Mendengar perkataan pedas itu Rizki berbalik badan dan menegur Pakdhe Sukirman.
"Pakdhe, nggak usah menyalahkan takdir, itu rahasia Allah. Hidup itu seperti roda yang berputar kadang di bawah kadang di atas, siapa tahu nanti mertuaku yang baik ini kaya lagi, pasti Pakdhe iri, terus minta maaf terus ujung-ujungnya minta gratisan 'kan?" goda Rizki sambil tertawa. "Mana mungkin kalian kaya mendadak kalau bukan hasil maling atau pakai pesugihan." "Kamu itu orang susah sok banget jadi orang, lihat tampang mu gini, kucel, lusuh, jangan sok bijak, urus saja dirimu sendiri jangan ngurusin orang lain," jawabnya dengan emosi. "Lah Pakdhe sendiri ngurusin kami yang miskin ini sampai menghina, udah Pakdhe jangan emosi melulu, nggak baik buat kesehatan," ucap Rizki dengan sopan. "Dasar gendeng, pergi sana tak sudi melihat muka kalian nanti ketularan miskinnya kaya kalian." "Iya Pakdhe Sukirman yang terhormat, kami mau pergi juga kok, nggak betah juga lama-lama di sini toh acaranya udah selesai." "Assalamualaikum, dijawab dong Pakdhe nggak boleh di diamin, dosanya berlipat ganda," ucapnya lagi. "Suka-suka ku lah mau jawab atau tidak, kalau dari kamu aku malas, punya menantu kaya kamu nggak ada akhlaknya, melawan terus omongan orang tua," sahutnya yang tambah emosi. "Sudahlah Bang, ngapain sih ladeni Pakdhe, ayuk kita pulang." "Iya Adek sayang, yuk," jawab Rizki sambil merangkul pundak Ayu. "Hey jangan mesra-mesraan di tempat umum dasar nggak punya etika, memang kamu nggak diajari apa, hah!" teriaknya lagi sampai-sampai banyak yang melihatnya. "Suka-sukakulah Pakdhe orang istri sendiri lain kalau istri tetangga, baru haram hukumnya hahaha..." "Sudah toh Ki, ngapain kamu ladeni Pakdhemu, biar bagaimanapun dia juga sudah menjadi bagian keluargamu," ucap mertuanya dengan ramah. "Iya Pak, Riski ngerti tapi bukan salah Riski juga loh Pak, dia yang mulai duluan kita nggak pernah menghinanya eh dia terus menghina Bapak sama Ibu, kalau Riski yang di hina, dicaci maki nggak masalah buat Riski, malah senang ada yang bisa didebatkan hahaha...." "Betul kata Pakdhemu Yu, otaknya agak gesrek orang direndahkan, dimarahi, di hina malah suka, senang, di mana-mana itu malah sakit hati bukan sebaliknya," ucap Pak Sugimin sambil menggeleng-gelengkan kepalanya. "Itulah uniknya suami Ayu Pak," sahut Ayu yang membanggakan suaminya. "Pak, Bu jadilah diri sendiri jangan seperti bunglon, kalau prinsip Riski ya Pak selama mereka tidak melalukan kekerasan fisik nggak masalah, hanya perang mulut buat kebaikan oke siapa takut." "Iya terserah kamu Ki, yang penting jangan sampai terlalu over dosis nanti nggak ada obatnya, iya toh?" Hahaha .... tawa Bu Yati diikuti oleh Pak Sugimin, Ayu dan Rizki. Mereka seperti layaknya keluarga kecil bahagia, dalam kesederhanaan mereka selalu bersama-sama, inilah yang dicari Riski dalam keterbatasan ekonomi mertuanya masih sanggup bertahan hidup dengan keikhlasan, tak pernah mengeluh di depan orang, beliau selalu bersyukur di tikar sajadahnya yang lusuh. Rizki sangat mengharapkan keluarga seperti ini, dia lebih baik kaya hati daripada hati miskin. Namun bukan berarti kita tidak membutuhkan materi, karena di