SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 28"Bawa mereka," titah Mika dengan nada datar. Lalu, para warga mulai menggelandang keduanya menuju ke tempat yang disebut oleh Mika. Di sepanjang jalan, teriakan demi teriakan yang para warga lakukan berhasil mengundang orang-orang yang belum mengetahui kejadian. Hingga membuat mereka keluar dari rumah. Sebagian orang ikut menggelandang sepasang pengecut sembari berorasi, dan yang sebagian lainnya hanya menyaksikan saja. Tak jarang, ada yang mengabadikan momen tersebut, bahkan ada yang langsung menjadikan live di salah satu sosial media berwarna biru. Teriakan dan cemoohan warga terus berdatangan, membuat Johan dan Mona tertunduk malu. Dan di sinilah mereka sekarang, berada di tengah-tengah lahan kosong yang dikerubungi oleh banyak orang. Sedari tadi, Johan dan Mona hanya menunduk, tak kuat walau hanya sekedar mengangkat kepala untuk melihat orang-orang yang ada di sekelilingnya. Bahkan, dua manusia itu hanya berdiam pasrah saat beberapa or
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 29"Atau setelah ini kamu akan memaafkan aku? Jika memang begitu, baiklah. Tak mengapa, aku akan menikahi Mona dan akan menceraikan dia begitu anak itu lahir." Pletak!"Aduh!" pekik Johan begitu sebuah asbak rokok menghantam keningnya karena dilempar oleh Mona. "Apa-apaan kamu, Mas! Enak aja mau cari enaknya saja. Kalau rencanamu seperti itu, yaudah digugurin saja ini bayi!" sungut Mona yang benar-benar tak terima dengan apa yang Johan katakan. Johan hanya menelan salivanya, ia tak tau harus berkata apa. Tangan lelaki itu terus mengusap kening yang terkena lemparan asbak rokok. "Lihatlah, sepengecut itulah lelaki yang kamu cintai." Mika tersenyum sinis sembari menggelengkan kepala. "Sayang." "jangan menyebutku dengan panggilan itu lagi! Mual perutku mendengarnya!" "Astaghfirullah, Johan. Apa yang terjadi?" Suara seorang wanita paruh baya terdengar seiring tubuhnya yang tergopoh-gopoh masuk ke dalam rumah. "Johan, apa yang terjadi, Nak?" tan
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 30"Loh? Mana bisa kayak gitu? Semua ini aku yang mencari. Oke jika kamu memang memilih berpisah, aku turuti. Tapi nggak bisa dengan harta yang selama ini kucari!" Mendengar seruan dari Johan membuat Mika tersenyum. "Baiklah, tunggu sebentar." Gegas Mika berdiri dari tempat duduknya lalu ia melangkah pergi menuju kamar. Kini tinggal Johan dan Mona yang berada di ruang tamu dan melakukan obrolan serius. "Kamu yakin mau cerai sama Mika?""Ya mau gimana lagi? Dianya menginginkan perpisahan." Kali ini Johan pasrah, sebab ia tahu bagaimana karakter seorang Mika. Bahkan, sesaat setelah melakukan ijab qabul, Mika sudah menekankan pada Johan kalau dirinya menentang dan tak akan memaafkan yang namanya perpisahan. "Lalu apa kamu masih ingin menceraikan aku setelah aku melahirkan anak kita?"Johan tersenyum, lalu lelaki itu meraih kedua tangan Mona. Johan menggenggam kuat-kuat tangan wanita itu, setelahnya ia pun berucap, "Itu tidak akan terjadi, Sayang.
