Semenjak pertemuan kedua itu, Daffa dan Rosella sering bertemu, bahkan Daffa memberanikan diri meminta alamat dan berkunjung ke rumah Rosella, dia semakin gencar mendekati Rosella mengingat deadline dari investor sudah semakin dekat.
Meski keduanya semakin dekat tapi Daffa masih belum bisa membahas ke arah tanah dengan Rosella. "Bagaimana ini pak, investor sudah mulai mengoceh, mereka menuntut proyek agar segera di realisasi?" Ray melaporkan keadaan lapangan pada Daffa. Daffa memijat pelipisnya, dia sungguh bingung, selama dua minggu dekat dengan Rosella, dia belum bisa menemukan cara untuk mengobrol ke arah situ. "Temui mereka Ray, bilang ke mereka dua Minggu lagi, proyek sudah bisa di mulai." Daffa nekat memberikan titah yang belum pasti. "Anda yakin Pak?" tanya Ray penuh penekanan, karena dia merasa tidak yakin dengan Daffa. "Yakin, aku tak akan menunda lagi, aku harus mendapatkannya dengan cara apapun," jawab Daffa. Mereka berdua kalut dengan pikiran mereka masing-masing, Ray tidak yakin sedangkan Daffa optimis dengan niatnya. Suatu hari di restoran, pak Sony memanggil Rosella untuk menghadapnya. Ada hal penting yang ingin disampaikannya pada Rosella. "Apa pak?" teriak Rosella kaget. Matanya terus membola sang Atasan, tubuhnya kini ikut panas dingin mendengar permintaan tak masuk akal pak Sony. "Mana mungkin saya membawa Daffa ke acara anniversary restoran Pak!" Protes Rosella. Hal itu tentu itu tidak mungkin bagi Rosella, ceritanya hanya khayalan, Daffa Anderson yang mana juga Rosella tidak tau mengingat CEO muda itu enggan menunjukkan wajahnya di hadapan media. "Mungkin saja dia kan calon suami kamu," sahut Pak Sony. "Calon suami dari Hongkong, kenal saja enggak," batin Rosella. Kini dia terjebak dalam sandiwaranya sendiri, dia mencoba menolak permintaan pak Sony namun malah ancaman yang ia dapatkan jika tidak membawa Daffa Anderson ke anniversary restoran. "Daffa sibuk pak." Rosella mencoba membujuk tapi atasannya tidak mau tahu. "Terserah, kalau tidak bisa ya silahkan angkat kaki dari sini." Daripada dipecat, Rosella akhirnya Mau nggak mau, menyetujui permintaan pak Sony walaupun dia sendiri tidak tau bagaimana caranya membawa Daffa Anderson. Dengan langkah lemas Rosella keluar dari ruangan Pak Sony, dia yang sudah tidak mood bekerja memutuskan pulang cepat. Setibanya di rumah, Rosella membuang tubuhnya di sofa, dia terus memikirkan cara agar bisa membawa Daffa Anderson ke acara itu. Wanita itu browsing mengenai Daffa, dimana dia tinggal dan bagaimana kesehariannya, saat itulah dia menemukan ide mengibuli pak Sony. "Aku akan meminta bantuan orang untuk menjadi Daffa Anderson. Yeah, begitu saja toh tidak ada yang tau wajah Daffa seperti apa" gumam Rosella dengan senang. Tapi bingung menghampirinya lagi, siapa yang harus memainkan peran Daffa? "Siapa ya yang harus memerankan Daffa Anderson." Rosella bermonolog sendiri. Dia yang pusing memutuskan mengambil camilan dan duduk di teras rumah, siapa tau pindah tempat membuatnya menemukan ide. Saat asik berpikir, Tiba-tiba Daffa datang dan mengagetkannya. Dor Teriaknya dengan keras. "Hatiku sangat kacau," ucapnya dengan latah. Mendengar ucapan latah Rosella membuat Daffa tertawa keras, baru kali ini dia menemui cewek latah. "Iihhh mas ganteng ngagetin aja, gak tau apa orang lagi melamun," teriak Rosella. "Apa yang kamu lamun kan Rose?" tanya Daffa yang kemudian duduk di samping Rosella. "Aku sedang mencari pria mas," jawabnya. Kerutan-kerutan