“Hoahmm..”
Anya meregangkan tubuhnya. Pasien hari ini lumayan banyak. Ia bahkan pulang lebih sore dari biasanya.Gadis itu sudah hendak menarik selimut sambil menyalasakan ponsel. Namun, tiba-tiba perutnya berbunyi. Dia melewatkan jam makan malam. Tentu saja Anya kelaparan.Meskipun enggan, dengan sebal Anya berdiri dari kasur dan mulai berjalan mencari makanan di lemari pendingin. Gadis itu tidak pernah bisa tidur dalam keadaan lapar. Sialnya, nafsu makannya cukup besar.“Asyik. Roti isi,” Anya menemukan roti yang ia beli semalam. Karena makan malamnya cukup enak, ia jadi tidak bisa menghabiskan roti isi itu. Gadis itu pun melahap roti dalam gigitan besar sambil menuangkan jus ke dalam gelas.Setelah kenyang, Anya bergegas ke kamarnya lagi. Perutnya lumayan terisi hanya dengan sepotong roti. Meskipun gadis itu bisa menambah porsi makannya, namun karena ini sudah terlalu malam, desakan itu ia tepis jauh-jauh. Makan camilan sebelum tidur t“Seperti yang diketahui publik, video asusila yang diduga adalah direktur utama Elang Group sudah menyebar luas dan menjadi perbincangan di mana-mana.” Suara berita memenuhi ruangan. Nala mendengarkannya dengan seksama sambil mengunyah biskuit.“Namun, setelah pemberitaan pencalonan presiden itu muncul, diketahui bahwa partai oposisi diduga melakukan manipulasi video dan menyebarkan berita palsu. Video asusila tersebut dikonfirmasi sebagai informasi palsu yang tidak berdasar. Dengan munculnya verifikasi ini, nama Hartono Triadmodjo kembali bersih dan mendapatkan skor unggul dalam survei sementara.”“Sialan!” Nala mengumpat. Kepalan tangannya meninju lantai. Matanya merah menahan emosi. Buku-buku tangannya memutih. “Sialan! Dasar pak tua sialan! Sudah bau tanah masih saja berbuat ulah. Dasar brengsek! Keparat! Mati saja sana gantikan Keep! Sialan!”“Ehem,” Tiger memecah keheningan. Kupingnya terasa gatal mendengar putrinya mengumpat langsung di depannya. Se
Blue saat itu sedang mencumbui Rose, ketika tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu apartemen. Tok! Tok! Tok! Namun, ketukan itu terdengar tidak biasa. Sebuah ketukan berpola. “Jangan bilang Tiger memberi perintah di saat-saat seperti ini,” Blue mendengus. Pria itu bergegas memakai celananya dan buru-buru pergi. Rose yang ada di atas sofa pun cekikikan. Saat mengintip dari celah pintu, Blue tampak terkejut. Dia tidak pernah menduga bahwa sosok yang menghampirinya tengah malam begini adalah kakaknya. “Hai,” Sky hanya menyapanya dengan nada yang datar. Dengan gugup, Blue membimbing kakaknya masuk ke dalam. “Oh, lihat siapa yang datang,” Rose menyambut Sky dalam keadaan hanya mengenakan celana dalam tanpa bra. Sky terlonjak. Pria itu segera memalingkan mukanya. “Sepertinya aku mengganggu sesuatu.” “Ya, betul. Kau sejak dulu adalah biang rusuh,” Rose sep
Sky menghela napas panjang. Pria itu mencoba berkonsentrasi.“Maaf. Rose agak mabuk,” bisik Blue. “Aku tidak bisa mencegah perilaku gilanya.”Kening Sky berkerut. “Kau pikir aku tidak tahu kalau dia mabuk setelah bau alkohol yang ada di mulutnya kini bersarang di seluruh rongga mulutku?”Blue meringis. Sepertinya kakak kembarnya itu benar-benar marah.Namun, Sky menyadari satu hal. Nala juga sama saja. Wanita itu selalu melakukan hal konyol setiap mabuk melandanya. Alkohol adalah musuh terbesar yang bisa menyebabkan istrinya kehilangan kesadaran penuh dan kebingungan membedakan realita dan halusinasi. Dia sampai tertukar mengidentifikasi suaminya sendiri.Hal yang sama juga terjadi pada Rose. Itulah mengapa Blue tidak merasa marah sama sekali.“Sky?” Panggil Blue begitu melihat Sky melamun.Setelah menyadari hal itu, perasaan Sky mulai lega, seolah beban berat tiba-tiba runtuh dan meninggalkan bahunya yang lapang.