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 31Mika berdiri di balik jendela–menatap mobil yang dikendarai oleh sang suami dan wanita simpanannya bergerak keluar dari halaman rumah. Mika menghela napas dalam-dalam lalu ia keluarkan secara perlahan. Tak bisa dipungkiri, hati wanita itu terasa hancur. Bagaimanapun juga, tak mudah menghapus rasa cinta yang pernah bertahta.Mika menatap wajah mungil yang ada di gendongannya dengan perasaan ... entah. "Sayang, maafkan Mama ya. Mama janji, tidak akan membuatmu kekurangan kasih sayang meskipun tanpa kehadiran seorang ayah. Tak terduga!Bibir mungil itu tersenyum, senyum yang terlihat begitu menenangkan. Bayi itu tau bagaimana perasaan wanita yang mendekapnya, ia ingin menguatkan hati sang ibu. Bahkan, bibir mungil itu seperti berusaha ingin bicara. Hanya ocehan-ocehan kecil yang tak mampu dipahami oleh Mika. Namun wanita itu tau, kalau sang bayi sedang menguatkan dan menghiburnya.Melihat senyum dari bibir mungil itu seketika membuat air mata Mi
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 32Semburat jingga mulai terlihat. Dengan mendorong kereta bayi, Mika tengah berjalan di taman yang tak jauh dari tempat tinggalnya. Pandangan wanita itu menyusuri taman yang kian ramai. Beberapa muda-mudi terduduk di sebuah tikar sembari menikmati cemilan dan teh hangat yang ada di hadapannya, dan sebagian lainnya tengah terduduk di kursi berderet yang terbuat dari besi sembari menyaksikan anak-anak yang sedang berlarian kesana kemari. Hembusan angin sore menerpa lembut wajah cantik wanita itu. Beberapa kali ia menghela napas dalam-dalam lalu dikeluarkannya secara perlahan saat mengingat jika tempat ini menjadi tempat favoritnya saat ia mengandung buah cinta dari pernikahan mereka.Mika terus melangkah, sesekali bibir wanita itu tersenyum getir saat menyaksikan seorang anak yang tengah bermain ditemani dengan kedua orangtuanya. Hingga sampailah ia di kursi kosong. Wanita itu lantas mendudukkan bokongnya setelah mengambil Nando dari stroller. "N
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 33Menyadari Mona yang terasa tak nyaman, tangannya terulur lalu menggenggam tangan Mona. Johan berharap, genggaman tangannya mampu memberikan kekuatan dan ketenangan. "Ibu nggak setuju kami tinggal di sini?" Sengaja Johan mengalihkan pembicaraan. "Ya bukannya gitu, Johan. Kamu tau sendiri kan kalau adik kamu itu sukanya malas-malasan. Kerjaannya ya kalau nggak kuliah, pergi sama teman-temannya, sekali pulang ... diem di kamar. Bisa rontok tulang Ibu kalau di rumah banyak orangnya tapi Ibu yang urus semuanya," keluh Bu Susan panjang lebar. Mendengar ucapan sang ibu, tangan Johan sengaja menyenggol lengan Mona yang duduk tepat di sampingnya. Membuat wanita itu sekilas menoleh lalu kembali menatap ke arah Bu Susan. "Nan–nanti Mona bantu, Bu. Mona sudah terbiasa melakukan pekerjaan rumah tangga. I–ibu tidak perlu khawatir." Tergagap Mona berbicara. Bukan tanpa sebab, yang diucapkan olehnya sebenarnya adalah keinginan Johan yang memintanya untuk m
