamanya bekerja.

"Ya Tuhan...!" gumam Misha karena terlampau kesal.

"Jangan memanggil Tuhan, Misha. Aku belum ingin mati," kata Andreas dengan serak.

Misha mengerjap dan nyaris saja menganga tak percaya.

"Diamlah! Kau bisa benar-benar mati jika terlalu banyak bicara," bisik gadis itu kesal juga akhirnya.

Sepasang mata biru kelam kini menatap ke arah Misha dengan pandangan goyah.

Pria itu jelas nyaris pingsan kembali saat suara seseorang membuat matanya mengerjap terbuka lagi.

"Kami tidak bisa mencabut pisau itu sembarangan. Karena bisa saja memperburuk keadaanmu," Lizzie mendekat dan berkata dengan cemas ke arah Andreas.

Andreas mengerang kesakitan, matanya juga sudah mulai terpejam lagi.

Tangan kekar pria itu tiba-tiba memegang lengan Misha cukup kencang.

"Misha, bantu aku tetap sadar," bisiknya.

"Tidak! Tutup saja matamu! Ambulan sudah dekat," jawab gadis itu.

Suara ambulan terdengar makin dekat dan akhirnya benar-benar tiba di rumah itu.

Bahkan diikuti sebuah mobil sedan mewah yang tampak dikemudikan seorang pria berjas hitam rapi yang tampak panik.

Andreas dibawa dengan cepat oleh ambulan, menyisakan genangan darah di dekat Misha dan 7 orang timnya yang sekarang terdiam muram.

"Semoga dia baik-baik saja. Aku tidak ingin bosku mati di hari pertamaku bekerja," gumam gadis itu cukup kencang yang membuat beberapa teman kerjanya melirik dengan tatapan kesal.

"Kita hampir menemukan mayat, dan kau malah memikirkan pekerjaan. Bukan main!" ejek salah satu pria di timnya yang bernama Tony.

Misha menatapnya dengan santai.

"Kau benar. Aku terlalu suka bekerja, karena aku sangat cinta uang," jawab Misha dengan senyum ceria.

Lizzie menatap tetangganya itu tanpa komentar, hanya tampak sedikit sorot kecewa di mata cantiknya.

Misha sendiri memilih diam tak ingin peduli pada respon teman barunya itu. Dia lebih sibuk memikirkan pekerjaannya yang bisa saja terancam, dan dia belum ingin susah payah mencari pekerjaan baru lagi.

"Tenang saja. Gaji kita dibayar perusahaan, bukan pemiliknya," ucap Lizzie tanpa senyum ramah yang selalu tampil di wajahnya.

Misha tersenyum tipis lalu mengangguk paham, dia tak begitu tertarik menambah masalah di hari kerjanya.

***

Andreas Maxwell sadar dari kondisinya yang cukup serius 2 hari kemudian.

Dengan wajah pucat dan tubuh kesakitan, laki-laki itu membuka mata dan langsung mencari sepupu sekaligus staf pribadinya.

Seorang pria berambut hitam berusia pertengahan 30 menghampiri Andreas dengan cepat.

"Jelaskan padaku! Darimana luka itu?" geram pria berdarah latin itu pada saudaranya.

Andreas meringis melihat sepupunya itu terlihat sangat marah.

"Kau bahkan tidak menanyakan kabarku, Alan," sinis Andreas pada sepupunya itu.

Alan mendengkus kesal.

"Tidak perlu. Aku menemanimu selama 3 hari, bodoh!" kesal pria itu.

Seringai menjengkelkan tampak di wajah Andreas saat melihat raut kesal sepupunya yang baik hati itu.

"Kau memang manis sekali," ejeknya pada Alan.

Alan mendelik jengkel.

"Jawab aku! Siapa yang melukaimu?" tanya laki-laki berambut hitam itu dengan tegas.

Andreas terdiam dengan wajah serius kali ini.

"Eddie. Dia kesal karena aku selalu menolak dipertemukan dengan putrinya yang seorang dokter," jawab Andreas dengan nada muram.