Di balik keindahan rumah megah Hartono, Olivia dan Pak Was sedang merencanakan sesuatu yang jauh dari pandangan publik: kejatuhan oposisi politik yang kuat.Olivia duduk di sebuah sofa berlapis sutra di kamarnya yang luas. Di depannya, Pak Was berdiri sambil melihat peta besar yang terbentang di atas meja kayu mahoni. Peta itu penuh dengan catatan dan tanda, menunjukkan lokasi-lokasi strategis dan informasi penting tentang target mereka."Was, kita harus memastikan bahwa setiap langkah yang kita ambil sudah dipertimbangkan dengan matang," kata Olivia, suaranya tenang namun mengandung kewaspadaan. Matanya bersinar dengan semangat dan tekad yang kuat.Pak Was mengangguk, mengambil pena dari saku jasnya dan menambahkan beberapa catatan di peta. "Aku tahu, Olivia. Kita tidak bisa melakukan kesalahan. Jika mereka mengetahui rencana kita sebelum waktunya, kita akan kehilangan segalanya. Hartono harus menjadi presiden."Olivia berdiri dan berjalan menuju
Bangunan Panti Asuhan Besari terbuat dari bata merah dengan atap yang tinggi dan jendela-jendela besar yang menghadap ke lembah di bawahnya. Pemandangan dari panti asuhan sangat indah; dari sana, anak-anak bisa melihat hamparan hutan yang luas dan sungai yang berkelok-kelok di kejauhan. Tempat ini terasa seperti surga kecil yang terpencil dari hiruk-pikuk kota.Bangunan panti asuhan terdiri dari tiga lantai utama dan satu lantai bawah tanah. Lantai pertama adalah area umum, di mana terdapat ruang makan, ruang bermain, dan perpustakaan kecil. Lantai kedua berisi kamar tidur anak-anak, dengan tempat tidur susun dan jendela-jendela besar yang memungkinkan sinar matahari masuk dengan leluasa. Lantai ketiga adalah ruang serba guna, digunakan untuk berbagai kegiatan seperti belajar bersama, berolahraga, atau bahkan pertunjukan seni.Ruang perpustakaan di lantai pertama adalah tempat favorit Bayu. Rak-rak tinggi yang penuh dengan buku-buku tua dan baru berdiri berjajar, m
"Siap, mulai!" teriak Bayu sambil mengibarkan bendera kecil. Anak-anak berlari dengan penuh semangat, tertawa dan bersorak satu sama lain. Bayu sendiri tidak ikut lomba, tetapi ia berdiri di samping, memberikan semangat dan dukungan kepada teman-temannya.Setelah lomba selesai, anak-anak berkumpul di sekitar garis finis, terengah-engah namun dengan senyuman lebar di wajah mereka. Beberapa dari mereka saling mengelap keringat dengan tangan kecil mereka, sementara yang lain masih tertawa dan bercanda tentang perlombaan. Bayu berdiri di tengah-tengah mereka, memuji setiap anak atas usaha mereka dan memberikan semangat yang tulus."Semua hebat sekali! Kalian semua adalah pemenang," kata Bayu sambil tersenyum lebar. "Sekarang, bagaimana kalau kita minum es krim untuk merayakan?"Sorakan riang segera memenuhi udara. Bayu dan beberapa pengasuh segera menuju dapur untuk mengambil es krim yang sudah mereka siapkan sebelumnya. Suara tawa dan kegembiraan terus terden
