Awan pagi ini kelabu sepertinya akan hujan, seorang gadis muda mengenakan jaket berwarna putih menatap langit pagi sambil membetulkan tali sepatunya, beberapa kendaraan terlihat lalu lalang di pagi yang dingin, gadis dengan mata coklat itu melangkahkan kakinya ke suatu pusat perbelanjaan yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumahnya. Seekor burung merpati melintas di hadapannya, warnanya hitam legam dengan corak seperti kalung di bagian lehernya. Burung itu bertengger di punggung tangan si gadis sepertinya pagi ini ia belum mendapatkan makanan sama sekali, sang gadis memberikan sepotong roti dari dalam tas kecil yang selalu ia bawa kemana pun. Setelah merasa kenyang burung merpati itu pun mengepakkan sayapnya terbang bersama kawanannya yang lain.
Gadis dengan jaket putih memasuki swalayan di seberang jalan, beberapa karyawan menyapanya dengan penuh kehangatan, sepertinya dirinya sudah terbiasa berkunjung di swalayan itu. Ia berjalan mengitari rak cemilan di bagian sisi kiri swalayan, semua tertata rapi dari cemilan pedas sampai pada yang asam gurih juga tersedia. Kakinya terhenti melihat beberapa cemilan varian keju di sudut rak toko itu, tempatnya sangat tersembunyi mungkin saja ini adalah cemilan paling enak di toko ini pikirnya."Baiklah, kita coba varian ini sepertinya enak, varian keju," ujarnya tersenyum bagaikan mendapat harta Karun.Tangannya yang mungil lincah mengambil cemilan varian keju itu sambil bermonolog, tiba-tiba matanya tertuju pada satu cemilan kesukaannya roti dengan isian keju meleleh di dalamnya. Keranjangnya sudah mulai terisi penuh, tidak menunggu lama Kini posisinya tetap di hadapan roti itu. Namun, sebelum tangannya berhasil menangkap harta karun itu, lelaki berprawakan tinggi yang entah dari mana asalnya tiba-tiba menyambar roti incarannya dengan sekejap mata"Permisi Tuan, itu milikku," ujarnya.bola matanya yang coklat bulat membelalak si pria dengan tajam. Ia tidak terima cemilan yang sedari tadi diincarnya jatuh ke tangan si pria sedangkan pria dengan wajah datar di sampingnya tetap kukuh pada pendiriannya, sang pria memilih meninggalkan si gadis berjalan ke arah meja kasir tanpa memperdulikan seorang gadis pendek di hadapannya meringis layaknya seperti bocah yang sedang direbut mainannya."Eh, anda buta ya? Aku lagi ngomong," hardik si gadis.Gadis yang memiliki rambut ikal itu belum menyerah untuk mendapatkan yang katanya haknya, ia mempercepat laju jalannya sekarang dirinya tepat beriringan dengan pria jutek, tetapi sang pria tetap acuh sesekali bola matanya yang hitam menatap sinis dan merasa gadis yang berdebat dengannya adalah orang yang aneh. Sang pria tetap kukuh pada tujuannya ke meja kasir. Seketika gadis tersebut menghadang sang pria."Stop ...,"pekiknya sambil merentangkan kedua tangan, semua pengunjung supermarket melirik ke arah gadis tersebut.Ia hanya bisa menyengirkan bibirnya ke arah mata yang melihat lalu menatap kembali pria di hadapannya dengan mata yang tajam.