Dia tidak menyangka jika rekan bisnis sekaligus teman ayahnya itu akan sanggup hingga melukaimya secara fisik.

Alan tampak terperangah sebentar.

"Eddie pasti berfikir dia bisa mendapatkan kembali sahamnya di stasiun TV yang kau akuisisi dengan menggunakan anaknya," gumam pria itu tampak berfikir.

Andreas terdiam dan melempar senyum yang sekilas tampak muram ke arah sepupunya.

"Sayang sekali aku tak pernah tertarik pada gadis itu," sinis pria itu.

Alan memandang sepupunya lama dengan sorot iba, lalu cepat-cepat menepis kesedihannya sendiri yang mulai muncul ke permukaan.

"Kau memang tidak suka perempuan," ejeknya pada Andreas.

"Sepertinya begitu. Karena aku malah sangat menyukaimu, Alan," jawab Andreas sambil menyeringai jahil ke arah sepupunya.

Alan mendengkus kesal, terlalu sering menghadapi sisi Andreas yang menjengkelkan membuatnya hanya bisa menggelengkan kepala menahan kesal.

Andreas tertawa puas, lalu meringis kesakitan karena luka di pinggang kirinya.

"Ah sial! Sakit sekali," umpat pria itu dengan kening mengernyit tak nyaman.

"Kita harus menuntut Eddie. Kau hampir mati," ucap Alan dengan serius.

Andreas menggeleng tak setuju.

"Tunggu sampai aku menendangnya dari kursi direksi," ucap pria itu.

Alan menghela nafas panjang. Dia tidak terlalu suka jika Andreas sedang bertempur di medan bisnis.

Saudaranya itu cenderung egois dan bisa menghalalkan segala cara.

"Alan, aku butuh data orang-orang yang menolongku," ucap Andreas tiba-tiba.

Alan berdecak pelan.

"Dan kenapa kau tidak pulang ke rumahmu? Kau terluka, dan malah ada di rumah itu?" geram Alan tak habis fikir.

"Kejadiannya tak jauh dari sana. Aku hanya kuat menyetir beberapa ratus meter," jawab Andreas dengan muram.

Alan membelalak marah.

"Kau bisa menelepon ambulan, bodoh!" ujar sepupunya dengan keras.

Tawa sinis terdengar dari Andreas sebagai jawaban.

"Kau pasti tidak memeriksa. Kartu identitas dan dompetku hilang di tempat kejadian itu entah kemana," jawab laki-laki yang masih terbaring itu dengan kesal.

Alan mengerjap kaget.

"Akan aku cari," ucap pria itu dengan mantap.

"Aku minta data mereka, Alan. Apa aku harus mengulanginya? Mereka menyelamatkan nyawaku," kata Andreas dengan nada kaku.

Sepupunya atau bukan, Andreas tidak suka perintahnya diabaikan.

Baginya hal itu sangat penting, karena dia mungkin saja mati jika tidak ditemukan oleh orang-orang itu.

Anehnya, Alan malah memalingkan wajah ke arah jendela kamar perawatan mewah tempat sepupunya berada seolah tak ingin menjawab masalah itu lebih lanjut.

"Kau sudah memintanya sejak masuk unit gawat darurat, Maxwell," jawab Alan pada akhirnya memilih mengalah.

Pria berkulit kecoklatan khas orang Amerika selatan itu lalu mengeluarkan sebuah komputer tablet dari tas hitam yang sehari sebelumnya diantar salah satu pegawainya ke rumah sakit ini.

"Orang yang menemukanku seorang perempuan. Namanya Misha," ucap Andreas dengan serius.

Gerakan tangan Alan berhenti seketika.

Sepupunya itu lalu mendongak ke arahnya dengan ekspresi aneh tak terbaca.

"Ada apa, Alan?" tanya Andreas dengan waspada.

Alan menyerahkan tablet kerjanya pada Andreas tanpa bicara.

