Share

Seth Godin

Author: Basreswara
last update Last Updated: 2021-08-03 13:27:37

“Baiklah, aku terima tawaranmu. Menyerahkan yang kau katakan berarti menikahinya, bukan?” Tuan muda menebak.

Ragu-ragu Lukman menganggukkan kepala, “Be-benar.” Pria itu kembali berpikir ‘Di luar dugaan, Wira menerima penawaran dengan mudah’.

“Kebetulan yang pas, aku juga sedang mencari istri. Setelah mendengar penjelesanmu, mungkin putrimu perempuan yang tepat.”

Wira akan mulai uji coba tubuhnya terhadap sentuhan perempuan, belasan tahun terapi yang dia jalani untuk menghilangkan Haphephobia. Bisa saja peraturannya dalam hal menjaga jarak antar manusia dianggap arrogant, sebab tidak mau berdekatan dengan karyawan rendahan. Dalam satu waktu, pria itu memiliki kelemahan. Kelemahan yang tidak ingin diketahui, dengan kata lain tidak mau dikasihani.

Melalui pernikahan, tidak, lebih tepatnya cara untuk menyembuhkan titik lemah seorang Wira Arasatya. Meski kemungkinannya kecil.

(Haphephobia merupakan gangguan kecemasan yang ditandai dengan rasa takut pada sentuhan. Tidak hanya takut menerima sentuhan dari orang lain, perasaan serupa juga muncul saat disentuh orang-orang yang sudah dikenal, misalnya saat berpelukan, bersalaman maupun bergandeng tangan)

“Pertemukan aku dengan putrimu besok. Aris akan menjemputnya.” pinta Wira.

Ayah Kiran mengangguk, lalu berpamitan. Secara sopan sekretaris yang sedari tadi berdiri satu meter di sebelah Wira membukakan pintu untuk calon mertua sang atasan.

“Carikan tempat privasi untuk bertemu anak pak Lukman, Ris. Aku penasaran, semenarik apa putrinya itu.”

“Baik, tuan Wira.” Sahut Aris.

Tuan muda melirik arloji pergelangan tangan, dia harus segera pulang. Deringan telepon pun sudah berkali-kali berbunyi, sungguh memekakkan telinga. Siapapun tahu kalau putra sulung Arasatya malas menerima panggilan ibu atau ayahnya.

Terlihat santai Wira bersama sekretaris menaiki Rolls Royce, sengaja meminta Aris mengemudikan kendaraan tersebut.

Kepulangan Wira seakan menjadi pusat keceriaan bagi Ningrum, seorang ibu cantik rela menyiapkan sendiri makanan kesukaan putranya. Sayangnya, dia hanya bisa melakukan hal tersebut tanpa memeluk atau sekedar melepas kerinduan.

Anggota keluarga Arasatya berkumpul di kala mereka sedang makan malam. Pembicaraan dimulai dari Wisnu yang menanyakan pekerjaan, disusul Wira dengan memberitahu sesuatu.

“Aku akan menikah dengan putri pak Lukman, pasti kalian tahu dia, kan?” kalimat biasa dari Wira tetapi mengejutkan seluruh anggota keluarga.

“Maksud kamu Kiran?” Ningrum memperjelas.

“Siapa lagi putri pak Lukman selain dia?” ini suara Wira.

“Wira, jangan bercanda. Kalau tujuanmu untuk mempermainkan perempuan lebih baik tidak usah. Papa peringatkan sekali lagi!”

“Untuk apa bercanda. Memangnya selama ini aku pernah bercanda, Pa? Mempermainkan bagaimana? Menyentuhnya saja aku bisa mati, terkadang Papa lucu. Dirinya yang membuatku jadi pria gila, sekarang malah memperingatkanku.” Wira tersenyum mengejek.

Dua orang pria saling menunjukkan sifat keras mereka.

“Wira, dia papamu!” Ningrum ambil suara. Perempuan anggun ini tahu betul apa yang terjadi jika mereka melempar amarah satu sama lain.

