Beranda / CEO / Suamiku Pangeran Muda / 7. Apakah Aku Cemburu?

Share

7. Apakah Aku Cemburu?

Penulis: Roesaline
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Kubuka mataku, ternyata aku tertidur di kamarku dan Iqbal menemaniku. Aku merasakan sakit yang teramat sangat di jemariku. Aku mengingat semuanya, ini karena sabetan cambuk dari Tuan Hussein. Punggung tanganku merah kehitaman, dan sepertinya bekas diolesi krem.

Bila aku mengingat kejadian pagi itu rasanya tercekam bagai menghadapai algojo. Dan seketika dadaku terasa sesak bernafas, ngeri sekali rasanya. Aku jadi membayangkan bagaimana dengan TKW Indonesia yang sedang menghadapi hukuman pancung? Dia membela diri karena diperkosa majikan.

Kalau akhirnya TKW itu tidak sengaja membunuhnya untuk membela diri, apa itu salah? Kenapa justru dia harus menghadapi hukum pancung sebagai pelengkap penderitaannya?

Komplotan Ruby tidak berani menyakitiku, apalagi untuk menyentuh tubuhku. Tapi kalau dengan fitnah seperti ini, akan lebih membahayakan diriku. Aku bisa saja kena hukuman potong tangan kalau saja Faruq dan Iqbal tidak menolongku.

Aku menatap anakku Iqbal yang tertidur pulas di sampingku. Bagaimana anak setampan dan sebaik dia harus terlahir dari rahimku dengan latar belakang yang tragis. Aku membelai rambutnya yang lembut, kutatap dengan dalam wajah anakku ... oh anugerahMu begitu indah, Ya Allah. Alhamdulillah.

Ternyata cukup lama aku pingsan atau entah tertidur, tapi begitu mataku terbuka sudah malam. Dari pintu kudengar seseorang mengetuknya. 

"Fahim, kamu sudah bangun? Aku ambilkan makan malam ya?" tawar Priya setelah dia membuka pintu.

"Tidak Priya, aku tidak lapar. Nanti saja kalau aku lapar akan mencari sendiri di dapur. Priya, ternyata aku tidur sangat lama ya?" tanyaku.

Priya masuk dan menutup kembali pintu, dia menghampiriku.

"Iya lama sekali, Fahim. Tuan Muda baru saja keluar kamarmu. Tuan Kecil baru saja tertidur, tadi tuan muda berpesan agar membiarkan dia menemani kamu di sini," kata Priya.

"Priya, kamu percaya kan aku tidak melakukan semua ini?" Tanyaku pada Priya, agar bisa meyakinkannya bahwa aku bukan orang seperti itu.

"Tentu percaya Fahim, kamu harus lebih hati-hati ya? Kalau saja kamu mau dinikahi tuan muda, mungkin mereka tidak berani lagi berbuat macam-macam. Kamu akan menjadi majikannya, mau tidak mau dia akan tunduk padamu. Pikirkan itu, Fahim!" pesan Priya.

"Aku perlu waktu berpikir, Priya!" jawabku sekenanya.

"Ada kalanya manusia itu penuh kekurangan. Mungkin masalah obsesi sex yang menyimpang. Itu adalah kelainan, seiring waktu kamu bisa menyembuhkannya. Dia sangat mencintaimu, kamu bisa merubahnya sesuai harapanmu." nasehat Priya dengan lirih.

"Bagaimana kamu tahu, itu masalah kami berdua, Priya?" tanyaku terkejut.

"Saat kamu pingsan, aku yang merawatmu. Aku melihat banyak luka sayatan dan cakar di dadamu, di leher," kata Priya pelan.

"Dia monster, Priya! Dia bukan manusia! Aku takut!" kataku sambil menghaburkan tubuhku ke pelukannya.

Kami saling berpelukan, aku merasa dialah satu-satunya orang yang mengerti tentang diriku. Dia memelukku dengan sayang bagai seorang saudara.

Tiba-tiba dengan keras aku mendengar Faruq berteriak kepada abinya.