"Kembalikan roti itu!" gertaknya, sedangkan sang pria menatap dingin padanya."Roti ini belum kamu bayar, berarti masih hak semua orang untuk membelinya." Ia lalu meninggalkan si gadis kembali."Tapi roti itu pertama kali aku yang lihat." Ia kembali menghadang pria."Cuma ini aja, Pak, tidak ada yang lain?" ucap sang kasir."Tidak.""Total semua tiga puluh ribu, ya, Pak.""Mba, saya beli rotinya lima puluh ribu deh, buat saya." Si pria menatap ke arah si gadis.Kasir swalayan itu merasa kebingungan, ya bagaimana tidak seorang pria dan gadis memperebutkan sepotong roti sungguh tidak masuk akal, si kasir garuk-garuk kepala, tetapi dirinya mencoba untuk bersikap profesional."Saya beli roti ini seratus ribu, Mba." Si pria pun tak tinggal diam, dan menggenggam roti tadi."Saya beli seratus lima puluh," ucap sang gadis lagi."Dua ratus," sela sang pria dan terjadilah lelang cemilan."Satu juta," ucap sang pria.Si gadis menatap kesal ke arah pria, sebab akhirnya lelang roti itu dimenangkan oleh sang pria. Ia berjalan meninggalkan meja kasir sambil tersenyum puas ke arah si gadis. Tak mau kalah gadis itu tetap kukuh pada pendiriannya roti itu adalah haknya."Aku bakal beli roti itu seharga yang anda mau, tapi aku minta rotinya dulu soalnya aku gak bawa uang cash." Si pria menatap si gadis lalu menunduk membisikkan sesuatu ke telinga si gadis.
"Boleh, cukup puaskan aku." Pria tersenyum jahat.Si gadis sontak melayangkan tamparan keras di pipi kiri si pria dingin, wajahnya memerah menandakan emosinya yang mungkin seketika akan meledak."Anda gila ya, cepat mana roti itu berikan padaku?" gertak si gadis.Pria itu terseyum kecil kemudian tertawa lepas seperti iblis, tangannya yang kekar menyabik bungkus roti. Semua berhamburan keluar si gadis sontak terkejut ketika pria itu tepat mendaratkan sepatu hitamnya yang mengkilat di dasar roti yang tergeletak di lantai swalayan sehingga membuat roti itu pipih seperti kertas. Gadis itu menatap tajam pria dengan penuh jengkel."Dasar manusia terkutuk." Sambil menunjuk ke arah pria.Sang pria tidak peduli akan kecaman gadis mungil itu kemudian berjalan gontai sambil mengacungkan jempolnya di udara, tanda kemenangan atas dirinya. Naya Hanum seorang gadis berprawakan pendek, kulitnya putih bersih dengan mata sipit sehingga ia terkesan sangat menggemaskan. Ya, dia gadis yang memulai lelang roti dengan pria dingin di swalayan."Dasar manusia gak punya hati!" gerutu Naya. "Padahal, itu roti kesukaanku seenak jidatnya dia memperlakukan gadis yang menggemaskan ini layaknya bocah tengil." Ia mengumpat sambil meneguk susu kedelai yang baru ia beli di toko sebelah swalayan. Kring-kring! deringan ponselnya membuat ia terdiam sejenak, dengan cepat ia mengambil benda pipih itu dari saku celananya. "Iya halo, Ma." "Nay kamu kemana aja? Di rumah ada Om Toto sahabat papa beliau mau berkenalan dengan kamu pokoknya kamu harus pulang segera kalau enggak Mama coret nama kamu dari KK." Terdengar suara mengancam dengan penuh penekanan dari Nyonya Alexa, ibu Naya. "Loh kenapa sahabat papa mau kenalan sama Naya Ma, jangan bilang Mama mau jodohin Naya sama aki-aki kayak kemarin itu?" Naya menyergitkan dahinya keheranan dengan perkataan ibunya. "Udah kamu pulang