dunia pastilah memerlukan namanya uang, tetapi jangan mendewakan uang, hiduplah sewajarnya saja karena kita tidak tahu Allah kapan membalikkan keadaan dari yang miskin menjadi kaya maupun sebaliknya. Mereka pun pergi ke luar gedung, dan anehnya tak ada satu pun yang mau mengantar kedua orang tua Ayu, bahkan anak kandungnya sendiri, mereka enggan mempunyai orang tua yang miskin, padahal sewaktu Pak Sugimin kaya mereka menggantungkan hidup mereka ke Bapaknya. Sekarang seakan-akan mereka tidak di hargai sebagai orang tua. Namun Pak Sugimin dan Bu Yati tidak pernah marah ataupun memusuhi anak-anaknya. Beliau tetap mendoakan anak-anaknya agar selalu sehat dan bahagia. Kasih sayang orang tua sepanjang jalan tetapi kasih sayang anak sebatas jalan. Di usia senja beliau tidak pernah mengeluh akan hidupnya yang serba kekurangan, tidak pernah meratapi nasibnya yang jatuh miskin, bahkan beliau bersyukur dengan begini dia lebih taat beragama, lebih sayang terhadap keluarganya. Tak pernah merasa minder di antara keluarga besar Pak Sugimin walaupun sering dihina karena jatuh miskin, padahal dulu mereka selalu di bantu apa saja dengan ihklas tanpa memintanya lagi. Namun Pak Sugimin tetap sabar dan tawakal, karena Pak Sugimin meyakini dirinya bahwa ini adalah ujian yang harus dilakukan dari Allah SWT. "Don, Bapak ikut kamu atau paling tidak Ibumu saja yang kamu antar pulang, rumah Bapak sama kamu 'kan berdekatan, biar Bapak naik sepeda ini pelan-pelan, soalnya Bapak mau ke bengkel dulu ban sepedanya kempes," ucap Bapak mengiba. "Maaf ya Pak, Bu, Doni lagi buru-buru nggak bisa, lagian kalau Ibu naik mobil Doni yang super kece ini, jadi kotor, bau matahari lagi, bisa-bisa Doni muntah, Bu!" jawabnya dengan lantang. "Wah nggak benar nih, harus dikasih pelajaran si Doni gendeng ini, enak kali ya bikin rusuh lagi," ucap Riski yang tidak terima perkataan sadisnya buat orang tuanya sendiri. "Bang Doni keterlaluan, kamu kira aku nggak bisa beli mobil beginian, bisa aku beli puluhan kalau perlu aku jejealaman rumah Bapak, baru satu mobil sudah sombongnya minta ampun, bagaimana kalau dia tahu aku kaya raya, huh nggak sudi juga aku kasih kamu, lebih baik kasih yatim piatu," gerutunya lagi dalam hati. Untungnya Pak RT melewati jalan itu, segera Riski memanggil Pak RT agar nimbrung berbicara dengan Pak Sugimin. "Assalamualaikum Pak, mau pulang?" tanya Riski basa basi."Walaikumsalam Ki, loh ada Pak Sugimin mau pulang juga Pak?"Sebelum Pak Sugimin angkat bicara, Riski memotong omongan beliau. "Iya Pak, cuma kami tadi bingung soalnya sepeda Bapak bannya kempes, tapi alhamdulillah Pak, ada Bang Doni mau ngantar Ibu pulang, iya "kan Bang?" Betapa merah muka Doni, mendengar perkataan Riski, tetapi jika ditolak maka dia akan jadi bulan-bulanan warga, secara istri Pak RT ratu gosip di kampung itu. Doni melotot kearah Riski, tidak percaya dia melakukan seperti ini, dengan terpaksa dia pun tidak menolaknya. "Eh ... anu ... i-iya Pak, saya yang antar lagian mobil saya yang mewah ini cukup menampung Ibu pulang," ucapnya dengan berat hati. "Loh kenapa mukanya Nak Doni kaya nggak ikhlas gitu mengantar Ibumu sendiri loh?" tanyanya selidik. "Nggak