"Tapi dia tidak bersalah, Abi! Abi seorang polisi bisa melakukan penyelidikan, misalnya dengan sidik jadi di barang bukti itu? Aku yakin Fahim bahkan tidak menyentuhnya, sehingga ini cukup membuktikan kalau dia bukan pelakunya, Abi!" bantah Faruq.

Aku dan Priya saling berpandangan. Bagaimana mungkin mereka masih membahas masalah itu? Aku berpikir sudah selesai dengan hukuman cambuk yang sudah aku terima pagi tadi.

"Itu pekerjaan polisi, Faruq, kamu tidak usah mengajariku." sahut Tuan Hussein.

"Tapi aku takut dia tidak mendapat keadilan, Abi," teriak Faruq memekik.

"Oke, Abi akan bantu, tapi ada syaratnya," tawar Tuan Hussein.

"Apa itu, Abi?"

"Ta'aruf," jawab Tuan Hussein.

"Siapa lagi? Sudah kubilang aku belum siap menikah, Abi," sahut Faruq.

"Usiamu sudah 35 tahun dan kamu masih saja bilang belum siap. Kamu masih nunggu Fahim yang bodoh culun itu? Wanita tak berkelas, miskin pula. Abi tidak melarang kamu menikahi dia, Faruq, tapi apa yang sudah dia lakukan padamu, coba? Dia sudah mempermalukan dirimu," kata Tuan Hussein emosi.

"Tapi justru dialah wanita yang kuidamkan, Abi. Dia tidak silau harta benda dan kedudukan. Itu makanya aku tidak percaya kalau dia mencuri. Tanpa dia harus mencuri aku sudah memanjakannya dengan uang dan perhiasan. Tapi tak satupun yang dipakai, disimpan sebagai hiasan lemari di kamarnya," bela Faruq.

"Sudah jangan bela dia terus, itu syarat dari Abi yang perlu kamu pertimbangkan!" sahut Tuan Hussein.

"Tidak perlu pertimbangan lagi, Abi. Aku rela demi Fahim. Oke kita Ta'aruf, besuk," jawabnya setuju.

Aku dan Priya saling berpandangan, keputusan Faruq dilakukan hanya demi aku?  

"Kamu yakin merelakan Faruq untuk wanita lain?" bisik Priya kepadaku.

Kenapa hatiku sangat sakit mendengar kata-kata Priya seperti itu. Sekejap aku membayang Faruq berdampingan dengan wanita cantik, tiba-tiba ada yang perih di dadaku. Apakah ini cemburu? Tidak! Bukankah aku tidak mencintainya, tapi kenapa ada sakit dan nyeri di dada saat mendengar kesediaan Faruq menerima wanita lain? Ataukah karena aku takut kehilangan perhatiannya belaka?

Cklek! Tiba-tiba pintu dibuka dan Faruq sudah berdiri di depan pintu.

"Tuan Muda, Fahim tidak ingin makan, saya permisi dulu!" pamit Priya dengan sopan.

"Ambilkan saja, Priya!" perintah Faruq datar.

"Baik, Tuan Muda." Priya berlalu pergi.

Sebentar kemudian Priya sudah kembali dengan membawa makanan buat aku. Faruq menerima nampan yang berisi makanan. 

"Tinggalkan kami!" pinta Faruq datar.

"Baik, Tuan Muda," jawabnya kemudian Priya pergi dan menutup kembali pintu kamarku.

Faruq menaruh nampan itu di meja kecil di samping ranjangku. Dia mengambil sop daging di mangkuk.

"Pasti sop ini tidak senikmat buatanmu, tapi kamu harus tetap makan demi Iqbal. Dia yang menderita saat melihat dirimu sakit. Aaa' ...," katanya sambil menyodorkan sendok di bibirku, setelah dia meniupnya karena panas. Aku kikuk, memandangnya dengan perasaan gugup.

"Ayolah! Tanganku pegal nih ...," ujarnya sambil menyentuhkan sendok itu ke bibirku. Perlahan kubuka mulutku sambil menatap lelaki perkasa itu dalam-dalam.

