.
.
Aila ini berasal dari Surabaya, semua keluarga Aila di Surabaya.
Aila bisa menikah dengan Rendy karena keinginan ibunya Rendy dan ibu Aila yang ternyata teman dari SMA. Rendy anak yang manja tapi penurut, jadi dia mau-mau saja menikah dengan Aila, apalagi Aila masih cantik, terawat dan tidak segendut sekarang waktu itu.
Aila sendiri tidak memiliki perasaan pada Rendy, dia juga menikah karena terpaksa, menurut ibunya, dia sudah perawan tua, sudah 26 tahun belum menikah, ibunya merasa diumur segitu dan Aila belum menikah itu memalukan baginya.
Aila memarkirakan motor di parkiran alun-alun kota, dia pun jalan-jalan di sana, kemudian duduk, melihat orang-orang dan anak-anak kecil bermain.
Air mata kembali turun tanpa di perintah.
Meski tidak ada rasa cinta dalam pernikahan itu, namun... rasanya sakit sekali mengetahui suami selingkuh dengan ibu tirinya sendiri.
“Aila? Ini Aila kan?”
Aila buru-buru menghapus airmatanya, kemudian menoleh pada asal suara, melihat siapa yang menyapa, Aila pun tersenyum tipis.
“Pak dokter, halo...” sapa Aila.
Pria yang Aila panggil pak dokter pun duduk di samping Aila, “kebetulan kita ketemu disini, Aila, kok sendirian aja? Gak sama suami?”
DEG!
Mendengar kata ‘suami’ membuat Aila merasa tidak nyaman, kemudian Aila pun menggeleng pelan dan tersenyum tipis.
“Enggak dok, suami saya baru saja pulang kerja, dia lelah” jawab Aila.
“Masih jam tujuh lho, masa udah capek, sampe kamu jalan-jalan sendiri?”
Aila hanya tersenyum tipis, kemudian dia memutar otak untuk mencari bahasan lain, agar pak dokter bernama Alexander itu melupakan tentang suami brengsek Aila.
“Pak dokter sendiri, kenapa ada di alun-alun?” tanya Aila.
“Pekerjaanku udah selesai dan aku ingin melihat-lihat suasana disini, magangku hampir selesai disini, dan aku baru sadar jika aku belum keliling kota sama sekali” ucap Alex.
Aile melongo mendengarnya, “tunggu, pak dokter magang? Bukan dokter di rumah sakit?”
Alex terkekeh mendengarnya, “apa aku terlihat setua itu sampai kamu pikir aku dokter senior?”
Aila menunduk, merasa bersalah, tapi Alex malah terkekeh melihat tingkah lucu Aila.
“Haha, tidak apa, aku emang keturunan bule sih, muka ku boros banget ya? Aku masih 28 tahunan lho, masih magang, bentar lagi lulus kuliah, doain ya?”
“Belum lulus?” tanya Aila lagi, membuat Alex kembali tergelak.
“Kamu pikir kuliah kedokteran itu secepat jurusan lain? Kami butuh bertahun-tahun untuk lulus, malah jika mau lanjut mengambil spesialis tertentu, kami harus menambah kuliah lagi lho. Tapi, aku ini dulu loncat kelas, jadi sekarang aku sudah mengambil spesialis jantung, magang disini adalah permintaan dosenku untuk syarat kelulusan. Dosenku orang sini dulunya, tapi sekarang menetap di Jakarta” ucap Alex.
“Ah, apa baik-baik saja untuk menceritakan masalah dokter pada saya?” tanya Aila.
“Kenapa? Itu bukan hal yang perlu dirahasiakan, jika kamu ada pertanyaan juga, aku akan berusaha menjawabnya.”
“Kalau begitu saya punya pertanyaan, dok!”
Alex tersenyum, “bukankah di sekitar sini ada cafe? Ayo kita bicara di cafe, saya lapar nih.”
Tepat setelah Alex berkata seperti itu, perut Aila sendiri juga berbunyi.
