Keesokan paginya, Anya terbangun dengan perasaan gugup bercampur tekad. Hari ini adalah hari yang penting, dan dia tahu bahwa setiap langkah dan kata-katanya akan diawasi oleh banyak pihak. Dia harus menghadiri rapat pemegang saham dan seluruh anggota direksi serta pengawas Elang Group. Pers juga akan hadir untuk meliput pertemuan ini. Anya telah mempersiapkan pidato dengan matang sepanjang malam, dan dia siap untuk mengambil langkah besar dalam hidupnya.
Sesampainya di kantor pusat Elang Group, suasana tegang sudah terasa. Para pemegang saham dan anggota direksi serta pengawas mulai berkumpul di ruang rapat besar yang biasanya digunakan untuk pertemuan penting. Kilatan kamera pers juga sudah mulai terlihat, menunggu momen yang akan menjadi berita besar hari ini. Gadis itu agak terkejut dengan bltz itu karena masih trauma. Tapi, ia menguatkan diri.Anya menarik napas dalam-dalam sebelum memasuki ruangan. Dia berjalan dengan kepala tegak, mencoba menunjukkan ketenanDi pondok kayu Tiger yang tersembunyi di tengah hutan, Nala duduk di depan perapian kecil sambil membaca berita terbaru dari layar tabletnya. Sky duduk di sampingnya, menatap kobaran api dengan ekspresi serius."Sky, lihat ini," ucap Nala sambil menunjukkan layar tabletnya pada suaminya. "Anya mengundurkan diri sebagai presiden direktur. Dia mengambil tanggung jawab atas skandal ayahnya."Sky menyipitkan mata saat membaca judul berita yang memenuhi layar. "Ini pasti akan menjadi perbincangan besar di seluruh negeri," kata Sky dengan suara pelan.Nala mengangguk, ekspresinya penuh kekhawatiran. "Aku merasa kasihan padanya. Pasti tidak mudah bagi Anya untuk menghadapi semua ini."Sky mengangguk setuju. "Dia adalah gadis yang kuat. Tidak banyak yang bisa menanggung beban seperti itu dengan begitu berani."Mereka berdua terdiam sejenak, membiarkan berita itu menyerap dalam pikiran mereka. Suasana di pondok kayu menjadi hening, hanya terdengar
Olivia duduk tegang di ruang tamu rumahnya, menatap layar ponsel yang masih menampilkan berita terbaru tentang pengunduran diri Anya sebagai presiden direktur perusahaan besar tempat ia harusnya bekerja. Hatinya berdebar keras, campuran antara kekhawatiran akan masa depan Anya dan kekesalannya terhadap keputusan yang diambil oleh anaknya itu."Kenapa dia harus melakukan ini?" desis Olivia, menggigit bibirnya dalam kegelisahan. Dia mencoba untuk menghubungi Anya, tetapi panggilan teleponnya terus tak dijawab. Ketidakpastian dan kekhawatiran semakin membuat Olivia gelisah.Tiba-tiba, pintu terbuka dengan keras. Hartono, suaminya, masuk ke dalam rumah dengan langkah cepat, wajahnya menunjukkan ekspresi yang serius. "Olivia, apa yang kamu lakukan?" bentaknya tanpa memberi kesempatan untuk Olivia menjelaskan. "Kau ini selain berpesta dan berfoya-foya, apakah ada yang bisa kau lakukan dengan becus?"Olivia menatap suaminya dengan kebingungan. Beberapa
Di sebuah pagi yang cerah, Nala dan Sky duduk di ruang tengah mereka sambil menonton siaran berita pagi dari televisi. Udara di dalam ruangan terasa tegang, ketegangan mereka bertambah saat berita terkait penangkapan Menteri Hukum dan Keamanan secara resmi disiarkan.Nala menatap layar TV dengan mata terbelalak, tak percaya dengan apa yang dia lihat. "Sky, lihat! Menteri Hukum dan Keamanan ditangkap! Dan tentu saja, Hartono belum ada kabar sama sekali."Sky, yang duduk di sebelahnya, menatap layar dengan ekspresi serius. "Ini pasti akan jadi heboh," ucapnya pelan. "Media sudah banyak membicarakan tentang ini. Apalagi Hartono juga calon presiden dengan suara unggul sebelumnya. Ditambah dengan berita penangkapan ini, usai sudah karir politiknya."Sementara itu, laporan berlanjut dengan menyebutkan bahwa salah satu dari mereka yang turut diduga terlibat dalam kasus tersebut adalah Hartono, musuh mereka. Namanya tertera jelas di layar, dikelilingi dengan kata