di dahi Daffa semakin kentara, pria itu merasa ambigu dengan ucapan Rosella. "Mencari pria? untuk apa? dijadikan pacar?" Daffa memberondong Rosella dengan banyak pertanyaan. Rosella hanya mengangguk dan menggelengkan kepala, sehingga Daffa merasa kebingungan. Tak sengaja bola mata Rosella memandangi Daffa, tangannya juga turut membolak-balikkan wajah serta tubuh pria yang ada di sampingnya. Wajah yang sebelumnya lemah dan tak bersahabat kini menjadi sumringah. "Cocok," gumamnya dengan senang. "Kenapa nggak kepikiran dari tadi ya," sambungnya. Melihat Rosella yang senyum-senyum sendiri membuat Daffa bingung. "Apa sih Rose?" "Aku membutuhkan laki-laki untuk menjadi Daffa Anderson, dan kelihatannya mas ganteng cocok memerankan peran itu," jawab Rosella. "Apa?" Daffa pun membulatkan matanya dia sungguh terkejut mendengar jawaban Rosella. Daffa segera menggelengkan kepala, dia enggan memenuhi kemauan Rosella. "Ayolah mas, please tolong aku," pinta Rosella dengan memohon. "Bukankah Daffa Anderson tergila-gila padamu kenapa kamu nggak meminta bantuan padanya saja." Rosella akhirnya mengakui semua pada Daffa, dia mengaku jika sebenarnya dia berbohong. Bahkan sampai sekarang dia tidak pernah tau wajah Daffa Anderson itu seperti apa. "Wajahnya ya seperti aku," batin Daffa. "Ayolah Mas ganteng, please bantu aku," Rosella meminta sekali lagi. Mendengar ucapan Rosella, akhirnya Daffa memiliki ide cemerlang. "Baiklah aku akan membantumu namun kamu juga harus melakukan apa yang aku mau." "Apa itu?" tanya Rosella antusias. "Nanti setelah tugasku selesai akan aku memberitahu," jawab Daffa. "Apaan sih mas ganteng, jangan-jangan mas ganteng minta itu, ogah aku," terka Rosella lalu menyilangkan tangan ke dadanya. "Aku tidak se brengsek itu Rose," sahut Daffa kesal. "Lalu?" tanya Rosella lagi. "Sudahlah intinya akan menguntungkan mu," jawab Daffa kesal karena Rosella banyak bertanya. Akhirnya mereka make a deal, dan kini Daffa mendapat les khusus dari Rosella untuk berakting menjadi Daffa Anderson yang tak lain adalah dirinya sendiri. Tentu Daffa berpura-pura mengikuti arahan dari Rosella meskipun dia sendiri sudah ahli menjadi dirinya sendiri. "Mas ganteng cepat menguasai jadi boz besar ya, bahkan cocok sekali jika memakai jas seperti ini" kata Rosella sambil menempelkan jas mendiang ayahnya ke tubuh Daffa. "Besok akan aku sewakan jas untuk mas Daffa" kata Rose kemudian. "Biar aku menyewa sendiri, kalau kamu yang menyewakan takutnya nggak muat lagi," sahut Daffa. "Nanti sekalian sewa mobil ya mas, dan juga menyewa aksesoris yang biasa dipakai Daffa, pokoknya buat sesempurna mungkin biar semua yakin kalau mas ganteng adalah Daffa Anderson," timpal Rosella "Siap Rose, tenang saja aku akan melakukan yang terbaik buat kamu, asal kamu yang bayar tagihannya soalnya aku nggak punya uang." Daffa tersenyum. Dari perbincangan sewa menyewa barang, muncul ide baru agar Rosella mau menjual tanahnya. "Siap mas ganteng." Rosella mengangkat ibu jarinya. Daffa tersenyum puas, "pucuk dicinta ulam pun tiba," batin Daffa. Hari yang ditunggu telah tiba, Rosella meminta Daffa untuk datang lebih awal dan pulang lebih cepat supaya tidak ada yang tau dan curiga, tapi di jam yang disepakati sebelumnya, Daffa tak kunjung datang sehingga membuat Rosella cemas dan khawatir. "Mana sih Rose, calon suami kamu?" tanya Pak Sony kesal pasalnya acara sudah dimulai tapi Daffa belum datang. "Namanya juga boz besar pak, mungkin