"Eh? Apa ini? Sepertinya ini milik Dixon yang terjatuh." Emily berjongkok mengambil sebuah benda yang tergeletak pada tempat Dixon terjatuh tadi.
"Apa itu? Coba aku lihat," kata Ainsley.
"Koin apa ini?" tanya Ainsley mengerutkan kening.
"Ini bukan koin, Ainsley. Coba lihat, ini sebuah liontin," sahut Emily.
"Liontin?"
"Iya, coba saja kau buka," kata Emily lagi.
Ainsley melakukan ap
Ainsley tidak yakin apakah dia harus mengangkat telepon dari Dixon atau tidak. Namun karena dia terlalu gugup tanpa sengaja dia menekan tombol merah membuat telepon itu terputus."Ya ampun, lagi-lagi aku matikan teleponnya," lirih Ainsley.Drttt ... Drrtt ....Ponselnya kembali berdering dan kali ini dia menjawab telepon masuk dari Dixon."Hallo," sapa Ainsley."Hei, kau sudah pulang? Aku tadi pergi ke rumah sakit dan ternyata kau sudah tidak ada di sana," kata Dixon.
"Tidak usah terlalu kaku. Ainsley adalah teman kuliahku," kata Dixon."Ya, baik," balas Luke."Ainsley, dia adalah temanku sejak kecil. Tiga tahun lalu dia pergi ke luar negeri karena selain perintah orang tuanya dia juga mendapat beasiswa. Dia anak yang cerdas. Dia sama sepertimu yang memiliki keinginan untuk menyelesaikan kuliahnya dalam waktu singkat," jelas Dixon."Kau tidak perlu meninggikan diriku, Dixon. Aku tidak sebanding dengan dirimu," sahut Luke."Ya, Luke memang terlihat cerdas. Tidak seperti dirimu," cibir Ainsley.
"Ayo masuk," ajak Ainsley."Ha?" Dixon nampak bingung."Kenapa? Kau tidak mau masuk?" tanya Ainsley."Ah tidak, bukan gitu. Kua ... sungguh-sungguh ingin mengajakku masuk?" tanya Dixon memastikan."Bukan aku, tapi mommy. Mommy menyuruhku mengajakmu pulang. Masuklah," jelas Ainsley. Kemudian Ainsley lebih dulu masuk meninggalkan Dixon yang masih mencerna situasi."Oh, pantas saja dia mau aku antar pulang. Ternyata bibi yang menyuruhnya," gumam Dixon pelan.
"Dixon," panggil Ainsley.Dixon kembali berbalik badan."Iya?" Dixon menatap Ainsley, menunggu apa yang akan dikatakan oleh Ainsley."Aku ingin meminta tolong padamu," kata Ainsley."Ya, apa yang bisa aku bantu?" tanya Dixon serius.Ainsley sangat ingin tertawa melihat raut serius Dixon, tapi ia tahan mati-matian. "Tolong sampaikan salamku untuk Luke," kata Ainsley. Semuanya langsung terbengong.
"Kalau kau mencintai seseorang itu mudah untuk mengetahuinya. Jika kau merasa malu berada di dekatnya. Jika kau berdebar dan pipimu memerah saat dia mengatakan hal yang sederhana maka bisa dikatakan kau mencintainya," jelas Emily."Begitukah?" gumam Ainsley."Ya. Dan apa kau yakin kau sedang jatuh cinta pada Luke? Bukan Dixon?""Emily, jangan menguji kesabaranku. Kau tahu kan tadi aku sedang membahas Luke. Aku sedang membahas Luke, Emily, tolong jangan melenceng," kata Ainsley ketus."Hahaha ... aku hanya memastikannya saja, Ainsley sayang," balas Emily
"Kau akan mendukungnya tapi tidak akan melepaskannya? Apa maksudmu itu?" tanya Luke memincingkan mata."Luke, aku mencintainya. Kau boleh percaya atau tidak. Ainsley boleh mengakui aku atau tidak. Tapi benar mencintainya dengan tulus. Jika dia memang memilih orang lain untuk mendampinginya maka aku akan menjaganya dari jauh. Itulah yang aku maksud," jelas Dixon. "Aku tidak akan melepaskannya sepenuhnya," lanjut Dixon.Luke terkekeh. "Kau serius? Jika aku yang jadi pria pilihan Ainsley maka aku akan memukulmu, Dixon. Aku mana mungkin membiarkan gadisku diperhatikan oleh pria lain," seloroh Luke."Memang itulah tujuannya, Luke. Supaya semua pria yang mendekatinya merasa kesal dan meninggalkannya. Hingga pada akhirnya hanya akulah yang akan ada untuknya," kata Dixon tersenyum miring."Dasar licik!" seru Luke mencibir."Sudahlah, lagipula tidak mungkin kau yang dia sukai. Sekarang cepat kenadarai mobilnya dengan benar. Aku ingin segera sampai dirumah."