Di sisi lain, Ningrum senang sekaligus takut. Apa yang akan terjadi kalau putri Lukman tahu kebenaran dari Wira. Bukannya sangat jelas, gadis cantik itu akan pergi begitu saja. Tidak ada pernikahan tanpa sentuhan.

***

“Kurasa cukup sebatas ini obrolan kita.” Wira beranjak dari sofa. Tidak mungkin ia mengutarakan hal yang menjadi rahasia.

Di hadapannya, sedang termenung seorang perempuan yang berupaya memahami ucapan laki-laki berkelas.

Pria itu berjalan kearah meja kerja, mencomot buku yang belum selesai ia baca.

“Satu lagi,” tiba-tiba Kiran berujar. Wira di samping meja kerja pun menoleh, menunggu perkataan selanjutnya. “Besok aku diundang ke pembukaan besar toko temanku… boleh aku mendatanginya?” Perempuan ini membuang lirikan ketika Wira menangkap arah pandangnya.

Lelaki aneh di sana belum menjawab.

“Silakan, tidak masalah. Aku akan minta Aris memberimu sopir, gunakan mobilku yang warna putih.” Jawaban yang ditunggu-tunggu putri Lukman, meski sesaat tadi dia seperti sedang menunggu pengumuman kelulusan yang mendebarkan.

Dua manusia dalam satu ruangan sibuk dengan kegiatan masing-masing, putra sulung keluarga masih asyik membaca buku tebal, sesekali si gadis mencuri lirikan dan terpusat pada benda dalam genggaman Wira – melihat dari kejauhan saja membuat Kiran mual. Dari sampulnya buku itu berisi tulisan berderet, semakin menambah beban hidup untuk orang pemalas.

Berbeda dengan gadis yang santai memeluk bantal di atas tempat tidur, dia sibuk pada pikirannya sendiri, tak jarang ia menggeleng-geleng membuat Wira menaikkan satu alis. Dari meja kerja lelaki itu bisa melihat jelas apa yang dilakukan istrinya.

“Ehem!” Deheman sia-sia si pria aneh, perempuan di sana tidak paham kode suara ataupun kode gerakan.

“Kiran.” Panggil Wira.

Lawan yang dipanggil menoleh, “Kenapa?” menatap sekilas laki-laki di balik meja kerja.

“Tidak, aku hanya penasaran. Di saat aku mengajakmu ke rumah ini pertama kalinya, apa yang kau pikirkan? Maksudku, tanpa pikir panjang kau langsung menyetujuinya.”

'Apa yang harus aku jawab? Kan itu Kiran, bukan aku'. pikir si gadis sembari menyusun karangan.

“Yah, karena pesan yang ayah sampaikan. Katanya keluarga Arasatya mengajakku makan malam. Jadi, kupikir makan malam keluargamu pasti mewah, tidak mungkin ku sia-siakan.” Jawaban ngawur seorang Arina.

“Nalarmu sangat pendek, apa kau tidak takut aku akan memanfaatkanmu untuk suatu hal?”

“Takut? Aku sama sekali tidak takut, tuh. Nyatanya laki-laki yang bicara tadi meraung-raung ketika aku mendekat.” Perkataan bernada datar tetapi menyakitkan, sindirannya tepat sasaran.

Wira terdiam, segera mengalihkan pandangan. Dia berpura-pura serius membaca buku sebuah karya dari Seth Godin.

Related chapters

  • Suddenly Become a Bride   Sang Tamu

    Esoknya, pukul sembilan pagi mobil putih yang diminta putra tertua Arasatya melewati pagar rumah besar. Sesuai ucapan Wira, istrinya diantar sopir atas perintah Aris. Kebohongan kecil pertama dari Kiran agar bisa keluar dari kediaman keluarga tersebut. Dia mendatangi perumahan lama, tempat kediamannya di saat menjadi Arina yang utuh. Tujuan utama adalah Riana, sahabat sejak mereka menginjak sekolah menengah atas.“Pak, antar saya sampai sini saja, tidak usah ditunggu. Nanti saya pulang sendiri.” Nona muda berbicara setelah sopir membukakan pintu. Mereka telah tiba pada lorong paling depan, butuh dua belokan lagi untuk menemukan rumah Riana.“Ta-tapi, nona-”“Nanti saya hubungi Wira, pasti dia mengizinkan.” Kebohongan kedua untuk hari ini.Sopir itu mengangguk tanpa menyahut.Ketika sampai di rumah Riana, perempuan itu langsung memencet tombol bel yang tak jauh dari pintu. Menunggu pemilik rumah membukakannya. Lim

