SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTU
Part 5Satu minggu telah berlalu. Sejauh ini Mika tak mendapatkan satu bukti apapun yang menyatakan ada perselingkuhan di antara mereka. "Apa mereka melakukan pertemuan di luar ya?" lirih Mika menerka-nerka."Sepertinya iya, setelah malam itu Mona sering sekali berpamitan pergi keluar. Apalagi kepulangan Mas Johan dengan Mona hanya selisih hitungan menit." Diam-diam, Mika mengamati mereka.Mika pun kembali memutar otak, mencari cara yang tepat untuk menjebak sang suami dan asisten rumah tangganya.Mika sudah berusaha mencari bukti di ponsel, namun nihil. Ia tak mendapati apapun.DretDretPonsel yang ada di atas nakas bergetar. Ada panggilan masuk. Gegas Mika meraih ponselnya. Bibir wanita itu mengulas senyum saat melihat nomor sang sahabat terpampang sebagai pemanggilnya."Assalamualaikum, Sa." Mika mengucapkan salam begitu panggilan dari Elisa terhubung."Waalaikumsalam, Mik. Bagaimana?""Apanya?""Ya itu, yang kemarin. Apa kamu sudah mendapatkan bukti perselingkuhan mereka?" tanya Elisa.Mika menghembuskan napas kasar. Hingga tanpa perlu menjawabnya Elisa bisa menarik kesimpulan."Rasa-rasanya mereka masih enggan untuk melakukan hal menjijikkan itu di rumah, mengingat kamu hampir saja memergoki mereka. Aku kok kepikiran kalau mereka melakukan pertemuan di luar ya," ucap Elisa yang ternyata memiliki pemikiran yang sama dengan Mika."Aku juga mikirnya gitu, Sa. Seminggu ini sih semua aman-aman saja. Hanya saja setelah kejadian itu, Mona sering sekali pamit keluar bertepatan dengan jam istirahat Mas Johan," ucap Mika."Kalau pun nggak siang waktu istirahat, pasti sore hari waktu Mas Johan pulang dari kantor. Dan jika Mona keluar sore, pasti pulangnya nggak berselang lama dengan kepulangan Mas Johan.""Fix! Mereka ketemu di luar!" Seruan dari Elisa terdengar begitu kencang, membuat tangan Mika secara refleks menjauhkan ponsel dengan daun telinga."Kenceng banget, Sa. Berdengung ini telingaku." Mendengar ucapan Mika, seketika tawa Elisa meledak begitu saja."Mika, tapi kamu sudah mengamankan semuanya kan?"Kening Mika berkerut, lalu ia pun berucap, "Mengamankan apa maksud kamu, Sa?""Semua harta kalian. Jangan sampai harta itu jatuh ke tangan suamimu. Kamu harus mengamankan semua harta itu untuk masa depan Nando, Mik. Jangan sampai selingkuhan suamimu itu menikmati setiap hak milik Nando."Mika menepuk pelan jidatnya."Ah, bagaimana bisa aku melupakan hal sepenting itu? Untung saja kamu mengatakannya, Sa. Kalau enggak, entahlah," ucap Mika."Sambil kamu menyelediki suamimu, kamu mulai saja mengurus semuanya, Mik. Mending kamu bikin saja surat perjanjian, dimana surat perjanjian itu bertuliskan kalau seluruh harta akan jatuh ke tangan pihak yang dikhianati."Mika masih terdiam, mencerna setiap kata yang ia dengar."Kamu paham kan maksudku?""Ya, aku paham Sa. Kalau hanya kusimpan sertifikat rumah dan BPKB mobil beserta motor, itu terlalu beresiko. Sepertinya idemu sangat cocok. Apalagi kalau surat perjanjian itu ditandangani oleh Mas Johan dan bermaterai.""Nah, tepat sekali! Cepat-cepat saja kamu siapkan semuanya, nanti kamu atur saja gimana caranya agar bisa mendapatkan tandatangan suamimu tanpa sepengetahuannya. Karena ... kalau dia tau kamu membuat perjanjian itu, tentu dia akan menolaknya. Iya kan?" ucap Elisa yang lagi-lagi dibenarkan oleh Mika."Makasih ya, lain kali jika aku membutuhkan masukan darimu, jangan pernah bosan ya.""Haha, gampang. Bagaimana pun juga kamu sudah kuanggap lebih dari seorang sahabat. Aku nggak mau kalau kamu dan Nando hidup menderita. Enak