Di rumah Hardi ...Berbeda dengan Adam, Hardi justru terlihat sangat kesal karena Adam lebih memilih istrinya dan tidak begitu mempercayainya."Akh sial! Bisa-bisanya si Adam lebih percaya sama wanita itu," ucap Hardi kesal sembari melemparkan gagang pancing di pojokan belakang rumahnya.Diam-diam dari kejauhan Nadia yang baru pulang melihat perkebunan justru memusatkan perhatiannya pada Hardi yang tengah berada di belakang rumah.Perlahan Nadia mendekati Hardi yang masih membelakanginya dan tak tahu kehadiran dirinya."Kamu kenapa, Mas? Kok kayak kesel gitu?" tanya Nadia.Hardi yang terkejut dengan kedatangan Nadia yang tiba-tiba pun langsung menoleh. Hardi menelan salivanya dengan sedikit memaksa."K-kamu udah pulang, Sayang," ucap Hardi gugup."Iya, aku barusan aja pulang terus nggak sengaja aku denger sesuatu dari arah sini dan ternyata itu adalah kamu." Nadia menyipitkan kedua matanya menatap dalam-dalam wajah Hardi."Kamu kayaknya lagi kesel, ya? Ada apa?" tanya Nadia lagi."Hmm
Keesokan paginya, pukul 06:20.Adam menatap Farida yang tengah menyiapkan sarapan dari kejauhan tanpa sepengetahuan Farida."Gara-gara belain si Farida, aku jadi kehilangan jatah uang bulanan dari ibu," batin Adam kesal.Ia masih menatap Farida tapi kali ini tatapan itu berubah menjadi kosong saat Adam telah tenggelam dalam lamunannya."Eh Mas, kamu udah siap, toh. Ayo sini kita sarapan dulu," ucap Farida mengagetkan Adam."Oh emmm I-iya," jawab Adam yang tersadar dari lamunannya."Wah ayam goreng." Tasya bersorak kegirangan saat melihat tiga potong ayam goreng ada di atas meja makan.Bagaimana tidak girang, mereka jarang sekali masak ayam. Farida memang jarang membeli ayam demi menghemat uang yang diberikan oleh Nadia pada Adam."Hah ayam?" Adam yang tak percaya pun langsung melihat ke atas meja."Wah iya, asyik kita sarapan pakai ayam goreng," ucap Adam yang juga ikut kegirangan seperti Tasya. Sementara itu Farida jadi ikut tersenyum bahagia melihat senyuman di wajah suaminya."Semo
"Ya abisnya sih kamu ngasih kerjaan begini banget. Nggak ada enak-enaknya," sindir Adam."Wah bener-bener nggak tau diri banget sih kamu, Dam. Udah ayok lanjut kerja lagi. Nggak enak tau sama yang lainnya. Nggak enak juga sama bos," ajak Agus.Dengan sangat terpaksa Adam pun bangun dan kembali mengerjakan pekerjaannya yang terasa begitu berat baginya. Adam mengerjakan pekerjaannya seperti yang lainnya. Tak terasa jam terus berputar dan hari semakin siang. Perutnya pun sudah terasa lapar lagi.Rupanya saat makan siang, Adam mendapatkan jatah makan siang dari bos sehingga ia tak perlu pulang untuk makan siang di rumah.Adam dan 3 orang temannya termasuk Agus pun duduk di lantai sembari menghadap nasi bungkus yang diletakkan di lantai."Yah cuma pake tahu sama tempe doang nih nasinya. Aku pikir pake ayam goreng lah paling nggak," celetuk ada sembari membuka nasi bungkus dan meletakannya di lantai."Kamu bisa diem nggak sih, Dam. Nggak enak kan kalo sampe bos denger," bisik Agus. Sementa
"Beneran, Mas. Tadi Tasya minta makan pakai ayam goreng yang kamu minta itu.""Terus, kamu nggak bilang kalau itu buat aku dan kamu kasih gitu aja ke Tasya!"Nada suara Adam mulai berubah naik. Adam yang tadi sudah dekat ke arah kamar pun berbalik menghampiri Farida."Kamu nggak mikir apa kalau aku tuh capek kerja. Masa pulang juga cuma makan pakai sayur doang. Kamu mikir nggak sih.""Iya Mas, aku tahu. Tapi aku juga nggak tega lihat Tasya menangis tadi makanya aku kasih ke Tasya.""Ini semua gara-gara kamu! Coba aja aku nggak belain kamu mungkin aku masih bisa dapat transferan dari ibu tiap bulan jadi aku nggak akan bingung lagi mau makan pakai apa. Apapun yang aku mau makan, aku bisa makan."Seketika jantung Farida berdetak begitu kencang. Ia tak menyangka jika suaminya yang sudah berjanji akan menjadi lebih baik bahkan disaksikan oleh ibunya pun tega mengungkit masalah itu lagi."Maksud kamu apa, Mas. Apa kamu nyesel udah belain aku? Aku ini istri kamu, Mas. Aku berhak untuk kamu l
