“Apa, Mas?” jawab Arum.
Ia sangat terkejut saat tiba-tiba Danu keluar dari kamar mandi, urung mandi malah berdiri tegak di depannya. Danu terdiam, bahunya naik turun mengolah udara dengan tatapan mata elangnya nan tajam.
Arum terlihat bingung dan memperhatikan Danu dengan seksama. Hingga perlahan Danu menunjukkan sebuah test pack yang baru ia temukan di laci vanities. Mata Arum menunjukkan keterkejutan dan itu ditangkap oleh Danu.
“Ini punyamu, kan?” tanya Danu.
Arum tidak menjawab hanya berulang menelan saliva sambil menatap tanpa kedip ke arah Danu. Cukup lama mereka saling diam, hingga akhirnya Danu berjalan mendekat dan duduk di tepi kasur. Matanya menatap Arum dengan sendu.
“Kamu … hamil, Sayang?”
Arum menarik napas panjang, membalas tatapan Danu dengan senyuman kemudian mengangguk. Seketika sebuah senyuman terkembang indah di raut tampan Danu. Matanya berkaca-kaca lalu berhambur memeluk Arum.<
“Lani!! Kamu apa-apaan?” seru Tuan Prada.Ternyata sosok yang mendekat itu adalah Nyonya Lani. Di sebelahnya tampak Citra berjalan dengan santai. Mereka berdua mengenakan pakaian yang glamour. Sepertinya baru saja menghadiri sebuah acara penting.Nyonya Lani tersenyum sekilas ke Tuan Prada kemudian menatap Arum yang duduk tak jauh dari tempatnya berdiri. Mata Nyonya Lani kini menelisik Arum dengan seksama kemudian berhenti saat matanya tertuju ke perut Arum.“Apa benar anak yang kamu kandung itu anak Danu, Arum?” tiba-tiba Nyonya Lani bersuara seperti itu.Seketika Danu terperangah mendengar ucapan ibu tirinya. Ia bahkan bersiap berdiri. Namun, tangan Arum lebih dulu mencegah dan menenangkan Danu.Danu melirik sekilas dan menganggukkan kepala. Ia menurut dan kembali duduk tenang di samping Arum.“Lani, kamu jangan asal ngomong. Mana mungkin itu bukan anak Danu.” Kini malah Tuan Prada yang membelanya.Nyonya Lani berdecak kemudian memilih duduk di sebelah Tuan Prada. Ada Citra juga yan
“Gak, Ma. Aku gak mau. Aku gak mau jadi gembel dan jatuh miskin,” ucap Citra.Dia tampak panik dan ketakutan. Nyonya Lani hanya tersenyum menyeringai.“Terus kita harus gimana, Ma? Hans juga kenapa belum bergerak, katanya dia punya cara untuk menjatuhkan Arum. Mana buktinya?”Nyonya Lani menarik napas panjang sambil menatap Citra dengan kesal.“Jaga mulutmu, Citra!! Jangan keras-keras kalau bicara. Kamu mau rencana kita gagal?”Citra terdiam sambil menutup mulutnya dengan kedua tangan. Bersamaan matanya tampak beredar memperhatikan sekitar. Ia lupa jika sedang berada di rumah dan tentu saja para penghuni rumah ini lebih memihak kepada majikannya dari pada dia.“Ayo, kita ke kamar! Ada banyak hal yang harus kita bicarakan di sana.”Nyonya Lani bangkit lebih dulu diikuti Citra. Mereka berjalan dengan tergesa dan masuk kamar dengan bunyi pintu yang bedebam. Tanpa mereka sadari ada yang sejak dari tadi memperhatikan gerak gerik ibu dan anak itu dengan seksama.Sementara itu, Danu, Arum da
