Rose berjalan perlahan menuju pondok kayu yang menjadi markas sementara tim mereka. Langkah-langkahnya terasa berat setelah malam yang panjang dan penuh ketegangan. Misinya telah selesai, alat penyadap sudah terpasang, tetapi rasa tak nyaman tetap menyelimuti hatinya. Ketika dia sampai di pintu depan pondok, dia melihat Blue yang sudah menunggunya di dalam, pandangannya penuh dengan kecemasan dan harapan.
“Rose!” seru Blue sambil berlari menghampirinya. Tanpa ragu, dia menarik Rose ke dalam pelukan erat. Rose, yang selama ini menahan emosinya, akhirnya melepaskan tangis yang sudah lama tertahan. Dia memeluk Blue dengan erat, seolah-olah dia adalah satu-satunya jangkar yang bisa menahannya dari tenggelam.“Blue…” Rose berbisik, suaranya bergetar. “Aku… aku membiarkan dia menyentuhku…”Blue mengelus rambut Rose dengan lembut, mencoba menenangkan wanita yang dicintainya. “Aku mengerti, Rose. Tak apa. Yang penting kamu selamat. Kamu melakukan apa yang harus kaDi sebuah ruangan kecil dalam pondok kayu yang telah menjadi markas mereka, tim berkumpul dengan serius. Sarah duduk di depan laptopnya, dengan penuh konsentrasi memeriksa rekaman-rekaman yang mereka dapatkan dari ponsel menteri. Data yang mereka kumpulkan begitu penting dan bisa menjadi kunci untuk mengungkap seluruh jaringan korupsi ini. Dengan hati-hati, dia menyusun potongan-potongan informasi yang ada, mencoba memahami alur uang dan keterlibatan antara menteri dan Elang Group."Aku dapat sesuatu!" seru Sarah tiba-tiba, membuat semua orang di ruangan itu menoleh kepadanya."Apa yang kamu temukan?" tanya Tiger dengan nada tegas.Sarah menatap layar laptopnya, menarik napas dalam-dalam sebelum mulai menjelaskan. "Dari rekaman yang kita dapatkan, ada bukti jelas bahwa Menteri Hukum dan Keamanan terlibat dalam skandal korupsi besar dengan Elang Group. Menteri mendapatkan uang suap untuk memberikan perlindungan hukum kepada Hartono, pemilik Elang Group."
Berita tentang keterlibatan Menteri Hukum dan Keamanan dengan skandal korupsi Elang Group menyebar bak api di tengah musim kemarau. Seluruh negeri gempar dengan pengungkapan ini, dan tidak ada bantahan yang bisa meredam gelombang kemarahan publik. Menteri Hukum dan Keamanan diberitakan dipecat secara tidak hormat, sementara Hartono, pemilik Elang Group, terpojok dalam skandal yang menghancurkan reputasinya.Di tengah gemparnya berita tersebut, Anya, yang masih bekerja sebagai spesialis patologi di Rumah Sakit Besari, mendapati dirinya menjadi pusat perhatian yang tidak diinginkan. Sebagai anak perempuan Hartono, namanya terseret dalam skandal ini meskipun dia tidak terlibat dalam urusan ayahnya. Wartawan berbondong-bondong datang ke rumah sakit, berusaha mendapatkan komentar atau sekadar foto dirinya.Anya berusaha menjalankan tugasnya dengan profesional, tetapi tekanan dari media semakin hari semakin berat. Setiap kali dia keluar dari laboratorium atau ruang perik
Nala duduk di sofa kecil di sudut ruangan, menatap keluar jendela dengan cemas. Sudah lama sejak terakhir kali dia bertemu Anya. Pertengkaran mereka beberapa bulan lalu masih segar di ingatannya, dan dia tidak yakin bagaimana pertemuan ini akan berjalan. Dia mengambil napas dalam-dalam, mencoba menenangkan diri. Pintu pondok terbuka, dan Anya masuk dengan langkah ragu. Ketika mata mereka bertemu, keduanya merasa canggung. Mereka duduk berseberangan tanpa tahu harus berkata apa. "Hai, Nala," sapa Anya pelan, mencoba mengusir rasa gugupnya. "Hai, Anya," jawab Nala dengan nada yang sama. Keduanya terdiam sejenak, tidak tahu harus berkata apa. Suasana di antara mereka begitu tegang, seolah-olah satu kata saja bisa memicu ledakan lain. Namun, suasana berubah ketika Sky masuk. Dia melangkah dengan percaya diri, membawa energi positif yang segera meredakan ketegangan. "Hai, kalian berdua! Sudah lama tidak bertemu, y