aja, suamimu seneng-seneng sedangkan kamu menderita."Tiba-tiba saja suara derap langkah sayup-sayup terdengar di telinga Mika."Aku matikan dulu ya, Sa. Sepertinya Mona baru saja pulang.""Iya, gapapa. Sehat-sehat ya, jangan gegabah dan hancur. Ada Nando yang lebih membutuhkanmu."Mika tersenyum penuh haru, meskipun Elisa yang berada di seberang sana tak bisa melihat senyuman di bibir Mika.Di saat Mika kembali memastikan jika sang bayi masih tertidur, Mona berjalan mengendap-endap untuk masuk ke dalam rumah.Wanita berjaket coklat dengan celana kulot panjang itu bernapas lega saat berhasil melewati ruang tamu. Sejenak ia mendongak–menatap ke arah tangga–memastikan jika tak ada yang melihat kedatangannya."Huh, aman!" batin Mona sembari menepuk pela dadanya yang berdebar-debar.Akan tetapi, saat Mona akan kembali mengayunkan kaki, tiba-tiba saja suara Mika kembali membuat dada Mona berdebar-debar."Baru pulang belanjanya, Mon?" tanya Mika sembari menuruni anak tangga satu per satu, hingga akhirnya sampailah ia berada di anak tangga terkahir."Iya, Bu. Maaf kalau lama, tadi harus muter-muter pasar buat cari bahannya. Waktu mau pulang, nunggu ojek juga nggak datang-datang," ucap Mona berusaha setenang mungkin."Kan saya sudah bilang kalau ke pasar bawa motor saja. Gapapa loh motor saya dipakai." Kali ini Mika berjalan mendekat ke arah Mona."Kamu belanja apa saja? Coba saya cek, barangkali ada yang kurang."Mika ingin mengambil kantong kresek merah yang ditenteng oleh Mona. Akan tetapi, Mona langsung menjauhkan kantong kresek itu."Ada ikannya, Bu. Kalau dibuka di sini takutnya bau amis.""Halah gapapa. Cuma dibuka aja kok."Mika kembali ingin mengambil kantong itu, namun lagi-lagi Mona menahannya."Mon! Berikan!" Nada suara Mika begitu datar."Ba–baik, Bu. Maaf ...." Mona menyerahkan kantong tersebut. Lalu dengan cepat Mika mengambilnya dan membukanya."Loh, kok isinya kayak gini?!" Mika menatap isi kantong kresek yang ternyata hanya berisi bekas-bekas kantong kresek yang jumlahnya banyak."Mon? Apa ini?" Mika mengeluarkan satu per satu kantong itu sembari sesekali menatap sengit ke arah Mona.Lagi-lagi Mika hanya bisa menggeleng saat mendapati bongkahan batu berada di bagian paling bawah.Sebenarnya Mika sudah menebak, jika Art-nya itu tak hanya pergi ke pasar. Namun Mika juga curiga jika Mona bertemu dengan suaminya di luar sana. Mengingat Mona pergi lebih dari 2 jam. Apalagi ada sebuah hotel bintang tiga yang jaraknya tak jauh dari pasar. Hanya saja ia cukup terkejut karena pergi ke pasar hanyalah alasan belaka."Ma–maaf, Bu. Itulah sebabnya kenapa saya tadi tidak memberikan kantong kresek ini ke Ini. Di jalan tadi saya baru menyadari jika kantong ini tertukar dengan pemilik toko, Bu. Ah, iya. Begitulah, Bu. Kantong itu tadi tertukar.""Oh, ya? Masa kamu tidak menyadari sih?""Beneran, Bu. Soalnya itu ada batunya, jadi sama beratnya."Mika mencebik."Yaudah, kamu mau ambil kembali barang belanjaanmu sekarang?""Kan kalau jam segini udah tutup, Bu. Jadi besok Mona baru bisa mengambilnya."Sebenarnya Mika ingin membuat Mona mati kutu dengan pertanyaan-pertanyaannya. Akan tetapi, Mika memilih untuk pura-pura percaya saja.Belum sempat Mika berucap, tiba-tiba suara tangisan Nando terdengar. Bergegas Mika melangkah lalu menaiki setiap anak tangga."Huh, syukurlah, selamat ...." Lagi, Mona mengusap dadanya yang berdebar-debar.Bergegas ia melangkah tergopoh-gopoh menuju kamar, tentu setelah memasukkan kembali seluruh kantong kresek yang tadi dikeluarkan oleh Mika.Begitu masuk kamar, Mona langsung mengunci pintu. Wanita muda itu bergegas