masih sibuk," jawab Rosella dengan ketar-ketir takut kalau Daffa tidak dapat mobil dan lain lain sehingga tidak bisa datang. "Acara sudah di mulai, awas kalau kamu ingkar janji," ancam pak Sony. "Iya-iya pak, sebentar lagi pasti akan datang," sahut Rosella bingung. Tiba-tiba para wartawan berlarian ke arah parkiran, ada mobil pabrikan Eropa bersimbolkan kuda jingkrak masuk, dan mereka segera menebak jika itu adalah Daffa anderson. "Daffa Anderson, Daffa Anderson!" Teriak salah satu wartawan. "Ayo ayo kita kesana" sahut yang lainnya. Rosella turut berlari dan melihatnya, dan betapa kagetnya dia melihat Daffa keluar dari luxury car. "Mati aku. Kenapa dia menyewa luxury car, berapa yang harus ku keluarkan untuk menyewanya?" gumam Rosella dengan menepuk dahinya. Tak lupa Daffa memakai kaca hitam miliknya sehingga dia terlihat maskulin. Banyak wartawan yang menghampirinya namun pak Sony segera menghalau mereka semua dan membawa Daffa masuk. "Selamat datang pak Daffa," sapa pak Sony. Seketika Rosella tersihir dengan ketampanan Daffa, matanya terus saja menatap Daffa yang berjalan menghampirinya. "Halo.... Sayang, maaf aku datang terlambat, ada meeting mendadak." Daffa langsung memeluk Rosella bahkan mencium pipi wanita itu Rosella kaget namun dia tetap berpura pura tersenyum untuk mengibuli para wartawan dan pak Sony. "Aku sangat merindukanmu sayang," imbuh Daffa dan lagi-lagi mencium pipi Rosella. Wartawan mengabadikan moment langka ini, kapan lagi melihat Daffa mencium wanita, karena selama ini tidak pernah terdengar kabar cinta dari CEO satu ini. "Aktingnya jangan berlebihan, gak pake peluk dan cium juga kali," bisik Rosella sambil tersenyum menatap Wartawan dan juga Pak Sony. Daffa tak menggubris kata-kata Rosella dia terus saja memeluk Rosella dengan erat. Beberapa wartawan melontarkan pertanyaan pada Daffa. "Apa anda sangat mencintainya pak Daffa?" "Iya, tentu aku sangat mencintainya, dia adalah wanita tercantik yang pernah aku temui," jawab Daffa. Banyak pertanyaan-pertanyaan yang dilontarkan oleh wartawan, setelah selesai tanya jawab dengan wartawan, Daffa kembali memeluk Rosella. Pak Sony mempersilahkan Daffa duduk begitu pula dengan Rosella "Rose, bagaimana penampilanku. Kira-kira sudah mirip Daffa Anderson pa belum?" tanya Daffa dengan berbisik. Rosella mengangkat ibu jarinya dengan raut wajah yang sulit diartikan. "Mas ganteng, kamu lebih cocok jadi artis karena menjiwai sekali peran jadi Daffa Anderson, lihatlah semua percaya," kata Rosella. "Aku berlatih dengan keras Rose," sahut Daffa. "Tapi mengapa mas ganteng menyewa luxury car?" "Karena Daffa Anderson selalu menggunakan luxury car Rose, mana mungkin Daffa menggunakan City car," jawab Daffa. "Iya tapi bagaimana kita membayar semua ini mas, bahkan gaji ku setahun tidak cukup untuk membayar sewa luxury car," kata Rosella ketar ketir. "Sudahlah Rose, nanti biar aku atur yang penting sekarang semua percaya kalau aku Daffa Anderson." Daffa mencoba menenangkan Rose yang terlihat ketar ketir. Daffa tersenyum puas melihat Rosella seperti ini, anggap saja ini balas dendam karena Rosella pernah memfitnahnya dengan kejar dan keji. jamuan dikeluarkan oleh pak Sony, semua di khususkan untuk Daffa Anderson. Saat asik makan, tiba tiba ada dua orang wanita mendatangi Daffa. "Pak Daffa bisakah anda menyumbang panti asuhan kami?" tanya orang tersebut lalu menyodorkan berkas pada Daffa. Daffa membacanya lalu memberikan cek yang selalu