Posisi Andreas yang terbaring agak menyulitkan pria itu untuk memeriksa benda yang disodorkan stafnya itu.

Tanpa diminta, Alan langsung membantu menaikkan posisi tubuh sepupunya itu agar lebih nyaman saat memeriksa berkas yang dia minta.

"Mereka tim pembersih dari anak perusahaan Divine. Salah satu perusahaan properti milik ibu tirimu," terang Alan saat melirik logo perusahaan yang tampil di tablet yang Andreas pegang.

"Oke." Andreas menggeser tampilan di layar komputer itu dengan tangan kanannya yang masih dipasangi selang infus.

"Kau sedang sakit. Simpan untuk nanti saja, Andre," ucap Alan dengan nada cemas.

Pria itu terlihat gelisah dan memandang Andreas dengan waspada.

Alan sedikit berharap jika sepupunya dari pihak ibu itu terlahir lebih bodoh dan pelupa saja.

Karena Andreas yang terlalu cerdas dan pemikir justru membuatnya merasa tidak tenang nyaris setiap hari.

"Maxwell, istirahatlah," pinta Alan dengan sehati-hari mungkin.

"Diamlah, Alan!" uja Andreas tanpa mengangkat wajahnya dari layar.

Entah di slide ke berapa, tangan Andreas berhenti bergerak.

Matanya tampak memicing saat membaca salah satu data dengan foto seorang perempuan berambut coklat kemerahan yang tampak mencolok.

"Ini dia. Namanya Misha Aileen, 22 tahun," Andreas terdengar seolah bergumam sendirian.

Alan menutup matanya dengan jantung berdebar saat mendengar gumaman sepupunya yang sering dia lakukan saat membaca sesuatu itu tiba-tiba berhenti.

Ruangan itu terasa hening dan menyesakkan.

Alan membuka matanya perlahan, lalu menoleh ke arah sepupunya dengan cemas.

Andreas terlihat diam menatap layar dengan rahang mengencang.

Sebuah kekehan pelan mulai terdengar, dan tak lama berubah jadi sebuah tawa yang cukup kencang.

Andreas tampak tertawa geli, tapi sorot matanya yang aneh dan tak terbaca justru membuat Alan entah harus merasa cemas atau ngeri.

"Dia tumbuh dengan cantik, kan, Alan?" ucap Andreas dengan senyum sinis dan ekspresi serius penuh perhitungan.

Bab terkait

  • Sweet Revenge   5.

    "Apa yang akan kau lakukan?" Alan menerobos masuk ke dalam kamar Andreas yang memang sudah biasa tidak terkunci.Andreas yang tengah mengancingkan kemejanya dengan tubuh yang masih terasa sedikit nyeri melirik sepupunya itu dengan santai."Selamat pagi, Sepupu!" sapa Andreas dengan senyum lebar yang bagi Alan terlihat mencurigakan."Jawab aku, Maxwell!" desak Alan terdengar jengkel.Andreas mengangkat alisnya dengan senyum kecil."Aku akan mulai menyusun cara untuk menyingkirkan Eddie dari kursinya," jawab pria itu.Alan bertolak pinggang dengan raut cemas."Bukan itu. Kau memasukkan kunjungan ke Divine hari ini," ujar laki-laki berkulit kecoklatan itu pada atasan sekaligus saudaranya.Andreas bergeming. Wajahnya nyaris tanpa ekspresi."Aku harus berterima kasih, bukan?" ucap Andreas datar.Alan menghela nafas panjang."Tidak, kita tahu tujuanmu bukan itu kesana." desak Alan seraya melipat lengannya di dada.Kekehan Andreas terdengar di kamar yang hening itu."Aku pernah bertemu gadis

    Terakhir Diperbarui : 2023-01-27
  • Sweet Revenge   6.