"Sampai kapan kamu menatapku seperti itu? Kamu bisa tergila-gila nanti! Atau jangan-jangan sebenarnya kamu sudah mengagumiku, kamu gengsi aja mengakuinya, iya kan?" bisiknya di telingaku. Sambil tangan perkasanya terus menyendokkan makanannya untuk disuapkan di mulutku.

"Kadang aku benci pada diriku sendiri, kenapa harus tergila-gila padamu, Fahim. Kamu hanya seorang pembantu yang biasa-biasa saja," bisiknya.

Kami saling berpandangan, tatapannya sangat dalam menebus ke jantungku. Pertama kalinya hatiku tergetar menatapnya. Mungkin kali ini perlakuannya kepadaku berbeda, bukan sebagai pemuas nafsunya belaka. Tapi memang karena rasa cinta yang ada di hatinya.

Tak terasa semangkok sop ludes termakan olehku. Aku menatap mangkok yang kosong itu dengan malu.

"Lo kemana larinya isi mangkok tadi? Tumpah ya?" Faruq berkelakar menggoda.

"Tuan Muda?" gumamku lirih.

"Perasaan tadi ada yang menolak tidak mau makan, tapi ...," Faruq masih terus menggoda.

"Tuan Muda," desahku manja.

Aku malu, tapi Faruq menatapku dengan tersenyum puas, aku juga tersenyum. Kami saling berpandangan lagi. Kenapa malam ini aku melihat sosok Faruq yang lain yang sebelumnya tidak pernah kulihat. Kamu gagah dan tampan, andai saja sikap dan cintamu selembut salju ...

"Tidurlah, biar Iqbal menemani kamu!" bisik Faruq sambil membantuku berbaring. Perlahan dia menutupiku dengan selimut begitu juga dengan tubuh Iqbal. Sebelum pergi dia mengecup keningku sambil berkata, "Kamu satu-satunya penghuni hatiku, tidak tergantikan."

Aku terpana dengan perlakuan Tuan Muda malam ini. "Kalau aku satu-satunya penghuni hatimu, kenapa kamu terima tawaran Ta'aruf  itu, Tuan Muda?" tanyaku dalam hati.

Bagaimana acara Ta'aruf  Tuan Muda?

Bersambung ...

.

Bab terkait

  • Suamiku Pangeran Muda   8. Tuan Muda Faruq Ta'aruf

    Hari ini kebetulan hari Minggu, acara Ta'aruf sudah dipersiapkan dengan matang. Ada tiga mobil yang ikut mengantar ke rumah calon mempelai wanita."Faruq, aku yakin kamu pasti tertarik dengan calon pengantinmu, dia cantik sekali," kata wanita paruh baya yang tak lain adalah adik abinya."Tante, kok belum-belum bilang calon pengantin wanita sih, emangnya aku setuju? Kan baru ta'aruf belum juga melihat orangnya," jawab Faruq sambil tertawa renyah."Tapi dia seperti bidadari, kamu pasti terpukau melihatnya. Selain cantik, dia cerdas dan kaya," kata Tante Umamah."Yah, kita lihat saja nanti!" jawab Faruq tegas.Aku hanya mengintip kegiatan mereka dari lantai atas. Aku melihat Iqbal yang mengenakan setelan jas mewah sangat tampan. Membuat aku begitu bangga menjadi uminya.Faruq mengenakan jas setelan sama dengan jas Iqbal. Dia tak kalah ganteng, saat mereka duduk berdampingan seperti pinang dibelah dua. Aku hanya menatapnya dari atas. Kelua

  • Suamiku Pangeran Muda   9. Faruq Cemburu Buta

    Aku menunggu dengan cemas, dan mondar-mandir di dekat jendela kamarku. Sebentar-sebentar aku melongok ke luar jendela sambil melihat kalau-kalau rombongan mobil ta'aruf itu datang. Terasa begitu lama, benar ternyata menunggu itu sangat melelahkan.Tiga jam lebih akhirnya rombongan itu datang. Aku begitu penasaran dengan hasil pertemuan itu. Acara ta'aruf saja yang ikut sekian banyak orang sih, beda dengan Indonesia. Baru kalau acara lamaran melibatkan banyak orang.Aku mengintip dari jendela, mereka turun dari mobil menuju ke rumah. Wajah mereka berseri-seri semua. Aku keluar kamar dan mengintai dari balkon."Kubilang apa? Faruq pasti akan terpana melihat kecantikannya. Dia bukan saja cantik wajahnya, tapi cerdas," ujar tante Umamah."Dia juga pandai menari dan bernyanyi." sahut adik nyonya, Hanifah."Kamu beruntung sekali, Kak Faruq, selera kamu berkelas sekali," sahut Ihsan menimpali."Memang mata kakak masih waras, tau?" jawab Faruq terta