dibawanya. Dia menuliskan nominal yang cukup fantastis sehingga membuat Rosella ingin pingsan. Kepala Rosella teras berputar ingin rasanya dia melempar Daffa keluar karna berakting keterlaluan. Rosella mencubit tangan Daffa dan berbisik tegas. "Mas ganteng jangan berlebihan aktingnya, bagaimana kalau mereka tau itu cek palsu." Melihat Rose yang pusing membuat Daffa semakin senang dan puas. "Kamu dulu yang mulai Rose, mari kita lanjutkan sandiwara ini," batin DaffaDaffa bersikap layaknya dirinya, dia berbincang dengan wartawan mengenai perusahaannya serta hal lain, tentu kesempatan emas ini tidak disia-siakan oleh wartawan karena kapan lagi bisa mewawancarai Daffa Anderson. Pak Sony meminta Daffa untuk mempromosikan restorannya, dan tentu Daffa menyaggupinya meski enggan. Melihat sikap Daffa yang seperti itu membuat Rosella puyeng, entah bagaimana jadinya sandiwaranya malam ini. "Mas ganteng, cukup sudah, akting kamu benar-benar over, ingat woy kamu bukan Daffa Anderson," bisik Rosella sembari menyenggol kaki Daffa. "Tenang, biar semua percaya memang harus seperti ini Rose," bisik Daffa balik. Acara sudah usai, Rose dan Daffa berpamitan pulang. Di dalam mobil Rosella terus diam, dia mengingat kembali sandiwara over Daffa, dia benar-benar pasrah jika besok muncul berita hoax, dan juga juga akan menerima konsekuensinya apalagi Daffa yang asli marah. "Apa yang kamu pikirkan Rose?" tanya Daffa. "Nasib aku besok Mas," jawab Rosella den
Beberapa hari setelah Rosella menjual tanahnya Daffa tidak bisa dihubungi tentu hal ini membuat Rosella resah tak menentu juga gelisah di hati. Ingin sekali dia datang ke rumah Daffa namun dia tidak tahu alamatnya, sebenarnya Rosella takut jika Daffa kenapa-napa. "Mas ganteng kamu dimana sih, ada masalah apa? kenapa telepon dan juga pesanku nggak pernah dijawab. Aku sangat khawatir padamu apalagi aku mempunyai hutang banyak padamu," gumam Rosella sambil menatap langit di depan rumahnya. Dia terus saja menatap Sirius, bintang yang paling terang diantara yang lainnya. Dari kecil Rosella ingin seperti Sirius yang bersinar terang diantara lainnya. Lelah dan ngantuk menghampirinya, dengan langkah malas Rosella masuk dalam rumah. Setelah di kamar dia mengecek ponselnya dan lagi-lagi zonk, Daffa sungguh tak menghubunginya sama sekali. "Sudahlah, anggap saja dia tidak pernah ada. Stop thinking about him Rose." Rosella pun menyemangati dirinya sendiri Hari-hari berlalu, Daffa sibuk d
Hari sudah malam, Daffa memutuskan untuk pamit. "Aku pamit ya Rose, udah malam takutnya nanti ada grebegan lagi," kata Daffa dengan terkekeh. "Kamu tu ada-ada saja mas," sahut Rosella dengan tertawa. Daffa menatap wajah Rosella yang tertawa lepas, terbesit sebuah rasa aneh tapi Daffa segera menghalaunya. "Kalau digrebeg gawat Rose, pasti kita dinikahkan. Aku belum siap, untuk makan sendiri saja aku masih kurang apalagi punya istri." Daffa memegang tengkuknya. Setelah kepulangan Daffa, Rosella senyum-senyum sendiri sambil menutup wajahnya dengan tangan. "Mas cakep, aku sangat bahagia," gumamnya. Rosella seperti tanaman layu yang diguyur air hujan, "Rasa apa ini ya Tuhan." Sepanjang perjalanannya pulang, Daffa terus memikirkan Rose, dia bingung mau digunakan untuk apa uang Rose, padahal Daffa tau jika Rose juga memerlukan uang itu. Sesampainya di rumah, Daffa segera merebahkan diri di tempat tidurnya, dia merasa bersalah pada wanita berjiwa sosial itu. "Arrrgggg biarlah," teri