“Haha, kebetulan sekali ya, Aila?”
“Ugh, dokter jangan ngetawain saya!” Sungguh, Aila sangat malu karena ketahuan dirinya sedang kelaparan.
“Oke deh, sebagai permintaan maaf, saya akan traktir kamu, gimana?”
“Setuju, dok!”
“Panggil aja Alex, kamu umur 27 kan? kita umurnya hampir sama, santai aja.”
Aila tersenyum kecil, “kalo gitu... Alex.”
“Gitu dong!”
Merekapun pergi menuju yang ada di dekat sana. Di sekitar alun-alun, banyak sekali yang menjual makanan, mulai dari corndog, kebab, boba, dan lain-lainnya. Jujur saja, Aila jadi ingin membeli semua. Namun, setelah ingat dia ingin diet, dia pun mengurungkan niatnya tersebut. Makan dengan Alex saja sudah pasti akan meningkatkan berat badannya, mengingat saat itu sudah jam tujuh malam lebih sepuluh menit.
Makan diatas jam enam tidak baik jika mau diet.
Padahal, Aila tidak banyak makan, dia juga selalu bergerak. Tapi, tubuhnya tetap saja bengkak dan tidak terawat.
Ngomong-ngomong, apa Alex tidak malu, ya, jalan dengan Aila?
Aila melirik pada Alex yang jalan di sampingnya, dia terlihat tidak terganggu sama sekali. Padahal, Alex menjadi pusat perhatian.
Alex itu sangat mencolok, dia memiliki tinggi badan sekitar 186 cm, tubuhnya gagah dan tegap, kulitnya putih, wajahnya tampan, hidungnya mancung, bibirnya merah alami.
Dia sangat tampan.
Terlihat jelas jika Alex ini bukan berasal dari keluarga biasa, dia kelihatannya juga sangat cerdas.
Aila menyukai Alex, bukan suka yang mengarah pada romansa, tapi suka sebagai – apa ya? Pokoknya suka saja. Alex itu sangat berbeda, dia ramah, tidak suka membedakan pasien. Pernah ada pasien yang harus segera di operasi, namun tidak memiliki uang maupun bpjs, lalu Alex membayarkan uang mukanya demi pasien tersebut.
Aila mengenal Alex karena Alex yang merawat ayah mertuanya. Karena Alex sangat ramah, jadi mudah saja dia berkenalan dengan Aila.
Aila juga tidak terlalu merasa spesial mengenal Alex, karena Alex juga ramah pada keluarga pasien yang lain.
“Aila, soto itu enak gak sih? Aku belum pernah nyoba” tanya Alex, sambil membaca menu untuk menentukan apa yang akan dia pesan.
“Mungkin bagi yang belum pernah mencoba enak, tapi bagiku yang sudah terlalu sering memakannya, itu membosankan...” jawab Aila.
“Ah, aku mengerti... seenak apapun makanan, jika kamu terlalu sering memakannya, kamu akan muak, iya kan?”
Aila hanya tersenyum, kemudian memesan jus alpukat saja, tidak ada menu makanan yang membuatnya tertarik. Tapi, karena Alex memaksanya memesan makanan, akhirnya Aila pun memesan ayam goreng bumbu pedas saja, sedangkan Alex jadi memesan soto.
“Apa yang ingin kamu tanyakan, Aila?” tanya Alex.
“Itu dok, apakah mertua saya masih bisa diselamatkan?” tanya Aila.
Alex terlihat berpikir sejenak, sebelum kemudian menjawab, “itu agak sulit Aila, sebagai dokter, aku bisa saja mengatakan untuk berusaha sebaik mungkin, tapi keadaan mertua Aila cukup parah, apalagi penyakitnya tidak hanya satu... lalu, ada yang aneh juga dengan ayah mertuamu” ucap Alex.
“Oh ya? Apa itu?”