  • Suamiku Pangeran Muda   10. Orang-orang Usil

    Aku tidak bisa terus berbaring sekalipun badanku demam. Aku harus membantu Iqbal menyiapkan keperluan sekolah juga sarapannya. Mereka berkumpul di meja makan. Makan pagi ini sangat ramai karena semua tamu masih belum pulang.Aku melirik Ikhsan yang dengan nakal matanya berkedip-kedip menggodaku. Aku menunduk takut dan risih, Iqbal bergegas meraih tanganku seolah dia menyadari ketakutanku. Jemari mungil nya meremas tanganku sambil menatap lembut dan mengangguk tersenyum membuat sejuk hatiku."Hei kamu Fahim kan? Kalau Faruq tertarik sama kamu, itu berarti karena kamu cantik," gumam Umamah."Jadi penasaran juga," Ikhsan menimpali."Buka dong!" sela Sholikin sambil tangannya meraih cadar yang menutupi wajahku.Spontan tanganku menangkisnya. Semua mata terbelalak kaget. Mereka merasa aku terlalu berani dan tidak sopan kepada tamu. Kalau saja Faruq melihat semua ini pasti akan terjadi baku hantam lagi.Faruq masih berkemas di kamarnya, demi

  • Suamiku Pangeran Muda   11. Jebakan Ruby

    Aku semakin penasaran apa benar Faruq ada hubungan khusus dengan Ruby dan Sena sama seperti hubungannya denganku? Apakah Faruq akan marah kepada Sena demi membela diriku? "Senaaa ...!" teriak Faruq dari depan pintu kamarku. Aku penasaran apa yang akan terjadi? Aku menunggu kedatangan Sena dengan hati cemas dan penasaran. "Iya Tuan Muda, ada yang bisa saya bantu?" tanya Sena yang tersenyum genit dan menatap aku dengan tatapan mengejek. Aku tidak tahu apa yang sedang dipikirkan Sena, tapi dengan sikap liciknya aku berkeyakinan dia sedang berpikir curang. "Apa kamu yang mengantarkan Saleeg buat Fahim?" tanya Faruq. "Saleeg? Tidak Tuan Muda saya baru keluar dari gudang mencatat bahan-bahan makanan yang harus di beli hari ini. Ini catatannya, Tuan Muda," kata Sena sambil menunjukkan selembar kertas. "Kamu yakin, Sena?" tanya Faruq datar. "Masak sih Tuan Muda tidak percaya padaku? Tapi tadi habis dari meja m

  • Suamiku Pangeran Muda   12.Demi Aku Faruq Terluka

    Di area itu terasa perih dan basah, aku menjadi jijik pada diriku sendiri. Kujambak rambutku kuat-kuat sambil menjerit histeris."Aaaaaagh!"Kugigit bibir bawahku dengan sangat kuat untuk mengalihkan sakit hatiku. Tak henti-hentinya aku mengutuk diriku sendiri yang terlalu lemah dan bodoh sehingga jadi korban penindasan orang lain."Priya, apakah mungkin dia sudah menjamah tubuhku? Sepertinya dia sudah memperkosa aku, kenapa pakaian dalamku lepas?" tanyaku disela isak tangisku."Memang Tuan Muda butuh waktu dari kantor untuk sampai ke rumah ini. Aku tidak bisa menjawab pertanyaanmu, Fahim. Yang tahu kalian berdua, kamu dan Ikhsan," ujar Priya sedih."Tidaaaaak! Aku muak ... aku jijiiiiik!" tangisku histeris.Priya segera memelukku kembali dan memenangkan aku,"Kamu harus kuat, kalau kamu seperti ini mereka akan tertawa puas. Keadaan seperti inilah yang dia harapkan, Fahim," Priya menghibur."Bagaimana kalau Ikhsan berhasil memp