"Sembarangan, calon istri dari Hongkong," sahut Daffa kesal. Ray hanya tertawa, memang terkadang dia suka sekali menggoda atasan serta kakak sepupunya itu. Pesawat pribadinya telah siap, kini saatnya dia terbang ke US, rasa rindu kepada keluarga tercinta disana sudah tidak bisa dia bendung. Dari Bandara Internasional Los Angels, Daffa memerlukan waktu sekitar dua puluh tujuh menit untuk tiba ke Beverly Hills, rumah keluarganya. Kini pria itu telah tiba di rumah keluarganya, ketika dia keluar dari mobil pandangannya tertuju pada sesosok wanita yang sangat dia cintai. "Put," ucapnya sambil tersenyum. Dia mengambil koper miliknya, lalu berjalan mendekat ke arah Kakak iparnya. "Mas Daffa." Melihat Daffa Putri sangat senang. Putri segera meletakkan majalah yang dia bawa, dia berdiri dan membuka tangannya. Daffa mempercepat langkahnya lalu dia segera memeluk kakak iparnya. "I Miss you," kata Daffa sembari memeluk erat Putri. "I miss you too," sahut Putri. Rindu Daffa dan Putri be
Di US, Daffa bahagia tapi juga tersiksa, bagaimana tidak setiap hari dia harus melihat kemesraan Putri dan juga Sean. Hatinya meronta ingin memecah kemesraan mereka tapi dia tidak memiliki hak akan hal itu. "Put, andaikan kamu tahu rasa ini menyiksaku." Di balik pintu dia menahan kesakitan hatinya. Tepat di depan kamarnya, ada balkon dalam dan memang disitu adalah tempat Putri dan Sean bercanda bersama setiap harinya selain di kamar pribadi mereka.Sean yang ingat akan sang adik menyudahi bercandanya, dia beranjak dan berjalan menuju kamar Daffa. "Daffa." Sean langsung saja masuk.Daffa sudah duduk di sofa segera merespon panggilan kakaknya. "Ada apa kak?" "Bergabunglah bersama kami, ngapain menyendiri di kamar.""Tidak, aku lagi malas ngobrol." Tak mau tahu, Sean pun menarik tangan sang adik, dia memaksa Daffa untuk bergabung dengannya dan juga Putri. "Kamu ini pemaksa sekali sih!" gerutu Daffa."Sudah jangan cerewet!"Ketika mereka asik bercengkerama, Sean tiba-tiba dapat p
"Ada masalah apa sih Mas?" "Aku harus menikah," jawab Daffa yang membuat Ray terkejut."Menikah?!" ujarnya.Daffa mengangguk, dia menceritakan semua kepada Ray, dan sontak pria itu tertawa. "Astaga Mas, mas, masalah kamu itu muter saja di Kak Putri." "Terus tertawa potong gaji!" Seketika Ray terdiam, Daffa selalu saja mengancamnya dengan hal itu, lagipula tidak ada hubungannya sama sekali antara gaji dan tertawa."Kalau harus menikah ya menikah saja memangnya kamu sudah memiliki calon?" tanya Ray."Rosella." Lagi-lagi pria itu dibuat terkejut oleh Daffa, "Mas si Rosella yang menjual tanahnya pada kita itu!" "Iya," sahut Daffa."Kamu yakin?" sekali lagi Ray meyakinkan Daffa akan keputusannya."Entahlah." "Kalau kamu mau, aku bisa mencarikan wanita lain Mas, nggak harus Rosella." Daffa menggeleng, Rosella lah wanita yang beberapa lalu dikenalkan di publik olehnya jadi sandiwara harus berlanjut.Keesokan harinya, sepulang dari kerja Daffa pergi ke rumah Rosella, hal ini membuat ga
"Manusia mana yang tidak bisa mengendarai motor." Daffa terus menyahut enteng ucapan dari Ray. "Tapi ini sudah malam, mana ada dealer buka?" Daffa hanya melirik Ray, dia seakan nggak mau tahu. Melihat lirikan Daffa membuat asisten itu mengambil ponselnya, dia menghubungi langsung manager dealer salah satu produk dari Jepang. Tau Daffa ingin membeli motor, sang manager segera meminta anak buahnya untuk membuka dealer yang sudah tutup. Ditemani manager itu sendiri, Daffa berkeliling memilih motor yang cocok. "Motor moge kah Mas?" tanya Ray. "Ogah, tulangku bisa encok dan urat kalau mengendarai motor moge," jawabnya. "Sadar diri juga kalau udah tua," sahut Ray dengan tertawa. "Tertawa terus potong gaji." Seketika Ray terdiam, kemudian dia menyarankan sebuah motor matic yang nyaman. "Lebih baik ini saja." Dia menunjuk motor matic warna abu-abu. "Ini cocok sekali untuk digunakan pak Daffa, bodinya yang besar membuatnya lebih stabil saat dikendarai." Sang Manager tu