Hartono duduk di kantor rumahnya, keringat dingin mengalir di pelipisnya. Berita tentang penangkapan yang gagal dan bukti keterlibatannya dalam skandal korupsi terus menghantui pikirannya. Dengan kepanikan yang mulai merayap, dia tahu satu hal: dia harus lari dan bersembunyi. Tidak ada pilihan lain.Dia meraih telepon di mejanya dan memanggil Olivia dan Pak Was."Olivia, Pak Was, datang ke kantorku sekarang," perintahnya dengan nada tegas.Tak lama kemudian, Olivia dan Pak Was tiba di kantornya, wajah mereka dipenuhi kekhawatiran. Mereka sudah mendengar berita tentang penggerebekan yang gagal dan tahu bahwa situasinya sangat genting."Apa? Apa yang ingin kau sampaikan pada kami setelah kekacauan ini?" tanya Olivia, suaranya bergetar sedikit.Hartono menatap mereka dengan mata yang penuh tekad. "Kita harus lari. Aku punya tempat untuk bersembunyi. Vila keluarga yang tidak terdaftar sebagai aset kita. Kita pergi sekarang juga."Pak
Anya pulang ke rumah dengan langkah berat, kelelahan setelah hari yang panjang. Pikirannya dipenuhi berbagai kekhawatiran tentang skandal yang melibatkan ayahnya, Hartono. Saat ia memasuki rumah, suasana terasa aneh. Rumah yang biasanya ramai dan penuh dengan aktivitas sekarang sunyi senyap."Papa? Mama?" panggil Anya dengan suara pelan, berharap mendapat jawaban. Tidak ada suara yang terdengar selain gema langkah kakinya di lantai marmer.Ia mulai berjalan dari satu ruangan ke ruangan lainnya, memeriksa setiap sudut rumah. Di ruang tamu, tidak ada siapa-siapa. Di ruang makan, hanya meja dan kursi kosong. Di dapur, hanya ada piring kotor yang belum dicuci.Anya semakin cemas. "Papa? Mama?" panggilnya lagi, kali ini dengan suara lebih keras.Tidak ada jawaban. Dia bergegas naik ke lantai atas, memeriksa kamar tidur utama. Pintu terbuka, tetapi kamar itu kosong. Tempat tidur rapi, tidak ada tanda-tanda bahwa orang tuanya baru saja tidur di sana. Dia
Keesokan paginya, Anya terbangun dengan perasaan gugup bercampur tekad. Hari ini adalah hari yang penting, dan dia tahu bahwa setiap langkah dan kata-katanya akan diawasi oleh banyak pihak. Dia harus menghadiri rapat pemegang saham dan seluruh anggota direksi serta pengawas Elang Group. Pers juga akan hadir untuk meliput pertemuan ini. Anya telah mempersiapkan pidato dengan matang sepanjang malam, dan dia siap untuk mengambil langkah besar dalam hidupnya.Sesampainya di kantor pusat Elang Group, suasana tegang sudah terasa. Para pemegang saham dan anggota direksi serta pengawas mulai berkumpul di ruang rapat besar yang biasanya digunakan untuk pertemuan penting. Kilatan kamera pers juga sudah mulai terlihat, menunggu momen yang akan menjadi berita besar hari ini. Gadis itu agak terkejut dengan bltz itu karena masih trauma. Tapi, ia menguatkan diri.Anya menarik napas dalam-dalam sebelum memasuki ruangan. Dia berjalan dengan kepala tegak, mencoba menunjukkan ketenan