“Mohon jangan marah ya, aku hanya agak curiga dengan apa yang mertuamu makan, karena saya menemukan semacam racun saat mengecek darahnya.”
Ucapan Alex membuat Aila terkejut.
Racun?
“Tapi saya hanya memasakkan sesuatu yang sehat dok, sama perssis seperti yang dokter sarankan, jika ayah sakit, harusnya semua orang dalam rumah ikut sakit kan dok?” tanya Aila.
Alex mengangguk, “itu benar juga, aku sendiri percaya kamu tidak mungkin meracuni mertuamu kan? kamu kelihatannya tulus sekali, tapi – siapa yang memberikan obat pada mertuamu? Apa itu bukan kamu? Jika bukan, tolong, biar kamu saja yang merawatnya” ucap Alex.
Aila hanya menunduk, saat itu makanan berdatangan. Aila mulai makan sambil berpikir.
Dia tidak mungkin mengatakan jika Sari lah yang memberikan obat setiap hari, karena dia kan istrinya. Sari juga yang bertugas menyuapi ayah mertuanya. Jika hal itu Aila juga yang mengurusi, maka dia semakin tidak memiliki waktu untuk dirinya sendiri.
“Oh iya Aila, ini” Alex menyodorkan smart phone mahalnya.
“Maksudnya?” tanya Aila bingung.
“Aku minta nomormu, agar bisa menghubungimu jika ada sesuatu, mungkin lebih baik kamu juga memiliki nomorku kan?”
Aila mengambil ponsel itu, lalu mengetikkan nomornya, “sudah dok, ini ponsel saya... minta nomor dokter.”
Tanpa Aila ketahui, tetangga julidnya, Nina yang sedang jalan-jalan dengan pacar barunya pun melihat Aila.
Dia pun menghentikan pacarnya, lalu memotret Aila yang sedang makan bersama pria tampan.
“Sialan si gendut! Kok bisa dia selingkuh sama cowo bule ganteng?” gumam Nina kesal.
“Kenapa Ay?” tanya pacar Nina.
“Enggak Ay, itu ada tetanggaku selingkuh, aku mau buat dia malu, udah ku foto, jalan yuk!”
Nina pun puas sudah mengirimkan foto Aila pada Sari.
.
.
. . PLAK Aila terhuyung ke belakang seketika, setelah suaminya menampar pipinya dengan keras. Pipi putih Aila berubah memerah, dadanya terasa sakit dan airmata tak bisa dihetikan, terus mengalir tanpa bisa dibendung. “Aku sudah melihat fotonya, kamu berani sekali selingkuh dengan pria lain! Udah jelek, gendut, selingkuh lagi!” Aila hanya bisa menangis saat Rendy memukulinya. Padahal saat itu sudah malam, Rendy tidak peduli jika para tetangga mengetahui pertengkaran mereka. “Kamu istri yang tidak tahu diuntung! Masih untung aku mau menikahi wanita jelek gendut sepertimu, bisa-bisanya kamu –” “Cukup mas! Apa kamu pikir aku tidak tahu kamu selingkuh dengan ibu tirimu sendiri?” Rendy yang sudah melayangkan tangannya untuk memukul Aila sekali lagi, kini perlahan turun. “Kau... tahu darimana?” “Mas pikir aku bodoh? Aku mendengar semuanya! Mas tidak perlu khawatir, aku sudah siap diceraikan, tapi paling tidak setelah ayahmu sudah lebih baik, aku tahu jika ayahmu dirawat istri muda
..Aila pun kembali ke luar rumah, “Kenapa semua barang berjatuhan seperti itu?”Sari melirik pada Aila, “aku nyari surat tanah suamiku, pasti kamu yang nyembunyiin kan? ngaku kamu!”“Apa lagi yang mama tuduhkan ini? Aila gak tahu apa-apa! Lagian mau mama apain suratnya? Dijual tanpa ijin ayah?”Sari dengan cepat mendatangi Aila lalu menampar Aila.“Lancang ya kamu! Dia suamiku! Mau aku apakan juga tanahnya bukan urusanmu, kamu ini cuma menantu yang gak diinginkan! Lihat aja, Rendy bakal cepet cerein kamu!” ucap Sari.Aila memegangi pipinya yang baru saja ditampar oleh Sari, dia menatap tajam pada Sari, tatapannya hampir saja membuat Sari takut. Namun, Sari lebih cepat menarik rambut panjang Aila yang dikuncir dengan sruncie pink, menariknya dengan kuat hingga Aila berteriak kesakitan.Sementara itu Nina hanya senyum-senyum senang dan semakin mengompori Sari.“Jambak aja Sar! Biar tahu rasa menantu gak tahu diri kayak dia, padahal Rendy udah bagus mau nikahin cewe gendut kayak dia!”