Pernikahan sederhana telah siap, baik Rosella maupun Daffa sama-sama memakai pakaian yang sederhana. "Mana mas orang tua kamu?" tanya Rosella. "Masih latihan di dalam," jawab Daffa. Jawaban Daffa tentu membuat Rosella bingung, latihan apa? memangnya pernikahan mereka adalah pentas seni sehingga harus latihan. "Latihan apa Mas?" tanya Rosella bingung. "Latihan jadi orang tua aku," jawab Daffa sambil membolakan matanya. "Jadi orang tua kamu?" Segera Daffa meralat ucapannya, "Maksud aku mempersiapkan diri untuk bertemu menantunya." Rosella mengangguk, kemudian dia juga latihan untuk bertemu orang tua Daffa. Daffa yang melihat apa yang dilakukan Rosella hanya bisa menggelengkan kepala. Tak selang kemudian kedua orang tua pura-pura Daffa keluar, dengan senyum yang mengembang mereka mendatangi Daffa dan Rosella. "Ini menantu kami?" tanya kedua orang tuanya yang merupakan pegawai di kantor juga. "Iya Pak, Bu," jawab Daffa. Sebagai seoarang mantu, tentu Rosella menunjukkan rasa h
"Belum, memangnya apa jawabannya." "Dapat hadiah dari kantor lah!" sahut Ray enteng. "Ok." Seusai jam kantor selesai, Daffa segera pulang ke rumah, kali ini dia tidak pergi ke apartemennya karena takut ketiduran seperti kemarin lagi. "Mas tumben pulang cepat?" tanya Rosella. "Iya, oh ya aku punya sesuatu untuk kamu." Daffa menunjukkan dua tiket bulan madu ke pulau dewata. "Mas ini kan tiket ke pulau Bali, kamu dapat darimana?" tanya Rosella. "Hadiah dari kantor," jawab Daffa. Rosella mengerutkan alisnya, dia nampak heran, bagaimana bisa kantor Daffa memberinya dua tiket ke Bali. "Mas bukannya kamu hanya bekerja sebagai ob, mana mungkin kantor kamu memberikan hadiah seperti ini? memangnya kamu kerja dimana sih Mas?" Mendengar jawaban dari Rosella membuat Daffa bingung kembali, memang kalau dipikir-pikir tidak mungkin kantor biasa memberikan hadiah ke pulau dewata apalagi tiket yang dipesan oleh Ray adalah tiket business class. Mau nggak mau Daffa mengatakan jika dia bekerja
Di ruangannya, Daffa nampak memijat lengannya tidurnya semalam sungguh tidak enak sekali, apalagi harus terus miring. "Kamu kenapa Pak?" tanya Ray yang tiba-tiba muncul. "Mengagetkan saja, kenapa tidak ketuk pintu terlebih dahulu!" Protes Daffa. Ray hanya terkekeh, biasanya juga tidak mengetuk pintu. "Pegal Mas?" tanyanya. "Banget, aku tidak bisa tidur," jawab Daffa. "Memangnya berapa ronde? gimana rasanya malam pertama, enak nggak?" Ray segera menarik bangku di hadapannya tak sabar menunggu cerita sepupunya tersebut. "Enak sekali mangkanya cepatlah menikah." Ray menghela nafas, bagaimana mau nikah jika waktu kencan saja dia hampir tak punya waktu. "Mana bisa aku menikah sedang berkenaan saja aku nggak sempat." Daffa tertawa mendengar keluhan Ray, lagipula dia tidak diktator banget, tidak seperti CEO pada umumnya. "Oh ya Mas, apa kamu tidak berbulan madu?" "Tidak," jawab Daffa tegas. "Lah kenapa? kan kasian istri kamu Mas, seorang wanita juga ingin moment