    Misha berjalan cepat dengan langkah panik."Kau kabur!" sebuah suara sinis menghentikan langkah gadis itu.Misha mengernyit melihat Alan berdiri di pintu keluar rumah baru Andreas."Aku tidak tahu selain materialistis ternyata penolong saudaraku itu seorang pembohong," sinis pria itu.Misha merangsek maju dengan ekspresi marah."Bisakah kalian berhenti menghinaku? Kau sama saja dengan saudaramu!" ujar Misha jengkel.Alan mendengkus kesal."Kami sudah tahu pelaku penusukan Andreas. Dan kau jelas tidak akan kuat melukai saudaraku," kata pria itu.Misha memalingkan wajahnya. Dia tidak ingin berinteraksi dengan orang-orang yang membuatnya kesal di hidip barunya ini."Aku pernah menyumpahinya celaka. Dan dia benar-benar celaka di depan mataku! Kau puas?!" desis Misha frustasi.Alan mengerjap kaget, lalu sorot sinis di matanya perlahan melunak."Kau... Merasa bersalah ternyata," gumam Alan seolah baru saja menyadari sesuatu.Misha menghindari tatapan pria berwajah tampan itu.Suara langkah

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-01
  • Sweet Revenge   7.

    "Pantas tubuhmu berisi," Sebuah komentar bernada geli membuat Misha berhenti mengunyah.Mata biru gadis itu menyorot tajam penuh kemarahan."Kau menghinaku lagi," desis gadis itu kesal.Andreas tergelak pelan."Kau seksi dan terlihat lezat. Aku suka melihatmu, dan itu bukan hinaan," ucap pria itu pelan."Berhentilah menghina fisikku!" ujar Misha dengan marah.Andreas tertawa renyah. Tawa pria itu tampak ringan lepas.Misha membuang nafas kasar antara terpukau dan kesal.Dia sudah mendapat kejutan luar biasa saat membuka pintu dan menemukan seorang Andreas berdiri memasang senyum ramah dengan sebuah jaket hoodie berwarna navy."Bagaimana kau bisa masuk? Apartemenku harus punya kunci lift sendiri untuk naik ke lantai atas," desak Misha dengan pandangan menyelidik.Andreas meneguk segelas soda dingin dengan senyum tipis yang membuat Misha makin kesal."Aku memang tak punya kunci lift, tapi aku punya uang," jawab pria itu dengan senyum penuh arti."Tentu saja," gumam Misha agak sinis."A

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-06
  • Sweet Revenge   8.

    "Ya Tuhan, Mish. Sayang, kau baik-baik saja?"Misha mundur dengan jijik dan marah dari pria yang menghambur seolah ingin memeluknya.Harry. Entah bagaimana laki-laki brengsek itu ada di kota ini."Apa yang kau lakukan di sini?" desis Misha dengan tegang.Harry memamerkan senyum memuakkan dengan ekspresi seolah tak berdosa."Aku selesai menemui klien penting di sini. Dan sebuah kejutan yang luar biasa saat aku melihatmu dari taksi menuju hotel," jawab Harry dengan senyum sekilas tampak mengejek.Misha menatap mantan tunangannya itu dengan tegang dan sorot panik."Siapa kau?" tiba-tiba suara bariton bernada dingin menyentak Misha dan Harry sekaligus.Andreas menatap mantan tunangan Misha itu dengan ekspresi dingin yang membuat Misha meremang gelisah.Harry yang tadinya kesal, tampak melotot saat akhirnya menyadari siapa pria dibalik hoodie yang berdiri bersama Misha."Oh, Hai! Kau Andreas Maxwell, kan? Aku Harry Barton, tunangan Misha." ucap laki-laki itu dengan senyum antusias tanpa r

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-09
  • Sweet Revenge   9.