    Last Updated : 2021-08-04
  • Suddenly Become a Bride   Pemberi Kenyamanan

    Riana terduduk lemah – kecemasan itu menyebabkan air matanya turun, “Ah, aku benar-benar cengeng.”“Maaf, ini semua salahku, kau pasti terkejut setelah mendengar perkataanku tadi, kan? Aku menyesal, Kiran. Aku tidak tahu hubunganmu dengan Arina, tapi aku sungguh minta maaf.” Riana mulai terisak, dia merasakan ketakutan. Tidak ada yang bisa dilakukan selain menatap wajah cantik gadis terbaring. Sambil terus memohon melalui gumaman.Sesaat berikutnya, dia segera menyambar handphone dalam tas yang ia gunakan ketika bepergian. Menekan nomor darurat, meminta bantuan pihak medis atau semacamnya. Namun, di saat panggilan Riana mendapat sambutan dari pihak petugas, Kiran perlahan membuka mata.“Kiran,” Riana menanggapi cepat lalu menggeserkan tombol merah pada layar ponsel pintarnya. “Kau tidak apa-apa?” Memeluk sahabat baru penuh haru."A-aku mau pulang." Raut bingung Kiran serta kaki gemetarnya menginj

    Last Updated : 2021-08-06
  • Suddenly Become a Bride   Benar-Benar Payah

    Secara sigap pekerja melakukan tugas sesuai ucapan tuan Wisnu, lelaki paruh baya ini pun mondar-mandir menunggu psikiater dan anggotanya tiba.“Wisnu, apa yang kau lakukan! Kenapa kau diam saja? Anakmu tidak bisa bangun dan kau tidak melakukan apa-apa?” suara putus asa dari mulut lembut Ningrum menjadi sesuatu yang asing, kali pertama Kiran melihat sang ibu mertua meninggikan ucapan. Di balik perkataan itu terselip kekecewaan teramat.Sesaat berikutnya, Rakin mengajak kakak ipar untuk pergi, pemuda itu lebih tenang dari yang terlihat. Dia paham betul akibatnya jika Kiran tahu kebenaran dari rahasia keluarga Arasatya.“Ayo, mbak, kita keluar.” Membantu Kiran berdiri sebab tidak kuatnya bertahan ketika melihat suami dan ibu mertua tak berdaya.Ketika adik dan kakak ipar sampai di titik tengah tangga, derap langkah terburu-buru memasuki rumah besar. Laki-laki seumuran Wisnu datang bersama anak buahnya, lengkap serta alat-alat khusus.

    Last Updated : 2021-08-08
  • Suddenly Become a Bride   Kunjungan Langsung

    Ke sana kemari perempuan yang telah menjadi bagian keluarga besar Arasatya mengitari beberapa tempat. Rumah Arasatya terlalu luas ia jelajahi. Seharian di rumah memang membosankan, Kiran tidak tahu apa yang mengasyikkan di sini.Sangat berbeda kala menjalani hidup sebagai Arina. Saat itu, Riana si gadis penyuka rok mini setengah memaksa dirinya untuk pergi berbelanja cemilan ataupun kebutuhan lainnya. Pusat perbelanjaan yang dipilih adalah AR Town Square. Sebenarnya gadis sederhana itu malas, bisa berjam-jam Riana berada di sana. Terlebih kalau melihat satu baju yang menarik perhatian, kertas berharga di dompet bisa habis dalam hitungan detik.Setelah mendapat rayuan luar biasa dari Riana, Kiran mengalah. Ia menyetujui keinginan seorang teman untuk sehari saja.Wajah gembira seperti anak kecil tersemat untuk gadis berusia di atas dua puluh lima tahun, mereka tiba selepas Arina memarkirkan kendaraan. Dengan menggandeng lengan temannya, Riana mengoceh riang. Secar