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 34"Tidak semudah itu, Nak Johan. Permasalahannya tidak sesederhana itu. Saya harap kalian berkenan untuk menerima keputusan kami. Dan Johan pun sudah setuju dengan pembatalan rencana pernikahan." Deg!Jantung gadis itu seperti berhenti berdetak. Cepat, ia melepaskan diri dari dekapan sang ibu. Lalu ia menatap sang kekasih dengan sorot mata penuh rasa kekecewaan, ditambah bibir yang bergetar karena isakan tangis yang ia tahan kuat-kuat. Gadis itu ingin berkata, namun suaranya seperti tertahan di tenggorokan. Dan sepersekian detik kemudian, Putri bangkit dari tempat duduknya lalu dengan setengah berlari ia menuju kamar. Sang ibu pun terlihat panik. Ia ingin mengejar langkah sang anak, namun Johan memberikan kode untuk berdiam di tempat. Bu Susan pun terduduk dengan perasaan gusar. "Pah ....""Diamlah," lirih lelaki paruh baya itu. Reno menghembuskan napas berat. "Sebenarnya ada cara agar pernikahan itu bisa terealisasikan." "Bagaimana, Bu Re
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 35Prang!Prang!Mona yang masih tertidur, seketika tersentak kaget begitu mendengar suara panci dan wajan yang saling dibenturkan. Bahkan, karena terlalu terkejutnya, tubuh wanita itu seketika bangkit dari pembaringan. Tak bisa dipungkiri, dada wanita itu terasa berdebar-debar."Alhamdulillah punya menantu yang rajiiinnnnn sekali." Suara sang ibu mertua terdengar dari luar sana. Kini, Mona baru menyadari kode yang diberi oleh sang mertua. "Huft!" Hembusan napas kasar keluar dari bibir Mona, setelahnya ia menoleh ke arah jarum jam yang ada di dinding. Dimana jarum jamnya menunjukkan pukul setengah lima pagi."Masih pagi buta loh ini. Bahkan, langit pun masih gelap," gerutu Mona yang kini memendang ke arah luar melalui jendela kaca yang ada di dalam kamar. Beberapa kali Mona menghela napas dalam-dalam lalu ia keluarkan secara perlahan, lalu wanita itu mengambil kunciran yang ia letakkan di atas bantal.Rambutnya digelung asal dan kemudian, ia me
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 65Tegukan demi tegukan minuman memabukkan itu terus masuk ke dalam perut Johan. Hingga akhirnya lelaki itu merasa benar-benar pusing. Dan di saat jam sudah menunjukkan pukul 2 dini hari, pemilik warung meminta mereka untuk segera membubarkan diri. Dengan dibonceng oleh rekannya yang menjemputnya tadi, Johan kembali pulang. Brak!Brak!Johan menggebrak pintu beberapa kali, namun pintu tak kunjung terbuka. "Brak!"Satu gebrakan yang begitu keras membuat Mona yang tengah tertidur tersentak kaget. Bahkan membuat dada wanita yang kini tengah mengandung terasa berdebar-debar. Pandangan Mona beralih ke arah jarum jam yang menggantung di dinding. Dimana tengah menunjukkan pukul dua dini hari. Mona mendengkus kesal. Kemudian, ia bergegas beringsut dari ranjang lalu melangkah ke arah depan. Di sepanjang perjalanan, Mona terus menggerutu. Hingga akhirnya langkah wanita itu terhenti tepat di depan pintu. Segera ia mengambil kunci yang sebenernya sudah ia
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTU PART 65Tak bisa dipungkiri, ada yang terasa berdenyut di dalam batin Mika saat Johan tak hanya mengabaikan dirinya, melainkan juga tak menganggap lagi keberadaan Nando. "Bisa-bisanya Mas Johan melupakan Nando begitu saja. Padahal Nando adalah darah dagingnya," batin Mika. Pandangan wanita itu terus lurus ke arah depan. Sesekali ia melirik ke arah Nando yang tengah tertidur di pangkuan Bude Sumi. Hingga puluhan menit kemudian, mobil yang dilajukan oleh Mika memasuki halaman rumahnya. DretDretTiba-tiba ponsel Mika yang tersimpan di dashboard mobil bergetar bersamaan dengan kendaraan yang telah berhenti. "Bude turun dulu ya, Mbak." "Iya, Bude." Setelah menjawab ucapan Bude Sumi, Mika segera mengambil ponsel. Dan terlihat sebuah nomor asing terpampang sebagai pemanggilnya. Tak berpikir lama, Mika segera mengangkat panggilan itu. "Halo, selamat sore," sapa Mika begitu panggilan diangkat olehnya. "Selamat sore juga, benar dengan nomor Mbak Mika?"