“Cerai??!!” tanya Danu dan Arum secara bersamaan.Tuan Prada tersenyum sambil menganggukkan kepala. Pria paruh baya itu kini terdiam lama sambil menatap Danu dan Arum secara bergantian. Danu yang pertama kali tersenyum sambil menyentuh tangan papanya.“Jujur, aku sangat lega mendengarnya, Pa. Meski perceraian kadang diartikan dengan kesedihan, tapi aku bahagia mendengarnya.”Tuan Prada langsung tersenyum lebar sementara Arum hanya diam, tidak berkomentar. Tentu saja reaksi Arum mendapat perhatian Tuan Prada kali ini.“Kamu tidak suka Papa bercerai dengan Mama Lani, Arum?”Arum buru-buru menggelengkan kepala.“Tidak, Pa. Apa pun keputusan Papa, saya setuju saja. Hanya saja, apa Mama sudah tahu mengenai ini?”Tuan Prada berdecak, menautkan kedua tangan sambil menggelengkan kepala.“Tidak. Aku sengaja tidak memberi tahunya. Sengaja Papa mengurus semuanya dengan diam-diam, bahka
“Selamat pagi, Tuan Arya. Apa yang bisa saya bantu hari ini?” tanya Arum.Hari itu, baru saja sampai kantornya Arum sudah mendapat panggilan dari Tuan Arya. Tuan Arya di seberang sana tersenyum saat mendengar suara Arum.“Ada beberapa hal yang ingin ditanyakan Tuan Simon. Apa kamu ada waktu hari ini?”Arum terdiam sejenak sambil menatap Lisa yang baru saja masuk ke ruangannya.“Eng … tunggu sebentar. Saya lihat jadwal saya dulu, nanti saya beri kabar lagi, Tuan.”“Iya, baiklah. Saya akan menunggu. Tolong, kabari saya secepatnya, ya!!”Arum mengangguk, tapi tentu saja gerakannya itu tidak terlihat oleh Tuan Arya. Tuan Arya sudah mengakhiri panggilannya tanpa menunggu jawaban dari Arum.“Lisa, apa saja jadwalku hari ini?” Kini Arum sudah mengalihkan pertanyaan ke Lisa.Lisa menghentikan langkahnya, berdiri di depan meja Arum sambil memeriksa tablet yang ia bawa.
“SIALAN!! BERENGSEK!!!” maki DanuIa meremas foto itu dan melemparnya ke lantai. Budi hanya diam mengamati dan tidak berani mengambil foto yang sudah lecek itu.“Cari tahu siapa pengirimnya!! Akan aku cincang habis jika ketemu!!!” sergah Danu penuh amarah.Budi hanya diam sambil berulang menganggukkan kepala. Tanpa berkata apa-apa lagi, Danu berjalan keluar ruangan. Sementara Budi langsung merunduk, mengambil foto yang baru saja diremas Danu. Ia sangat penasaran mengapa bosnya semarah itu usai melihat foto tersebut.Pelan, Budi membuka foto tersebut dan langsung tercengang. Ia melihat Arum sedang digendong oleh asisten Tuan Arya. Arum tampak terlelap dalam gendongan asisten Tuan Arya. Sementara Tuan Arya berjalan di sisinya melirik Arum dengan tatapan penuh arti.Budi makin penasaran dan melihat ke dalam amplop. Di sana masih ada beberapa foto interaksi Arum dan Tuan Arya. Mereka tampak saling mengobrol di sebu
“Iya, Tuan. Saya masih bisa melanjutkan ceritanya,” jawab Arum dengan mantap.Tuan Simon tersenyum sama halnya reaksi yang ditunjukkan Tuan Arya. Mereka kembali terdiam, menunggu Arum meneruskan ceritanya.“Saya berlari masuk kamar dan sembunyi di lemari. Tidak disangka pria itu juga masuk kemar bersama Anjani. Anjani langsung ditarik dan dihempaskan dengan kasar ke atas kasur. Saya bisa melihat dari rongga kayu di pintu lemari. Namun, saya tidak punya keberanian untuk keluar dan menolongnya.”Arum menunduk dan berurai air mata. Tuan Simon dan Tuan Arya hanya diam sambil berpandangan dalam satu pemikiran yang sama.“Kalau kamu tidak bisa meneruskannya, kamu bisa berhenti, Arum.” Tuan Arya yang bersuara.Perlahan Arum mengangkat kepala dan menggeleng.“Tidak. Saya sudah lama menjadi pengecut dan ini saatnya saya ungkapkan semua. Saya ingin tahu siapa sebenarnya pembunuh Anjani.”Tuan Arya