Anya duduk di ruang tamu rumahnya dengan ponsel di tangan, matanya terpaku pada layar yang menunjukkan panggilan masuk dari Blue. Mereka tidak berbicara sejak lama, dan sekarang, keputusan besar telah diambil oleh Anya. Dia harus menghadapi orang tua mereka.Dengan napas dalam-dalam, Anya akhirnya menjawab panggilan tersebut. "Halo, kak," sapanya dengan suara yang sedikit gemetar."Anya," jawab Blue dari ujung telepon dengan nada penuh kekhawatiran. "Apa kabar? Kau tidak mengirimi kami informasi apapun terkait keadaanmu. Aku mendengar kabar penangkapan menteri juga sudah dilakukan."Anya menarik napas, mencoba mengumpulkan keberanian. "Iya, kak. Papa... Dia buron.""Aku tahu tentang itu..." desis Blue, suaranya penuh dengan keheranan. "Apa yang akan kamu lakukan sekarang? Kenapa terdengar lemas?"Anya diam sejenak, mempertimbangkan setiap kata yang akan dia ucapkan. "Aku... Aku harus menemui mereka," katanya akhirnya dengan mantap. "Aku h
Rose duduk di ruang tamu apartemennya, menatap layar televisi yang menyiarkan berita tentang skandal besar yang melibatkan Hartono dan para menteri. Di sebelahnya, Blue berdiri dengan tatapan khawatir, mencoba menguatkan perasaan adiknya lewat telpon"Anya, aku tahu ini sulit. Tapi, aku yakin kau kuat," ucap Blue dengan suara lembut. "Hati-hati, oke?"Tak lama berselang, telpon ditutup."Kau percaya pada gadis itu?" Rose tampak ragu. "Bagaimana kalau ia ternyata malah menutupi keberadaan Hartono, dan membantunya melarikan diri."Blue menggeleng pelan. "Aku percaya pada adikku. Beberapa waktu ini, setelah mengenal dan berbincang dengannya secara langsung, dia pada dasarnya adalah gadis yang rapuh."Rose menggelengkan kepala dengan tidak percaya. "Blue, kau baru mengenalnya tidak lebih dari sebulan yang lalu. Bagaimana kalau Anya sebenarnya tidak ingin membantu? Bagaimana kalau dia malah melindungi Hartono? Sebelum rencana ini dijalankan, a
Di malam yang tenang, Tiger berkendara menuju pondok kayunya yang menjadi tempat tinggal Sky dan Nala. Ia memutuskan untuk mengunjungi pasangan itu setelah mendengar kabar tentang penangkapan menteri dan skandal kaburnya Hartono. Perasaan cemas dan khawatir masih menghantui pikiran pria itu, tetapi ia merasa sedikit lega karena setiap sayatan sudah berhasil ia tutup satu persatu.Ketika Tiger tiba di pondok kayu, lampu-lampu kecil di sekitar rumah itu menyala redup. Ia memasuki ruang tengah yang hangat dan bersantai di depan perapian, sementara Sky dan Nala sudah terlelap tidur di sofa.Tiger diam sejenak, menghargai ketenangan malam itu. Mereka berdua telah melewati banyak hal bersama sejak beberapa waktu terakhir dan situasi terbaru ini menambahkan lebih banyak beban emosional pada pernikahan mereka. Apalagi, wajah damai Nala saat tertidur pulas adalah pemandangan yang indah bagi seorang ayah yang sangat merindukan putrinya."Seperti inikah rasanya menja
