Hai, ketemu lagi dijudul baru. Jangan lupa Subscribe, love dan komen, ya. Ini hanya kisah fiksi. Terima kasih 😊_____"Apa alasan kamu talak aku, Bas!" Dengan ekspresi marah, Keira membentak Bastian yang berdiri di depannya. Pria bertubuh tinggi berperawakan seperti aktor turki itu menatapnya garang. "Kita sudah tidak bisa bersama, Kei. Aku mau kita cerai. Aku sudah talak tiga kamu. Mulai detik ini, hubungan kita sebagai suami istri sudah selesai. Aku akan urus surat resmi perceraian kita di pengadilan."Kedua mata Keira berkaca-kaca, ia baru saja pulang bekerja. Tubuhnya masih lelah setelah berdesakan naik busway dan disambung dengan ojek hingga tiba di rumah. Namun, ia justru mendapat angin panas yang seketika membakar tubuh juga hatinya. Keira tidak menangis, walau rasanya ingin. "Kasih tau aku, apa alasannya. Kamu memang berubah setahun ini, Bas. Apa karena aku belum juga hamil? Atau kamu selingkuh! Iya! Selingkuh!" bentaknya. Bastian diam. Ia melirik ponsel miliknya yang terg
Keira sudah mendapat jadwal sidang perdana perceraiannya. Ia datang bersama Kemal, adiknya yang kuliah semester akhir jurusan teknik mesin. Rencananya ia akan melamar pekerjaan di pabrik otomotif terbesar atau pabrik produksi makanan. Kemal sudah punya target apa yang mau dilakukan, beda dengan Keira yang fokusnya kerja apapun yang halal lalu dapat duit. "Mbak, pokoknya nanti lo jangan cengeng. Tunjukin kalau lo tegar." Kemal mengultimatum. Keira mengangguk, oke, iya yakin bisa. Mereka berjalan melangkah dari parkiran motor. Ya, mereka berboncengan motor karena memang mereka tak punya mobil. Keira tak ada pengacara, ia bawa badan saja. Lain dengan Bastian yang terlihat berjalan bersama seorang pengacara juga bude Ratih. Heran, wanita itu seperti terobsesi dengan keponakannya sendiri. Keira terus menatap lekat, hingga Bastian membalas tatapan tanpa tersenyum. Keira sendiri masa bodoh, apalagi saat melihat bude Ratih yang angkuh, mentang-mentang mantan direktur perusahaan besar, laga
Ide mendadak dari Rima dan Ambar membuat Keira akhirnya berdiskusi dengan kedua orang tuanya. Ibu dan Ayahnya setuju, toh, Keira memang jagk masak. "Yaudah coba aja kamu buka PO apa gitu, Kei. Ibu bantuin," kata ibu sambil menjahit baju pesanan tetangga. "Apa Kei coba bikin terus jualin di kantor?" "Itu juga bisa. Tawarin dulu aja yang penting. Besok pulang kerja belanja bahannya, tawarinnya mulai dari sekarang, PO buat besok." Ibu bicara tapi pandangannya fokus ke mesin jahit di hadapannya. Keira pamit ke kamar, mencoba berpikir jualan apa kira-kira. "Apa, ya. Anak-anak di kantor senengnya jajananan, sih," gumamnya. Tangannya menscrol layar ponsel, mencari inspirasi. Setelah beberapa menit ia tersenyum, "ini aja, deh." Lalu jemarinya mulai mengetik pesan singkat di grup kantor untuk buka PO makanan. ***"Kapan ketuk palu, Kei?" Ambar bertanya saat mereka di toilet karyawan. "Sebulan lagi kali. Bodo ah, gue males mikirnya. Terima kenyataan aja gue jadi janda muda." "Muda? Udah