“Tato naga di bahunya?” ulang Tuan Simon.Arum mengangkat kepala dan mengangguk dengan mantap.“Iya, saya baru saja mengingatnya, Tuan. Saya belum pernah mengatakan hal ini kepada siapa pun. Saya takut mengingat kejadian malam itu. Lalu … tadi ingatan itu tiba-tiba datang.”Tuan Arya tersenyum, menatap Arum dengan sendu seakan berusaha menenangkan wanita cantik itu. Tuan Simon kini terdiam, keningnya berkerut dengan mata sipitnya yang semakin menghilang. Terlihat sekali jika pria ini sedang berpikir keras.“Kamu ingat tato naganya di sebelah mana? Bahu kiri atau kanan lalu bentuknya bagaimana, kecil atau besar sampai ke lengan?”Arum terdiam kemudian menggelengkan kepala dengan cepat.“Saya … saya tidak tahu, Tuan. Ingatan tentang tato naga itu tiba-tiba muncul.”Tuan Simon menarik napas panjang dan terlihat sekali kalau ada kekecewaan di matanya. Tuan Arya memperhatikan re
“Apa maksud Anda tidak tahu tentang pengiriman itu?” tanya Danu.Ia sudah kembali ke kantor dan kali ini sedang menginterogasi Pak Andreas. Pria bertubuh tambun itu hanya menganggukkan kepala menjawab pertanyaan Danu.“Bukankah Bapak yang bertanggung jawab dengan hal itu selama ini,” imbuh Danu.“Iya, benar, Tuan. Hanya saja pengiriman ini terjadi tanpa sepengetahuan saya. Beberapa hari lalu, saya cuti karena ada keperluan keluarga. Bisa jadi saat saya tidak ada, pengiriman itu terjadi.”Danu mendengkus sambil mengacak rambutnya.“Memangnya tidak ada yang bertanggung jawab selain Anda. Anda punya anak buah kan, Pak?”“Iya, benar, Tuan. Hanya saja saat saya bertanya ke mereka. Mereka bilang kalau yang melakukan pengecekan adalah orang baru yang saya kirim.”Danu mengernyitkan alis menatap dengan bingung ke arah Pak Andreas. Pria bertubuh tambun itu menarik napas panjang sambil
“Kamu baik-baik saja, Sayang?” tanya Danu. Arum tersenyum sambil menganggukkan kepala. Sudah hampir tujuh bulan berselang sejak kejadian itu. Semua pelaku kejahatan satu persatu mendapat balasan atas ulahnya. Hubungan Arum dan Tuan Arya kini pun semakin dekat. Bahkan sering kali Arum dan Danu menginap di rumah Tuan Arya seperti hari ini. “Iya, Mas. Aku baik-baik saja, hanya sekarang aku semakin engap,” jawab Arum. Ia berkata sambil mengelus perutnya yang membesar. Danu mengulum senyum sambil menatap penuh cinta ke Arum. Saat ini usia kandungan Arum sudah memasuki sembilan bulan dan tinggal menunggu hari persalinan. Danu mendekat duduk di tepi kasur dan membantu Arum untuk bangkit. Alih-alih bangun dari tempat tidur, Arum malah memeluk Danu dengan erat sembari mendekatkan wajahnya tak berjarak. “Kok malah meluk, lagi pengen?” Danu bersuara sambil mengerlingkan mata. Arum tersenyum, menjentik hidung Danu dengan gemas. “Enggak, cuman seneng aja liat kamu. Ganteng banget.” Danu son
“Berhubungan denganku? Berhubungan dalam hal apa?” tanya Tuan Arya. Tuan Simon mengulum senyum dan reaksinya membuat Tuan Arya semakin penasaran. “Asal kamu tahu, salah satu anak panti itu mempunyai hubungan darah denganmu.” Mata Tuan Arya membola, tidak hanya Tuan Arya saja yang terkejut kali ini. Danu, Arum dan Tuan Prada juga ikut kaget. “Maksud Anda … berhubungan darah itu apa? Anak atau kerabat, begitu?” Danu menimpali. Tuan Simon mengangguk. “Iya, tepat sekali. Anakmu tidak mati, Arya. Dia hidup dan tinggal di panti itu.” Tuan Arya terperanjat dan menatap Tuan Simon tampak kedip. Tuan Prada yang mendengar ikut terkejut. “Mana mungkin? Roweina meninggal di tempat dalam kecelakaan itu. Tidak mungkin dia melahirkan,” elak Tuan Arya. Tuan Simon menarik napas panjang dan menggelengkan kepala. “Tidak. Saat kecelakaan, dia tidak langsung meninggal di tempat. Roweina sempat melahirkan dan ada seseorang yang menolongnya lalu meletakkan bayi tersebut ke panti. Sayangnya saat oran