Malam telah larut di kota, dan Sky, Nala, serta Sarah duduk di meja kayu di ruang tengah pondok kayu. Aura ketegangan terasa kuat di udara, mereka sedang merencanakan langkah selanjutnya dalam upaya mereka menemukan Hartono dan Olivia. Sarah, dengan laptopnya terbuka di depannya, tengah mencari-cari jejak mereka."Kita sudah memeriksa hampir semua gedung yang mungkin mereka gunakan sebagai tempat persembunyian," ujar Sarah dengan suara tegang. "Tidak ada yang memberikan petunjuk yang jelas."Nala menggigit bibirnya dengan gelisah. "Apa yang bisa kita lakukan selanjutnya, Sky? Mereka bisa berada di mana saja. Anya juga tak kunjung memberi kabar."Sky menggosok pelipisnya dengan perasaan frustrasi. "Kita harus memeriksa setiap kemungkinan. Tidak peduli seberapa kecil kemungkinannya, kita tidak boleh melewatkan apa pun."Sarah menarik nafas dalam-dalam. "Aku akan melanjutkan pencarian di database properti untuk vila-vila yang dibangun dalam sepuluh t
Sementara malam berlalu dengan tenang di suatu tempat, di sebuah vila terpencil di pinggiran kota, Hartono duduk di depan brangkas besarnya dengan ekspresi tegang. Dia meraba-raba kotak depositnya, menarik keluar berkas-berkas dan barang berharga yang ada di dalamnya. Suasana gelap di dalam ruangan hanya diterangi oleh lampu kecil di atas meja kerjanya, menciptakan bayangan-bayangan yang menyeramkan di sekelilingnya.Setelah memastikan bahwa ia telah mengambil semua yang ia perlukan, Hartono menutup brangkas dengan keras. Dia menarik napas dalam-dalam, merasa lega setelah berhasil mengamankan harta kekayaannya yang tersisa. Namun, pikirannya masih dipenuhi dengan ketegangan dan kekhawatiran atas situasi yang semakin rumit.Di ruang sebelah, Olivia duduk di atas koper besar dengan ekspresi cemas di wajahnya. Dia memandang Hartono dengan tatapan yang penuh keraguan. "Kita harus segera pergi, Hartono," desisnya dengan suara bergetar. "Pemerintah semakin mend
Setahun kemudian.. Sky, Nala, dan Bayu, sedang menikmati sore di taman kota. Setelah sekian lama berjuang melawan berbagai tantangan dalam hidup, mereka akhirnya menemukan kedamaian dan kebahagiaan di kehidupan mereka saat ini. Bayu baru saja mulai bersekolah lagi di SD Matahari bersama teman-temannya, Joana dan Aldo. Mereka tinggal di kompleks yang sama dengan Joana dan Aldo, sehingga setelah berjalan-jalan santai, mereka kembali ke rumah mereka. Anya telah meniti karier yang sukses sebagai direktur Rumah Sakit Besari, mendedikasikan dirinya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di komunitas mereka. Elang Group, perusahaan yang dipimpin oleh Blue, atau yang sekarang dikenal sebagai Langit, terus berkembang dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat dan lingkungan sekitar. Sementara itu, Rose berhasil mendapatkan naturalisasi dan membuka toko bunga yang indah di dekat kompleks tempat tinggal Nala. Tokonya menjadi tempat favorit bagi penduduk setempat yang mengagumi keahli
Tiger, Nala dan Rose tiba di tepi pantai dengan napas terengah-engah, terdengar gemuruh ombak di kejauhan. Mereka menghentikan langkah mereka mendadak ketika mendengar suara letusan yang mengejutkan dari arah dermaga.Dor!Hati Nala berdebar kencang, naluri mereka langsung mengarahkan pandangan ke arah Sky dan Blue yang terendam di dalam air.Nala, dengan mata berkaca-kaca, berlari mendekati Sky yang terdampar di tepi pantai. Dengan gemetar, dia jatuh berlutut di pasir pantai. Riak air tiba-tiba berhenti, menandakan mereka berdua sudah jauh tenggelam.Nala dan Rose mencoba mendekati tempat kejadian, namun para polisi mencegahnya. Beberapa petugas ada yang menyelam, mencari mereka. Namun, nihil. Tak ada tanda-tanda tubuh mereka ditemukan."Sepertinya mereka terbawa arus," ucap salah satu di antara mereka. "Kami tidak menemukan apapun."Rose dan Nala menjerit tak karuan. Setelah beberapa saat, mereka mencoba menenangkan diri di pin
