Hari kedua dan terakhir bagi Gienka di kota Surakarta menjadi hari yang tidak akan dia lupakan. Gienka memilih Candi Cetho yang terletak di Kabupaten Karanganyar. Jaraknya berpuluh-puluh kilometer dari kota Solo. Perjalanan itu memakan waktu kurang lebih sekitar satu jam jika ditempuh menggunakan motor.
Mereka tiba di sana saat masih pukul delapan pagi. Kabutnya masih lumayan tebal karena memang terletak di dataran tinggi. Udaranya masih terasa dingin bagi Gienka. Maka dari itu dia merapatkan jaketnya, memasukkan tangannya ke dalam saku jaketnya. Arham kali ini memakai sweater berwarna merah bata yang membuat kulitnya nampak bersih. Dia terlihat sangat menawan dengan jeans hitamnya. Gienka sempat terkagum begitu Arham turun dari motornya kala menjemputnya di kos tadi.
"Kamu tunggu di sini. Saya beli tiketnya dulu," ujar Arham.
Gienka mengangguk sembari melihat pemandangan di Candi Cetho yang ternyata indah sekali. Dia bisa melihat sawah-sawah di sekitar Candi it
"Alright, next. Gienka Neyza Jace," panggil Bu Natasha.Gienka pun maju ke depan dan mulai memasang flashdisk pada laptop khusus jurusan. Setelah menemukan file yang dia cari, dia menge-klik file itu dan mulai mempresentasikan objek wisata pilihannya, Candi Cetho."Good morning, today I'd like to present one of beautiful tourism objects in Surakarta, that is, Candi Cetho," ucap Gienka.Gienka menjelaskan secara detail mengenai Candi itu. Dia juga tak lupa memperlihatkan foto-foto yang diambilnya. Dia membuat presentasi itu terlihat sangat menarik. Bahkan, semua mahasiswa di kelas itu terpukau oleh cara Gienka mempresentasikan tugasnya. Saat Bu Natasha memberikan beberapa pertanyaan mengenai kelebihan dan kekurangan dari Candi itu, Gienka bisa menjawabnya dengan baik.That's wonderful! Sekarang aku paham kenapa dosen-dosen mengatakan anak ini cerdas, Bu Natasha membatin."Well, I think that's all for my presentation, thanks for your kind atten
Bukannya pacar aku itu kamu ya. Kata-kata Arham terus terngiang di telinga Gienka. Demi apapun, jiwanya meronta-ronta karena rasa bahagia yang meluap-luap. Gienka tak bisa tidur setelah ucapan Arham yang menurutnya kontroversial itu. Dia tak menduga Arham akan mengatakan hal itu. Kini dia tahu, Arham Al Shawqi menyukainya. Arham memiliki rasa yang sama dengannya. Tak ada yang bisa mengalahkan rasa leganya ini. Gienka tak paham jika menyukai seseorang bisa sesederhana ini. Mereka baru bertemu dua kali, dua hari di Surakarta. Mereka pun melanjutkan komunikasi mereka. Penjajakan mereka hanya via SMS dan telepon. Namun, memang cinta itu unik. Perasaan itu tumbuh begitu saja tanpa mengenal waktu, tempat, ataupun jarak. Dia tak perlu alasan yang masuk akal untuk hinggap di hati manusia. Harapan di hatinya kian terbumbung ketika laki-laki yang sedang dipikirkannya ini memberi sebuah janji bahwa dia akan segera menemuinya. Gienka tentu saja sangat menan