Pernikahan sederhana telah siap, baik Rosella maupun Daffa sama-sama memakai pakaian yang sederhana. "Mana mas orang tua kamu?" tanya Rosella. "Masih latihan di dalam," jawab Daffa. Jawaban Daffa tentu membuat Rosella bingung, latihan apa? memangnya pernikahan mereka adalah pentas seni sehingga harus latihan. "Latihan apa Mas?" tanya Rosella bingung. "Latihan jadi orang tua aku," jawab Daffa sambil membolakan matanya. "Jadi orang tua kamu?" Segera Daffa meralat ucapannya, "Maksud aku mempersiapkan diri untuk bertemu menantunya." Rosella mengangguk, kemudian dia juga latihan untuk bertemu orang tua Daffa. Daffa yang melihat apa yang dilakukan Rosella hanya bisa menggelengkan kepala. Tak selang kemudian kedua orang tua pura-pura Daffa keluar, dengan senyum yang mengembang mereka mendatangi Daffa dan Rosella. "Ini menantu kami?" tanya kedua orang tuanya yang merupakan pegawai di kantor juga. "Iya Pak, Bu," jawab Daffa. Sebagai seoarang mantu, tentu Rosella menunjukkan rasa h
"Manusia mana yang tidak bisa mengendarai motor." Daffa terus menyahut enteng ucapan dari Ray. "Tapi ini sudah malam, mana ada dealer buka?" Daffa hanya melirik Ray, dia seakan nggak mau tahu. Melihat lirikan Daffa membuat asisten itu mengambil ponselnya, dia menghubungi langsung manager dealer salah satu produk dari Jepang. Tau Daffa ingin membeli motor, sang manager segera meminta anak buahnya untuk membuka dealer yang sudah tutup. Ditemani manager itu sendiri, Daffa berkeliling memilih motor yang cocok. "Motor moge kah Mas?" tanya Ray. "Ogah, tulangku bisa encok dan urat kalau mengendarai motor moge," jawabnya. "Sadar diri juga kalau udah tua," sahut Ray dengan tertawa. "Tertawa terus potong gaji." Seketika Ray terdiam, kemudian dia menyarankan sebuah motor matic yang nyaman. "Lebih baik ini saja." Dia menunjuk motor matic warna abu-abu. "Ini cocok sekali untuk digunakan pak Daffa, bodinya yang besar membuatnya lebih stabil saat dikendarai." Sang Manager tu
"Ada masalah apa sih Mas?" "Aku harus menikah," jawab Daffa yang membuat Ray terkejut."Menikah?!" ujarnya.Daffa mengangguk, dia menceritakan semua kepada Ray, dan sontak pria itu tertawa. "Astaga Mas, mas, masalah kamu itu muter saja di Kak Putri." "Terus tertawa potong gaji!" Seketika Ray terdiam, Daffa selalu saja mengancamnya dengan hal itu, lagipula tidak ada hubungannya sama sekali antara gaji dan tertawa."Kalau harus menikah ya menikah saja memangnya kamu sudah memiliki calon?" tanya Ray."Rosella." Lagi-lagi pria itu dibuat terkejut oleh Daffa, "Mas si Rosella yang menjual tanahnya pada kita itu!" "Iya," sahut Daffa."Kamu yakin?" sekali lagi Ray meyakinkan Daffa akan keputusannya."Entahlah." "Kalau kamu mau, aku bisa mencarikan wanita lain Mas, nggak harus Rosella." Daffa menggeleng, Rosella lah wanita yang beberapa lalu dikenalkan di publik olehnya jadi sandiwara harus berlanjut.Keesokan harinya, sepulang dari kerja Daffa pergi ke rumah Rosella, hal ini membuat ga
Di US, Daffa bahagia tapi juga tersiksa, bagaimana tidak setiap hari dia harus melihat kemesraan Putri dan juga Sean. Hatinya meronta ingin memecah kemesraan mereka tapi dia tidak memiliki hak akan hal itu. "Put, andaikan kamu tahu rasa ini menyiksaku." Di balik pintu dia menahan kesakitan hatinya. Tepat di depan kamarnya, ada balkon dalam dan memang disitu adalah tempat Putri dan Sean bercanda bersama setiap harinya selain di kamar pribadi mereka.Sean yang ingat akan sang adik menyudahi bercandanya, dia beranjak dan berjalan menuju kamar Daffa. "Daffa." Sean langsung saja masuk.Daffa sudah duduk di sofa segera merespon panggilan kakaknya. "Ada apa kak?" "Bergabunglah bersama kami, ngapain menyendiri di kamar.""Tidak, aku lagi malas ngobrol." Tak mau tahu, Sean pun menarik tangan sang adik, dia memaksa Daffa untuk bergabung dengannya dan juga Putri. "Kamu ini pemaksa sekali sih!" gerutu Daffa."Sudah jangan cerewet!"Ketika mereka asik bercengkerama, Sean tiba-tiba dapat p