Pak cuma kecapean saja, ayo Bu masuk ke dalam mobil Doni, lebih adem nggak kaya di luar panas!" ucapnya dengan tersenyum kecut. "Ya sudah gitu dong, kamu itu harus mencontohkan kepada anak-anak muda di kampung sini kalau walaupun kita sudah dewasa dan sudah memiliki keluarga sendiri tetap masih menjunjung orang tua, jangan disia-siakan, kalian nggak mau toh dibilang anak durhaka?" terang Pak RT. "Untung kita hidup di zaman modern, kalau zamannya maling kundang bisa-bisa dikutuk jadi batu!" celetuk Bu RT dengan sewot. "Hahaha ... " tawa Riski yang membuat Doni merasa ditampar oleh Riski.Doni menatap tajam ke arah Riski yang masih tertawa lepas, begitu juga dengan yang lain."Betul kata Bu RT yang cantik ini, kata orang sayangilah orang tuamu selagi beliau masih hidup, iya kan Pak RT?" tanya Riski."Betul itu, ya udah kami permisi juga sudah sore, hati-hati di jalan!""Assalamu’aikum!""Walaikumsalam!""Ingat ibumu jangan diturunkan di jalan loh ya, banyak mata-mataku di mana-mana!" perintah Ibu RT dengan mata melotot. "I-iya Bu!" jawabnya sedikit grogi.Setelah Pak RT dan istrinya melaju dengan kendaraannya, Doni mulai berulah lagi."Awas kamu Riski, sudah hampir membuatku malu, ayuk Buk cepatan naik kalau nggak Doni tinggal nih!" bentaknya kepada Bu Yati.Doni pun melesat pergi dengan mobilnya dengan laju sehingga asapnya pun mengenai Pak Sugimin dan Riski. "Bapak nggak apa-apa 'kan?""Alhamdulillah nggak apa-apa, tapi terima kasih ya sudah bantuin Bapak selama ini.""Bapak memang nggak salah merestui kalian menikah dulu, Bapak bangga sama kalian terlebih sama kamu Ki, dari kamu juga Bapak bisa belajar tidak semua kita berdebat panjang lebar pakai mulut tetapi dengan perbuatan langsung kita bisa.""Sama-sama, Pak.""Boleh kita diam tetapi kita harus memainkan strategi, bolehlah sedikit kasih pelajaran," ucapnya."Betul juga kamu Ki, tapi ngomong-ngomong dari gaya bicaramu dan cara penyampaianmu, kalau boleh Bapak tebak sepertinya kamu orang berada bukan seperti orang susah?" selidik Pak Sugimin."Ah, Bapak bisa saja, tapi Aamiin ada yang mendoakan orang kaya.""Memang sih banyak yang bilang kalau Riski ini tampangnya nggak bosanin, enak buat curhat," ucapnya dengan bangga."Sudah ah ngomong melulu, terus gimana ini Bapak ban sepedanya kempes, atau begini saja Bang Riski antar dulu Bapak ke bengkel, biar Ayu tunggu di sini sampai Abang balik jemput Ayu, bagaimana B
"Adek apa-apaan sih, buat Pakdhemu marah dosa tahu," ucap Riski sambil melaju dengan motor kesayangannya."Biarin aja, mulut nggak bisa direm, menceramahi orang nomor satu tapi nggak mau di kritik, aneh 'kan Bang?" teriaknya dari belakang."Memang si Lia kenapa, memang dia ada buat salah sama kamu Dek?" "Kalau Abang tahu apa yang terjadi sama Lia, Huuuf bisa mengomel sepanjang jalan kenanga, Bang!""Nantilah Ayu cerita kalau sudah sampai di rumah aja, diatas motor bising, nggak dengar suaranya Abang kaya liliput," sahutnya dengan tertawa renyah."Oke dah kalau begitu."Tak lama kemudian sampailah mereka di rumah mereka, satu-satunya rumah pemberian Pak Sugimin walaupun tidak luas."Assalamualaikum!""Walaikumsalam!""Maaf Pak agak lama, biasa Pakdhe ada aja yang dipermasalahkan," jawab Ayu yang baru datang."Bapak santai dulu di sini, Ayu buatkan pisang goreng kesukaan Bapak," ucap Ayu yang bergegas ke dapur."Nggak usah repot-repot Yu, Bapak hanya sebentar cuma mau baikkin sepeda te