Pagi harinya, Farida bangun untuk dan masak untuk makan anak dan juga suaminya, sementara dirinya hari itu tengah berpuasa dan sudah berhasil menghabiskan sisa makanan semalam sehingga tak terbuang sama sekali."Ini kopinya, Mas," ucap Farida sembari memberikan kopi panas pada Adam yang tengah duduk di terasa rumah.Saat itu masih pukul 6 pagi sehingga Adam masih sangat bersantai karena belum masuk kerja lagi.Adam hanya diam dan tak menjawab ucapan Farida yang sudah membuatkannya kopi pagi itu.Farida yang masih berdiri di samping Adam yang tengah duduk hanya melirik sekilas ke arah Adam."Sepertinya mas Adam masih marah sama aku. Dia tak menjawab ku sama sekali dan hanya diam sejak tadi," batin Farida.Ia pun lalu pergi ke dapur untuk melanjutkan kegiatan memasaknya. Menurut Farida itu lebih baik ketimbang dirinya harus terus berada di dekat Adam dan semakin membuatnya tak nyaman.Akhirnya makanan yang ia masak selesai juga dan kini saatnya Farida kembali memanggil Adam untuk sarapa
Setelah selesai mengobrol dengan Hardi, kini Adam pun kembali melanjutkan perjalanannya menuju ke tempat kerja.Kali ini ekspresi wajah Adam terlihat sangat bahagia. Ia yakin jika hubungannya dengan kedua orang tuanya akan membaik setelah ini."Oke Dam, bapak akan coba bilang ini semua ke ibu. Kamu nggak usah khawatir, ibu pasti akan mengerti. Nanti biar jadi urusan bapak untuk menjelaskan sama ibu, yang penting kamu benar-benar serius dengan kata-kata mu tadi.""Bapak tenang aja. Aku janji akan menceraikan Farida setelah Tasya masuk sekolah, pak. Tapi sekarang aku minta bapak dan ibu bersabar dulu.""Baik. Bapak akan pegang kata-katamu."Adam tersadar dari lamunannya yang terbayang-bayang akan percakapannya dengan Hardi tadi. Adam begitu yakin bahwa setelah itu, Hardi akan membantunya menyelesaikan perselisihannya dengan Nadia.Meski benar di dalam hati Adam masih ada rasa cinta untuk Farida tapi dia tak mau kehilangan uang transferan dari kedua orang tuanya sehingga Adam pun mengamb
Adam terpaksa memilih pulang ke rumah karena rumah Nadia tutup. Tak ada orang di sana karena Hardi pun tengah pergi memancing dan belum pulang sementara Nadia tengah pergi entah kemana.Adam sudah menyiapkan mental dan juga telinganya untuk menghadapi pertanyaan dari Farida, tapi rupanya rumahnya terlihat sangat sepi.Ia menghentikan langkah kakinya di teras rumah menatap gagang pintu yang belum ia raih."Kok sepi banget, ya. Tumben banget pintu dan jendela tertutup rapat gini. Nggak biasanya," ucap Adam penasaran.Perlahan ia membuka pintu dan benar saja, ia tak menemukan Farida dan Tasya meski sudah beberapa kali ia memanggil namanya."Huh, ini si Farida kemana, sih. Kebiasaan banget kalo mau pergi nggak minta izin dulu," ucap Adam kesal.Ia pun akhirnya menyerah untuk mencari Farida dan Tasya yang memang tak ada di rumah saat itu. Adam memilih untuk duduk di sofa ruang tamu mengistirahatkan kakinya yang terasa pegal.Namun, tiba-tiba saja Adam bangkit dengan tiba-tiba. Seketika ia
Hardi pulang ke rumah dan langsung disambut oleh Nadia yang duduk bersedekap di sofa ruang tamu. Wajahnya tampak ketus dan juga jutek."Kamu darimana saja, pak? Jam segini baru pulang," ucap Nadia dengan nada yang masih datar."Biasa, Bu. Bapak habis mancing," jawab Hardi dengan sangat santai.Tanpa perasaan tak enak, Hardi langsung berjalan ke belakang untuk menyimpan alat mancingnya. Tapi, tidak dengan Nadia, dia yang sudah sangat geram dengan sifat Hardi mulai meluapkan kekesalannya."Bisa nggak sih, bapak sehari saja ngurusin perkebunan kita, jangan cuma mancing doang sampe seharian habis itu pulang makan dan tidur nanti kalau masih ada waktu pergi mancing lagi. Sekali-kali bapak lihat dong perkebunan kita," ucap Nadia akhirnya.Hardi yang tengah berjalan akan melewati Nadia pun jadi berhenti sejenak di depan Nadia. Ia menoleh ke arah Nadia yang wajahnya tampak sangat marah."Loh kan sudah ada orang kepercayaan kita di sana, Bu, jadi buat apa kita capek-capek ngecek tiap hari. Nan