..“Ini surat perceraian kita, cepat tandatangani!”Aila tidak percaya, keesokan hari setelah Rendy mengatakan cerai, semuanya telah disiapkan. Seakan Rendy sudah menyiapkannya jauh-jauh hari.Rendy dan Sari sangat puas saat Aila menandatangani semuanya dengan cepat. Aila masa bodoh dengan pernikahannya, dia tidak membutuhkan pria sampah seperti Rendy.Jika Rendy pikir dia menang, dia salah besar.Baru dua puluh menit setelah perceraian, beberapa orang datang lagi ke rumah, membuat suara tawa bahagia Rendy dan Sari lenyap seketika.“Permisi, saya kemari untuk mengambil TV, Motor, dan lemari es” ucap salah satu dari mereka.“Apa-apaan ini? Semuanya milik saya, kenapa dibawa” protes Rendy.Pria yang tadi berbicara memberikan rincian pada Rendy, “Ibu Aila, pemilik semua itu sudah menggandaikannya pada kami, jika mau menebusnya, pergi ke kantor kami.”“Apa-apaan ini Aila?” teriak Sari kesal.Aila dengan polosnya datang sambil menyeret koper besar, “kenapa malah kalian yang marah-marah si
. . “Alex, kamu apa-apaan sih? Sejak kapan kita pacaran? Dilihat dari sisi manapun, aku tidak pantas untukmu” desis Aila. Sungguh Aila sangat malu, mereka ada di cafe, ada beberapa orang kantoran dan anak sekolah yang datang dan melihat kejadian itu, mereka menjadi pusat perhatian dan itu membebani Aila. Disaat Alex mengatakan Aila pacarnya, orang-orang mulai berbisik-bisik, mengatakan itu adalah hal yang konyol, tidak masuk akal! Tapi, sebenarnya lebih tidak masuk akal lagi mantan kekasih Alex yang menuduh Alex berselingkuh darinya, maksudnya – ayolah! Pertama, mereka sudah putus, Alex dekat dengan siapapun itu bukan perselingkuhan, lalu yang kedua, Aila tidak cocok dengan Alex. Bagaikan langit dan bumi, perbedaannya begitu jauh hingga ke tulang-tulang, aneh sekali jika Alex dan Aila berpacaran. “Aila, kamu ngomong apa? Kamu sangat cantik dimataku!” sanggah Alex. Aila menghela nafas berat, “Begini Stevi... Alex hanya mengatakan itu karena ingin lepas darimu, aku ini teman baik
..Alex mengantarkan Aila sampai apartemen, Alex bilang dia akan pergi ke kampusnya karena ada urusan dengan dosen. Aila sih iya iya saja, dia bahkan tidak mengerti kenapa Alex selalu melapor pada Aila jika dia mau pergi-pergi.Mungkin Alex pikir dia mengatakan itu agar Aila tahu dimana Alex berada, kalau sewaktu-waktu Aila butuh dia tidak repot. Mungkin begitu ya? Aila hanya berpikiran positif.Saat Aila baru selesai mandi, dia melihat ponselnya menyala, dia pun mendekat dan membukanya.Ternyata Asri, tetangga yang baik dan sering membantu Aila. Aila sih bersyukur temannya di sekitar rumah Rendy ada meski tidak banyak, yaitu Asri, bu Tina, dan Ningsih. Mereka sangat baik dan sering membantu Aila, bahkan ayahnya Rendy Aila minta mereka yang mengawasi. Jika mengandalkan Sari dan Rendy, Aila takut sekali.Sari sudah jelas hanya menginginkan harta ayahnya Rendy saja, sedangkan Rendy itu bodoh dan mudah dipengaruhi. Sari bahkan berniat meracuni ayahnya Rendy dengan obat yang tidak jelas.