"..."Gienka tak tahu harus bereaksi bagaimana setiap Arham melontarkan kata-kata yang Astagfirullahhaladzim bikin dia nyebut terus dalam hati."Kita mau ke mana?" tanya Gienka."Terserah kamu aja.""Kok terserah aku?""Iya kan aku nggak ngerti apa-apa tentang kota kamu ini, Gienka," ucap Arham lembut.Arham tersenyum lagi.Duh, bisa nggak sih dia nggak senyum terus, batin Gienka.Gienka berusaha dengan keras untuk menetralkan detak jantungnya yang sudah tidak karuan.Gienka akhirnya menyerahkan sebuah helm pada Arham yang diterima langsung dan dipakainya cepat."Kamu suka main air nggak, Ham?" tanya Gienka.Gienka suka ke tempat yang banyak airnya semacam air terjun atau pantai begitu. Dia sudah lama ingin mengunjungi sebuah air terjun yang tak jauh dari pusat kota. Air terjun itu bisa ditempuh dalam waktu kurang lebih tiga puluh menit dengan motor berkecepatan sedang.Gienka ingin menga
Matahari sudah sangat terik. Gienka dan Arham memutuskan untuk segera naik ke atas. Perut Gienka sudah minta diisi dan Arham pun mulai terlihat lelah. Gienka kemudian mengajak Arham makan siang di sebuah warung di dekat Wisata Grape, sebuah wisata alam di area Dungus. Warung itu terbilang cukup ramai dikunjungi. Gienka segera memesan satu ayam panggang untuk mereka berdua. "Kamu pintar milih tempat," puji Arham sambil melihat ke arah sungai yang tak jauh dari tempat mereka makan itu. Gienka hanya tersipu malu mendengarnya. "Kamu suka ke sini?" tanya Arham. "Suka. Aku pernah beberapa kali ke sini bersama ...," ucap Gienka bingung bagaimana melanjutkannya. Kan nggak mungkin sekali dia bilang kalau Gienka pernah ke sini sama Nendra. Gienka yakin nggak ada cowok yang suka kalau seorang cewek berbicara tentang mantannya. "Oh, aku paham. Lain kali, sama aku aja kalau mau ke sini. Jangan sama yang lain!" ucap Arham. "Iya
Matthew Barnaby memasuki Ruang 70 yang langsung disambut senyuman para mahasiswinya. Sedangkan mahasiswanya datar-datar saja.Angela, Feli dan Gienka memilih duduk di bangku deret kedua. Daniel yang tak dapat bangku di samping teman-temannya, akhirnya mendapat bangku paling belakangan."Hi, class. I'm glad to see you again. Welcome to English Conversation Club," sapa Matthew memulai perkuliahan.Matthew adalah dosen muda yang baru berusia dua puluh dua tahun yang berasal dari Kansas, Kanada. Dia mengajar empat kelas di kampus itu, yakni English Conversation Club untuk empat tingkat. Kelas ini tak masuk dalam daftar SKS. Ini adalah sebuah kelas bebas untuk para mahasiswa, yang mana boleh absen jika memang tak ingin hadir."Where have you been, Sir?" tanya Calista yang duduk paling depan."I have been in Canada for a month. Alright, let's start our class today!"Matthew tersenyum pada mahasiswanya.***"Hai, bagaimana kabar
"Hai, Gienka. Apa kabar?" tanya Sancaka dengan senyum manisnya. Gienka masih mematung berdiri di depan pintu karena terlalu kaget. "Gienka!" panggil Sancaka dengan suara lembutnya. Gienka langsung tersadar dari lamunannya. Dia pun berjalan pelan masuk ke dalam rumah. "Baru pulang ya?" tanya Sancaka lagi. "I-iya," jawab Gienka tergagap. Aduh, aku ini kenapa sih pakai gugup segala? batin Gienka. "Ya udah kamu lebih baik ganti baju dulu dan jangan lupa makan siang ya," ucap Sancaka. Gienka seperti kerbau dicucuk hidungnya, dia menurut saja. "Ya udah saya masuk ke kamar dulu," pamit Gienka. Sancaka mengangguk. Gienka langsung melesat ke dalam kamarnya. Dia menutup pintunya rapat-rapat. Dia melemparkan tasnya ke atas kasur dan mulai mondar-mandir sendirian di dalam kamar.