"Ainsley, ini sudah siang, kenapa kau masih belum turun juga?" seru Brianna dari bawah."Iya, Mom, sebentar lagi. Ini Emily membuat pagiku berantakan," adu Ainsley."Hei, kau sendiri yang bangun kesiangan!" seru Emily tak mau disalahkan."Kau pikir apa? Kau bangun lebih siang dariku!" balas Ainsley tak terima."Sudah jangan lanjutkan perdenatan kalian. Cepat turun!" seru Brianna lagi."Yes, Mom.""Iya, Bibi."Buk buk buk buk.Langkah kaki Ainsley dan Emily terdengar tak beraturan. Ya, mereka berlarian menuruni anak tangga."Kalian melakukan apa saja semalam?" tanya Brianna."Biasa, Bibi. Ladies night. Kami mengobrol sampai kami ketiduran," jelas Emily mewakili. Ainsley mengangguk mengiyakan."Dan sekarang kalian kesiangan, apa kalian menyukainya?" tanya Brianna."Sudahlah, Brianna. Jangan memarahi mereka. Mereka masih belum terlambat," kata Freddy menengahi."Kau selalu saja membela putrimu, Freddy."
"Apa tuan ada di tempat?"Sarah mengangguk sopan. "Ada, Nyonya.""Terima kasih," balas orang itu kemudian berlalu.Jennifer memperhatikan punggung seorang itu dengan tatapan menyorot tajam."Kenapa dia boleh masuk sedangkan aku tidak, ha?" protes Jennifer tak suka."Maaf, Nona, sebaiknya anda berpikir dulu sebelum bertanya. Tentu saja nyonya memiliki hak istimewa," kata Sarah meremehkan."Ck, seberapa istimewanya dia? Biar aku buktikan sendiri." Dengan tekatnya Jennifer berjalan cepat menyusul perempuan yang membuatnya cemburu itu."Hei, Nona Jennifer, kau mau kemana?" seru Sarah meneriaki Jennifer. Namun yang dipanggil sama sekali tak menghiraukan.Sarah menepuk keningnya cukup kuat."Payah! Bodoh dipelihara. Tentu saja nyonya Ashton boleh masuk, dia kan istri tuan Ashton. Dasar gadis bodoh," umpat Sarah sambil menggeleng-gelengkan kepala menganggap Jennifer sangat bodoh."Sarah, dia menerobos masuk. Sebaiknya kau memberit
Seorang gadis termenung sendiri di depan cermin. Wajah ayunya dihiasi air mata yang membasahi pipinya. Paras yang berseri itu nampak tersirat kesedihan, atau entah itu perasaan haru.Dia tengah mengingat masa-masa yang telah berlalu. Dia sama sekali tidak menyangka hari ini akan tiba, hari yang akan menjadi hari berbahagianya. Ia tidak percaya bahwa orang yang ia pikir sangat ia benci ternyata hari ini akan menikahinya. Hari ini ia akan melepas masa lajangnya dan setelah hari ini statusnya akan berubah.Gadis itu mengangkat tangannya dan menggerakkan jemarinya untuk menghapus air matanya yang jatuh semakin liar.Puk!Sepasang tangan menepuk bahu gadis itu pelan sambil menatapgambaran diri yang terpantul dari cermin."Aku tidak percaya aku sudah dewasa, Mom, aku masih ingat saat aku menangis meminta dibelikan permen kapas tapi daddy melarang," ujar gadis itu yang tak lain adalah Ainsley.Seorang yang dipanggil mommy itu tersenyum hangat. "Putri mom
Dua minggu telah berlalu dengan begitu cepatnya. Tanpa disadari waktu terus berputar. Tanpa disadari hari demi hari telah terlewati.Hari ini, hari yang ditunggu-tunggu. RSE BRIGHTENING akhirnya akan launching produk barunya pada hari ini.Di ballroom sudah dipadati para tamu undangan yang begitu banyak. Kali ini dua perusahaan Emperor dan Rising Star menggelar acara dengan sangat meriah. Lebih meriah berkali-kali lipat dibandingkan saat launcing produk mereka saat pertama kalinya.Pelaksaan acara hari ini berbeda dengan waktu itu. Selain acaranya yang lebih meriah, kali ini juga tersedia banyak hadiah berisi paket RSE BRIGHTENING yang lengkap untuk para tamu yang beruntung dan tentunya para tamu yang ikut berpartisipasi memeriahkan acara."Kita semua bisa lihat penampilan facial wash yang resmi keluar hari ini, sangat cantik bukan?" seorang narator tengah memandu acara saat ini, yang akan menjelaskan tentang produk-produk yang baru saja mereka luncurkan.