..Tok tok tokAila segera menghapus airmatanya saat mendengar ada yang mengetuk pintunya, dia segera beranjak untuk membuka pintu.“Alex?”“Hei, kamu sudah makan malam? Aku membawakan ayam goreng bumbu pedas manis kesukaanmu, mumpung masih jam enam, ayo makan!” ucap Alex.“A-aku tidak bisa makan banyak-banyak, Alex... lagian kenapa kamu makan di tempatku? Nanti mengundang fitnah” sahut Aila.Alex mengernyitkan dahinya, “fitnah apa? Kita kan teman, kamu yang ngomong sendiri... lagian tuh ya, disini orangnya individualis, ini apartemen, Aila! Bukan komplek perumahan atau perkampungan, jangan khawatir.”Alex benar juga, kenapa pula Aila harus menyulitkan Alex hanya karena postingan tidak bertanggung jawab tersebut. Mungkin Alex belum melihatnya saja, lagipula Aila tidak cantik dan menarik, mustahil Alex menyukainya. Aila hanya kebanyakan halu.Secara logika saja sudah tidak mungkin.Alex berdecak kagum melihat masakan yang sudah siap diatas meja.“Wah, masakanmu terlihat sangat lezat,
. . “Kau yang namanya Aila?” Saat itu Aila sedang bekerja di kantor, mengerjakan beberapa pekerjaan yang deadlinenya sudah dekat, Aila sedang serius, tapi tiba-tiba saja datang seorang perempuan cantik dengan dandanan dan pakaian yang mahal dan berkelas. “Benar, anda siapa ya?” tanya Aila bingung. “Psstt! Aila, dia adiknya dokter Alex” bisik teman kerja Aila yang bernama Lia, Lia sendiri sudah lebih senior dalam pekerjaan itu dan dia sering membantu Aila. Aila buru-buru berdiri, “Ah, maaf, saya tidak mengenali anda, apa ada yang bisa saya bantu?” tanya Aila. “Buatkan aku coklat panas, setelah itu temui aku di lobi, aku ingin bicara denganmu” ucap nona muda itu, setelahnya dia pun pergi ke lobi. Aila menoleh pada Lia, yang menyuruhnya untuk mengerjakan saja apa yang diperintahkan nona muda. “Tapi pekerjaanku gimana?” tanya Aila. “Kamu bisa kerjakan nanti, dari pada kamu gak ladenin dia, dia bisa mecat kamu sewaktu-waktu, udah pergi aja, yang ini biar aku kerjain” ucap Lia, dia
..Berita yang sedang viral di berbagai platform media sosial adalah kisah hidup Aila.Padahal, Aila meminta Asri dan Ningsih untuk menyebar luaskan berita tentang perselingkuhan Rendy dan Sari. Memang berita itu disebarluaskan, tapi tidak mungkin nama Aila tidak disangkut pautkan.Memang Rendy dan Sari dihujat banyak orang, bahkan Sari tidak mau keluar dari rumah karena malu. Rendy juga dipecat dari pekerjaannya karena perbuatan bejatnya berselingkuh dengan istri ayahnya sendiri.Namun, netizen yang dengan mudah menelusuri berita, menemukan Aila adalah mantan istri dari Rendy. Lalu, nama Alex juga disangkutkan.Mereka mengira Aila menggoda Alex setelah cerai dari Rendy.Berita tentang Aila makin parah saja.Netizen membela Stevi yang lebih cantik dan lebih pantas bersanding dengan Alex.Pantas saja Alex kepikiran sampai sakit begitu.“Sudahlah, lebih baik aku bertanggung jawab dan merawat Alex sekarang, namaku buruk dimata orang juga tidak masalah.”Aila pun membuatkan minuman hanga