Gienka menguatkan hatinya agar tak terpengaruh dengan pesona Sancaka Marvelo yang kelewat tampan itu. Dia tahu dia tak boleh memikirkan Sancaka sementara dirinya telah memberikan hatinya pada Arham.Gienka berusaha keras menepis semua bayangan Sancaka yang lewat di kepalanya di malam harinya."Tidak. Tidak. Aku tak boleh begini." Gienka menggelengkan kepalanya dan mengacak-acak rambutnya sendiri.Dia lalu melirik ponsel hitamnya dan melihat galeri ponselnya. Dilihatnya potret dirinya bersama Arham yang mereka ambil terakhir kali. Photo itu memperlihatkan ekspresi lucu Arham yang sedang menjahili dirinya dengan menggunakan rambutnya.Gienka tersenyum memandangnya. Gadis itu merindukannya.Gienka yang jarang menelepon Arham terlebih dulu itu memutuskan untuk meneleponnya duluan.Dering pertama tak diangkat. Dering kedua masih tak diangkat. Dering ketiga belum juga terdengar suara Arham yang dia rindukan. Sampai entah deringan ke berapa,
"Ayo, ikut aku sekarang!""Kemana, Ra?" tanya Gienka pelan.Tangannya ditarik kekasihnya yang sekarang wajahnya merah padam karena amarah sedang menguasainya."Hotel. Kamu harus hamil. Aku nggak mau kehilangan kamu," ucap Nendra.Gienka memucat."Kamu nggak serius kan, Ra?""Aku serius. Kamu harus mengandung anak aku.""Tapi, Ra.. Aku nggak mau." Keringat dingin mulai bercucuran.Gienka mencoba melepaskan tangannya tapi sayangnya Nendra terlalu kuat untuknya.Air matanya mulai terjatuh. Dia tak menyangka Nendra akan melakukan ini kepadanya"Hentikan! Ra, aku mohon jangan begini!" Gienka masih berusaha mencoba kabur.Dia ingin berteriak tapi tempat parkir di kampusnya sedang sepi saat ini.Gienka sangat takut sekarang. Dia tak sanggup membayangkan apa yang akan terjadi.Nendra bahkan tak menggubris isakan kekasih yang sangat dicintainya itu."Janendra Ardian, aku mau ki
Gienka menguatkan hatinya agar tak terpengaruh dengan pesona Sancaka Marvelo yang kelewat tampan itu. Dia tahu dia tak boleh memikirkan Sancaka sementara dirinya telah memberikan hatinya pada Arham.Gienka berusaha keras menepis semua bayangan Sancaka yang lewat di kepalanya di malam harinya."Tidak. Tidak. Aku tak boleh begini." Gienka menggelengkan kepalanya dan mengacak-acak rambutnya sendiri.Dia lalu melirik ponsel hitamnya dan melihat galeri ponselnya. Dilihatnya potret dirinya bersama Arham yang mereka ambil terakhir kali. Photo itu memperlihatkan ekspresi lucu Arham yang sedang menjahili dirinya dengan menggunakan rambutnya.Gienka tersenyum memandangnya. Gadis itu merindukannya.Gienka yang jarang menelepon Arham terlebih dulu itu memutuskan untuk meneleponnya duluan.Dering pertama tak diangkat. Dering kedua masih tak diangkat. Dering ketiga belum juga terdengar suara Arham yang dia rindukan. Sampai entah deringan ke berapa,
"Hai, Gienka. Apa kabar?" tanya Sancaka dengan senyum manisnya. Gienka masih mematung berdiri di depan pintu karena terlalu kaget. "Gienka!" panggil Sancaka dengan suara lembutnya. Gienka langsung tersadar dari lamunannya. Dia pun berjalan pelan masuk ke dalam rumah. "Baru pulang ya?" tanya Sancaka lagi. "I-iya," jawab Gienka tergagap. Aduh, aku ini kenapa sih pakai gugup segala? batin Gienka. "Ya udah kamu lebih baik ganti baju dulu dan jangan lupa makan siang ya," ucap Sancaka. Gienka seperti kerbau dicucuk hidungnya, dia menurut saja. "Ya udah saya masuk ke kamar dulu," pamit Gienka. Sancaka mengangguk. Gienka langsung melesat ke dalam kamarnya. Dia menutup pintunya rapat-rapat. Dia melemparkan tasnya ke atas kasur dan mulai mondar-mandir sendirian di dalam kamar.