melangkah menuju ranjang.Ia lepaskan satu per satu jaket dan celana kulot yang dipakainya tanpa menyadari ada sosok yang memantaunya melaluinya sambungan cctv."Astaga ... benar-benar niat banget ini orang," lirih Mika. Ia menggelengkan kepala, sebab begitu celana kulot dan jaket dilepaskan, ternyata Mona hanya memakai kaos merah yang ketat dengan belahan dada rendah. Bahkan, karena terlalu ketat dan rendahnya, dua benda kenyal di dada Mona menyembul dengan begitu jelasnya.Tak hanya itu, keseksian Mona ditambah dengan dirinya yang hanya memakai celana levis yang panjangnya tak lebih dari 30 cm.SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUBAB 6"Pantas saja jika Mas Johan tertarik, pakaian Mona saja seperti itu. Benar-benar cocok! Mas Johan seperti sampah dan Mona adalah penampungnya." Mika tersenyum sinis."Ternyata seleramu begitu menjijikkan, Mas," lirih Mika. Selanjutnya, wanita itu menutup aplikasi rekaman cctv lalu kembali merebahkan tubuhnya. Akan tetapi, tiba-tiba saja dia teringat perihal ucapan Elisa yang menyangkut perjanjian pernikahan. Mika bangkit dari ranjang, setelahnya ia berjalan keluar dan langsung menuju ke ruang kerja sang suami yang letaknya persis di samping kamar mereka. Mika bergegas masuk, tak lupa ia mengunci pintu ruangan kerja sang suami. Lalu, ia pun melangkah dan mendudukkan bokongnya di kursi yang didepannya telah tersedia meja kerja berikut dengan komputer dan alat printer.Cepat, Mika mengetikkan huruf demi huruf hingga terangkai menjadi kalimat. "Bismillah, semoga saja rencanaku berhasil," lirih Mika sembari menatap layar komputer. Mika kembali memb
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTU PART 7Mika melangkah, sesampainya di kamar, wanita itu gegas mendudukkan bokong di tepi ranjang setelah mengambil ponsel yang ada di dalam sakunya. Sejenak Mika memandangi wajah sang bayi, dan seketika saja dada wanita itu terasa begitu sesak. Tangan Mika terulur, mengusap lembut kepala sang anak dengan perasaan hancur. "Maafkan Mama ya, Nak, jika setelah ini kamu akan tumbuh tanpa kehadiran sosok Papa. Tapi Mama janji, kamu tidak akan merasa kekurangan kasih sayang. Mama akan menjadi Mama sekaligus Papa untuk kamu." Mika berucap lirih, tanpa sadar kedua kelopak matanya mulai berkaca-kaca seiring rasa sesak yang kian mendera.Ah, air mata memang tidak bisa menyembunyikan sedalam apa rasa sakit yang dirasa. Mika menghela napas dalam-dalam, setelahnya ia mengusap matanya dengan jemarinya–menghalau air mata agar tak luruh begitu saja. Lagi, Mika meraup udara dalam-dalam lalu tersenyum. Meyakinkan diri jika semua akan baik-baik saja. Mika bergegas m
"Sayang ... Sayang." Johan mencoba memanggil-manggil sang istri yang tengah tertidur. Johan ingin memastikan, apakah obat itu sudah benar-benar bereaksi. "Sayang, Nando minta nenen loh." Johan kembali berucap, dan lagi-lagi tak ada sahutan dari Mika. Tak merasa yakin, Johan menepuk-nepuk pelan pipi Mika. Johan tersenyum bahagia. Perlahan ia menuruni ranjang lalu melangkah secara mengendap-endap menuju pintu kamar. Sebelum Johan berlalu pergi, lelaki itu menyempatkan menoleh ke arah sang istri. Johan melanjutkan langkahnya saat melihat dua manusia beda generasi telah tertidur pulas di atas ranjang. Kali ini langkah Johan begitu tenang menuju kamar Mona. Tanpa mengetuk pintu, Johan langsung meraih gagangnya lalu membuka pintu begitu saja. "Hai, Sayang ...." Mona yang sudah mengenakan pakaian andalannya yaitu lingerie berwarna merah maroon langsung menoleh ke arah sang suami. Penampilannya begitu membuat hasrat Johan naik. Bahkan lelaki itu sampai menelan salivanya dengan susah pa