Aila jarang sekali pergi berkemah, dulu pernah pergi dengan Gavin, hanya berdua saja, itupun hanya di belakang rumah nenek mereka.Sebenarnya dulu Aila iri melihat adiknya yang bisa bebas kemana saja, memiliki banyak teman. Jauh berbeda dengan Aila.Banyak juga gadis yang menyukai Gavin, itu juga membuat Aila iri. Dia hanya ingin tahu rasanya disukai oleh seseorang, sekali saja.Dan saat keinginan dia dikabulkan, malah ada dua orang yang mengaku jika menyukainya."Kak, kenapa diam aja disini?" Tanya Travis.Aila yang hanya duduk di depan kompor portabel sambil membuat s'more, menoleh pada Travis.Lelaki tampan yang memiliki mata tajam dan bibir mungil itu sedang berjongkok sambil menatap Aila.Bahkan saat Travis jongkok saja, Aila masih lebih mungil darinya. Aila bengong karena dia sedang berpikir 'mengapa anak-anak yang lebih muda darinya bertubuh besar-besar?'"Kak?" "Oh, aku lagi buat s'more, ini lho... Marshmallow yang dibakar, terus diapit diantara biskuit coklat, kamu coba deh
Aila membuka matanya perlahan. Matanya terasa berat, dan saat dia mencari cermin, dia melihat kedua matanya sudah membengkak, wajahnya pun sedikit membengkak.Menurut cara yang Aila tahu, dia hanya harus mengompresnya dengan air hangat atau kompres dingin. Aila memilih kompres dingin, baru kemudian menempelkan irisan mentimun pada matanya, sambil kembali rebahan di ranjang.Tanpa Aila sadari, dia kembali terlelap.Dalam tidurnya, teringat kembali kehidupan pernikahan yang menyakitkan bersama Rendy.Saat itu Aila masih gemuk, dia harus merasakan tatapan jijik dari suaminya. Setiap hari suaminya berkata padanya, "cewek gendut kayak kamu tuh, siapa sih yang mau nikahin kali bukan aku? Aku tuh kasihan sama kamu, harusnya kamu bersyukur punya suami kaya aku yang mau Nerima kamu apa adanya, iya kan? Coba sekarang sebutin, pernah pacaran nggak? Enggak kan? Hahaha, itu karena kamu udah kayak babi, kayak buldozer tahu nggak. Ya nggak aneh lah kalo aku nggak mau nyentuh kamu lagi, makanya diet
Alexa menepuk bahu kakaknya, Alex, lalu berbisik di telinganya, "kak, aku itu bukannya ingin mengejar Ricky, tapi aku ingin mengawasinya, karena aku tahu dia suatu saat akan berbuat yang lebih dari hari ini pada kak Aila."Alex hanya bergeming, dia tidak bisa mengatakan apapun untuk mengiyakan atau membantah adiknya, karena dia sendiri juga tidak tahu apakah adiknya berbohong atau tidak.Kemudian Alexa berdiri, mengambil sesuatu dari laci warna putih yang ada di meja, lalu memberikannya pada Alex."Lihat ini, aku menemukan foto-foto ini di kamar Ricky, dan itu hanya sebagian. Ricky memotret kak Aila diam-diam dan memandanginya tiap malam, aku melakukan ini semua untuk mu Alex... Aku tidak menyukai Ricky!"Alex memeriksa semua foto yang Alexa berikan padanya. Memang sebagian foto dipotret secara diam-diam, tapi sebagian lainnya pernah Alex lihat di ponsel Aila sendiri, entah itu diposting atau tidak."Tapi aku tahu kamu menyukai Ricky, Alexa... Kamu tidak perlu mengelak hal itu, karena