    Last Updated : 2021-08-09
  • Suddenly Become a Bride   Portrait Keluarga Arasatya

    “Lantai tempat makanan bertumpuk.” Di mana lantai dasar AR Town Square dikhususkan untuk semua jenis camilan, sayur hingga buah-buahan, serta kebutuhan rumah tangga lainnya.“I-itu tempat yang sangat ramai, tuan.” Asisten mengkhawatirkan atasan, dia waswas kalau Aris tahu.“Kalau begitu kalian paksa perempuan tadi menemuiku di sini.” Wira begitu gusar terhadap gadis penganggu itu.Langkah sedikit takut milik Bagas menuju arah keinginan tuannya, dari kejauhan Wira memantau. Ia bisa melihat kalau si asisten sedang bernegosiasi dengan dua gadis di sana. Temannya gadis tadi tampak menolak kasar, bahkan mendorong Bagas agar menjauh.Negosiasi pertama Bagas mendapat penolakan. Kemudian ia berusaha lagi, bukan karena uang saku asisten Wira mengikuti kemauannya, tetapi perintah tuan muda tidak bisa ditolak.“Dapat, kau.” Gumam sang atasan dari jauh.Sebab perempuan incaran sudah mengekori asisten, arti

    Last Updated : 2021-08-09
  • Suddenly Become a Bride   Tipe Agresif

    “Perusahaan mereka memang sudah memiliki nama, beberapa perusahaan ada yang menggunakan jasa mereka. Tetapi, tidak bisa digunakan lagi ketika pihak perusahaan menambahkan fitur terbaru, ada pemberitahuan agar memperbarui secepatnya. Bukankah itu menimbulkan rasa malas bagi para pengguna? Kemungkinan mereka enggan lagi memakainya, terlebih para pesaing juga melakukan yang terbaik.” Wira mematahkan argument presiden direktur.“Jadi, Digital Local System lebih baik dari segala hal. Meski objek yang dikeluarkan belum sebaik ET (Enter Technology), karena mereka perusahaan yang baru berdiri beberapa tahun terakhir, kebetulan mereka sedang membutuhkan suntikan dana untuk pengembangan, saya pikir kesempatan ARS Corp mengakuisisi memiliki peluang tujuh puluh persen.” Pria tertua Arasatya kembali menjelaskan keinginan kuatnya kali ini.“Benar perkataan Pak Wira, dengan mudahnya kita membuat pelayanan secara digital untuk pelanggan AR Town Square. Se

    Last Updated : 2021-08-12
  • Suddenly Become a Bride   Penawaran dan Kebaikan

    Si pria pun menuruti dengan patuh.‘Sejak kapan aku melakukan pekerjaan yang mengerikan seperti itu?’ Kiran mengingat-ingat, mungkin dia pernah berbuat tanpa sadar. Jenis bunga saja cuma satu yang dia ketahui.“Yah… Sayangnya di sini tidak ada tanaman seperti itu.” Perempuan itu berkilah.“Bukan tidak ada, hanya kau tidak mau melihat ke taman. Kurasa ada beberapa bunga berwarna di taman. Coba kau tanyakan pada mama.” Sebab Ningrum penyuka bunga, sebelum ia sekolah ke luar negeri, Wira menyaksikan ibunya menyiram anggrek dan jenis lainnya setiap pagi. Tetapi, ia tidak tahu kalau untuk sekarang, sesekali saja Wira memerhatikan sang ibu berdiri di taman depan.“Kupikir itu tidak perlu.” Kiran tersenyum datar dan terpaksa.***Kiran sedang mengamati gadis cantik penuh pesona sedang duduk membaca sebuah buku. Gadis itu sendirian di meja dengan penerangan api kecil yang lama kel