Sky dan Blue memacu mobil mereka dengan cepat mengejar Hartono yang melarikan diri. Lampu-lampu kota yang masih hidup, berkedip-kedip di sekitar mereka saat mereka melaju melewati jalan-jalan yang ramai. Mereka mengejar mobil Hartono yang berbelok-belok di antara lalu lintas, mencoba untuk tidak kehilangan jejak."Kita hampir mendapatkannya!" seru Sky, matanya tetap fokus pada mobil di depan mereka.Blue, yang duduk di kursi penumpang dengan tegang, mengangguk setuju. "Tetap fokus, Sky. Kita harus menangkapnya sebelum dia bisa kabur lebih jauh."Mereka terus memacu mobil mereka, mengikuti dengan cermat setiap gerakan mobil Hartono. Jalanan mulai sepi ketika mereka mendekati dermaga yang terletak di pinggiran kota. Lampu-lampu jalan redup di belakang mereka, memantulkan kekhawatiran yang mereka rasakan.Hartono, yang terus melaju dengan cepat, akhirnya memarkir mobilnya di ujung dermaga yang sepi. Dia keluar dengan cepat, menghadapi Sky dan Blue ya
Suara letusan senjata menggelegar di dalam vila yang sunyi, menyela hening pagi yang mulai terang. Tiger, yang menunggu di mobil dengan tegang, mendongak mendengar itu. Dia menatap Nala dengan mata penuh kekhawatiran."Kau merasa gugup?" Tiger bertanya dengan lembut. "Setelah ini, semuanya akan berakhir."Nala, yang duduk di sampingnya dengan wajah tegang, menggeleng pelan. Dia mencoba untuk menenangkan dirinya sendiri meskipun jantungnya berdegup kencang."Ya, sedikit," jawab Nala akhirnya, suaranya bergetar sedikit. "Ini semua terasa seperti mimpi buruk. Kuharap tidak ada yang terluka dari letusan itu."Tiger meraih tangan Nala dengan penuh dukungan. "Kita akan melalui ini bersama-sama, Nala. Kami sudah mendekati akhir dari semua ini."Mereka berdua duduk dalam hening sejenak, mengumpulkan keberanian dan fokus untuk apa yang akan mereka hadapi selanjutnya.Lalu, tiba-tiba suara radio mengejutkan mereka."Lapor, Tiger.
"Ahhhh!!!" Olivia, dengan hati yang penuh kegelisahan, melihat Pak Was jatuh dari balkon dengan terkejut yang mendalam. "Tidak, tidak. Was!! Was, jangan tinggalkan aku, Was. Jangan pergi! Was! Kau sudah berjanji padaku, Was. Kau harus hidup, jangan tinggalkan aku! Jangan tinggalkan akuu!!!"Olivia berteriak histeris, mencoba menjangkau pak Was yang terbaring tak bergerak di tanah. Anya, putrinya yang ketakutan, berlari mendekat untuk menahan ibunya. Namun, dalam kepanikan yang melanda, Olivia terlalu kuat untuk ditahan."Mama, sudah. Jangan seperti ini, atau mama akan jatuh. Ma, tolong. Ayo, ma kita turun. Ma,"Anya bisa melihat dari kejauhan kalau rumahnya sudah dikepung. Ia tahu sebentar lagi akan menjadi akhir dari perjalanan orang tuanya dalam melakukan kejahatan. Tapi, ia sendiri tidak menyangka akan menyaksikan peristiwa jatuhnya Pak Was. Dari tampilannya, tampaknya tubuh Pak Was sudah tak lagi bernyawa. Pria itu sudah tak lagi bisa diselam