Pukul tiga dini hari, Keira diantar Kemal ke pasar langganan yang sudah buka sejak tengah malam.Berburu bahan masakan bukan hal susah bagi Keira. Ia hampiri kios-kios pedagang daging sapi, tawar menawar harga juga dilakukan."Kak, di sana sama ini beda lima ribu doang, ayo lah buruan!" keluh Kemal."Diem, deh, Mal! Buat pedangan kecil kayak gue, beda seribu juga gue kejar. Sabar!" geram Keira. Ia memilih buntut sapi, minta ke penjual supaya diberikan yang bagus. Bujuk rayu ala-ala ibu-ibu belanja dilakukan, bahkan kalimat memberikan angin segar jika ia pasti berlangganan kalau kualitas daging sapinya bagus dipercaya penjual."Berapa kilo, Kak?" bisik Kemal."Banyak." Keira buka tas slemlang kecil, meraih uang lalu membayar.Lanjut ke kios sayuran. Ia butuh kentang, wortel, seledri, juga pelengkap lainnya."Kak, jangan ditawar lagi. Belum lo masak. Sop buntut kan lama prosesnya."Kemal mengingatkan, benar juga. Keira tak bisa adu argumen beda harga seribu perak karena waktu mepet. Ia
Hai hai ... jangan lupa tinggalkan jejak ya ... 😊✌_______"Mal, bisa bawanya?" Keira menoleh ke adiknya yang memanggul karung berisi bahan belanjaan untuk pesanan nasi box 100 porsi. Lagi-lagi Kemal yang dijadikan asisten pribadi Keira. "Bisa. Jalan aja, Mbak, lo bisa bawanya, kan?" Kemal memperhatikan kakaknya yang dikedua tangan menenteng plastik berisi dus, sendok, tisu. "Bisa." Keira terus berjalan hingga ke parkiran motor. Mereka saling menatap saat tiba di depan motor Kemal. "Mbak, ini harus dua kali balik, gimana?" Karena motor Kemal hanya motor bebek matic biasa, bukan yang besar, tak muat untuk menaruh belanjaan. "Gue naik angkot aja, deh, Mal. Masih ada jam segini, kan?" Keira melihat jam tangan di pergelangan tangan kiri. Masih jam delapan malam. Keira dan Kemal belanja di pasar yang memang ramai jika malam, selain itu harga juga murah. "Yaudah gue ikutin di belakang angkotnya." Bagaimana juga Kemal mengkhawatirkan sang kakak. Ia lalu menuju kentoko kelontong, memint
Keira sudah tidak lagi merasa canggung atau sedikit ragu menawarkan dagangan makanan yang ia buat. Setelah pesanan goodie bag untuk acara ulang tahun cucu bosnya, Kei merasa ini jalan baginya mulai mencari uang tambahan. Gaji tiap bulan yang didapat sebesar lima juta ditambah uang makan dan transport, ditotal take home pay yang dibawa Kei total enam juta rupiah, ia atur sedemikian rupa untuk tabungan dan modal dagang. Infornasi yang didapatkan dari Ervan--teman Kemal, bahwa sewa lapak jualan di sana bayar perhari kedatangan. Jadi jika Keira jualan hanya sabtu dan minggu, ia cukup merogoh kocek uang kebersihan empat puluh ribu untuk dua hari. Tergolong murah. Kemal bahkan sudah menyewa lapak tak jauh dari tempat Ervan. Pekan itu menjadi hari pertama Keira jualan. Ia dan Kemal memutuskan akan berjualan pasta berupa spagety goreng, fetucini goreng dan steak ayam yang bumbunya ia racik sendiri. Jam enam pagi mereka sudah membuka lapak. Meja lipat, dua kompor portable, disiapkan Kei de
Renan bersiap bertandang ke rumah Keira atas ide teman-teman satu pekerjaannya, Donovan, Melvin dan Bagas. Ia mematut diri di depan cermin kamarnya, di bawah suara bunda sudah terdengar memanggil dirinya dengan kencang. Renan buru-buru turun, ia tampak rapi dan hal itu membuat bundanya tercengang. “Mau ke mana kamu malam minggu gini?” tegurnya ingin tau. “Pergi sebentar ya, Bun,” jawab Renan menyalim tangan bundanya.“Iya mau ke mana? Bunda mau ajak kamu ke rumah Tante Mina, mau kenalin kamu ke anak gadisnya yang–"“Renan pergi, bye, bun.” Ia bergegas ke arah garasi, membuka pintu mobil lalu melesak masuk. Buru-buru ia hidupkan mesin mobil lalu melaju keluar dari garasi rumah yang membuat bundanya melongo di teras depan rumah. Renan enggan bundanya ikut campur perihal siapa calon pasangannya. Ia sebenarnya tau, hal itu karena bunda merasa kasihan dengan putranya. Tetapi cara bunda salah karena Renan justru tersinggung, kesannya ia tak bisa mencari pengganti mantan tunangannya dulu