Di pondok kayu Tiger yang tersembunyi di tengah hutan, Nala duduk di depan perapian kecil sambil membaca berita terbaru dari layar tabletnya. Sky duduk di sampingnya, menatap kobaran api dengan ekspresi serius."Sky, lihat ini," ucap Nala sambil menunjukkan layar tabletnya pada suaminya. "Anya mengundurkan diri sebagai presiden direktur. Dia mengambil tanggung jawab atas skandal ayahnya."Sky menyipitkan mata saat membaca judul berita yang memenuhi layar. "Ini pasti akan menjadi perbincangan besar di seluruh negeri," kata Sky dengan suara pelan.Nala mengangguk, ekspresinya penuh kekhawatiran. "Aku merasa kasihan padanya. Pasti tidak mudah bagi Anya untuk menghadapi semua ini."Sky mengangguk setuju. "Dia adalah gadis yang kuat. Tidak banyak yang bisa menanggung beban seperti itu dengan begitu berani."Mereka berdua terdiam sejenak, membiarkan berita itu menyerap dalam pikiran mereka. Suasana di pondok kayu menjadi hening, hanya terdengar
Olivia duduk tegang di ruang tamu rumahnya, menatap layar ponsel yang masih menampilkan berita terbaru tentang pengunduran diri Anya sebagai presiden direktur perusahaan besar tempat ia harusnya bekerja. Hatinya berdebar keras, campuran antara kekhawatiran akan masa depan Anya dan kekesalannya terhadap keputusan yang diambil oleh anaknya itu."Kenapa dia harus melakukan ini?" desis Olivia, menggigit bibirnya dalam kegelisahan. Dia mencoba untuk menghubungi Anya, tetapi panggilan teleponnya terus tak dijawab. Ketidakpastian dan kekhawatiran semakin membuat Olivia gelisah.Tiba-tiba, pintu terbuka dengan keras. Hartono, suaminya, masuk ke dalam rumah dengan langkah cepat, wajahnya menunjukkan ekspresi yang serius. "Olivia, apa yang kamu lakukan?" bentaknya tanpa memberi kesempatan untuk Olivia menjelaskan. "Kau ini selain berpesta dan berfoya-foya, apakah ada yang bisa kau lakukan dengan becus?"Olivia menatap suaminya dengan kebingungan. Beberapa
Setahun kemudian.. Sky, Nala, dan Bayu, sedang menikmati sore di taman kota. Setelah sekian lama berjuang melawan berbagai tantangan dalam hidup, mereka akhirnya menemukan kedamaian dan kebahagiaan di kehidupan mereka saat ini. Bayu baru saja mulai bersekolah lagi di SD Matahari bersama teman-temannya, Joana dan Aldo. Mereka tinggal di kompleks yang sama dengan Joana dan Aldo, sehingga setelah berjalan-jalan santai, mereka kembali ke rumah mereka. Anya telah meniti karier yang sukses sebagai direktur Rumah Sakit Besari, mendedikasikan dirinya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di komunitas mereka. Elang Group, perusahaan yang dipimpin oleh Blue, atau yang sekarang dikenal sebagai Langit, terus berkembang dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat dan lingkungan sekitar. Sementara itu, Rose berhasil mendapatkan naturalisasi dan membuka toko bunga yang indah di dekat kompleks tempat tinggal Nala. Tokonya menjadi tempat favorit bagi penduduk setempat yang mengagumi keahli
Tiger, Nala dan Rose tiba di tepi pantai dengan napas terengah-engah, terdengar gemuruh ombak di kejauhan. Mereka menghentikan langkah mereka mendadak ketika mendengar suara letusan yang mengejutkan dari arah dermaga.Dor!Hati Nala berdebar kencang, naluri mereka langsung mengarahkan pandangan ke arah Sky dan Blue yang terendam di dalam air.Nala, dengan mata berkaca-kaca, berlari mendekati Sky yang terdampar di tepi pantai. Dengan gemetar, dia jatuh berlutut di pasir pantai. Riak air tiba-tiba berhenti, menandakan mereka berdua sudah jauh tenggelam.Nala dan Rose mencoba mendekati tempat kejadian, namun para polisi mencegahnya. Beberapa petugas ada yang menyelam, mencari mereka. Namun, nihil. Tak ada tanda-tanda tubuh mereka ditemukan."Sepertinya mereka terbawa arus," ucap salah satu di antara mereka. "Kami tidak menemukan apapun."Rose dan Nala menjerit tak karuan. Setelah beberapa saat, mereka mencoba menenangkan diri di pin