Sky mengendarai mobilnya dengan kecepatan konstan, melintasi jalan setapak yang hanya bisa dilalui dengan satu mobil. Malam itu gelap pekat, hanya diterangi oleh sinar bulan yang tersembunyi di balik awan dan cahaya dari lampu motornya. Udara dingin, namun pikirannya jauh lebih dingin. Setelah perjalanan yang panjang, Sky akhirnya tiba di pondok kayu Tiger. Pondok itu terletak di tengah hutan, jauh dari keramaian dan hiruk-pikuk kota. Namun, ketenangan itu tampaknya hanya ilusi belaka, mengingat setiap kejadian yang terus menerus menimpa mereka.Sky membuka pintu perlahan, berusaha untuk tidak menimbulkan suara. Suara derit pintu tua itu terdengar nyaring di kesunyian malam. Ia melangkah masuk, merasakan kehangatan dari dalam rumah menyelimuti tubuhnya yang dingin.Di dalam pondok, suasana terasa hening dan hampa. Sky menyalakan lampu kecil di ruang tamu, menatap sekeliling ruangan yang terlihat rapi namun sepi. Langkah kakinya membawa dirinya ke depan pi
Lampu-lampu di sepanjang koridor masih menyala terang, meskipun malam sudah larut. Di lantai paling atas gedung rumah sakit, terletak ruang kerja Direktur Utama. Malam ini, ruangan itu menjadi saksi bisu dari aksi yang akan dilakukan oleh Tiger, sepeninggal Keep.Tiger, yang berpenampilan rapi dan profesional, duduk di belakang meja kerjanya. Kini, pria itu sedang berusaha membobol sistem keamanan.Rencana ini telah ia susun dengan cermat selama beberapa minggu. Ada sesuatu di dalam sistem informasi rumah sakit yang sangat ingin ia akses. Data-data sensitif yang tidak bisa ia dapatkan melalui cara-cara konvensional. Ia harus meretas sistem tersebut tanpa diketahui siapapun.Tiger menyiapkan segala peralatan yang ia butuhkan. Laptop yang telah dimodifikasi khusus, beberapa perangkat keras tambahan, dan program-program yang ia tulis sendiri untuk memudahkan proses peretasan. Ia menutup semua tirai di ruangannya dan memastikan pintu terkunci rapat. Di layar l
Setahun kemudian.. Sky, Nala, dan Bayu, sedang menikmati sore di taman kota. Setelah sekian lama berjuang melawan berbagai tantangan dalam hidup, mereka akhirnya menemukan kedamaian dan kebahagiaan di kehidupan mereka saat ini. Bayu baru saja mulai bersekolah lagi di SD Matahari bersama teman-temannya, Joana dan Aldo. Mereka tinggal di kompleks yang sama dengan Joana dan Aldo, sehingga setelah berjalan-jalan santai, mereka kembali ke rumah mereka. Anya telah meniti karier yang sukses sebagai direktur Rumah Sakit Besari, mendedikasikan dirinya untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di komunitas mereka. Elang Group, perusahaan yang dipimpin oleh Blue, atau yang sekarang dikenal sebagai Langit, terus berkembang dan memberikan kontribusi positif bagi masyarakat dan lingkungan sekitar. Sementara itu, Rose berhasil mendapatkan naturalisasi dan membuka toko bunga yang indah di dekat kompleks tempat tinggal Nala. Tokonya menjadi tempat favorit bagi penduduk setempat yang mengagumi keahli
Tiger, Nala dan Rose tiba di tepi pantai dengan napas terengah-engah, terdengar gemuruh ombak di kejauhan. Mereka menghentikan langkah mereka mendadak ketika mendengar suara letusan yang mengejutkan dari arah dermaga.Dor!Hati Nala berdebar kencang, naluri mereka langsung mengarahkan pandangan ke arah Sky dan Blue yang terendam di dalam air.Nala, dengan mata berkaca-kaca, berlari mendekati Sky yang terdampar di tepi pantai. Dengan gemetar, dia jatuh berlutut di pasir pantai. Riak air tiba-tiba berhenti, menandakan mereka berdua sudah jauh tenggelam.Nala dan Rose mencoba mendekati tempat kejadian, namun para polisi mencegahnya. Beberapa petugas ada yang menyelam, mencari mereka. Namun, nihil. Tak ada tanda-tanda tubuh mereka ditemukan."Sepertinya mereka terbawa arus," ucap salah satu di antara mereka. "Kami tidak menemukan apapun."Rose dan Nala menjerit tak karuan. Setelah beberapa saat, mereka mencoba menenangkan diri di pin