Jalanan yang mulai lengang membuat Ainsley berani untuk menaikkan kecepetan berkendaranya. Namun tiba-tiba ia terpaksa harus menghentikan laju mobilnya karena sebuah mobil di berhenti di tengah jalan, menghalangi jalan yang akan Ainsley lewati.Ainsley membunyikan klakson berkali-kali namun beberapa orang disana tak bergeming sedikitpun."Sial! Apa mereka semua tuli? Apa yang mereka lakukan disana? Jika mobil mereka mogok kenapa tidak memanggil montir saja? Haih ... qku tidak boleh tertahan disini," gerutu Ainsley pelan.Ainsley memutuskan untuk turun dari mobilnya dan segera menghampiri mereka."Maaf, apa yang terjadi pada mobil kalian? Kenapa berhenti sembarangan dan menghalangi jalan?" tanya Ainsley berusaha untuk sopan.Empat orang laki-laki itu berbalik badan dan menatap nyalang ke arah Ainsley bersamaan."Maaf, jika mobil kalian mogok dan butuh montir maka aku bisa panggilkan montir untuk kalian, tapi bisakah kalian menepikan mobilnya dulu,
"Secara keseluruhan kau sudah menguasai semuanya, Ainsley. Apalagi dalam menembak kau sangat jago. Sebentar lagi aku akan memberikan ujian padamu dan jika kau mamou bertahan maka kau bisa dinyatakan lulus," ujar Alex."Sebenarnya lulus atau tidak itu hanya formalitas saja, yang terpenting kau sudah menguasai tekniknya. Kau hanya harus berani memetapkannya di medan pertaruntan saja," sambung Brandon."Aku sangat senang bisa berlatih disini, bisa dilatih oleh kalian. Tetima kasih atas segala hal yang sudah kalian ajarkan padaku. Aku akan siap menjalani ujiannya, kapanpun itu. Aku juga akan berusaha untuk tidak mengecewakan kalian. Kalian sufah bekerja keras jadi aku juga harus bekerja keras," ujar Ainsley serius."Kau siap untuk ujian?" tanya Alex mengulang pertanyaan."Aku siap!" balas Ainsley mantap."Meskipun itu mendadak?" tanya Alex lagi."Ya, itu tidak masalah.""Bagus. Aku suka semangatmu, Ainsley," puji Brandon."Oh ya, hari ini
Iklan untuk promosi sudah disebarluaskan di internet. Banyak sekali warganet yang berkomentar positif. Mereka sangat penasaran pada produk baru RSE BRIGHTENING setelah keluarnya shower scrub dan body lotion yang sangat fantastis itu."Aku senang mereka memberikan respon positif. Ini membuat kita bisa semakin semangat dan maju, benar?" kata Ainsley sebagai pembuka percakapan. Tadinya Ainsley ingin berkumpul dengan rekan-rekannya sebentar saja, tapi karena mendapati komentar-komentar warganet yang menunjukkan ketidak sabarannya terhadap produk baru mereka, Ainsley jadi lupa pada rasa lelahnya."Benar, aku jadi semakin tidak sabar ingin segera meluncurkan produk kita secepatnya," sambung Emily bersemangat."Sepertinya kita perlu mengadakan perayaan untuk pencapaian kita," imbuh Luke."Tidak, janga dulu. Kita belum mencapai apa-apa. Kita bahkan belum meluncurkan produknya kan?" lanjut Dixon."Hanya makan-makan saja, Dixon. Lagipula mumpung Ainsley ada disin
"Selamat pagi," sapa Ainsley datang ke meja makan."Pagi, Sayang, bagaimana kabarmu hari ini?" balas Freddy bertanya."Aku baik, Dad.""Kau sepertinya semakin kurus, Ainsley, ayo makanlah yang banyak," sambung Brianna."Oh ya? Aku sama sekali tidak kurus, Mom, itu pasti hanya perasaanmu saja," jawab Ainsley."Pokoknya kau harus makan yang banyak. Ini, mommy ambilkan. Kau kan butuh banyak nutrisi untuk latihan, jadi kau juga harus makan yang banyak, jangan pikirkan tentang diet," kata Brianna menasehati."Iya, Mommy sayang. Memangnya siapa pula yang diet? Dan kapan aku pernah diet?""Tapi kau selalu makan sedikit. Sekarang kau tidak boleh makan sedikit, apalagi hanya makan buah saja.""Kau sedang menasehati dirimu sendiri, Brianna?" sela Freddy menggoda."Apa?""Hahaha ... ya begitulah saat kau muda. Kau bisa lihat dirimu dalam diri putri kita," celetuk Freddy."Tapi, Ainsley, mommy benar, kau memang harus makan yang b