Sky dan Blue memacu mobil mereka dengan cepat mengejar Hartono yang melarikan diri. Lampu-lampu kota yang masih hidup, berkedip-kedip di sekitar mereka saat mereka melaju melewati jalan-jalan yang ramai. Mereka mengejar mobil Hartono yang berbelok-belok di antara lalu lintas, mencoba untuk tidak kehilangan jejak."Kita hampir mendapatkannya!" seru Sky, matanya tetap fokus pada mobil di depan mereka.Blue, yang duduk di kursi penumpang dengan tegang, mengangguk setuju. "Tetap fokus, Sky. Kita harus menangkapnya sebelum dia bisa kabur lebih jauh."Mereka terus memacu mobil mereka, mengikuti dengan cermat setiap gerakan mobil Hartono. Jalanan mulai sepi ketika mereka mendekati dermaga yang terletak di pinggiran kota. Lampu-lampu jalan redup di belakang mereka, memantulkan kekhawatiran yang mereka rasakan.Hartono, yang terus melaju dengan cepat, akhirnya memarkir mobilnya di ujung dermaga yang sepi. Dia keluar dengan cepat, menghadapi Sky dan Blue ya
Suara letusan senjata menggelegar di dalam vila yang sunyi, menyela hening pagi yang mulai terang. Tiger, yang menunggu di mobil dengan tegang, mendongak mendengar itu. Dia menatap Nala dengan mata penuh kekhawatiran."Kau merasa gugup?" Tiger bertanya dengan lembut. "Setelah ini, semuanya akan berakhir."Nala, yang duduk di sampingnya dengan wajah tegang, menggeleng pelan. Dia mencoba untuk menenangkan dirinya sendiri meskipun jantungnya berdegup kencang."Ya, sedikit," jawab Nala akhirnya, suaranya bergetar sedikit. "Ini semua terasa seperti mimpi buruk. Kuharap tidak ada yang terluka dari letusan itu."Tiger meraih tangan Nala dengan penuh dukungan. "Kita akan melalui ini bersama-sama, Nala. Kami sudah mendekati akhir dari semua ini."Mereka berdua duduk dalam hening sejenak, mengumpulkan keberanian dan fokus untuk apa yang akan mereka hadapi selanjutnya.Lalu, tiba-tiba suara radio mengejutkan mereka."Lapor, Tiger.
"Ahhhh!!!" Olivia, dengan hati yang penuh kegelisahan, melihat Pak Was jatuh dari balkon dengan terkejut yang mendalam. "Tidak, tidak. Was!! Was, jangan tinggalkan aku, Was. Jangan pergi! Was! Kau sudah berjanji padaku, Was. Kau harus hidup, jangan tinggalkan aku! Jangan tinggalkan akuu!!!"Olivia berteriak histeris, mencoba menjangkau pak Was yang terbaring tak bergerak di tanah. Anya, putrinya yang ketakutan, berlari mendekat untuk menahan ibunya. Namun, dalam kepanikan yang melanda, Olivia terlalu kuat untuk ditahan."Mama, sudah. Jangan seperti ini, atau mama akan jatuh. Ma, tolong. Ayo, ma kita turun. Ma,"Anya bisa melihat dari kejauhan kalau rumahnya sudah dikepung. Ia tahu sebentar lagi akan menjadi akhir dari perjalanan orang tuanya dalam melakukan kejahatan. Tapi, ia sendiri tidak menyangka akan menyaksikan peristiwa jatuhnya Pak Was. Dari tampilannya, tampaknya tubuh Pak Was sudah tak lagi bernyawa. Pria itu sudah tak lagi bisa diselam