Sky dan Blue memacu mobil mereka dengan cepat mengejar Hartono yang melarikan diri. Lampu-lampu kota yang masih hidup, berkedip-kedip di sekitar mereka saat mereka melaju melewati jalan-jalan yang ramai. Mereka mengejar mobil Hartono yang berbelok-belok di antara lalu lintas, mencoba untuk tidak kehilangan jejak."Kita hampir mendapatkannya!" seru Sky, matanya tetap fokus pada mobil di depan mereka.Blue, yang duduk di kursi penumpang dengan tegang, mengangguk setuju. "Tetap fokus, Sky. Kita harus menangkapnya sebelum dia bisa kabur lebih jauh."Mereka terus memacu mobil mereka, mengikuti dengan cermat setiap gerakan mobil Hartono. Jalanan mulai sepi ketika mereka mendekati dermaga yang terletak di pinggiran kota. Lampu-lampu jalan redup di belakang mereka, memantulkan kekhawatiran yang mereka rasakan.Hartono, yang terus melaju dengan cepat, akhirnya memarkir mobilnya di ujung dermaga yang sepi. Dia keluar dengan cepat, menghadapi Sky dan Blue ya
Suara letusan senjata menggelegar di dalam vila yang sunyi, menyela hening pagi yang mulai terang. Tiger, yang menunggu di mobil dengan tegang, mendongak mendengar itu. Dia menatap Nala dengan mata penuh kekhawatiran."Kau merasa gugup?" Tiger bertanya dengan lembut. "Setelah ini, semuanya akan berakhir."Nala, yang duduk di sampingnya dengan wajah tegang, menggeleng pelan. Dia mencoba untuk menenangkan dirinya sendiri meskipun jantungnya berdegup kencang."Ya, sedikit," jawab Nala akhirnya, suaranya bergetar sedikit. "Ini semua terasa seperti mimpi buruk. Kuharap tidak ada yang terluka dari letusan itu."Tiger meraih tangan Nala dengan penuh dukungan. "Kita akan melalui ini bersama-sama, Nala. Kami sudah mendekati akhir dari semua ini."Mereka berdua duduk dalam hening sejenak, mengumpulkan keberanian dan fokus untuk apa yang akan mereka hadapi selanjutnya.Lalu, tiba-tiba suara radio mengejutkan mereka."Lapor, Tiger.
"Ahhhh!!!" Olivia, dengan hati yang penuh kegelisahan, melihat Pak Was jatuh dari balkon dengan terkejut yang mendalam. "Tidak, tidak. Was!! Was, jangan tinggalkan aku, Was. Jangan pergi! Was! Kau sudah berjanji padaku, Was. Kau harus hidup, jangan tinggalkan aku! Jangan tinggalkan akuu!!!"Olivia berteriak histeris, mencoba menjangkau pak Was yang terbaring tak bergerak di tanah. Anya, putrinya yang ketakutan, berlari mendekat untuk menahan ibunya. Namun, dalam kepanikan yang melanda, Olivia terlalu kuat untuk ditahan."Mama, sudah. Jangan seperti ini, atau mama akan jatuh. Ma, tolong. Ayo, ma kita turun. Ma,"Anya bisa melihat dari kejauhan kalau rumahnya sudah dikepung. Ia tahu sebentar lagi akan menjadi akhir dari perjalanan orang tuanya dalam melakukan kejahatan. Tapi, ia sendiri tidak menyangka akan menyaksikan peristiwa jatuhnya Pak Was. Dari tampilannya, tampaknya tubuh Pak Was sudah tak lagi bernyawa. Pria itu sudah tak lagi bisa diselam