"Belum Om, Mama terlalu over protektif terhadapku." Naya menoleh ke arah Nyonya Alexa sedangkan Nyonya Alexa tersenyum malu pada tamunya kala itu.Om Toto tertawa kemudian meminta Naya untuk mengisi suatu kertas berisi biodatanya, Naya melihat menatap ragu untuk apa dirinya mengisi biodata ini. Ia membaca pertanyaan demi pertanyaan yang di formulir itu. Namun, tak ada tujuan dan alasan formulir digunakan untuk apa. Naya kemudian menatap ibu dan ayahnya berharap mereka menjelaskan semua ini. Kedua orangtua itu menatap satu sama lain lalu mengedipkan mata."Naya, isi saja formulirnya, formulir ini untuk memindah tangankan harta warisan nenekmu ke tanganmu kelak," ujar Nyonya Alexa berbohong.Nyonya Alexa menatap wajah Naya dengan perasaan takut jika putrinya itu tidak percaya padanya. Namun, ternyata Naya tak mencurigai hal itu ia mengisi formulir itu kemudian menyerahkannya pada Om Toto kembali. Setelah be
"Yaelah formal banget si lu." Renomenghempaskan tubuhnya di bangku empuk sudut ruangan tempat biasa Bagas menyesap kopinya di pagi hari. Reno melanjutkan permainannya yang sempat tertunda."Gue pengen lu cari tau tentang cewek ini." Bagas menunjukan foto Naya entah darimana dia mendapatkan foto tersebut, mungkin dari media sosialnya."Siapa ni? Calon kakak ipar gue. Kurang cocok ini mah gak cocok sama lu yang kayak dajjal." Bagas menjitak kepala adiknya itu seperti waktu kecil.Reno mulai memancing kemarahan kakaknya kembali, selain hobi bermain game dia juga suka sekali menggoda kakaknya, ya memang tidak jelas."Dasar lu ya, cepet kerjain apa yang gue suruh," gertak bagas."Iya, iya berisik amat lu ngebet banget pengen kawin," kekehnya mengejek Bagas."Udah lu keluar." Bagas mengusir adiknya itu lalu kembali memikirkan siasat untuk mendapatkan sang Naya hanum.Bagas sejujurnya dap
"Atau Naya bakal dicoret dari KK, iya 'kan Ma?" gerutu Naya sambil meraih susu di Baki yang di bawa Nyonya alexa sambil mencoba beberapa gigit roti keju dengan dua lapis daging panggang di dalamnya.Melihat jam sudah menunjukan jam tujuh pagi ia memutuskan untuk bangkit dari pertapaannya itu, ia bergegas mengambil sehelai handuk dari laci khusus peralatan mandinya kemudian berjalan ke arah kamar mandi, sedangkan Nyonya Alexa masih mantap duduk di atas ranjang gadis semata wayangnya itu. Sungguh lucu ia harus memastikan gadis itu mandi dengan bersih. Ya, biasanya Naya selalu menghabiskan waktu paginya untuk menatap laptop menyaksikan beberapa drama Korea yang belum ia selesaikan kemarin malam sambil menyantap beberapa cemilan seperti biasanya."Ma, Nay gak usah ditungguin. Nanti Nay ke bawah sendiri." Naya merasa tidak nyaman diawasi oleh Nyonya Alexa.Kadang Nyonya Alexa sangat protektif terhadap an
"Sebenarnya kamu mau 'kan, jujur saja." Kini Bagas berjalan beriringan dengan Naya ditambah dengan senyuman dibibirnya, wajah Naya masih nampak kesal."Enggak menikahimu adalah neraka bagiku!" tukasnya."Bener?" Bagas mencoba mengganggu Naya yang masih kesal dengan tingkahnya itu."Iya, Karena aku membencimu dan tidak memiliki cinta sedikit pun untuk orang yang menyebalkan macam dirimu" Ia mengacungkan jarinya telunjuknya ke arah Bagas."Ok kalau begitu akan aku buat kamu jatuh cinta."Ia tersenyum pada Naya lalu pergi sambil berkata. "Naya Hanum istri sang Bagas Permana." Ia berteriak beberapa orang melihatnya dengan heran."Dasar orang sinting huh." Ia mengerutkan dahinya.Naya memutuskan untuk pulang memberikan kabar gembira pada Nyonya Alexa. Ya, walaupun baru sekadar panggilan wawancara tapi ia yakin dirinya punya posisi yang bagus nanti di perusahaan itu."Mama ...." Naya me
"Eh anda bisa gak si gak usah ikut campur urusan aku bikin sebel aja pagi-pagi, pergilah!" hardik Naya."Lo aku cuma mau ngasih tumpangan untuk calon istriku, apakah salah?" Ia memperlihatkan mimik wajah bodohnya, Naya tetap tak habis pikir dengan pria menyebalkan di depannya ini."Udah berapa kali aku bilang aku gak mau menikah denganmu paham!" tukasnya lagi."Hari ini kamu ada interview 'kan, daripada kamu telat mending kamu naik sekarang," ujar Bagas dengan penuh kelembutan.Naya berpikir darimana dirinya tahu kalau Naya hari ini ada interview. Dan, betul juga kalau dia tidak tepat waktu datang untuk interview bisa pupus sudah harapannya untuk menjadi wanita yang memiliki karir, mau tidak mau dirinya menerima tumpangan dari Bagas." Ya udah deh, gak ada pilihan lain, tapi ini bukan jawaban kalau aku mau menikah sama kamu" Ia membuka pintu mobil bagian belak