Di luar jendela, matahari mulai terbit, menyisakan langit senja yang memancarkan cahaya oranye dan merah muda yang lembut. Suasana itu memberikan kontras dengan keheningan yang menyelimuti ruangan Hartono yang sepi.Pikirannya melayang ke masa lalu, saat semuanya masih normal. Pak Was, yang selalu setia dan dedikatif dalam pekerjaannya, kini telah mengkhianatinya. Dia merasa kehilangan sosok yang telah menjadi bagian dari kehidupannya selama bertahun-tahun.Hartono menatap foto keluarganya, foto Liliana dan kedua anak kembarnya, di meja kerjanya, sorot matanya tampak penuh penyesalan. Dia berdoa dalam hati, berharap agar Liliana tenang di tempat yang lebih baik.Suasana pagi itu di ruang kerja Hartono memantulkan perasaannya yang campur aduk: kesedihan, penyesalan, dan tekad balas dendam yang membara. Langit fajar yang merona menjadi saksi dari perubahan yang mendalam dalam hidupnya, suatu perubahan yang tidak pernah dia rencanakan atau bayangkan sebelumny
Setelah perjalanan yang tegang dan cepat dari kota menuju vila terpencil di pinggiran hutan, Blue, Nala, Sky, dan Rose tiba di tempat tujuan mereka. Hutan di sekeliling vila memberikan kesan sunyi namun tegang, dengan sinar fajar yang mulai membuat bayangan di balik pohon-pohon rimbun. Mereka turun dari mobil dengan hati-hati, siap untuk bertindak cepat dan efisien, menunggu pasukan lain dan Tiger tiba.Setelah beberapa saat, belasan mobil polisi dan dua mobil yang mengangkut pasukan khusus, mulai berdatangan. Tiger muncul di antara mereka dengan membawa senapan laras panjang dan senyum di wajahnya."Bagaimana? Siap?" pria itu bertanya. "Helikopter sudah dalam perjalanan. Kali ini, Hartono tidak akan kabur.""Bukankah jumlah ini terlalu berlebihan?" Rose tampak melongo dengan sejumlah pasukan yang mengitari mereka. "Memangnya kita menangkap gerombolan orang jahat ya?""Ya, Hartono setara dengan ratusan penjahat, sih. Jadi ini sepadan, hehe."
Anya melangkah dengan cepat di koridor vila, menuju kamar Olivia. Setiap langkah yang ia ambil, membuat ingatannya memainkan gambaran masa lalu yang penuh cahaya, berbeda dengan suasana saat ini yang dipenuhi dengan ketegangan dan kekhawatiran. Dia berusaha menenangkan dirinya sendiri sambil mencari-cari ibunya, Olivia, yang mungkin masih terlelap dan tidak tahu atas apa yang akan terjadi.Sebagai anak dari Olivia dan Hartono, Anya tumbuh di lingkungan yang sering kali menawarkan lebih banyak teka-teki daripada jawaban. Ayahnya, Hartono, adalah seorang pria yang selalu tampak gelap dan misterius yang dibalut dengan senyum hangatnya, sementara ibunya, Olivia, adalah sosok yang mencoba sekuat tenaga untuk menjaga ketenangan dan keseimbangan dalam kehidupan keluarga mereka, tentu saja dengan cara-cara licik yang belakangan Anya ketahui. Namun, situasi yang sering kali tegang dan penuh tekanan telah membuat Anya belajar untuk memilih langkah-langkahnya denga
Suasana malam yang dingin dan tenang menyelimuti kota saat Sky, Nala, Blue, dan Rose menerima telepon darurat dari Anya. Mereka duduk bersama di ruang tengah pondok kayu, tempat mereka kini berkumpul, atmosfer yang sebelumnya santai berubah menjadi tegang seketika. Anya, dengan suara gemetar, memberitahukan bahwa Hartono memergoki istrinya, Olivia, sedang bermesraan dengan Pak Was. Entah bermesraan yang seperti apa, yang pasti Anya tampak takut akan terjadi sesuatu yang buruk.Sky, yang duduk di sofa dengan laptopnya, segera menutup layar dan menatap serius ke arah Blue dan Nala. "Kita harus segera ke sana. Anya bilang dia sudah mengirimkan alamatnya padamu, kan?"Blue, yang biasanya santai, kini tampak tegang. Dia mengangguk cepat. "Aku ambil kunci mobil."Nala, yang sedang mengaduk secangkir teh, menaruh sendoknya perlahan. "Aku ambil kit medis dari lemari."Rose, yang duduk di pojok ruangan dengan buku di tangannya, mengangguk setuju. "Aku ambi