Matthew Barnaby memasuki Ruang 70 yang langsung disambut senyuman para mahasiswinya. Sedangkan mahasiswanya datar-datar saja.Angela, Feli dan Gienka memilih duduk di bangku deret kedua. Daniel yang tak dapat bangku di samping teman-temannya, akhirnya mendapat bangku paling belakangan."Hi, class. I'm glad to see you again. Welcome to English Conversation Club," sapa Matthew memulai perkuliahan.Matthew adalah dosen muda yang baru berusia dua puluh dua tahun yang berasal dari Kansas, Kanada. Dia mengajar empat kelas di kampus itu, yakni English Conversation Club untuk empat tingkat. Kelas ini tak masuk dalam daftar SKS. Ini adalah sebuah kelas bebas untuk para mahasiswa, yang mana boleh absen jika memang tak ingin hadir."Where have you been, Sir?" tanya Calista yang duduk paling depan."I have been in Canada for a month. Alright, let's start our class today!"Matthew tersenyum pada mahasiswanya.***"Hai, bagaimana kabar
Matahari sudah sangat terik. Gienka dan Arham memutuskan untuk segera naik ke atas. Perut Gienka sudah minta diisi dan Arham pun mulai terlihat lelah. Gienka kemudian mengajak Arham makan siang di sebuah warung di dekat Wisata Grape, sebuah wisata alam di area Dungus. Warung itu terbilang cukup ramai dikunjungi. Gienka segera memesan satu ayam panggang untuk mereka berdua. "Kamu pintar milih tempat," puji Arham sambil melihat ke arah sungai yang tak jauh dari tempat mereka makan itu. Gienka hanya tersipu malu mendengarnya. "Kamu suka ke sini?" tanya Arham. "Suka. Aku pernah beberapa kali ke sini bersama ...," ucap Gienka bingung bagaimana melanjutkannya. Kan nggak mungkin sekali dia bilang kalau Gienka pernah ke sini sama Nendra. Gienka yakin nggak ada cowok yang suka kalau seorang cewek berbicara tentang mantannya. "Oh, aku paham. Lain kali, sama aku aja kalau mau ke sini. Jangan sama yang lain!" ucap Arham. "Iya
"..."Gienka tak tahu harus bereaksi bagaimana setiap Arham melontarkan kata-kata yang Astagfirullahhaladzim bikin dia nyebut terus dalam hati."Kita mau ke mana?" tanya Gienka."Terserah kamu aja.""Kok terserah aku?""Iya kan aku nggak ngerti apa-apa tentang kota kamu ini, Gienka," ucap Arham lembut.Arham tersenyum lagi.Duh, bisa nggak sih dia nggak senyum terus, batin Gienka.Gienka berusaha dengan keras untuk menetralkan detak jantungnya yang sudah tidak karuan.Gienka akhirnya menyerahkan sebuah helm pada Arham yang diterima langsung dan dipakainya cepat."Kamu suka main air nggak, Ham?" tanya Gienka.Gienka suka ke tempat yang banyak airnya semacam air terjun atau pantai begitu. Dia sudah lama ingin mengunjungi sebuah air terjun yang tak jauh dari pusat kota. Air terjun itu bisa ditempuh dalam waktu kurang lebih tiga puluh menit dengan motor berkecepatan sedang.Gienka ingin menga
Bukannya pacar aku itu kamu ya. Kata-kata Arham terus terngiang di telinga Gienka. Demi apapun, jiwanya meronta-ronta karena rasa bahagia yang meluap-luap. Gienka tak bisa tidur setelah ucapan Arham yang menurutnya kontroversial itu. Dia tak menduga Arham akan mengatakan hal itu. Kini dia tahu, Arham Al Shawqi menyukainya. Arham memiliki rasa yang sama dengannya. Tak ada yang bisa mengalahkan rasa leganya ini. Gienka tak paham jika menyukai seseorang bisa sesederhana ini. Mereka baru bertemu dua kali, dua hari di Surakarta. Mereka pun melanjutkan komunikasi mereka. Penjajakan mereka hanya via SMS dan telepon. Namun, memang cinta itu unik. Perasaan itu tumbuh begitu saja tanpa mengenal waktu, tempat, ataupun jarak. Dia tak perlu alasan yang masuk akal untuk hinggap di hati manusia. Harapan di hatinya kian terbumbung ketika laki-laki yang sedang dipikirkannya ini memberi sebuah janji bahwa dia akan segera menemuinya. Gienka tentu saja sangat menan