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 9Mendengar kalimat demi kalimat yang meluncur dari bibir Mika, membuat jantung Mona dan Johan berdegup kencang. Dua manusia tak berhati itu pun tak lagi bisa menyembunyikan kegugupannya, bahkan mereka terlihat salah tingkah. Dan pemandangan itu tertangkap di kedua iris hitam milik Mika. Mona akhirnya lebih memilih untuk beranjak dari tempat duduknya, dengan tergesa-gesa ia melangkah menuju kamar."Mas berangkat dulu ya, Sayang. Udah siang," ucap Johan sembari melirik ke arah jam tangan yang melingkar di pergelangannya. Belum Mika menjawabnya, Johan langsung beranjak dari kursi–mengulurkan tangan ke arah Mika–lalu melangkah pergi setelah sang istri mencium punggung tangannya."Mas, tunggu!" Kembali dada Joha berdebar-debar.Langkah lelaki itu terhenti lalu dengan ragu memutar tubuh, dan terlihatlah sang istri yang melangkah ke arahnya dengan memasang wajah datar. "A–ada apa, Sayang?" Tergugup Johan bertanya. "Aku nanti mau pergi sama Elisa loh,
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTU PART 10"Sudah? Dapat?" tanya Elisa begitu Mika telah mendudukkan bokong di kursi yang ada di sebelahnya. "Sudah," ucap Mika. Wanita itu lantas menunjukkan dua jenis obat ke hadapan Elisa, membuat wanita beranak dua itu pun mengerutkan kening, menatap ke arah dua obat itu secara bergantian. "Lah, ngapain kamu beli obat itu?" tanya Elisa. Mika menyeringai sembari menaik turunkan kedua alisnya. Wajah Elisa yang semula terheran-heran, kini berganti ekspresi dengan tertawa lirih sembari menggelengkan kepalanya. Dan akhirnya, kini Mika lah yang berganti menatap heran ke arah sang sahabat. "Kamu masih mau gituan sama suamimu?" Mika terperangah begitu mendengar pertanyaan dari Elisa. Sejenak wanita itu terdiam, memikirkan maksud dari kalimat yang diucapkan oleh Elisa, hingga akhirnya Mika pun sadar pemikiran apa yang ada di kepala wanita itu. Mika menepuk paha Elisa sembari berseru, "Dih, ngaco sekali pikiran anda, Bestie." Ucapan Mika membuat bibir Elis
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 11"Bu Mika, di meja makan ada gule kambing. Barangkali Ibu mau. Ada sate kambing juga. Sebenarnya saya tadi beli sate kambing sebungkus dan 2 bungkus sate ayam. Ternyata penjualnya salah kasih, malah yang dua dikasih sate kambing." Mona menawarkan makanan yang ia beli secara online di salah satu warung sate yang tau jauh dari tempat tinggalnya. "Iya, terima kasih ya, Mon. Biar nanti dimakan sama Bapak. Saya kan kurang suka sama apapun dari olahan kambing." "Iya, Bu. Gapapa. Ibu kan sama kayak saya yang nggak suka sama bau-bau kambing," ucap Mona sembari tersenyum. Setelahnya, art muda itu pun melangkah pergi menuju kamar. Sebenarnya, Mika tau, Mona membeli gule kambing dan sate kambing memang untuk Johan. Sebab, Art-nya itu tahu betul jika Johan begitu menyukai apapun olahan yang berbau kambing. Bahkan, dua porsi sate kambing pun bisa habis seketika jika dihidangkan di depan Johan. Berbanding terbalik dengan Mika. Namun, Mika tak ambil pusing