    KISAH CINTA TERLARANG ANDREAS MAXWELL DAN TUNANGAN ORANG.Misha menarik nafasnya yang gemetar karena rasa takut.Dengan tangan gemetar Misha bergegas menutup gorden kamarnya, padahal waktu masih tengah hari.Dia tidak harus menebak siapa pelaku penyebaran berita buruk itu ke media."Harry sudah keterlaluan," gumamnya dengan suara bergetar karena marah.Kehidupan baru yang baru saja dimulai sepertinya tidak akan semudah yang dia bayangkan.Misha mengusap wajahnya dengan frustasi.Drrrrt... Drrrt...Suara getar ponsel di atas meja makan membuat Misha tersentak kaget. Gadis itu mengernyit bingung melihat nomor tak dikenal di layar ponselnya."Hallo!" "Misha?" Suara bariton yang terdengar familiar berbicara dengan nada cemas.Misha menegang kaku mendengarnya."Darimana kau tahu nomorku?" tanya gadis itu panik."Kau bekerja di perusahaan milik Ibu Tiriku, Misha." Jawab lawan bicaranya diikuti kekehan pelan bernada geli.Misha memejam frustasi. Dia bahkan baru tahu jika perusahaan tempatn

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-13
  • Sweet Revenge   10.

    "Hai!" Sore hari Misha dibuka dengan sapaan sopan bernada kaku dari seorang pria tampan.Misha mengangguk sopan saat membuka pintu apartemennya dan menemukan Alan berdiri memasang senyum canggung ke arahnya.Dia sudah menghubungi keamanan gedung sebelum pria itu tiba agar memberi izin kepada tamu yang ingin menemuinya, hingga Alan bisa masuk dan naik ke lantai tiga tempat tinggal Misha."Kau mau masuk dulu?" tanya gadis itu berbasa-basi.Alan menggeleng cepat dan tampak tak nyaman."Kita pergi saja. Andreas bisa sangat menyebalkan jika harus menunggu lama." Ujar pria itu dengan senyum tipisnya.Misha mendengkus pelan."Seingatku dia memang orang yang menyebalkan," ucap Misha.Alan tertawa kecil, lalu mengangguk setuju."Baiklah, ayo!" Alan berjalan cepat mendahului Misha yang masih berkutat dengan kunci apartemennya yang baru."Alan, bisakah aku kembali kemari sebelum jam 8 malam?" tanya Misha tiba-tiba.Alan menoleh dan mengeryitkan keningnya dengan kesal."Kau bahkan belum pergi, d

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-19
  • Sweet Revenge   11.

    "Misha, kita harus berbicara tentang berita hari ini." Andreas mencegahnya saat baru saja membuka pintu depan rumah mewah itu, dan ekspresi serius di wajah pria itulah yang membuat langkah Misha terhenti.Gadis itu menelan ludahnya gelisah. Rasa khawatir pada gosip yang bisa mengusik hidup barunya kembali menyeruak."Aku tahu, tapi aku ada janji penting hari ini," jawabnya tak sabar.Andreas menggengam lengan Misha dengan senyum menenangkan."Kita lakukan keduanya. Kita akan berbicara, dan kau akan tetap datang menepati janjimu," ujar pria itu dengan yakin.Misha menatap Andreas dengan bimbang, lalu akhirnya mengangguk setuju."Baiklah." jawab Misha dengan senyum lemah.Andreas tersenyum lega, lalu merogoh ponselnya dan menempelkannya ke telinga."Alan, aku membutuhkanmu." Ujar pria itu tanpa melepas tatapannya dari Misha.Tak lama, Alan menyusul mereka ke teras luas rumah megah itu dengan raut penasaran."Ada apa?" tanya pria itu tanpa basa-basi. "Bantu aku mencari kado ulang tahun

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-20
  • Sweet Revenge   12.