“Pelaku kejahatan? Kejahatan apa?” tanya Tuan Simon.Dia sangat penasaran dengan ucapan Danu. Danu tersenyum kemudian menjelaskan apa saja yang dilakukan Nyonya Lani terhadap keluarganya.“Astaga!! Jika Anda punya bukti lengkap, bisa kita seret ke meja hijau, Tuan.”Danu tersenyum sambil mengangguk. “Punya. Saya punya buktinya. Itu sebabnya saya penasaran dan ingin tahu siapa dalang di balik ulah Mama Lani selama ini.”Tuan Simon tersenyum sambil menganggukkan kepala. Kemudian pria paruh baya itu mengalihkan perhatiannya kepada beberapa anggota polisi yang membawa Pak Sudibyo. Pria berkepala plontos itu tampak marah dan menyeringai ke arah Tuan Simon.“Kamu tidak akan bisa menangkapku, Simon!! Sebentar lagi juga aku akan lepas!” seru Pak Sudibyo.Tuan Simon tersenyum sambil menggelengkan kepala.“Mungkin dulu kamu bisa berkata seperti itu, tapi tidak sekarang. Bawa dia, Pak!!&rdquo
“Tuan, saya sudah mendapat info tentang siapa yang melindungi Nyonya Lani selama ini,” ujar Beni pagi itu.Danu yang belum berangkat kerja terkejut saat mendengar ucapan anak buahnya. Ia hanya diam sambil menatap Beni dengan penuh tanya. Memang selama ini Beni sering berada di rumah Danu. Danu yang meminta Beni menjaga Arum selama ia tidak ada di rumah.“Siapa orangnya?” Tiba-tiba Tuan Prada menyeruak dari dalam rumah.Usai keluar dari rumah sakit, Danu memang meminta ayahnya tinggal bersama di rumahnya. Selain itu, Tuan Prada juga ingin menjaga Arum. Ia tidak mau terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan menimpa Arum lagi.“Pa, kenapa Papa ke sini?”Selama ini Danu memang menyembunyikan penyelidikannya terhadap Nyonya Lani. Ia ingin memastikan semuanya dulu baru menjelaskan ke Tuan Prada. Namun, sepertinya Tuan Prada sudah tahu ulah Nyonya Lani.“Aku sudah tahu apa yang dilakukan Lani, Danu. Bibi yang
“Masih hidup? Anak Roweina masih hidup?” tanya Tuan Simon.Pria bermata sipit itu terkejut saat mendengar penjelasan Tuan Burhan. Tuan Burhan tersenyum sambil menganggukkan kepala.“Bagaimana bisa? Kecelakaan itu ---”“Kecelakaan itu direkayasa, Simon. Mereka sudah menyabotase mobil Roweina hingga mengalami kecelakaan. Namun, sayangnya Roweina masih hidup saat itu bahkan gara-gara mengalami kecelakaan dia melahirkan di tempat.”Tuan Simon terbelalak kaget mendengarnya. Dia tidak pernah dengar tentang hal ini sebelumnya. Apa jangan-jangan ada yang menyembunyikan bukti tentang Roweina yang baru saja melahirkan saat itu.“Seseorang membantunya dan mengambil bayinya lalu dititipkan di panti itu. Sayangnya orang-orang yang menyabotase mobil Roweina tahu.”“Tunggu dulu!! Bukannya mobil Roweina terbakar dan dia ikut hangus di dalamnya. Bagaimana mungkin ---”Tuan Burhan berdecak sam