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 52"Aduhduh aduduh, yang dulunya kerjaan cuma ongkang-ongkang kaki, wajah glowing, terawat, sekarang jadi kucel, dekil dan penuh minyak!" "Kamu–" desis Mika begitu melihat Mona dan Johan melangkah mendekat ke arahnya. "Kenapa? Kaget ya?" Mona menampilkan senyum sinisnya. Dengan melipat kedua tangannya di depan dada, Mona mendekat ke arah Mika yang berdiri di depan pintu. "Lihatlah lah, Mas, istrimu yang dulu kamu puja-puja. Lihatlah sekarang, tubuhnya yang kurus kering, wajahnya kusam, jerawat dimana-mana, ditambah dengan mata panda pula. Ck! Menjijikkan," ucap Mona dengan begitu lancarnya. Senyum sinis tak hilang dari bibir berlipstik itu. "Dari sini kan kita bisa lihat siapa yang menderita, siapa yang bahagia setelah perpisahan. Makanya, jangan sombong sekali jadi perempuan. Sok-sokan pengen cere, tapi kehidupannya jadi blangsak!" Ucapan Johan menambah luka di hati Mika. Wanita itu tak kunjung merespon, ia hanya berdiri terpaku menatap waja
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 50Hari terus berganti dengan hari, tanpa terasa Mika telah melewati sidang pertama. Yaitu mediasi. Dengan ditemani oleh sang sahabat, Mika mendatangi kantor pengadilan agama. Tak bisa dipungkiri, dadanya terus terasa berdebar-debar saat ia ia menginjakkan kaki di tempat ini. Hanya hitungan menit Mika berada di dalam ruangan persidangan, hingga sepasang sahabat itu pun keluar dari ruangan persidangan. "Semoga saja sidang berikutnya Johan nggak datang," ucap Elisa saat keduanya melangkah menyusuri koridor dan menuju ke arah dimana mobil terparkir. "Semoga saja, Sa. Aku pun berharap demikian. Biar cepat selesai dan tidak berlarut-larut." "Tapi aku penasaran deh sama nasib mereka. Kira-kira mereka bahagia apa malah sebaliknya ya, Mik?" tanya Elisa. "Ya kita doakan saja yang terbaik untuk mereka." Mika berucap dengan nada tulus. Meski ia disakiti, dikhianati dan dikecewakan sedemikian rupa, tak membuat hati wanita itu merasa dendam. Ia menganggap
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 62DretDretPonsel yang sejak pagi Johan pegang, bergetar. Ada panggilan masuk, dan nama sang adik terpampang sebagai pemanggilnya. "Siapa, Mas?" "Putri," ucap Johan yang sepertinya masih bimbang untuk mengangkat panggilan tersebut ataukah tidak. "Oh, yaudah angkat saja." "Kalau bahas soal perhiasan ibu gimana?" tanya Johan sembari menoleh ke arah sang istri. "Tinggal bilang aja nggak tau, Mas. Beres."Sejenak Johan terdiam, namun pada akhirnya ia mengangkat panggilan itu juga. Dan setelah panggilan terhubung, Bagas menempelkan benda pipih ke telinga kanannya. "Halo, Put, ada apa?" "Mas, ada surat panggilan sidang perceraian, 1 Minggu lagi," ucap Putri dari seberang sana, dengan sebuah amplop coklat yang baru saja ia terima. "Yaudah, biar di situ saja. Nggak penting juga." "Siapa, Put?" Sayup-sayup suara Bu Susan terdengar di telinga Johan. "Mas Johan, Bu.""Mana, biar ibu bicara sama dia." Nada suara Bu Susan begitu ketus. "Hal–"Cepat