"Enak makanannya?" tanya Keira sambil bertopang dagu dengan siku bertumpu pada pahanya. "Banget, kamu nggak pingin buka katering aja?" "Belum diseriusin, butuh waktu ekstra dan konsep jelas. Lagian di sini udah ada katering harian juga, nggak enak sama tetangga RT lain." "Namanya jualan atau bisnis pasti akan ada pesain dekat, yang penting punya cirikhas buat bedainnya." Renan meletakkan sendok dan garpu dengan posisi terbalik, tandanya ia sudah selesai makan. Teh hangat juga ia teguk hingga habis setengah gelas. "Terima kasih, boleh makan di sini," kata Renan yang betul-betul merasa puas menikmati makan malamnya. "Sama-sama, saya juga makasih banget tadi Bapak udah ditolongin." "Keira, Kei!" Suara seseorang di depan pagar membuat Keira menoleh. Jam dinding sudah menunjukkan angka sepuluh malam, bahkan lebih. Keira beranjak, berjalan ke arah pagar disusul Renan. "Lagi ngap-- o ... ow ... lagi diapelin, toh ...," goda Rima yang menggoda Keira dengan menaik turunkan alis matanya.
Met baca 🌿_____________Makan siang bersama Tatiana juga di kediaman Keira sengaja diadakan. Kali itu Kei tak masak, ia memesan makanan khas arab juga makanan penutup dari toko kue langganannya.Ines membantu menata piring, gelas, serta peralatan makan lainnya di meja panjang tertutup taplak meja warna emas di halaman belakang."Gue bantu," tukas Kemal lantas mengambil alih nampan besar berisi sendok juga garpu dari tangan Ines."Udah, nggak usah. Temenin sana calon istri," celetuk Ines. "Luar biasa lo, Mal, baru sekali dikenalin langsung sat set," lanjut Ines lagi.Kemal menunduk sejenak, lalu mengangkat kepala menatap Ines yang lanjut menata peralatan makan."Ibu yang nyeplos begitu. Gue sama sekali belum kepikiran ke arah sana."Ines tersenyum, "ya bagus, dong. Tandanya lo emang harus menyegerakan." Ia menatap Kemal yang berdiri sambil memegang pinggiran meja, wajahnya tampak kebingungan. "Mal, turuti maunya Ibu."Kemal hanya bisa diam mematung, kedua matanya mengikuti gerak Ines
Met baca 🌿_________Ines memasukan dress dan sepatu yang ia beli ke dalam kotak lalu meletakkan di dalam lemari pakaian. Segera ia beranjak untuk istirahat karena hari sudah malam. Dexter juga tidak menghubungi karena berada di pesawat menuju Madrid.Janjinya pria itu akan menghubungi Ines jika sudah tiba atau tidak terlalu sibuk karena pekerjaan di sana sudah menunggu dirinya.Jemari Ines mengusap layar ponsel, melihat-lihat aplikasi belanja online sekedar cuci mata. Awalnya, hingga ia justru belanja beberapa barang kebutuhan pribadi."Yah, kok udah sejuta aja. Aduhhh ...," keluh Ines setelah sadar melakukan pembayaran. Saldo di rekeningnya tersisa dua juta hasil pinjam dari Keira. "Gimana gue idup. Mulai besok nggak mau berangkat dan pulang bareng Kemal."Pusing memikirkan keteledorannya, ia putusnya menerima fakta harus irit. Pintu kamarnya di ketuk, Ines beranjak cepat. Kaget seketika saat Kemal sudah pulang dari acara bersama Tatiana."Udah.""Oh, yaudah." Kemal memutar tubuh,