“Kamu sudah bangun?” tanya Danu.Pria tampan itu tampak sudah berpakaian rapi dan menghampiri Arum yang sedang terbaring di atas kasur. Semalam mereka datang sangat larut bahkan Arum sudah tertidur di dalam mobil sehingga Danu harus menggendongnya masuk ke dalam rumah.Arum menguap sambil menutup mulutnya kemudian memperhatikan Danu dengan seksama.“Kamu mau ke mana, Mas?”Danu tersenyum. Duduk di tepi kasur sambil menatap Arum dengan sendu.“Aku mau menyelesaikan yang tadi malam. Aku harus membuat laporan ke polisi tentang penculikanmu.”Arum terdiam, menunduk sambil menggelengkan kepala. Danu melihat bahu Arum naik turun mengolah udara.“Aku tidak menduga, Mas. Jika Dokter Sandy menyimpan dendam padaku. Aku tidak tahu selama ini.”Danu tersenyum sambil mengelus lengan Arum dengan lembut.“Kamu pasti tidak akan percaya jika kuberitahu siapa pelaku pembunuhan Anjani,
“PAPA!!! Apa yang Papa katakan?” sergah Dokter Sandy.Tuan Simon dan beberapa orang yang ada di dalam ruangan itu ikut tercengang usai mendengar ucapan Tuan Burhan. Mereka semua terdiam dan menatap Tuan Burhan. Sementara Tuan Burhan kini tampak melihat ke arah Dokter Sandy.“Iya, benar. Bukankah kamu juga tahu jika Papa yang membunuh Anjani. Papa yang merudapaksa dia kemudian tanpa sengaja membunuhnya.”Lagi-lagi semua yang hadir di sana terkesima mendengar pengakuan Tuan Burhan. Sedangkan Dokter Sandy membisu, mengatupkan rapat bibirnya dengan mata berkaca menatap Tuan Burhan.Pria berkacamata itu tidak dapat berkata apa-apa hanya menggelengkan kepala saja. Tuan Simon yang berada dalam ruangan itu perlahan mendekat dan berdiri di samping Tuan Burhan.“Benar yang kamu katakan, Burhan?” tanya Tuan Simon.Tuan Burhan mendongak, mata kelabunya menatap sendu Tuan Simon. Lalu dengan perlahan kepalanya menganggu
“Sial!! Berengsek!!” umpat Dokter Sandy.Ia langsung menyimpan alat suntiknya sambil berjalan tergesa menuju pintu. Arum hanya diam memperhatikannya. Namun, tinggal beberapa langkah menuju pintu Dokter Sandy menghentikan langkahnya dan menoleh ke Arum.Sebuah senyum seringai yang menyeramkan tampil di wajah pria itu. Arum sampai bergidik ketakutan melihatnya.“Aku akan pergi sebentar. Kamu bisa menikmati waktumu, Arum. Namun, setelahnya aku akan mengeksekusimu.”Sebuah tawa menyeramkan sontak bergema mengakhiri kalimat Dokter Sandy. Arum hanya membisu, memeluk lengannya sambil menatap ketakutan pria aneh itu. Pintu sudah kembali tertutup mengiringi kepergian Dokter Sandy.Arum menghela napas panjang sambil mengurut dadanya. Ia tidak tahu berada di mana saat ini, yang pasti Arum berharap Danu segera menemukannya.Selang beberapa saat mobil Dokter Sandy sudah berhenti di depan sebuah rumah tua. Ia melihat banyak mobil terparkir di depan rumahnya. Tidak hanya itu, Dokter Sandy juga melih
“Tuan, saya tidak bisa menemukan Nyonya,” ujar Beni di dalam panggilannya.Danu hanya terdiam dengan telinga yang tegak mendengarkan.“CCTV di kafe tersebut rusak sejak dua hari yang lalu dan saat kejadian tadi tidak terlihat apa yang sedang terjadi,” imbuh Beni.Masih tidak ada jawaban dari Danu hanya giginya yang saling beradu menimbulkan bunyi gemelatuk.“Tuan … .” Suara Beni terdengar menginterupsi lamunan Danu.Terdengar helaan napas panjang dari bibir Danu. Ia tidak tahu harus mencari di mana istrinya. Ponsel Arum bahkan tidak terlacak sama sekali. Bisa jadi Dokter Sandy sudah melepas nomornya dan membuang entah di mana.“Iya, Ben. Aku mendengarnya.” Akhirnya Danu bersuara setelah terdiam beberapa saat.“Saya masih mencoba tanya ke beberapa pelayan. Salah satu dari mereka ada yang melihat mobil box pengiriman datang dan berhenti di bagian belakang kafe dekat toilet. Bi