"Kak, kamu kenapa?"Gavin yang baru saja sampai di apartemen harus dikejutkan dengan Aila yang menangis di kamarnya tanpa suara, hanya terdengar suara ingus yang dibersihkan dengan tisu.Aila menoleh pada adiknya sebentar, lalu menggeleng pelan. Gavin menghela nafas berat. Aila memang sudah biasa memendam sendiri semua masalahnya, apa yang dia pikirkan, apa yang orang lain katakan padanya. Itu karena dari kecil, tidak ada yang mau mendengarkan ceritanya, bahkan saat ingin bercerita pada ibunya, yang ada Aila malah dibentak.Meski begitu, Aila selalu menjadi pendengar yang baik bagi adik-adiknya, Gavin juga sering bercerita pada Aila.Jadi, Gavin tidak mau membiarkan kakaknya seperti itu terus."Kak, ayo cerita... Jangan dipendam sendiri, nanti malah stress dan jadi jerawat, kulit jadi kusam, bukankah kakak bilang gitu kemarin?"Gavin duduk ditepi ranjang, tersenyum lembut pada kakak perempuannya.Aila beringsut mendekati Gavin, lalu memeluk adiknya erat, kemudian menangis lagi disana.
Ricky menghapus sedikit darah yang keluar dari sudut bibirnya, lalu dia menyeringai pada Alex."Ada apa bro? Aila ada disini, dia baik-baik saja, tidak perlu terburu-buru." Ucap Ricky santai.Dia sudah meminta Aila untuk sembunyi, karena awalnya Ricky mengira yang datang Alexa, karena jika Alexa yang datang, dia bisa mencelakai Aila."Tidak perlu pura-pura baik, aku sudah tahu tabiat burukmu, kau berpura-pura menjadi temanku tapi menusukku dari belakang!" Alex menunjukkan rekaman video yang Alexa kirimkan pada Ricky, membuat Ricky menaikkan satu alisnya."Ah, jadi dia menaruh kamera disana, aku akan membuangnya nanti. Katakan pada adikmu untuk tidak terobsesi denganku, aku hanya menyukai Aila—"Alex kembali berniat memukul Ricky, tapi Ricky dengan cepat menghindar dan menarik lengan Alex, menahannya dibalik punggung."Hei lepaskan aku!"Alex yang saat itu sedang kelelahan karena pekerjaannya, bisa kalah dengan Ricky dan dia merasa sangat kesal."Tidak, tunggu, kau harus menenangkan di
Saat itu Alex memiliki banyak pekerjaan, dia membantu dokter senior untuk menangani beberapa pasien. Dokter senior itu sangat menyukainya, jadi dia selalu meminta Alex untuk datang. Alex juga senang, dia jadi bisa banyak belajar dari dokter tersebut.Tapi akhir-akhir ini Alex diberi tugas lain, untuk membantu seorang dokter forensik yang sudah sangat terkenal, untuk menangani suatu kasus yang diduga rencana pembunuhan. Korbannya adalah selebriti, makanya tidak semudah itu.Maka dari itu, Alex jadi sangat sibuk. Padahal dia ingin sekali menemui Aila. Perasaannya tidak enak saat itu, ketika tiba-tiba ada Lexa, adiknya, menelfonnya.(Kak Alex!) Ucap Lexa dengan ceria setelah Alex akhirnya menerima panggilan tersebut."Iya, Lexa ada apa? Bagaimana dengan kerja pertamamu di cafenya Aila? Apa kamu sudah pulang?"Lexa bergumam kecil, (hmm, aku baru saja pulang dan aku ingin mengatakan sesuatu padamu, kamu mau mendengarkan ku kan, kak? Kita memang tidak seakrab itu, tapi aku tetap menyayangim