Naya berjalan keluar dari kantor itu dia masih bingung apa dirinya harus bekerja sebagai suster, sedangkan dirinya adalah sarjana ya ampun apa kata Nyonya alexa nanti. Ya, walaupun gajinya juga cukup besar untuk seorang yang belum memiliki pengalaman kerja sama sekali seperti dirinya ini. Naya memutuskan untuk pulang, dari kejauhan tampak Bagas sedang menunggu Naya."Udah selesai?" tanya Bagas."Udah kau pergi saja aku gak usah dianter,""Aku gak mau kamu capek ya, ayo masuk!" jawab Bagas.Dengan terpaksa Naya menuruti perkataan Bagas. Kepalanya terasa mau pecah dengan semua ini. Bagas yang memperhatikan Naya sangat gusar mencoba bertanya apa yang terjadi." Calon istriku kenapa?" Naya mencoba tidak mendengarkan Bagas."Nay? Sayang?" tanya Bagas lagi."Tau ah kamu bikin pusing aja, aku ngelamar kerja cuma bua
Naya duduk kembali bersama Om Toto serta kedua orangtuanya, Nyonya Alexa dan Tuan Broto. Ia masih tak terima dengan nasib yang digariskan oleh ibu dan ayah. Ya, di usia yang masih terbilang cukup muda untuk menghabiskan masa mudanya seperti gadis kebanyakan. Namun, mengapa orang tuanya selalu memandang dirinya adalah sesosok yang lemah yang tak bisa bekerja, yang hanya membutuhkan orang lain untuk menjamin kehidupannya."Om, Naya mau tahu siapa yang bakal menikah dengan Naya apakah Naya bisa bertemu dengannya dulu." Naya mendekati Om Toto, membocorkan pria paruh baya diungkap dengan serius.
Matahari sudah mulai condong ke timur setelah hampir satu hari perjalanan Bagas memarkirkan mobilnya di halaman rumah bernuansa gothic ala-ala eropa. Naya memandangi sekitar 'wah luas sekali pekarangan rumah Bagas' Naya takjub akan rumah Bagas yang bak istana, rumah itu terletak di tengah padang rerumputan jika kita berjalan sedikit ke arah barat maka kita akan menemukan perternakan lebah milih keluarga Biya. Ya, keluarga itu adalah keluarga yang terpandang bisa dibilang orang berada, tak hanya itu di sana juga ada peternakan sapi perah yang tidak bisa dihitung dengan jari lagi jumlahnya. Bagas memanggil asistennya dari dalam rumah megah itu tampak seorang wanita dan pria tergesa-gesa menghampiri Naya dan Bagas."Mang Ujang tolong bawa tas ini masuk ya!" kata Bagas pada Mang Ujang, asisstennya."Baik, Den." Mang Ujang dan Bi Inah membawa semua tass besar itu masuk ke dalam rumah.tuk! tuk! suara tapak kaki seseorang, ternyata Nyonya Biya dan Gladis sudah berdiri
Matahari bersinar cerah Naya dan Bagas hari ini akan melangsungkan perjalanannya ke Bandung. Berat hati sebenarnya Naya meninggalkan Nyonya Alexa, tetapi harus bagaimana lagi dia sekarang hanya bisa tunduk pada Bagas, suaminya. Setelah beberapa tas besar masuk ke dalam bagasi Naya dan Bagas kemudian berpamitan pada orang tua Naya, Nyonya Alexa dan Tuan Broto."Ma, Pa Naya pamit." Naya memeluk orang tuanya secara bergantian dan menyalami mereka."Iya Nak, kamu baik-baik di sana." Nyoya Alexa menitikkan air matanya begitu pula dengan Tuan Broto.Setelah acara perpisahan itu selesai Bagas dan Naya masuk ke dalam mobil hitam yang terparkir di halaman rumah Naya."Ma, Pa kami jalan dulu," sahut Bagas dari dalam mobil.Kedua orang tua itu melambaikan tangan seketika mobil tak tampak lagi di pelupuk mata Nyonya Alexa dan Tuan Broto. Ayah Naya membawa Nyonya Alexa kembali masuk ke dalam