Di luar jendela, matahari mulai terbit, menyisakan langit senja yang memancarkan cahaya oranye dan merah muda yang lembut. Suasana itu memberikan kontras dengan keheningan yang menyelimuti ruangan Hartono yang sepi.Pikirannya melayang ke masa lalu, saat semuanya masih normal. Pak Was, yang selalu setia dan dedikatif dalam pekerjaannya, kini telah mengkhianatinya. Dia merasa kehilangan sosok yang telah menjadi bagian dari kehidupannya selama bertahun-tahun.Hartono menatap foto keluarganya, foto Liliana dan kedua anak kembarnya, di meja kerjanya, sorot matanya tampak penuh penyesalan. Dia berdoa dalam hati, berharap agar Liliana tenang di tempat yang lebih baik.Suasana pagi itu di ruang kerja Hartono memantulkan perasaannya yang campur aduk: kesedihan, penyesalan, dan tekad balas dendam yang membara. Langit fajar yang merona menjadi saksi dari perubahan yang mendalam dalam hidupnya, suatu perubahan yang tidak pernah dia rencanakan atau bayangkan sebelumny
Setelah perjalanan yang tegang dan cepat dari kota menuju vila terpencil di pinggiran hutan, Blue, Nala, Sky, dan Rose tiba di tempat tujuan mereka. Hutan di sekeliling vila memberikan kesan sunyi namun tegang, dengan sinar fajar yang mulai membuat bayangan di balik pohon-pohon rimbun. Mereka turun dari mobil dengan hati-hati, siap untuk bertindak cepat dan efisien, menunggu pasukan lain dan Tiger tiba.Setelah beberapa saat, belasan mobil polisi dan dua mobil yang mengangkut pasukan khusus, mulai berdatangan. Tiger muncul di antara mereka dengan membawa senapan laras panjang dan senyum di wajahnya."Bagaimana? Siap?" pria itu bertanya. "Helikopter sudah dalam perjalanan. Kali ini, Hartono tidak akan kabur.""Bukankah jumlah ini terlalu berlebihan?" Rose tampak melongo dengan sejumlah pasukan yang mengitari mereka. "Memangnya kita menangkap gerombolan orang jahat ya?""Ya, Hartono setara dengan ratusan penjahat, sih. Jadi ini sepadan, hehe."
Anya melangkah dengan cepat di koridor vila, menuju kamar Olivia. Setiap langkah yang ia ambil, membuat ingatannya memainkan gambaran masa lalu yang penuh cahaya, berbeda dengan suasana saat ini yang dipenuhi dengan ketegangan dan kekhawatiran. Dia berusaha menenangkan dirinya sendiri sambil mencari-cari ibunya, Olivia, yang mungkin masih terlelap dan tidak tahu atas apa yang akan terjadi.Sebagai anak dari Olivia dan Hartono, Anya tumbuh di lingkungan yang sering kali menawarkan lebih banyak teka-teki daripada jawaban. Ayahnya, Hartono, adalah seorang pria yang selalu tampak gelap dan misterius yang dibalut dengan senyum hangatnya, sementara ibunya, Olivia, adalah sosok yang mencoba sekuat tenaga untuk menjaga ketenangan dan keseimbangan dalam kehidupan keluarga mereka, tentu saja dengan cara-cara licik yang belakangan Anya ketahui. Namun, situasi yang sering kali tegang dan penuh tekanan telah membuat Anya belajar untuk memilih langkah-langkahnya denga
Suasana malam yang dingin dan tenang menyelimuti kota saat Sky, Nala, Blue, dan Rose menerima telepon darurat dari Anya. Mereka duduk bersama di ruang tengah pondok kayu, tempat mereka kini berkumpul, atmosfer yang sebelumnya santai berubah menjadi tegang seketika. Anya, dengan suara gemetar, memberitahukan bahwa Hartono memergoki istrinya, Olivia, sedang bermesraan dengan Pak Was. Entah bermesraan yang seperti apa, yang pasti Anya tampak takut akan terjadi sesuatu yang buruk.Sky, yang duduk di sofa dengan laptopnya, segera menutup layar dan menatap serius ke arah Blue dan Nala. "Kita harus segera ke sana. Anya bilang dia sudah mengirimkan alamatnya padamu, kan?"Blue, yang biasanya santai, kini tampak tegang. Dia mengangguk cepat. "Aku ambil kunci mobil."Nala, yang sedang mengaduk secangkir teh, menaruh sendoknya perlahan. "Aku ambil kit medis dari lemari."Rose, yang duduk di pojok ruangan dengan buku di tangannya, mengangguk setuju. "Aku ambi