Saat itu, Aila merasa bingung, tidak berdaya. Apalagi Ricky mendekap tubuhnya dengan sangat erat.Aila tidak tahu apa yang terjadi, jadi dia ingin tahu. Dia berusaha memberontak dari rengkuhan Ricky, tapi dia sangat lemah.Sebenarnya, ciuman Ricky sangat lembut dan penuh perasaan, sampai Aila merasa dia sudah gila karena lama-kelamaan dia menikmatinya.Ciuman yang sangat terburu-buru itu, akhirnya selesai juga dengan tiba-tiba.Aila tidak sadar, tahu-tahu dia sudah duduk manis di sofa — tidak, diatas pangkuan Ricky.Sungguh, Ricky sangat tampan.Dengan wajah setampan itu, Aila merasa sayang sekali jika Ricky menyukainya.Karena..."Ricky, kamu tahu jika aku tidak bisa menerimamu, kan? Kenapa kamu memaksaku?""Kenapa kamu tidak berontak?""Bukankah kamu yang mendekapku dengan sangat kuat? Ku rasa kamu mencengkram pinggangku terlalu kuat tadi."Ricky terlihat khawatir, dia menurunkan Aila agar duduk sendiri, "serius? Maafkan aku Aila, aku tidak bermaksud. Seharusnya kamu hentikan aku tad
Aila merasa khawatir saat Ricky mengatakan ketidaksukaan dia secara terang-terangan pada Alexa, akan membuat Alexa kembali menyebalkan seperti dulu. Tapi ternyata Alexa hanya menanggapi ucapan Ricky seakan-akan Ricky tidak pernah mengucapkannya. Yah, tidak ada masalah dengan cafe. Alexa dapat berbaur dengan mudah, apalagi ada temannya, yaitu Travis. Gavin juga mulai bisa menerima Alexa, walaupun kadang kesal dengan Alexa, karena gadis itu tidak tahu banyak tentang dunia luar. Alexa bahkan tidak tahu caranya menyapu, jadi Gavin dan Travis seperti mengajari anak TK. Mereka bahkan berpikir anak TK bahkan lebih baik daripada Alexa. "Aku akan pergi sendiri naik taxi, aku baik-baik saja." Ucap Aila pada Gavin, saat dia akan pulang sendirian. Tidak ada Ricky yang biasanya mau mengantar Aila, karena Ricky tidak betah jika ada Alexa di sekitar sana. "Dia sudah besar, biarkan dia pulang sendiri," ucap Alexa, dia menyeret Gavin kembali ke cafe karena ada banyak kerjaan menumpuk. Aila berjal
"Tunggu dulu! Adiknya kak Alex? Gak mungkin lah kalo dia mau kerja di cafe, kan orang kaya raya!"Aila tersenyum tipis, "aku juga gak tahu, dia kemarin dateng kesini, mohon-mohon biar bisa kerja di cafe. Katanya dia mau cari pengalaman aja, gitu kok. Aku nggak tega sama di, jadi... Nanti tolong dibantu, ya? Pasti dia memiliki banyak kesulitan, karena dia udah kayak putri dari lahir."Gavin mengacak-acak rambutnya yang memang sudah acak-acakan, "kak... Aku tau kamu nggak tegaan, tapi ya mikir dong! Kita butuh orang baru yang bisa langsung kerja, bukan malah ngajarin bayi!"Aila tertawa canggung, lalu dia menepuk bahu Gavin, "kamu pasti bisa, Vin! Sehari atau dua hari, kalau dia nggak betah, pasti minta keluar sendiri kok."Gavin kembali menatap kakaknya, ada ide terlintas di kepalanya, "iya juga, ya?""Nah, sekarang kamu mandi dan siap-siap ya, aku masakin sarapan dan bekal makan siang."Gavin sudah tidak terlihat kesal, dia pun pergi untuk mandi dan bersiap. Jadi, Aila pikir, adiknya