  • Suamiku Pangeran Muda   13. Pulang Bersama Marwa

    Aku jadi sakit hati bila ingat Faruq memperkenalkan aku sebagai pengasuh Iqbal. Harusnya aku mengerti posisi Faruq, memang tidak mudah. Aku cemburu setelah melihat betapa cantiknya Marwa. Perawakannya sangat bagus tinggi dan sintal, beda jauh denganku. Tinggiku hanya 158 cm dan beratku hanya 46 kg, tak sebanding dengan Marwa. Secara wajah aku juga tidak ada apa-apa nya, orang menyebut dia bagai bidadari. Tak salah bila aku menaruh cemburu. Takut kalau Faruq akan melupakan aku. Bukankah harusnya aku senang tidak menjadi budak nafsunya lagi. Bahkan mungkin dia akan melepaskan aku dari penjara yang membelenggu selama sepuluh tahun. Malah mungkin juga dia mengijinkan aku pulang ke Indonesia. "Umi, Abi pulang!" teriak Iqbal setelah membuka kamarku. Dengan tanpa memperdulikan rasa sakitku, aku segera beranjak bangun dan bergegas bersama Iqbal menyambut Faruq. "Abiiii ...!" teriak Iqbal sambil berlari menghampirinya. Aku dan Iqbal terpe

  • Suamiku Pangeran Muda   14. Persekongkolan

    Saat aku membuka mataku, ada tangan kekar melingkar di pinggangku. Betapa terkejutnya ternyata Faruq tidur di sampingku. Aku melirik jam di atas meja kecil di samping ranjang menunjukkan pukul 03.00. Aku terbiasa terbangun di jam-jam itu, karena kebiasaan aku sholat Tahajud. Kenapa tiba-tiba Faruq menyusul tidur di kamarku? Padahal tadi Abi dan uminya, marah besar kepadaku. Mencaci aku separah itu, bila mengingatnya benar-benar membuat sakit hatiku. Aku perlahan menyibakkan tangan Faruq dan bangun untuk mengambil air wudhu untuk sholat Sunnah Tahajud. Dalam sholatku aku selalu menumpahkan tangisku kepada Zat Yang Maha Pengasih. Kadang aku berpikir, tubuhku yang kotor, selalu jadi pelampiasan nafsu majikan dan aku tak mampu menghindarinya hingga melahirkan seorang anak. Bagaimana dengan ibadahku, apakah Allah bisa menerima ibadahku? Wallahu A'lam Bish-shawab. Sekalian aku sholat Istikharah, sebentar lagi Faruq ulang tahun, aku harus memenuhi permintaan

  • Suamiku Pangeran Muda   15. Pertemuan Kedua Dengan Muzammil

    Aku masih penasaran apa yang sedang direncanakan mereka bertiga di depan kamarku. Aku melihat dan samar-samar mendengar ada pertengkaran diantara mereka. Setelah aku memberikan sarapan Iqbal, dengan alasan mengambil tas ke kamar Iqbal aku kepo ingin mendengarkan percakapan mereka. Kebetulan kamarku bersebelahan dengan kamar Iqbal. "Aku tidak mau tahu, aku tetap akan mengusirnya, aku tidak mau keluarga Marwa memutuskan hubungan ini, Faruq," Tuan Hussein emosi. Seketika tubuhku lemas lunglai mendengarnya. Kalau saja aku mendengarkannya saat aku belum mempunyai Iqbal, jelas aku bahagia sekali. Tapi sekarang, aku berpikir bagaimana dengan Iqbalku? Apakah aku bisa berpisah dengan Iqbal, anakku? "Apa kalian tidak memikirkan perasaan Iqbal? Bagaimana dia dipisahkan dari uminya?" tanya Faruq memohon. "Kalau begitu kamu harus bisa meyakinkan Marwa agar dia tidak cemburu dan tidak membatalkan pernikahan ini! Dan yakinkanlah keberadaan Fahim