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 12Suara gemericik air tak terdengar lagi, Mika yang tengah berbaring di atas ranjang pun bergegas bangkit dari pembaringan. Merasa heran, sebab, sudah belasan menit sang suami tak kunjung keluar. Mika melangkah menuju kamar mandi, dan langkah itu terhenti di depan pintu. Tok!Tok!Tok!"Mas?" Sejenak Mika terdiam, menunggu jawaban dari dalam sana. Namun, seketika dada Mika terasa berdebar-debar saat tak ada sahutan dari dalam sana. Mika mencoba meraih gagang pintu lalu ia tekan-tekan. "Pintu dikunci segala," rutuk Mika.Wanita itu lantas kembali mengetuk-etuk sembari memanggil sang suami lebih keras lagi, namun tetap saja tak ada sahutan. "Mas!" Kali ini Mika semakin mengencangkan volumenya. Bertepatan dengan Mika yang berusaha membuka pintu kamar mandi, di depan kamarnya sudah berdiri Mona yang tengah membawa setumpuk baju yang telah disetrika dan dilipat dengan rapi. "Bu Mika, maaf, saya mau masukin baju." Mika mendesah, setelahnya ia m
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 13"Mika, kamu membiarkan wanita lain melakukan hal itu lalu kamu sibuk merekamnya?!" Johan berkata dengan nada yang begitu datar. Sorot matanya menatap tajam ke arah Mika. Melihat ekspresi sang suami yang terlihat murka. Ah, salah, lebih tepatnya hanyalah pura-pura murka membuat Mika mencebikkan bibir. "Dia yang menginginkan hal itu. Dia sama sekali tidak membutuhkan bantuanku. Asal kamu tau aja, Mas, aku sedari tadi di sini, dan dia memperlakukan kamu sedemikian rupa seperti tidak melihat kehadiranku sama sekali," ucap Mika dengan nada yang begitu lembut. Mendengar ucapan santai yang keluar dari bibir Mika, lantas membuat Johan membanting ponsel di atas ranjang. Bibirnya beberapa kali berdecak kesal. "Harusnya kamu tidak membiarkannya, Mika. Kamu istriku, bukan dia. Lalu kamu membiarkan wanita lain melepaskan semua pakaianku. Dan lebih parahnya, kamu merekamnya. Ck!" Suara decakan kesal kembali keluar dari bibir Johan."Lalu aku harus bagaima
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 65Tegukan demi tegukan minuman memabukkan itu terus masuk ke dalam perut Johan. Hingga akhirnya lelaki itu merasa benar-benar pusing. Dan di saat jam sudah menunjukkan pukul 2 dini hari, pemilik warung meminta mereka untuk segera membubarkan diri. Dengan dibonceng oleh rekannya yang menjemputnya tadi, Johan kembali pulang. Brak!Brak!Johan menggebrak pintu beberapa kali, namun pintu tak kunjung terbuka. "Brak!"Satu gebrakan yang begitu keras membuat Mona yang tengah tertidur tersentak kaget. Bahkan membuat dada wanita yang kini tengah mengandung terasa berdebar-debar. Pandangan Mona beralih ke arah jarum jam yang menggantung di dinding. Dimana tengah menunjukkan pukul dua dini hari. Mona mendengkus kesal. Kemudian, ia bergegas beringsut dari ranjang lalu melangkah ke arah depan. Di sepanjang perjalanan, Mona terus menggerutu. Hingga akhirnya langkah wanita itu terhenti tepat di depan pintu. Segera ia mengambil kunci yang sebenernya sudah ia
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTU PART 65Tak bisa dipungkiri, ada yang terasa berdenyut di dalam batin Mika saat Johan tak hanya mengabaikan dirinya, melainkan juga tak menganggap lagi keberadaan Nando. "Bisa-bisanya Mas Johan melupakan Nando begitu saja. Padahal Nando adalah darah dagingnya," batin Mika. Pandangan wanita itu terus lurus ke arah depan. Sesekali ia melirik ke arah Nando yang tengah tertidur di pangkuan Bude Sumi. Hingga puluhan menit kemudian, mobil yang dilajukan oleh Mika memasuki halaman rumahnya. DretDretTiba-tiba ponsel Mika yang tersimpan di dashboard mobil bergetar bersamaan dengan kendaraan yang telah berhenti. "Bude turun dulu ya, Mbak." "Iya, Bude." Setelah menjawab ucapan Bude Sumi, Mika segera mengambil ponsel. Dan terlihat sebuah nomor asing terpampang sebagai pemanggilnya. Tak berpikir lama, Mika segera mengangkat panggilan itu. "Halo, selamat sore," sapa Mika begitu panggilan diangkat olehnya. "Selamat sore juga, benar dengan nomor Mbak Mika?"