Dan terbukti hasilnya tidak mengecewakan, Ridho berhasil menggapai cita-cita menjadi koki handal.Sebenarnya Ridho selalu mengirimi uang setiap bulan dua juta rupiah kepada Pak Sugimin, karena gaji Ridho kurang lebih bisa mencapai enam jutaan di kota.Namun Pak Sugimin masih sungkan memakai uang hasil jerih payah anaknya, uang itu hanya digunakan saat keperluan mendadak saja, sehingga Pak Sugimin tidak ingin mengutak-atik uang itu, begitu juga dengan Bu Yati beliau sepemikiran dengan suaminya.Tidak ada yang tahu kalau Ridho mengirimi uang kecuali Riski dan Ayu. Pak Sugimin memang selalu menceritakan semua masalah paling banyak bercerita dengan Rizki menantu kesayangan, karena ketiga anaknya yang laki-laki sibuk bekerja sehingga membuat mereka sombong dan angkuh kepada orang tuanya sendiri.Ketiga anaknya hidup dengan bercukupan dengan keluarga barunya itu. Mereka tidak pernah mau membantu Bu Yati atau Pak Sugimin yang sudah berusia senja yang masih aktif bekerja keras.Kecuali Mbak N
"Kenapa si Rizki, Nduk, kok kaya panik gitu, ada apa toh?" tanya Ibu disela-sela melayani pembeli."Ayu juga nggak tahu Bu, cuma tadi pulang mau pergi sebentar ke kota ada perlu, nanti di hubungi lagi, ada apa ya Bu?" tanya balik Ayu yang sempat bingung."Ada apa toh Bu, nanti saja ngomongnya tuh masih banyak yang belum dilayani!" ucap Pak Sugimin yang ikut membantu Bu Yati membuatkan minuman.Nisa kakak ipar Ayu juga membantu di sana, namun tiba-tiba Lukman dan Reza datang ke warung Bu Yati bersama anak dan istrinya masing-masing.Mereka memang tidak tahu malu sudah tidak membayar malah seenaknya mengambil makan sendiri.Beberapa orang yang melihatnya sangat geram dengan tingkah laku mereka, di saat banyak pembeli dengan mudahnya mereka membaur mengambil makanan sendiri dalam porsi yang tak sewajarnya pula."Eh, jangan gitu dong kamu nggak lihat Ibumu lagi melayani saya, ini malah kamu grasak-grusuk di situ, hargai dong pembeli," ucap Bu Nani sewot."Kok situ yang marah, suka-suka
"Coba kamu telepon dia, sudah di mana, memang dia ngomong apa sih sama kamu Nduk?""Tadi Ayu nggak terlalu memperhatikan Bang Rizki ngomong apa, soalnya tadi 'kan banyak orang jadi nggak konsen.""Sebentar deh Bu, Ayu coba telepon Bang Rizki dulu.""Gimana Yu, nyambung nggak?""Nggak Bu, malah nggak aktif HP-nya Bu.""Ya udah nanti kamu coba saja lagi, siapa tahu sudah bisa nyambung, mungkin baterainya habis kali belum di cas."Namun tiba-tiba terdengar suara Pak Sugimin yang tergesa-gesa masuk ke dalam rumah dan langsung menyalakan televisi yang ada di ruang tamu."Ada apa toh Pak, grasah-grusuh gitu?""Bapak mau nyalakan televisi Bu, ada berita tentang kecelakaan itu loh Bu pengusaha Wiranata Group keluarganya ada yang kecelakaan Bu, tadi pagi!""Innalilahi wainalillahi roji’un ...""Terus siapa yang kecelakaannya, kok bisa sih Pak, di mana Pak?" "Walah Bu, Bapak saja masih cari beritanya di TV nih, apa sudah lewat ya sekilas infonya," tanya Pak Sugimin yang masih kebingungan."Nah