"Sembarangan, calon istri dari Hongkong," sahut Daffa kesal. Ray hanya tertawa, memang terkadang dia suka sekali menggoda atasan serta kakak sepupunya itu. Pesawat pribadinya telah siap, kini saatnya dia terbang ke US, rasa rindu kepada keluarga tercinta disana sudah tidak bisa dia bendung. Dari Bandara Internasional Los Angels, Daffa memerlukan waktu sekitar dua puluh tujuh menit untuk tiba ke Beverly Hills, rumah keluarganya. Kini pria itu telah tiba di rumah keluarganya, ketika dia keluar dari mobil pandangannya tertuju pada sesosok wanita yang sangat dia cintai. "Put," ucapnya sambil tersenyum. Dia mengambil koper miliknya, lalu berjalan mendekat ke arah Kakak iparnya. "Mas Daffa." Melihat Daffa Putri sangat senang. Putri segera meletakkan majalah yang dia bawa, dia berdiri dan membuka tangannya. Daffa mempercepat langkahnya lalu dia segera memeluk kakak iparnya. "I Miss you," kata Daffa sembari memeluk erat Putri. "I miss you too," sahut Putri. Rindu Daffa dan Putri be
Hari sudah malam, Daffa memutuskan untuk pamit. "Aku pamit ya Rose, udah malam takutnya nanti ada grebegan lagi," kata Daffa dengan terkekeh. "Kamu tu ada-ada saja mas," sahut Rosella dengan tertawa. Daffa menatap wajah Rosella yang tertawa lepas, terbesit sebuah rasa aneh tapi Daffa segera menghalaunya. "Kalau digrebeg gawat Rose, pasti kita dinikahkan. Aku belum siap, untuk makan sendiri saja aku masih kurang apalagi punya istri." Daffa memegang tengkuknya. Setelah kepulangan Daffa, Rosella senyum-senyum sendiri sambil menutup wajahnya dengan tangan. "Mas cakep, aku sangat bahagia," gumamnya. Rosella seperti tanaman layu yang diguyur air hujan, "Rasa apa ini ya Tuhan." Sepanjang perjalanannya pulang, Daffa terus memikirkan Rose, dia bingung mau digunakan untuk apa uang Rose, padahal Daffa tau jika Rose juga memerlukan uang itu. Sesampainya di rumah, Daffa segera merebahkan diri di tempat tidurnya, dia merasa bersalah pada wanita berjiwa sosial itu. "Arrrgggg biarlah," teri
Beberapa hari setelah Rosella menjual tanahnya Daffa tidak bisa dihubungi tentu hal ini membuat Rosella resah tak menentu juga gelisah di hati. Ingin sekali dia datang ke rumah Daffa namun dia tidak tahu alamatnya, sebenarnya Rosella takut jika Daffa kenapa-napa. "Mas ganteng kamu dimana sih, ada masalah apa? kenapa telepon dan juga pesanku nggak pernah dijawab. Aku sangat khawatir padamu apalagi aku mempunyai hutang banyak padamu," gumam Rosella sambil menatap langit di depan rumahnya. Dia terus saja menatap Sirius, bintang yang paling terang diantara yang lainnya. Dari kecil Rosella ingin seperti Sirius yang bersinar terang diantara lainnya. Lelah dan ngantuk menghampirinya, dengan langkah malas Rosella masuk dalam rumah. Setelah di kamar dia mengecek ponselnya dan lagi-lagi zonk, Daffa sungguh tak menghubunginya sama sekali. "Sudahlah, anggap saja dia tidak pernah ada. Stop thinking about him Rose." Rosella pun menyemangati dirinya sendiri Hari-hari berlalu, Daffa sibuk d