Met baca_______"Kopi gue mana?" tegur Kemal saat Ines menyerahkan draft bahasan rapat yang akan Kemal lakukan lima belas menit lagi dengan para manajer."Emang lo minta? Lagian rapat lo juga nggak pernah ngopi, Mal." Ines masih berdiri di sisi kanan Kemal tepat di tepi meja kerja."Lagi pingin," jawab Kemal tanpa menatap, ia sibuk membaca draft yang diberikan Ines."Nggak usah, deh, gue sibuk."Mendengar itu seketika Kemal mendongak menatap Ines yang sedang senyam senyum. "Sibuk apa.""Balesin chat dari Dexter," jawab Ines santai. Kemal mengerutkan kening. "Gue mau coba LDR sama dia. Ya, nggak jelas statusnya sih, tapi kayaknya dia naksir gue, deh, Mal.""Ck. Jangan gampang luluh. Inget nggak cerita sebelum-sebelumnya?" sindir Kemal yang menutup map lalu menyiapkan tablet juga ponselnya, ia bersiap beranjak pergi."Mal, dia beda, deh. Gue mau coba. Lo aja deketin Tatiana, masa gue nggak. Nggak adil, lah." Ines bersedekap."Terserah lo. Kalau ada apa-apa tanggung sendiri akibatnya. N
Met baca_______"Aku masih nggak percaya secepat ini kamu mau untuk kita coba lebih dekat, Mal." Tatiana menunduk malu, bahkan menyembuyikan wajahnya yang memerah dengan beberapa kali menatap keluar saat keduanya berada di dalam mobil saat perjalanan pulang. Kemal mengantar Tatiana pulang, hal itu spontan ia lakukan karena sudah terlanjur bicara jika ia mau memulai menjalin hubungan dengan Tatiana di depan Ines dan Dexter."Maaf kalau kesannya mendadak juga, buru-buru." Kalimat Kemal direspon gelengan kepala Tatiana."Nggak, kok, nggak mendadak." Tatiana memejamkan mata, ia terlihat terlalu bahagia. "Maksudku, jadi ... gini, lho ... kamu tau aku—"Kemal menghentikan mobil saat lampu merah di perempatan pintu masuk menuju komplek elite rumah Tatiana. Kepalanya menoleh ke Tatiana. Ia tersenyum tipis. "Besok pagi ke kantor jam berapa?""Aku?" tunjuk Tatiana."Iya, lah," kekeh Kemal. Tatiana mengulum senyum."Jam tujuh. Kenapa?" Begitu lemah lembut suara Tatiana, beda dengan Ines yang ka
Met baca 🍃__________Pintu kamar keduanya terbuka lebar, sama-sama masih muka bantal dengan rambut acak-acakkan."Morning," sapa parau Ines seraya berjalan ke arah dapur, tak lupa menguap lebar mulutnya karena masih ngantuk."Pagi," balas Kemal lantas membuka laci meja dapur untuk mengambil stok kopi bubuk yang akan ia masukkan ke mesin pembuat kopi otomatis, mahal, dan canggih. Iya, lah, CEO ... masa barang-barangnya jelek."Geser," celoteh Ines saat Kemal menghalanginya hendak membuka kabinet bagian atas untuk meraih piring ceper. Ines melesak begitu saja, berdiri di depan Kemal yang seketika melotot.Tanda bahaya berbunyi! Kemal memejamkan mata karena itunya tersentuh tak sengaja dengan bokong Ines yang masih memakai baju tidur bercelana panjang."Mal! Bisa dikondisikan, kan!" omel Ines lalu buru-buru berjalan ke arah kompor listrik. Kemal tak membalas, ia hanya diam mengatur dirinya sendiri."Lo mau roti atau nasi? Gue masakin nasi goreng." Ines masih kesal karena tadi, Kemal me
Met baca 🍃____________"Pulang?" ajak Ines setelah membuka pintu ruangan Kemal. Sejam lalu dua keponakan dan kakak iparnya sudah pulang lebih dulu. Kemal melirik jam di atas meja kerjanya, sudah tepat pukul tujuh malam. Ia beranjak, memasukan ponsel, tablet, laptop ke dalam tas kerjanya."Mbak Keira kirim makanan sore tadi, dititip di sekuriti lobi. Masak rawon, tapi kita beli telur asin sama gue mau bikin tempe goreng tepung buat pelengkapnya. Mampir ke supermarket sebentar, ya."Kemal mengangguk. Ia memastikan tak ada barang yang tertinggal, lalu berjalan keluar ruangannya bersama Ines."Kapan potong rambut lo?"Mendengar itu Ines menoleh, "kenapa? Ngebet banget mau lihat penampilan gue fresh?" candanya. Kemal hanya diam, tak membalas satu katapun."Mal, Tatiana cantik,kok. Kenapa sih, lo kayak nggak seneng di deketin dia?" Keduanya sudah di dalam lift."Cantik bukan hal utama.""Halah. Cowok di mana-mana pasti menomor satukan penampilan. Logika cowok kan gitu. Itu natural.""Cant