"Alright, next. Gienka Neyza Jace," panggil Bu Natasha.Gienka pun maju ke depan dan mulai memasang flashdisk pada laptop khusus jurusan. Setelah menemukan file yang dia cari, dia menge-klik file itu dan mulai mempresentasikan objek wisata pilihannya, Candi Cetho."Good morning, today I'd like to present one of beautiful tourism objects in Surakarta, that is, Candi Cetho," ucap Gienka.Gienka menjelaskan secara detail mengenai Candi itu. Dia juga tak lupa memperlihatkan foto-foto yang diambilnya. Dia membuat presentasi itu terlihat sangat menarik. Bahkan, semua mahasiswa di kelas itu terpukau oleh cara Gienka mempresentasikan tugasnya. Saat Bu Natasha memberikan beberapa pertanyaan mengenai kelebihan dan kekurangan dari Candi itu, Gienka bisa menjawabnya dengan baik.That's wonderful! Sekarang aku paham kenapa dosen-dosen mengatakan anak ini cerdas, Bu Natasha membatin."Well, I think that's all for my presentation, thanks for your kind atten
Hari kedua dan terakhir bagi Gienka di kota Surakarta menjadi hari yang tidak akan dia lupakan. Gienka memilih Candi Cetho yang terletak di Kabupaten Karanganyar. Jaraknya berpuluh-puluh kilometer dari kota Solo. Perjalanan itu memakan waktu kurang lebih sekitar satu jam jika ditempuh menggunakan motor.Mereka tiba di sana saat masih pukul delapan pagi. Kabutnya masih lumayan tebal karena memang terletak di dataran tinggi. Udaranya masih terasa dingin bagi Gienka. Maka dari itu dia merapatkan jaketnya, memasukkan tangannya ke dalam saku jaketnya. Arham kali ini memakai sweater berwarna merah bata yang membuat kulitnya nampak bersih. Dia terlihat sangat menawan dengan jeans hitamnya. Gienka sempat terkagum begitu Arham turun dari motornya kala menjemputnya di kos tadi."Kamu tunggu di sini. Saya beli tiketnya dulu," ujar Arham.Gienka mengangguk sembari melihat pemandangan di Candi Cetho yang ternyata indah sekali. Dia bisa melihat sawah-sawah di sekitar Candi it
Arham sedang tersenyum sambil melihat-lihat ponselnya."Woi, senyam-senyum sendirian di luar. Nggak sakit kan, Ham?" tanya Lidya mengagetkan Arham.Lidya, Tante Arham yang hanya berbeda sepuluh tahun dengan Arham itu heran melihat keponakannya yang terus menerus memandangi ponselnya itu dengan wajah berbinar.Arham tak menjawab, dia malah tersenyum memandang langit."Aduh, Ham! Jangan bikin Tante takut deh! Kamu nggak kerasukan setan kan, Ham?" Lidya memegang pipi Arham."Ah, Tante apaan sih." Arham geli dipegang-pegang pipinya begitu. Dia menghindari Tantenya."Lha kamu aneh, Ham. Beneran, dari tadi sore bengong, senyam-senyum. Dikit-dikit lirik ponsel, serem tau nggak,"Arham menghela napasnya."Yah, keponakan Tante ini hanya lagi senang aja. Tadi pagi, Arham baru aja ketemu cewek.""Cewek baru? Lha si Varisa gimana?""Kenapa bawa-bawa Varisa sih?""Lha emang kamu udah putus sama Varisa?