    Last Updated : 2021-08-13
  • Suddenly Become a Bride   Teman Sekamar

    Demi kertas berharga, Kiran pasrah menerima semua perintah putra tertua Arasatya. Kehidupan bebas yang ia miliki cukup membuat kenangan. Dia harus mulai membiasakan diri dalam peraturan Wira. Gadis mungil itu mengamati lelaki di meja kerja. Sejujurnya ia penasaran pada teman sekamarnya, perjanjian apa di antara Kiran terdahulu dan Wira sebelum pernikahan, sehingga menawarinya untuk menjadi istri pria itu. Yang ia ketahui tentang pernikahan adalah sebuah hubungan naluriah manusia, di mana terdapat prosedur untuk membentuk generasi baru, misal anak yang lucu dan menggemaskan. Sejauh ini, laki-laki itu tidak melakukan apapun, meski ia sendiri akan menolak. “Ada yang salah pada wajahku?” Wira mengejutkan istrinya. “Tidak,” menggeserkan kaki menuju lantai. “Kau baik-baik saja tidur di sofa?” berdiri santai, hanya berbalut celana pendek, menampakkan paha langsing itu pada teman sekamar. Wira dari seberang terbatuk kemudian segera memalingkan muka. “Ya, puti

    Last Updated : 2021-09-18

Latest chapter

  • Suddenly Become a Bride   Sebuah Lingkaran

    Kecelakaan tak terkira dan seolah takdir buruk bagi Wira Arasatya, harus disembunyikan dari muka publik. Wisnu yang seorang pemilik nama terpandang tidak mungkin membiarkan kasus buruk mencoreng Ars Corporation.Kecurigaan dari masyarakat yang mengamati berita tersebut terus menjadi bahan ocehan. Dan tentu saja Wisnu tidak ingin putranya menjadi konsumsi publik – sebab kasus itu merupakan berita buruk, di mana putra sulung Arasatya menyetir dalam keadaan mabuk. Mudah sekali untuk media yang haus akan kasus para konglomerat.Namun, saat itu kasus Wira seolah lenyap. Para reporter dan penulis berita juga enggan mengambil risiko.***Pagi ini tuan muda menemui Jimmy, ia semakin penasaran dengan otaknya yang terkadang sengaja mengingat kejadian memilukan. Memori perempuan bergaun merah serta seringainya membuat pria yang memiliki tekanan jiwa – akan hal itu – semakin bermunculan.“Kebiasaan barumu ya datang tanpa menelepon dulu? Tidak sulit kalau menyuruh asistenmu berbicara padaku barang

  • Suddenly Become a Bride   Kebebasan

    [SEBELUM PERNIKAHAN] “Aris. Kau pulang saja, aku bisa menyetir sendiri.” Tuan muda memerintah sekretaris. Menikmati segelas alkohol pertama sedikit membuat tenggorokan tersengat, Wira beberapa kali mendesah. Malam akhir pekan. Kala itu… untuk pertama kalinya Wira dan Aris minum bersama, tuan muda mulai merasa jenuh dengan kehidupannya yang monoton. Liburan? Ia habiskan untuk bekerja dan dituntut oleh ambisi-ambisi yang harus ia capai. “Tidak. Bisa-bisa kau mabuk. Aku tidak mau ada apa-apa denganmu!” Sembari Aris menolak tawaran minum untuk gelas keduanya. “Kau sudah bekerja keras, luangkan waktumu untuk istirahat.” Wira terdengar memaksa. Tuan muda sengaja menyewa kamar hotel – tanpa seorang pun pengganggu. Beserta botol minuman beralkohol dengan harga tinggi. Kehidupannya yang berbeda atau bahkan di mata orang-orang tampak aneh, hanya dia dan Aris. Para kolega direktur Ars Corporation mulai mempertanyakan pernikahan putra tertua Arasatya, sungguh memuakkan kata-kata yang kelua