Di luar jendela, matahari mulai terbit, menyisakan langit senja yang memancarkan cahaya oranye dan merah muda yang lembut. Suasana itu memberikan kontras dengan keheningan yang menyelimuti ruangan Hartono yang sepi.Pikirannya melayang ke masa lalu, saat semuanya masih normal. Pak Was, yang selalu setia dan dedikatif dalam pekerjaannya, kini telah mengkhianatinya. Dia merasa kehilangan sosok yang telah menjadi bagian dari kehidupannya selama bertahun-tahun.Hartono menatap foto keluarganya, foto Liliana dan kedua anak kembarnya, di meja kerjanya, sorot matanya tampak penuh penyesalan. Dia berdoa dalam hati, berharap agar Liliana tenang di tempat yang lebih baik.Suasana pagi itu di ruang kerja Hartono memantulkan perasaannya yang campur aduk: kesedihan, penyesalan, dan tekad balas dendam yang membara. Langit fajar yang merona menjadi saksi dari perubahan yang mendalam dalam hidupnya, suatu perubahan yang tidak pernah dia rencanakan atau bayangkan sebelumny
Setelah perjalanan yang tegang dan cepat dari kota menuju vila terpencil di pinggiran hutan, Blue, Nala, Sky, dan Rose tiba di tempat tujuan mereka. Hutan di sekeliling vila memberikan kesan sunyi namun tegang, dengan sinar fajar yang mulai membuat bayangan di balik pohon-pohon rimbun. Mereka turun dari mobil dengan hati-hati, siap untuk bertindak cepat dan efisien, menunggu pasukan lain dan Tiger tiba.Setelah beberapa saat, belasan mobil polisi dan dua mobil yang mengangkut pasukan khusus, mulai berdatangan. Tiger muncul di antara mereka dengan membawa senapan laras panjang dan senyum di wajahnya."Bagaimana? Siap?" pria itu bertanya. "Helikopter sudah dalam perjalanan. Kali ini, Hartono tidak akan kabur.""Bukankah jumlah ini terlalu berlebihan?" Rose tampak melongo dengan sejumlah pasukan yang mengitari mereka. "Memangnya kita menangkap gerombolan orang jahat ya?""Ya, Hartono setara dengan ratusan penjahat, sih. Jadi ini sepadan, hehe."
Anya melangkah dengan cepat di koridor vila, menuju kamar Olivia. Setiap langkah yang ia ambil, membuat ingatannya memainkan gambaran masa lalu yang penuh cahaya, berbeda dengan suasana saat ini yang dipenuhi dengan ketegangan dan kekhawatiran. Dia berusaha menenangkan dirinya sendiri sambil mencari-cari ibunya, Olivia, yang mungkin masih terlelap dan tidak tahu atas apa yang akan terjadi.Sebagai anak dari Olivia dan Hartono, Anya tumbuh di lingkungan yang sering kali menawarkan lebih banyak teka-teki daripada jawaban. Ayahnya, Hartono, adalah seorang pria yang selalu tampak gelap dan misterius yang dibalut dengan senyum hangatnya, sementara ibunya, Olivia, adalah sosok yang mencoba sekuat tenaga untuk menjaga ketenangan dan keseimbangan dalam kehidupan keluarga mereka, tentu saja dengan cara-cara licik yang belakangan Anya ketahui. Namun, situasi yang sering kali tegang dan penuh tekanan telah membuat Anya belajar untuk memilih langkah-langkahnya denga
Suasana malam yang dingin dan tenang menyelimuti kota saat Sky, Nala, Blue, dan Rose menerima telepon darurat dari Anya. Mereka duduk bersama di ruang tengah pondok kayu, tempat mereka kini berkumpul, atmosfer yang sebelumnya santai berubah menjadi tegang seketika. Anya, dengan suara gemetar, memberitahukan bahwa Hartono memergoki istrinya, Olivia, sedang bermesraan dengan Pak Was. Entah bermesraan yang seperti apa, yang pasti Anya tampak takut akan terjadi sesuatu yang buruk.Sky, yang duduk di sofa dengan laptopnya, segera menutup layar dan menatap serius ke arah Blue dan Nala. "Kita harus segera ke sana. Anya bilang dia sudah mengirimkan alamatnya padamu, kan?"Blue, yang biasanya santai, kini tampak tegang. Dia mengangguk cepat. "Aku ambil kunci mobil."Nala, yang sedang mengaduk secangkir teh, menaruh sendoknya perlahan. "Aku ambil kit medis dari lemari."Rose, yang duduk di pojok ruangan dengan buku di tangannya, mengangguk setuju. "Aku ambi