    Misha menahan senyum melihat interaksi antara Andreas dan Barry yang terlihat dekat dan tak berjarak.Laki-laki yang punya segalanya dan cukup diagungkan banyak orang itu memperlihatkan kebaikan hatinya dengan membaur bersama para tamu di pesta kecil Lizzie tanpa ingin diistimewakan oleh siapapun."Dia bisa baik juga," gumam Misha tanpa sadar.Alan yang duduk di kursi tepat di sebelah Misha meliriknya dengan sorot cemas dan muram."Andreas memang orang baik," jawab Alan dengan tatapan melamun.Misha menoleh dan tersenyum canggung ke arah laki-laki itu. Dia lupa jika sejak tadi Alan seolah mengekorinya kemana-mana."Aku merasa kau selalu mengikutiku." Protes Misha meski dengan cara sopan.Alan melirik sekilas, lalu mengangguk."Ya, Andreas memintaku menjagamu saat dia bermain dengan anak itu," jawab Alan terus terang.Misha mendengkuskan tawa singkat."Dia memang aneh," gumam gadis itu. Misha tanpa sadar terus menatap Andreas yang kini tengah tertawa terbahak-bahak dengan Barry dan se

    Terakhir Diperbarui : 2023-02-23

Bab terbaru

  • Sweet Revenge   26.

    "Miranda." Misha nyaris berbisik memanggil kakak perempuannya.Miranda terlihat lebih cantik dari terakhir kali mereka bertemu. Perempuan itu memakai sebuah sweater panjang berwarna hijau tua yang tampak begitu pas di kulitnya yang putih namun tidak sepucat Misha."Sedang apa kau di sini, Mish?" Sinis Miranda meski matanya melirik penasaran pada butik terkenal yang baru dimasuki adiknya.Misha tergagap dengan wajah merona tanpa sadar."Aku akan menikah, Mira." Misha menantang mata sang kakak dengan sorot percaya diri.Miranda terkesiap kencang. Rahangnya mengencang dengan ekspresi penuh kebencian pada adiknya."Kau? Menikah lebih dulu dari aku? Sulit dipercaya. Siapa pria buta yang menikahi Adikku yang kumal ini, hah?" Miranda menghina dengan suara yang terdengar cukup kencang."Aku!" Miranda tersentak dan langsung berbalik mendengar suara bariton yang mendekat ke arah mereka.Andreas Maxwell terlihat berjalan dan menatap lurus hanya ke arah Misha. Seolah Miranda hanya serangga yang t

  • Sweet Revenge   25.

    "Kau sudah pulang?" Andreas yang baru saja pulang dari luar kota, menyambut Misha di depan kamarnya.Misha yang masih sedih karena kontrak kerjanya diputus sepihak, hanya berdiri menatap pria itu dengan muram."Kenapa?" tanya Andreas dengan cemas.Misha menggigit bibirnya menahan gumpalan rasa sedih yang mendesak di dadanya."Aku dipecat," jawab gadis itu dengan muram.Andreas menarik nafas panjang, lalu merentangkan tangannya di depan gadis itu."Kemarilah." Misha berjalan cepat lalu menyusup masuk ke pelukan pria itu seketika."Kumohon, jangan sedih. Kau milikku sekarang, jadi kau tidak harus bersusah payah bekerja, Misha." Ucap Andreas dengan lembut.Misha masih merasa muram. Bagaimanapun hidup tanpa pekerjaan itu tidak enak baginya."Misha," panggil Andreas dengan hati-hati. "Hm?" Misha menjawab dengan gumaman."Menikahlah denganku. Aku ingin memilikimu dengan cara yang benar." Andreas melepas dekapannya dan menatap Misha dengan sorot memuja.Misha tertegun seraya memandang pria

  • Sweet Revenge   24.

    Harry mematung dengan tangan mengepal kencang. Hatinya sakit disertai gelegak kemarahan dan rasa tersinggung yang besar pada ucapan Misha."Aku tidak suka kau yang sekarang, Mish. Kemana perginya sikap penurutmu yang manis itu?" Gumam Harry dengan mata berkilat sakit hati.Tangannya lalu meraba ponsel yang ada di saku jas yang dipakainya. Dengan rahang mengetat karena emosi, dia menghubungi satu-satunya orang yang mungkin bisa jadi pelampiasannya saat ini. "Miranda, bisakah kau datang ke hotelku? Aku merindukanmu, Sayang." Ucap pria itu dengan nada merayu, tapi mata tak ada ekspresi sama sekali."Harry? Ah ayolah, aku sudah mapan sekarang. Kau bisa mencari orang lain untuk menemanimu," jawab mantan calon iparnya itu do seberang sana.Harry memicing kesal."Aku malas, datanglah saja. Ada yang ingin aku bahas juga denganmu di sana," desak pria itu.Miranda terdiam beberapa saat."Tentang apa?" tanya wanita itu terdengar penasaran."Misha." Jawab Harry singkat.Miranda terdengar tertawa

  • Sweet Revenge   23.