Bab terbaru

  • Suamiku Pangeran Muda   109. Akhir Cinta Segitiga

    Ternyata orang yang sangat kucintai menusukku dari belakang. Diam-diam dia akan mengambil Erkan dariku. Pandainya dia bersandiwara seolah dia adalah pahlawanku, pelindungku juga anak-anak. Ternyata dia ular yang berbisa. Semenjak aku mendengar telepon dari Hema itu aku harus lebih hati-hati kepada Muzammil."Faruq, berikan Erkan kepadaku!" pinta Muzammil kepada Faruq.Dengan suka hati Faruq memberikannya kepada Muzammil. Aku menatapnya dengan kecewa, "harusnya kamu menjaganya, Pangeran, bukannya malah akan menculiknya," batinku."Aku akan menyuapinya, Pangeran," kataku."Suapi saja biar kugendong," usul Muzammil.Tanpa berontak terpaksa aku menyuapi Erkan yang dalam gendongan Muzammil. Sambil bergurau riang menghibur Erkan agar mudah makan. Aku melihat Faruq terpaku menatapku, perasaan canggung mulai menghinggapiku."Assalamualaikum ...?" sapa Marwa yang tiba-tiba muncul di depan kami."Waalaikum salam," jawab kami bersamaan."Marwa?" panggil Faruq terkejut."Nyonya Marwa?" panggilku

  • Suamiku Pangeran Muda   108. Pengkhianatan Muzammil Terbongkar

    Muzammil terkejut ternyata yang menelepon pengawal istana dan mengabarkan hasil penyelidikannya. Ternyata benar wanita yang aku curigai itu adalah Marwa. Berarti Marwa ada di Indonesia? Apa yang dilakukan di negaraku? Apa karena Faruq dan Iqbal belum pulang ke Inagara? Apakah Marwa sudah tahu kalau Faruq sedang sakit? Kalau benar dia sudah tahu tapi kenapa masih mengejar-ngejar Faruq? Apa itu artinya cinta Marwa tulus kepada Faruq? Faruq tidak boleh menyia-nyiakan ketulusan hati seorang istri. Aku tahu Marwa begitu membenciku karena rasa cemburunya yang begitu buta karena takut kehilangan Faruq. Tapi kalau ternyata dia belum mengetahui kalau Faruq sedang sakit, apa yang akan terjadi bila akhirnya dia tahu? Apakah dia akan meninggalkannya?"Awasi terus jangan sampai kehilangan jejak!" perintah Muzammil kepada pengawal istana kemudian menutup teleponnya."Ternyata feeling kamu benar, dia adalah Marwa," gumam Muzammil."Aku takut, Pangeran!" ujarku lirih.Muzammil segera memelukku, hang

  • Suamiku Pangeran Muda   107. Salah Paham

    Aku sudah kembali ke rumah, betapa bahagianya melihat Iqbal dan Erkan serta adik barunya bermain dengan rukunnya.. Gadis yang manis itu akan aku adopsi dengan nama Naura. Sepertinya itu nama yang cantik dan cocok buat dia. Aku dan Muzammil menemani mereka bermain di teras rumah."Iqbal suka punya adik cantik dan manis seperti dia?" tanyaku kepada Iqbal."Suka, Umi," jawab Iqbal. "Aku senang tinggal di sini, Umi, rasanya tidak ingin kembali ke Inagara," gumamnya."Kasihan abi juga opa dan oma, Sayang," hiburku."Nanti Iqbal akan semakin sering bertemu dengan mereka, jangan khawatir!" Muzammil juga menghiburnya."Iqbal sayang kan sama adik-adik?" tanyaku."Iya Umi, aku sayang banget sama adik-adikku, mereka imut," sahut Iqbal. "Sekarang adikku ada dua iya kan, Abi?" lanjutnya bertanya Muzammil."Iya, ada dua, kamu mau nambah lagi?" kelakar Muzammil."Ih apaan sih, Pangeran, mereka masih kecil-kecil repot tahu?" selaku berbisik sambil mencubit lengan Muzammil."Auh sakit, Zhee!" tawa Muz