  • Suddenly Become a Bride   Istimewa

    Wira merasakan lehernya tercekat, seakan udara sulit menetralkan dadanya, penyesalan dan rasa bersalah datang kian membesar.‘Apa hubungannya kejadian itu dengan Kiran?’ ia benar was-was.Putra tertua Arasatya berusaha mengontrol dirinya untuk memudahkan suara keluar dengan sempurna.“A-apa gadis di mimpimu meninggal?” cara bicaranya yang pelan sekaligus ragu.Sesuai apa yang ditakuti Wira, perempuan di depannya mengangguk. Dadanya seolah bergemuruh, namun ingatan tentang Kiran tetap di sampingnya ketika ia berbicara kisah gadis bermidi dress – memberi sedikit ruang lega.‘Ternyata kejadian memilukan itu adalah diriku sendiri, takdir hendak memberitahuku dengan cara mendatangkan mimpi tersebut. Bagaimana bisa ingatanku tentang kehidupan sebelumnya bisa terlupakan?’ Kiran semakin tidak mengerti.“Mi-mirip sekali dengan gadis yang aku tabrak.” Ucapan Wira setengah berbisik.“Apa?” Sialnya Kiran bisa mendengar. Hanya saja ia terkejut.“Lupakan.” Titah pria itu.Ada setitik curiga dalam b

  • Suddenly Become a Bride   Perlakuan Seorang Teman

    “Berapa lama lagi aku berada ditubuhmu? Kemungkinan terburuknya jiwaku akan mati mengikuti jasadku?”Gadis di balik meja menundukkan pandangan, “Aku tidak tahu. Setelah perjanjian yang kita sepakati, begitu saja aku di tempatkan di perpustakaan ini.”“Jika jiwamu terkurung di sini, bukan tidak mungkin ia akan kembali bukan? Kalau benar asumsiku, cepat atau lambat aku akan mati, Kiran. Dan perjanjian itu untuk pertama kali aku menyesalinya. Aku merasa dimanfaatkan! Tidak. Ini tidak adil bagiku.” Arina memundurkan langkah perlahan.Gadis penunggu perpustakaan klasik masih termenung, gurat wajahnya tetap datar seperti biasa. Kulit putihnya bersinar, memancarkan cahaya dalam sekejap. Tiba-tiba gadis itu berada tepat di depan jiwa Arina.“Darahmu sudah menjadi saksi perjanjian, dan kau manusia yang terpilih untuk bertukar jiwa denganku.”***“Da-darah?” Kiran berjiwa Arina terjaga dari mimpi. Dada itu seakan sesak di iringi napas yang terengah.Bayangan gadis bermidi dress hitam kemarin ke

  • Suddenly Become a Bride   Memiliki Keraguan

    “Kalau begitu kau boleh pergi.” Wira berkata cepat. Ia bisa menjadi manusia setengah mati kalau benar-benar Kiran melakukan ucapannya tadi. Membayangkannya saja membuat Wira sesak napas.‘Ternyata kau sungguh takut dengan perempuan ya?’ Kiran tersenyum miring, asumsinya semakin menunjukkan kebenaran.Kemudian tubuh mungil menurut Wira pun melenggang pergi.Sementara itu, lelaki di sofa menyambar gelas berisi air putih di samping – lalu meminumnya. Tenggorokan yang basah berhasil menyisihkan sedikit kecemasan.Kemudian hening.Rumah besar terasa kembali seperti pertama kali Wira menapakkan kaki ketika Jimmy memperbolehkannya pulang. Semua orang terlihat enggan berbicara pada si sulung. Di saat malam tiba, mimpi buruk menghantui Wira kecil.Ketakutan serta tangisan terdengar pilu bagi seorang ibu. Ningrum tak bisa berbuat apa-apa selain terisak hingga tak bersuara lagi.Rakin lah orang yang mampu mengajak s

  • Suddenly Become a Bride   Penuh Perhatian

    Misteri kapan kembalinya jiwa Kiran ke tubuh yang digunakan sosok Arina saat ini semakin membuat kepala menantu keluarga Arasatya berdenyut.Rasanya ia tidak rela pergi dari tubuh ini.‘Kalau Kiran meminta badannya kembali, lalu jiwaku akan berpindah ke mana? Apa aku bisa mati mengikuti jasad seorang Arina yang terkubur?’ pikirnya. ‘Aku harus bagaimana? Jika Kiran benar-benar memaksaku memberikan tubuh ini, sama saja dia egois bukan? Tidak ada untungnya bagiku. Lebih baik dari awal aku tidak menerima tawarannya’. Ia mulai goyah pada perjanjian di antara mereka.Seperti angin menyelinap ke dalam ingatan, Kiran teringat teman dekat – Riana. Sesuatu yang mengganjal akhir-akhir ini.‘Aku tidak bisa percaya sepenuhnya sebelum melihat langsung kuburan tubuhku.’ Tubuh Arina yang ia maksud. ‘Apa aku bisa membujuk Riana?’ Kiran berpikir sambil memainkan kuku ibu jari tangan, sedikit menggigitinya pelan.