    "Apa maksudmu dengan diberhentikan?!" Pekik Misha saat melihat Tom, salah satu atasannya menyodorkan sebuah amplop coklat ke arahnya."Yah, kau izin terlalu lama kemarin. Kami sudah menggantimu dengan pegawai baru," ujar Tom dengan senyum tak enak. Misha merasakan amarah membuat tubuhnya gemetaran hebat."Aku diculik dan hampir mati, Tom! Bisa-bisanya kalian tega memutuskan pekerjaanku saat aku terkena musibah!" Protes Misha dengan lantang.Tom meringis seraya mengibaskan tangan kekarnya dengan ekspresi tak acuh."Kami butuh staf yang bekerja penuh, Nak. Entah apapun alasan kalian, kami tidak peduli. Mau kau sekarat atau bahkan mati pun, yang penting tidak menghambat kinerja tim kita." Ujar pria bertubuh tegap itu dengan kejam.Misha melotot tak percaya. Mata birunya menyorot tajam dengan campuran marah dan rasa kecewa."Tom... aku butuh pekerjaan ini. Beri aku satu kesempatan lagi. Apakah aku harus memohon juga? Aku akan berusaha untuk menjaga diri agar tidak sekarat atau mati!" Mis

  • Sweet Revenge   22.

    "Putuskan kontrak kerja Misha Aileen! Usahakan dia tidak bisa melamar pekerjaan di manapun lagi di kota ini!" Andreas menutup panggilannya setelah memberi perintah terakhir pada salah satu orang yang selalu mengerjakan tugas darinya secara diam-diam.Pria itu lalu termenung sendiri di ruang kerjanya di sebuah stasiun televisi berita ternama. Rencananya masih berlanjut pada Misha. Bedanya kini setiap kali dia bertindak, rasa tak nyaman selalu mengganggunya."Kau sudah mendapatkan gadis itu. Bukankah tindakanmu tadi berlebihan?" Andreas tersentak kaget melihat sepupunya yang tiba-tiba masuk dengan wajah kesal. "Berhentilah ikut campur, Xavier!" desis Andreas tak suka."Apa lagi yang kau butuhkan? Misha sudah ada di rumahmu, dia bahkan sudah mulai menggantungkan hidupnya darimu. Apa itu tidak cukup?" Sinis Alan sambil duduk di kursi di depan meja kerja saudaranya itu.Andreas termenung. Dia merasa masih ada yang kurang. Misha harus sepenuhnya jadi miliknya dan ada di bawah kendalinya

  • Sweet Revenge   21.

    "Apa yang kau lakukan?" Eddie menerobos apartemen Miranda yang beberapa bulan ini jadi simpanannya.Miranda yang tengah tertidur seketika tersentak bangun dan menatap pria paruh baya yang menjadi sumber uangnya dengan bingung."Apa maksudmu?" tanya perempuan itu."Maxwell akan menendangku dalam rapat akhir direksi. Dia bilang itu bayaran karena kau menyentuh pacarnya!" Hardik pria itu dengan kesal.Mata Miranda melebar kaget, dia tentu tidak akan menyangka jika perbuatannya akan terlacak dengan cepat."Aku tidak melakukan apapun, Ed," kilah perempuan itu dengan gugup.Eddie Morgan berkacak pinggang dengan kesal ke arah wanita itu."Kau benar-benar bodoh. Aku harus keluar banyak uang untuk lolos dari kasusku dengan si brengsek Maxwell. Dan sekarang kau malah menjerumuskanku lagi pada bajingan itu!" Bentak Eddie dengan marah.Miranda menelan ludah dengan sedikit takut. Jadi dengan manja perempuan itu bangun dan menghampiri pria separuh tua yang menjadi sumber materi pentingnya akhir-akh

  • Sweet Revenge   20.