"Ada apa? Memangnya aku tidak boleh merindukan kekasihku sendiri?" kata Dixon menggoda.Ainsley tersipu malu. "Apa? Tentu saja boleh, akupun merindukanmu," balas Ainsley."Sial! Kenapa kalian bermesraan di depan kami?" Brandon menggerutu kecut."Kau masih belum memiliki kekasih? Aku pikir kau mengejar Rose teman satu tim camp-mu," celetuk Dixon."Jangan bahas itu lagi. Kau seperti tidak tahu bagaimana dan siapa Rose saja. Akan aku hadiahi villa mewah untuk siapapun yang berhasil memiliki Rose," kata Brandon sedikit sinis. Pasalnya Rose orangnya sangat cuek dan sangat sulit di dekati. Selama lima tahun berada di satu tim yang sama, belum pernah sskalipun Brandon mendapati perhatian dari Rose sedikitpun. Tidak Brandon, tidak siapapun. Karena memang begitulah Rose.Dixon tertawa. "Bagaimana kalau aku yang berhasil mendapatkan Rose? Aku tidak ingin hanya mendapatkan villa, aku ingin dihadiahi pulau yang kau miliki itu," celetuk Dixon."Kau mau itu? Am
"Aku ingin mengusulkan sesuatu untuk produk kita, boleh?" tanyq Emily."Hm, apa?" tanya Dixon tanpa mengalihkan perhatiannya dari laptopnya."Bagaimana kalau kita sekaligus mengeluarkan shampoo?" kata Emily.Dixon seketika menghentikan aktivitasnya lalu mengalihkan perhatiannya pada Emily. Begitu pula dengan Luke yang juga mengalihkan perhatiannya dari pekerjaan yang tengah ia garap."Shampoo?""Iya. Produk yang sudah keluar lebih dulu kan sudah ada body scrub, untuk melengkapi kebutuhan toiletris kita juga harus meluncurkan shampoo, bukan? Untuk kebutuhan wajah kita meluncurkan facial wash, jadi aku rasa tidak ada salahnya kita luncurkan shampoo juga," tutur Emily."Bagaimana menurutmu, Dixon? Akan kita luncurkan bersamaan dengan ini atau mungkin kau punya rencana lain?" tanya Luke meminta pendapat Dixon, yang sejatinya adalah orang yang mengepalai proyek tersebut."Hmm, kalau aku sih setuju-setuju saja. Menurutku bagus juga jika kita menge
Ainsley audah selesai mandi sejak belasan menit yang lalu. Kini ia duduk di sofa ruang tamu untuk menunggu kedatangan Dixon sambil memainkan ponselnya. Oh, tidak memainkan begitu saja, maksudnya adalah memamfaatkan waktu.Ainsley menelpon seseorang yang akan ia ajak kerjasama dalam beberapa waktu ini."Hallo, Jeremy, maafkan aku mengganggumu malam-malam begini. Aku tahu seharusnya aku tidak membicarakan soal pekerjaan di luar jam kerja," ujar Ainalsley sudah menyampaikan permintaan maafnya sebelumnya."It's okay, Ainsley. Aku mengerti kesibukanmu. Tidak perlu sungkan," balas orang bernama Jeremy itu, yang adalah orang dari jasa periklanan. Mereka sudah cukup akrab setelah beberapa kali pertemuan dan juga sering mengobrol via telepon, tentu saja untuk membicarakan pekerjaan."Jadi, apa yang kau perlukan, Nona Ainsley?" tanya Jeremy. Jeremy tidak benar-benar memanggil Ainsley dengan sebutan nona."Hmmm ... begini, Jeremy. Aku ingin kau buatkan iklan yang