  • Suddenly Become a Bride   Mematuhi Perintah

    “KAU TIDAK TIDUR?” Wira terkejut bukan main, layaknya pencuri yang ketahuan.“Aaaa…. Kau mengejutkanku Wira!” gadis di depannya berteriak juga.Dengan segera putra tertua Arasatya kembali ke tempat tidurnya – ia tampak menyembunyikan kegelisahan.Kamar yang awalnya sunyi semakin menambah kesunyiannya, pasangan suami istri muda tidak saling sapa lagi.“Ku-kukira kau sudah mendengkur, Kiran.” Wira membuka pembicaraan mereka lebih dulu.“Mendengkur? Bagaimana bisa aku mendengkur, tidur saja tidak.” istri Wira merapatkan selimutnya – di iringi kekesalan. “Kau juga kenapa mendekatiku? Kau mau mesum ya?” Kiran menambah tuduhan.“Enak saja! Aku kan tidak bisa disentuh sembarang orang.”“Itu kan kalau kau yang disentuh. Akan berbeda jika kau menyentuh lebih dulu.” Balas istrinya. Wira pun tak bisa menyanggah. Ia termangu untuk sesaat sambil

  • Suddenly Become a Bride   Layaknya Pencuri

    “Iya, baiklah. Bisakah kau duduk terlebih dahulu. Kepalaku sakit melihat ke atas terus.” Wira meminta sembari matanya menangkap sesuatu yang kemerahan pada wajah Kiran. Ia sedari tadi sadar akan hal itu. Hanya saja pengetahuannya yang kurang – pria ini tidak tahu penyebab munculnya rona di pipi seorang gadis. “Terlalu dekat?” Kiran bertanya sesaat setelah ia duduk. Khawatir Wira memberikan peringatan lagi. “Tidak.” “Wira. Aku melakukan kesalahan, ya?” Netranya masih enggan menatap lawan bicara. Putri Lukman tetap menunduk. “Aku minta maaf. Sungguh aku tidak tahu kalau kau tidak suka denganku. Bahkan kau membuatku ketakutan, kukira kau tidak akan bangun lagi.” “Memangnya kalau aku tidak bangun lagi kau akan menangis sampai tak bersuara?” pria kaku ini melempar candaan. “Tentu saja!” diiringi pandangannya yang terangkat. “Walaupun kau aneh, kau kan suamiku.” Wira kembali terkekeh. Ternyata istrinya begitu lucu. “Bukannya ti

  • Suddenly Become a Bride   Mengambil Jemari

    “Hai, kita bertemu lagi, nona.” Teman pria di mimpi Kiran menyapa penuh senyum bersamaan lambaian tangannya. “Apa kita akan ke restoran waktu itu?”Kiran pun baru teringat kalau dirinya mengunjungi kembali dunia mimpi, dunia yang selalu membuat teka-teki.Perempuan yang diajak bicara masih termenung, berpikir sambil mengamati wajah laki-laki di depannya. Mengapa ia tidak bisa mengenali pria ini? meskipun ia sangat tahu nama dan identitas lawan bicara.“Nona, apa aku mengganggumu. Kemarin kan kau yang menemuiku lebih dulu.” Tambah si pria.“Ah, em, tidak – kau tidak mengenaliku, ya?” Kiran bertanya dengan raut muka yang menuntut.“Kenal. Bukannya kita sudah bertemu sebelumnya?” giliran laki-laki itu yang keheranan.Kiran sedang berpikir keras, dengan mengikuti alur alam bawah sadar – ia akan semakin terkunci dan mendapatkan pertanyaan-pertanyaan yang baru. Seperti suatu l

DMCA.com Protection Status