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 61"Saya ikut investasi, Mbak. Modal setidaknya harus 50 juta biar dapat hasilnya kerasa. Kalau di bawah itu, dapatnya kecil. Nggak perlu kerja keras, duit dah datang sendiri. Kebetulan saya ikut investasi teman saya, Mbak. Kalau Mbak Marni sekiranya ada uang 50 juta, ayolah gabung gapapa." Mendengar ucapan itu, sontak saja membuat Marni bergidik. Dan kini giliran kedua alis Johan yang saling bertaut begitu melihat respon tetangga samping rumahnya. "Aduh, Mas, zaman sekarang hati-hati deh kalau ikut investasi investasi macam gitu. Bukan gimana-gimana, zaman sekarang banyak sekali penipuan. Apalagi itu duit gede loh. Sayang banget kan kalau digondol orang." Marni mencoba menasihati. Namun, membuat Johan merasa jengah. "Itu kalau investasi bodong, Mbak. Kalau yang saya ikuti ini lain lagi. Sudah terpercaya. Dia temen baik saya, mana mungkin mau nipu. Ha ha ha, Mbak Marni ini ada-ada saja." Johan terkekeh, seolah-olah apa yang dia dengar dari mulut
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 60Jarum jam di dinding menunjukkan pukul delapan pagi. Hangatnya sinar matahari menyentuh kulit wajah Mona yang tubuhnya masih berbaring di atas ranjang dan di bawah selimut. Wanita itu menggeliat pelan, lalu kedua netranya mengerjap beberapa kali. Mona pun bergerak pelan. Mengubah posisinya dari semula tertidur miring, lalu menjadi berbaring setelah memindahkan tangan sang suami yang melingkar di pinggangnya. "Mas, bangun. Sudah jam 8," ucap Mona pelan saat ia melihat ke arah jarum jam yang menggantung di dinding. Mona pun segera menyibak selimut, lalu mendudukkan tubuhnya. Ditepuk pelanlah pipi kanan Johan beberapa kali hingga akhirnya lelaki itu mulai membuka matanya. "Ada apa, Sayang?" tanya Johan dengan suara serak khas seorang yang baru saja bangun tidur. "Sudah jam 8 itu. Kita mau makan apa? Laper," ucap Mona sembari mengusap perutnya yang mulai terlihat membuncit. "Beli saja lah di luar." "Nggak ada motor, Mas. Mau jalan kaki?" uca
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTU PART 47"Jadi usaha yang lu lakuin bukan yang mengharuskan langsung ikut terjun, begitu?" tanya Johan setelah Bagas menceritakan perihal usaha yang selama ini geluti untuk mencapai kesuksesannya. "Enggak, Bro. Ibaratnya kita tinggal Investasi saja. Misal nih, lu investasi 50 juta, setiap bulan lu bisa dapat 10% dari modal yang lu kasih."Johan terdiam, menghitung dalam angannya berapa nominal yang akan ia terima jika ia menginvestasikan 50 juta uangnya pada Bagas. "5 juta per bulan?" "Iya. Lumayan kan. Tinggal duduk ngopi di rumah. Biarkan uang yang bekerja untuk kita, bukan malah kita yang bekerja untuk uang." Lagi, Johan kembali terdiam. Mencerna kalimat yang diucapkan oleh Bagas padanya."Lu kerja pagi sampai sore, gaji 10 juta. Dikibulin sama perusahaan itu!" Bagas tertawa mencemooh. "Gini saja deh, Bro. Coba saja Investakan 50 juta dulu, kalau lu merasa cocok, nanti tambah lagi nilainya. Katakanlah investasi 100 juta, bayangkan saja setiap bul
SUARA SUAMIKU DI KAMAR PEMBANTUPART 46Satu minggu berlalu, dan satu minggu sudah Mona dan Johan menempati tempat tinggal barunya. Dan kini, sepasang suami istri itu tengah bersiap-siap untuk datang ke tempat Johan bekerja dulu, untuk mengambil uang gaji terakhir dan pesangon berikut juga dengan bonusnya. "Ayo berangkat, Mas." "Iya, Sayang."Sepasang suami istri itu pun melangkah menuju ke arah depan. Dimana sebuah taksi online telah menunggu keduanya. "Sesuai aplikasi, Pak?" tanya Sang sopir begitu dua penumpangnya telah duduk di bagian belakang. "Iya," jawab Johan dengan singkat. Kemudian, mobil pun mulai bergerak lalu melesat membelah jalan raya."Nanti aku mau beli satu set perhiasan ya, Mas." Dengan wajah berbinar, Mona menoleh ke arah sang suami. "Iya, beli saja apa yang kamu mau." Semakin nampaklah kebahagiaan yang terpancar pada wajah Mona. Hingga puluhan menit kemudian, kendaraan roda empat itu mulai memelan lalu berhenti tepat di depan gerbang dimana dulu Johan beker