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 52"Aduhduh aduduh, yang dulunya kerjaan cuma ongkang-ongkang kaki, wajah glowing, terawat, sekarang jadi kucel, dekil dan penuh minyak!" "Kamu–" desis Mika begitu melihat Mona dan Johan melangkah mendekat ke arahnya. "Kenapa? Kaget ya?" Mona menampilkan senyum sinisnya. Dengan melipat kedua tangannya di depan dada, Mona mendekat ke arah Mika yang berdiri di depan pintu. "Lihatlah lah, Mas, istrimu yang dulu kamu puja-puja. Lihatlah sekarang, tubuhnya yang kurus kering, wajahnya kusam, jerawat dimana-mana, ditambah dengan mata panda pula. Ck! Menjijikkan," ucap Mona dengan begitu lancarnya. Senyum sinis tak hilang dari bibir berlipstik itu. "Dari sini kan kita bisa lihat siapa yang menderita, siapa yang bahagia setelah perpisahan. Makanya, jangan sombong sekali jadi perempuan. Sok-sokan pengen cere, tapi kehidupannya jadi blangsak!" Ucapan Johan menambah luka di hati Mika. Wanita itu tak kunjung merespon, ia hanya berdiri terpaku menatap waja
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 50Hari terus berganti dengan hari, tanpa terasa Mika telah melewati sidang pertama. Yaitu mediasi. Dengan ditemani oleh sang sahabat, Mika mendatangi kantor pengadilan agama. Tak bisa dipungkiri, dadanya terus terasa berdebar-debar saat ia ia menginjakkan kaki di tempat ini. Hanya hitungan menit Mika berada di dalam ruangan persidangan, hingga sepasang sahabat itu pun keluar dari ruangan persidangan. "Semoga saja sidang berikutnya Johan nggak datang," ucap Elisa saat keduanya melangkah menyusuri koridor dan menuju ke arah dimana mobil terparkir. "Semoga saja, Sa. Aku pun berharap demikian. Biar cepat selesai dan tidak berlarut-larut." "Tapi aku penasaran deh sama nasib mereka. Kira-kira mereka bahagia apa malah sebaliknya ya, Mik?" tanya Elisa. "Ya kita doakan saja yang terbaik untuk mereka." Mika berucap dengan nada tulus. Meski ia disakiti, dikhianati dan dikecewakan sedemikian rupa, tak membuat hati wanita itu merasa dendam. Ia menganggap
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 62DretDretPonsel yang sejak pagi Johan pegang, bergetar. Ada panggilan masuk, dan nama sang adik terpampang sebagai pemanggilnya. "Siapa, Mas?" "Putri," ucap Johan yang sepertinya masih bimbang untuk mengangkat panggilan tersebut ataukah tidak. "Oh, yaudah angkat saja." "Kalau bahas soal perhiasan ibu gimana?" tanya Johan sembari menoleh ke arah sang istri. "Tinggal bilang aja nggak tau, Mas. Beres."Sejenak Johan terdiam, namun pada akhirnya ia mengangkat panggilan itu juga. Dan setelah panggilan terhubung, Bagas menempelkan benda pipih ke telinga kanannya. "Halo, Put, ada apa?" "Mas, ada surat panggilan sidang perceraian, 1 Minggu lagi," ucap Putri dari seberang sana, dengan sebuah amplop coklat yang baru saja ia terima. "Yaudah, biar di situ saja. Nggak penting juga." "Siapa, Put?" Sayup-sayup suara Bu Susan terdengar di telinga Johan. "Mas Johan, Bu.""Mana, biar ibu bicara sama dia." Nada suara Bu Susan begitu ketus. "Hal–"Cepat
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 61"Saya ikut investasi, Mbak. Modal setidaknya harus 50 juta biar dapat hasilnya kerasa. Kalau di bawah itu, dapatnya kecil. Nggak perlu kerja keras, duit dah datang sendiri. Kebetulan saya ikut investasi teman saya, Mbak. Kalau Mbak Marni sekiranya ada uang 50 juta, ayolah gabung gapapa." Mendengar ucapan itu, sontak saja membuat Marni bergidik. Dan kini giliran kedua alis Johan yang saling bertaut begitu melihat respon tetangga samping rumahnya. "Aduh, Mas, zaman sekarang hati-hati deh kalau ikut investasi investasi macam gitu. Bukan gimana-gimana, zaman sekarang banyak sekali penipuan. Apalagi itu duit gede loh. Sayang banget kan kalau digondol orang." Marni mencoba menasihati. Namun, membuat Johan merasa jengah. "Itu kalau investasi bodong, Mbak. Kalau yang saya ikuti ini lain lagi. Sudah terpercaya. Dia temen baik saya, mana mungkin mau nipu. Ha ha ha, Mbak Marni ini ada-ada saja." Johan terkekeh, seolah-olah apa yang dia dengar dari mulut