    Andreas berlari menuju rumah sakit dengan hati yang berat. Setiap detik terasa sangat lama baginya. Apalagi melihat Misha malah terlihat semakin pucat selama perjalanan tadi.Saat dia tiba di rumah sakit, dia segera menuju ruangan baru tempat Misha dirawat. Wanita itu sempat dalam kondisi kritis akibat racun yang dikonsumsinya. Setelah mendapat penanganan serius beberapa jam, akhirnya dokter memindahkannya ke sebuah ruang ICU yang justru menambah kecemasan Andreas pada kondisi gadis itu."Aku akan masuk," ujar Andreas pada perawat perempuan yang berjaga."Tidak bisa, Mr. Maxwell. Kondisinya tidak baik saat ini," jawab si perawat dengan tegas."Tunggu selama 1 jam. Jika dia stabil, aku akan meminta izin khusus agar kau bisa masuk ke sana," lanjut perawat itu dengan senyum ramah.Andreas mengalah dan duduk di depan ruangan itu tanpa mengeluh lagi.Sekitar 2 jam setelahnya, setelah mendapat izin khusus Andreas diizinkan masuk dengan didampingi seorang petugas medis. Akhirnya dia bisa meli

  • Sweet Revenge   19.

    Sesuatu yang mirip rasa takut membuat Andreas nyaris mencengkram kemudinya sekencang mungkin. Dia sudah berkeliling di sekitaran perkakas 24 jam yang dikunjungi Misha awal malam kemarin. Dan tidak ada apapun yang ditemukannya."Maxwell! Aku berhasil mendapat rekaman cctv dari sebuah kedai pizza yang berada di sebrang tempat Misha berada sebelumnya." Alan datang dengan wajah serius dan napas terengah-engah.Andreas bergegas keluar dari mobilnya."Apa yang kau lihat di rekamannya?" tanya Andreas dengan gusar.Alan terdiam. Bukannya menjawab, dia malah memandang sepupunya dengan gelisah."Andre, kau tidak..." Alan menghentikan ucapannya saat melihar sorot murka di mata sepupunya."Tidak! Aku tidak melakukan apapun yang bisa membuatnya celaka, Xavier!" desis Andreas dengan kesal. Alan mengangguk lega tanpa berkomentar. Ya, dia akan berusaha percaya pada sepupunya itu. Bagaimana pun Andre tidak akan sejahat itu pada Misha."Ada 2 orang yang membawa Misha dari cctv yang kulihat," Alan seol

  • Sweet Revenge   18.

    "Cari informasi lengkap mengenai Miranda Doner. Aku ingin tahu di mana dia tinggal, siapa mucikari hingga lingkungannya!" Andreas memberikan sebuah perintah tegas pada seseorang yang dihubunginya."Anak Stevan bukan cuma Misha. Aku akan melakukan hal yang sama pada keduanya," Andreas nyaris berbisik pada lawan bicara di ponselnya.Misha yang melihat pria itu menjauh dan terlihat sibuk dengan ponselnya mengernyit penasaran.'Harusnya dia tak di sini jika banyak pekerjaan,' Misha membatin dengan tak enak.Tak lama, Andreas terlihat menyimpan ponselnya dan kembali membantu Misha yang masih mengemasi sisa barang yang akan dibawanya ke rumah pria itu esok hari. Misha diam-diam melirik Andreas yang sedang membantunya sejak beberapa jam lalu hingga tak terasa sekarang sudah hampir malam hari . Untung barangnya tak banyak perabot yang besar dan sulit dibereskan, hingga tidak membuatnya harus repot menyewa truk.Dalam keheningan, Misha menyelami perasaannya untuk laki-laki itu. Ada debaran y

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status