"Eh Naya ini minum-minum." Nyonya Alexa memberikan segelas air putih pada Naya.Naya segera mengambil gelas yang diberikan oleh ibunya, bagaimana bisa Bagas memutuskan secepat ini pergi ke Bandung. Dia sama sekali belum pernah membicarakan hal ini pada Naya, dan lucunya lagi hah apa? Naya akan melanjutkan kuliah siapa yang bilang? Naya bergedik memijati pelipisnya, sementara Bagas terlihat biasa saja seperti tidak terjadi apa pun 'dasar rubah' Naya menatap wajah Bagas."Kamu gak apa-apa Naya, makannya pelan-pelan dong!" Nyonya Alexa menepuk punggung anaknya."Udah Ma, Naya gak apa-apa. Cuma keselek doang." Naya menoleh ke arah Bagas.Acara makan malam selesai, Naya menyempatkan untuk membatu Nyonya Alexa. Meskipun sesungguhnya ia lelah, tetapi tidak enak rasanya jika membiarkan wanita yang sudah masuk kepala lima itu berlama-lama berdiri seharusnya Naya bisa membatu ibunya ditambah lagi hari ini hari terakhirnya bisa menemani ibunya, Bagas sepertinya suda
Dengan cepat Naya meraih gagang lemarinya memilih pakaian yang akan ia kenakan. Karena Bagas berpikir Naya telah selesai berpakaian Bagas membalikkan badannya lagi tepat di hadapan Naya dan astaga Bagas berteriak melihat rambut Naya yang menjulur ke depan seperti hantu."Kamu ini kurang kerjaan atau apa sih?" Bagas mengelus dadanya."Eh salah aku apa Mas aja yang berlebihan, sama hantu aja takut, dasar penakut hahaha."Bagas masih terdiam di kamarnya, sementara Naya kini sudah duduk di meja riasnya merapikan rambutnya dia harus tampil cantik bukan. Walaupun hanya akan menghadiri makan malam."Berapa jam lagi kamu selesaiberdandan?" Bagas memutarkan bola matanya tanda bosan."Mas duluan aja apa susahnya sih." Ia menoleh ke cermin kembali.Bagas berjalan ke arah meja rias lalu mengambil sisir yang semula ada di tangan Naya. Dengan gerakan yang s
Gadis manja akan menjadi babu untuk Biya .... Dia akan tahu seberapa sakit hati ini oleh bibinya ... Hem .... (Bersenandung) "Gladis bisakah kau ambilkan roti lagi untukku." Nyonya Biya berhenti mengoleskan selai madu di dasaran rotinya. "Nyonya kenapa anda terlihat begitu bahagia di atas penderitaanku." Gladis berjalan menemui Biya menyerahkan dua lembar roti tawar yang diambilnya dengan malas. Gladis adalah seorang wanita berdarah campuran, ayahnya seorang warga berdarah Eropa lebih tepatnya, Inggris, sementara sang ibu murni Indonesia tulen. Nyonya Biya dan ibu Gladis merupakan sahabat lama, Gladis dan Bagas juga sudah menjalin persahabatan sejak kecil umur mereka hanya terpaut selisih hitungan bulan saja. Gladis adalah sosok wanita yang supel, fashionable, perpeksionis, satu lagi ambisius ia akan rela mengobarkan segalanya demi mendapatkan semua yang dia inginkan. Sudah lama i
Bagas tak menghiraukan perkataan sang istrinya itu. Sementara naya, menutup kedua netranya berharap malam ini Bagas tak melakukan ritual yang biasa dilakukan oleh kebanyakan pengantin baru. Jantung Naya berdegub kencang 'mati aku, oh tidak Tuhan ... aku mohon jangan hari ini' Naya berkomat-kamit tidak jelas sambil memicingkan matanya lagi.'huft' Bagas mengambil handuk putih di belakang tubuh Naya yang letaknya di atas nakas, memang sungguh menyebalkan kenapa dia tak mengambil handuk itu langsung ke Nakas. Bagas tertawa terbahak-bahak melihat tingkah lucu Naya yang kini sudah bercucuran keringat."Kamu pikir aku mau melakukan itu padamu hahaha, atau kamu yang menginginkannya," ujar Bagas."Dasar tidak waras." Naya melipat tangannya memalingkan wajah kesalnya hingga muka lelaki menyebalkan itu tak ia lihat lagi.Bagas mendekat kembali. "Mandi bareng yuk?"