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 60Jarum jam di dinding menunjukkan pukul delapan pagi. Hangatnya sinar matahari menyentuh kulit wajah Mona yang tubuhnya masih berbaring di atas ranjang dan di bawah selimut. Wanita itu menggeliat pelan, lalu kedua netranya mengerjap beberapa kali. Mona pun bergerak pelan. Mengubah posisinya dari semula tertidur miring, lalu menjadi berbaring setelah memindahkan tangan sang suami yang melingkar di pinggangnya. "Mas, bangun. Sudah jam 8," ucap Mona pelan saat ia melihat ke arah jarum jam yang menggantung di dinding. Mona pun segera menyibak selimut, lalu mendudukkan tubuhnya. Ditepuk pelanlah pipi kanan Johan beberapa kali hingga akhirnya lelaki itu mulai membuka matanya. "Ada apa, Sayang?" tanya Johan dengan suara serak khas seorang yang baru saja bangun tidur. "Sudah jam 8 itu. Kita mau makan apa? Laper," ucap Mona sembari mengusap perutnya yang mulai terlihat membuncit. "Beli saja lah di luar." "Nggak ada motor, Mas. Mau jalan kaki?" uca
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTU PART 47"Jadi usaha yang lu lakuin bukan yang mengharuskan langsung ikut terjun, begitu?" tanya Johan setelah Bagas menceritakan perihal usaha yang selama ini geluti untuk mencapai kesuksesannya. "Enggak, Bro. Ibaratnya kita tinggal Investasi saja. Misal nih, lu investasi 50 juta, setiap bulan lu bisa dapat 10% dari modal yang lu kasih."Johan terdiam, menghitung dalam angannya berapa nominal yang akan ia terima jika ia menginvestasikan 50 juta uangnya pada Bagas. "5 juta per bulan?" "Iya. Lumayan kan. Tinggal duduk ngopi di rumah. Biarkan uang yang bekerja untuk kita, bukan malah kita yang bekerja untuk uang." Lagi, Johan kembali terdiam. Mencerna kalimat yang diucapkan oleh Bagas padanya."Lu kerja pagi sampai sore, gaji 10 juta. Dikibulin sama perusahaan itu!" Bagas tertawa mencemooh. "Gini saja deh, Bro. Coba saja Investakan 50 juta dulu, kalau lu merasa cocok, nanti tambah lagi nilainya. Katakanlah investasi 100 juta, bayangkan saja setiap bul
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 46Satu minggu berlalu, dan satu minggu sudah Mona dan Johan menempati tempat tinggal barunya. Dan kini, sepasang suami istri itu tengah bersiap-siap untuk datang ke tempat Johan bekerja dulu, untuk mengambil uang gaji terakhir dan pesangon berikut juga dengan bonusnya. "Ayo berangkat, Mas." "Iya, Sayang."Sepasang suami istri itu pun melangkah menuju ke arah depan. Dimana sebuah taksi online telah menunggu keduanya. "Sesuai aplikasi, Pak?" tanya Sang sopir begitu dua penumpangnya telah duduk di bagian belakang. "Iya," jawab Johan dengan singkat. Kemudian, mobil pun mulai bergerak lalu melesat membelah jalan raya."Nanti aku mau beli satu set perhiasan ya, Mas." Dengan wajah berbinar, Mona menoleh ke arah sang suami. "Iya, beli saja apa yang kamu mau." Semakin nampaklah kebahagiaan yang terpancar pada wajah Mona. Hingga puluhan menit kemudian, kendaraan roda empat itu mulai memelan lalu berhenti tepat di depan gerbang dimana dulu Johan beker