Met baca 🍃__________Segelas kopi panas dari merek kedai kopi ternama berdiri tegak di depan Ines hingga membuatnya seketika mendongakkan kepala."Hai," sapa lembut Tatiana dengan senyum mengembang."Hai," balas Ines lantas berdiri dari duduknya. Tatiana menoleh ke arah ruang kerja Kemal lalu kembali menatap Ines."Aku mau ketemu Kemal, bisa?" lirihnya masih menyunggingkan senyuman. Ines melirik gelas kopi di mejanya."Nyogok?" Ia menunjuk pada gelas kopi. Tatiana mengangguk tapi tetap sumringah. "Kemal baru selesai rapat, dia lagi cek hasil rapat tadi. Sepuluh menit aja nggak apa-apa, kan?"Tatiana mengangguk cepat. "Lima menit lebih dari cukup.""Oke. Eh tapi ada keperluan apa?""Cuma mau nyapa. Kebetulan aku habis ketemu Pak Reynan tadi, mampir sebentar mau ketemu Kemal. Wish me luck, Nes!" cicit Tatiana girang. Ines hanya bisa tersenyum sambil mengacungkan ibu jari. Tatiana melangkah masuk, Ines kembali duduk lalu fokus mengatur jadwal Kemal untuk satu pekan ke depan.Di dalam r
Met baca 🍃__________"Yakin kamu?" Keira mencoba kembali bertanya untuk kesekian kalinya kepada Ines saat ia sedang merapikan pakaiannya untuk segera pindah dari sana. Kemal sudah keluar dari rumah sakit dan pulang ke apartemennya lebih dulu."Yakin. Mbak tenang aja, kalau Kemal macam-macam aku udah siap semprotan lada. Aman ...." Ines menutup koper kedua miliknya lalu bersiap menyeret keluar karena pak Darmo sudah menunggu di garasi."Yaudah. Kabarin kalau ada apa-apa, ya. Orang tua kamu tau?""Nanti aku bilang. Sekarang aku masih ngehindar mereka, karena setiap telepon bahas perjodohan itu. Awalnya aku, sih, yang tanya apa bener mereka ada niat begitu. Ternyata ya bener." Ines memakai tas selempang lalu pamit ke Keira yang ikut mengantar ke garasi.Reynan sudah di teras, duduk menunggu. Saat Ines pamit, Reynan berpesan untuk tetap jaga diri, bagaimana juga sebenarnya tak boleh tinggal bersama tanpa ikatan sah. Tak baik dicontoh, ya."Hati-hati, Nes," pesan Reynan. Ines mengangguk.
Met baca 🍃__________"You freaking me out, Kemal!" geram Ines. Kemal tertawa pelan lalu meringis karena sakit di kepalanya."Sorry, i just try to make a joke karena lo terlalu ... drama.""Drama lo bilang!" teriak Ines. Kemal memejamkan mata dengan kening mengkerut. "Lo pikir omongan lo berkualitas. Kita saling membutuhkan? Kalimat apaan itu!" Ines berjalan ke arah meja kecil kemudian membuka makanan yang ia beli. "Mendingan lo tidur dari pada keluarin kalimat nggak penting."Kemal menghela napas panjang, ide Ines benar juga toh efek obat membuatnya mengantuk.Pukul lima sore, Ines pamit pulang setelah Kemal bangun tidur. Tetapi pria itu melarang, justru meminta Ines menemaninya. Perdebatan alot kembali terjadi, Ines tidak bawa baju ganti juga peralatan mandi."Dompet gue lo pegang, kan? Beli baju dan yang lo butuh di mal, black card gue pake aja."Seketika Ines tersenyum lebar. "Boleh beli apapun?""Hm. Asal jangan lo minta dibeliin mobil atau rumah. Gue siksa lo seumur hidup jadi