Mereka kini telah berada di pintu masuk aula, Shelin menggandeng Naya, untuk acara ijab kabul Naya mengenakan pakaian adat koto gadang—pakai adat dari Sumatera Barat. Ya, Naya merupakan gadis keturunan Minang. Namun, ia lahir dan besar di kota hujan, Bandung. Naya beserta pengiringnya memasuki aula ijab kabul, Bagas menoleh ke arah Naya. Kemudian, sembari menatap pak penghulu. Mungkinkah dirinya sudah melupakan balas dendamnya? Setelah melihat kebaikan hati gadis yang sebentar lagi akan menjadi istrinya serta dari pancaran wajah Naya yang jelita terlihat bahwa dia adalah gadis yang baik. "Acara sudah bisa dimulai ya?" tanya pak penghulu pada saksi dan tamu undangan. "Dimulai saja pak," ucap Tuan Broto diangguki oleh yang lain. Acara pun dimulai Bagas menjabat tangan pak penghulu, seraya dituntun untuk membaca secarik kertas di hadapannya. "Nak Bagas kita mulai ya?" Bagas mengangguk pelan sambil membetulkan letak pecinya. "Bismillahirrahm
Wanita itu masih menangis kemudian berjalan lagi berharap suaminya mau kembali lagi padanya dan meninggalkan wanita yang kini berusaha merusak kebahagian keluarga kecilnya. Namun, apa yang didapat wanita tadi tersungkur terjatuh akibat dorongan tangan pria. Bagas kecil terkejut atas perlakuan ibunya, bayi kecil Reno menangis wanita itu sontak menyelamatkan bayi itu agar tak terjatuh sewaktu suaminya yang kejam menjatuhkan dirinya ke dasar lantai.Ibu Bagas menyuruh Bagas tak melihat pertikaian ini, Bagas kecil pun bersembunyi di balik pintu. Sesekali dirinya menatap wajah pusat sang ibu di balik celah pintu ruangan itu."Tuan Jo yang terhormat, kalau ini kehendakmu jangan pernah kau injakkan kaki di rumah ini. Pergilah tinggalkan kami aku akan menganggapmu telah mati."Dan kamu wanita jalang, selamat anda telah menang semoga apa yang aku rasakan ini, akan terjadi pada keluargamu kelak." Ibu Bagas tersenyu
[Apakah kita akan pergi seabad lagi?] Bagas menghampiri Naya lalu menatap malas gadis itu kemudian memberikan aba-aba agar Naya berdiri. Keduanya Lalu memasuki mobil Bagas.Mobil melaju ke arah sebuah toko butik terkenal di kota itu, seseorang menyabut keduanya setelah Naya dan Bagas tersenyum ramah. Naya mendahului Bagas masuk ke butik itu, seorang wanita paruh baya memanggil Naya dari kejauhan, melambaikan tangan. Naya menghampirinya, ternyata Bagas benar di butik ini akan ada Nyonya Biya terpaksa dirinya harus bermanis-manis muka di hadapan Nyonya Biya."Sayang akhirnya sampai juga, ini Ibu sudah memilihkan pakaian yang cocok untuk hari resepsi kalian." Nyonya Biya memperlihatkan gaun dan jas yang memiliki warna serasi.Naya dan Bagas memasuki ruang ganti, seperkian menit keduanya pun keluar sungguh sangat serasi Naya terlihat anggun sedangkan Bagas sangat tampan sekali. Naya melirik