  • Suamiku Pangeran Muda   106. Surat Wasiat dari Ibu

    Aku segera membacanya, betapa terkejutnya hatiku membaca isinya. Ibu menginginkan aku menikah dan bahagia dengan Faruq. Karena di depan matanya Faruq banyak melakukan pengorbanan dan selalu melindungiku. Ibuku menyaksikan sendiri betapa besar cinta Faruq untukku. Sementara dengan Muzammil dia belum pernah bertemu. Meskipun Muzammil seorang sultan dari Kerajaan Tukasha ternyata tidak membuat ibuku silau dengan pangkat dan derajat."Apa isinya, Zhee?" tanya Muzammil yang ikut mengamati surat itu."Bukan apa, Pangeran," jawabku. "Untung kamu tidak mengerti bahasanya," pikirku dalam hati."Kita lihat ibuku, kamu belum pernah melihat ibu kan?" kataku sambil menggandeng tangan Muzammil mencari jenazah ibu di baringkan.Dengan penasaran dia mengikutiku menuju ruang tengah. Aku melihat jenazah ibu sudah dimasukkan keranda. Akhirnya paman dan beberapa orang membantu membuka keranda itu agar aku bisa melihatnya untuk terakhir kalinya."Jangan menangis, Fahim, jangan sampai air matamu menetes di

  • Suamiku Pangeran Muda   105. Cinta Tidak Harus Memiliki

    Entah apa yang sedang kupikirkan, tiba-tiba saja aku balik kanan dan berlari sambil menggendong Erkan. Tanpa berpikir lagi Muzammil sedang di sisiku. Juga hampir lupa bahwa Erkan sedang dalam gendonganku. "Zhee!" teriak Muzammil memanggilku. Aku tidak menggubrisnya lagi, yang ada di otakku wajah Faruq yang melemah dan butuh dukungan orang yang dicintainya. Tanpa terasa aku sudah berdiri di depan pintu ruang dokter spesialis kanker atau Dokter Onkologi. Tanpa ragu aku menerobos masuk. "Nyonya, ada apa ini?" hardik perawat spontan. Aku tidak peduli, aku terus masuk hingga akhirnya menerobos ruang periksa dokter. "Siapa dia, Tuan?" tanya dokter dalam bahasa Inggris. "Dokter, bagaimana keadaannya?" sahutku panik. "Apa dia istrimu, Tuan?" tanya dokter lagi. "Saya keluarganya, Dok," jawabku. "Kebetulan, Nyonya, silakan duduk!" perintah dokter. "Hanya dukungan keluarga yang paling dibutuhkan. Satu-satunya jalan dia harus kemoterapi, Nyonya, tapi Tuan Faruq menolaknya," ujar dokter

  • Suamiku Pangeran Muda   104. Saat Cinta Diuji

    Aku dan Faruq terbelalak kaget tidak mengira Muzammil tiba-tiba muncul. Dan kami tidak siap jawaban dengan pertanyaan itu. Aku dan Faruq saling berpandangan. Ada rasa tidak nyaman dengan kehadiran Muzammil terpancar di wajah Faruq."Ada apa kalian? Kenapa kelihatan tegang seperti itu?" tanya Muzammil sok polos."Penyusup itu, dia ... dia ... meninggal," ujarku pelan dan terbata-bata."Bagaimana bisa? Bukankah sebelumnya dia baik-baik saja?" tanya Muzammil heran. "Bagaimana bisa dengan tiba-tiba dia meninggal?" lanjutnya."Pura-pura!" sahut Faruq menggumam lirih."Maksudmu?" bentak Muzammil heran.Sontak mataku memberi isyarat agar Faruq bisa menahan diri. Belum saatnya kita membongkar kejahatan ini karena bukti belum jelas. Akhirnya Faruq pun menahan diri. Muzammil hendak membuka pintu ruang penyusup itu dirawat tapi perawat lebih dulu membuka pintu dan keluar membawa jenazah pindah ke kamar mayat."Mana mungkin? Dia satu-satunya harapan kita untuk mengungkapkan misteri kejahatan ini?

  • Suamiku Pangeran Muda   103. Curiga

    Muzammil menarik tanganku dan mengajak ke ruang keamanan. Aku hanya pasrah dan mengikutinya bahkan Faruq pun mengikuti kami berdua. "Jaga kamar anak-anakku, Burhan, jangan sampai kecolongan lagi!" pesan Muzammil sambil mempercepat langkahnya menyempatkan menghubungi bodyguard yang menjaga kamar Iqbaal dan Erkan. "Aku takut anak-anak dalam masalah, Pangeran!" sahutku. "Atau biar aku yang menunggu mereka, Zammil?" usul Faruq. "Iya, Faruq, tolong!" jawab Muzammil. Akhirnya Faruq berhenti sejenak karena terlalu lemah fisiknya, dan kami pun juga berhenti mengikuti Faruq. "Kamu baik-baik saja, Faruq?" tanya Muzammil. "Aku hanya capek," jawabnya singkat dibalik napasnya yang berpacu. "Pangeran, bolehkah aku mengantar Tuan muda ke kamarnya? Kasihan dia pucat sekali," pintaku dengan pelan agar pangeran tidak cemburu. Aku melihat dia sedang berpikir, aku tidak tahu apa yang ada dalam otaknya.Tapi aku lebih kasihan melihatnya tampak kesakitan dan melemah. "Tidak perlu, Fahim, aku tidak

  • Suamiku Pangeran Muda   102. Musuh Dalam Selimut

    Kita bertiga mendatangi kamar dimana penyusup itu dirawat. Dia masih belum sadarkan diri. Di depan pintu masuk ada empat bodyguard sedang berjaga."Dia sepertinya orang Indonesia, Fahim," gumam Faruq lirih. "Betul, Tuan muda," jawabku setuju dengan pendapat Faruq. "Tapi untuk siapa dia bekerja, apa salahku?" lanjutku meruntuk. "Kita tidak mengenalnya, bahkan aku dan ibu tidak punya musuh di sini," lanjutku sambil mengingat-ingat.Tiba-tiba dokter datang bersama perawat untuk memeriksa pasien."Pak Faruq, kenapa bapak tidak istirahat malah jalan-jalan kemari," tanya dokter begitu bertemu Faruq sedang berada di kamar pasien lain."Iya Dokter, sebentar lagi saya kembali ke kamar," jawab Faruq."Dokter Farid yang menangani anda adalah dokter terkenal di Indonesia, semoga bisa membantu masalah anda, Pak Faruq," kata dokter Bagus."Amiin," sahut Faruq dan Muzammil bersamaan."Bagaimana keadaan pasien ini, Dok?" tanya Muzammi."Keadaannya sudah stabil, dia akan segera sadar," kata dokter op

  • Suamiku Pangeran Muda   101. Penyusup Terbunuh Misterius

    Tiba-tiba dokter dan perawat gadungan itu keluar dari kamar sambil menggendong paksa Erkan. Dia menconcongkan pistol ke kepala Erkan mengancam kalau kita mengadakan perlawanan maka peluru itu akan menebus kepala Erkan. "Apa yang kalian inginkan sebenarnya? Kenapa harus menghukum bayi yang tidak berdosa? Kalau urusan kalian kepadaku atau pangeran ayo kita selesaikan kita bicara," usulku. Dua orang penjahat itu tidak merespon justru semakin kelihatan garang. Mereka semakin lari menjauh mencari jalan keluar. Yang membuat aku penasaran apa yang mereka inginkan. Kenapa selalu ingin menculik Erkan? Aku ingin lari mengikutinya, tapi sontak Muzammil menarik tanganku dan menghentikanku. "Tenangkan hatimu, Zhee!" pinta Muzammil. "Bagaimana bisa tenang, anakku dalam bahaya? Setelah hilang beberapa hari kini harus diculik lagi," tangisku menggerutu. "Dia sudah mulai berjalan keluar rumah sakit, awasi dan ikuti terus jangan sampai kehilangan jejak!" perinta Muzammil lewat telepon kepada sese

DMCA.com Protection Status