Azan berkumandang dengan syahdu, setiap lantunannya menyiratkan penuh makna, udara yang masih dingin dikala subuh tak membuat Ayu menarik selimutnya kembali.Ayu bergegas ke luar kamar menemui ibunya yang sedang sibuk di dapur sebelum subuh."Bu, maaf Ayu kesiangan bangun!" ucapnya yang masih menguap karena baru bangun."Nggak apa-apa Nduk, ada Bapak yang bantuin, hari ini Bapakmu nggak ke pasar katanya nggak enak badan, ayo kita salat dulu baru nyambung lagi kerjanya," sahut Bu Yati langsung mematikan semua kompornya dan bergegas masuk ke kamar mandi mengambil air wudu.Ayu pun mengikuti ibunya dari belakang."Bapak mana Bu, katanya nggak enak badan?""Biasalah Bapakmu bilang nggak enak badan tapi yaitu pergi ke masjid salat di sana," jawab Ibu tersenyum.Setelah selesai salat subuh mereka langsung kembali melakukan rutinitas seperti biasanya.Memang tidak terlalu banyak menyita waktu karena bahan-bahan dan bumbu sudah dipersiapkan oleh Ayu dari tadi sore, sehingga tinggal mencampurk
Ayu menghampiri dua wanita yang berpakaian lusuh itu. Yang satu wanita itu terlihat sangat tua mungkin berkisaran 50 tahunan dengan jilbab hitam instan yang sudah pudar warnanya, memakai baju gamis hijau tosca namun banyak tambalan di mana-mana.Sedangkan yang satunya lagi kelihatan lebih muda sekitaran umur tiga puluhan, dengan memakai jilbab instan berwarna merah marun dengan gamis celana panjang hitam dan kaos panjang yang kedodoran."Maaf Bu, mau pesan apa makan sini atau dibungkus?" tanya Ayu dengan ramah kepa5da kedua wanita pemulung itu."B-boleh saya menumpang duduk di sini Mbak, sebentar saja Ibu saya kecapean berjalan kaki dari ujung kesini," jawab wanita muda itu mungkin dia adalah anaknya ibu tua itu."Boleh silakan duduk Mbak, Ibu, sebentar saya ambilkan air minum dulu," ucap Ayu sambil berlari kecil mengambil minum untuk kedua wanita itu.Tak lama kemudian Ayu membawakan dua gelas air putih untuk kedua wanita itu."Silakan di minum dulu Mbak, Ibu!" "Te-terima kasih Mba
"Loh ini apa lagi Yu, kami kan sudah makan gratis terus dapat barang bekas, terus ini lagi" tanya Bu Nur heran."Iya Bu, ini titipan dari Ibunya Ayu, jangan di tolak pamali, kata Ibu buat bekal di jalan.""Wah terima kasih banyak ya Yu, memang nggak salah Iki memilih istri seperti kamu," ucap Bu Nur keceplosan."Apa Bu?""Oh bukan maksud ibu saya, kamu mengingatkan adik saya yang sudah lama meninggal, sifatnya mirip seperti kamu Mbak Ayu," kilah Indah sedikit gugup."Kalau begitu saya tinggal dulu Bu Nur, Mbak Indah lagi banyak pembeli, kasihan Ibu kewalahan, permisi!""Iya, nggak apa-apa titip salam buat Ibunya, terima kasih banyak besan, eh salah mak-maksudnya ibumu!" ucap Bu Nur keceplosan."Iya, Bu," sahut Ayu sembari meninggalkan mereka berdua dengan sedikit bingung.Bu Nur dan Indah tersenyum bahagia melihat Ayu secara jelas di depan mata mereka berdua.Selang beberapa menit Bu Nur dan Indah pergi dari warung itu, karena make up nya mulai luntur karena keringat."Gimana penyamar
Lima bulan kemudian ....“Bagaimana sudah ada tanda-tandanya belum?” tanya Bu Yati kepada Ayu yang masih kelihatan santai, karena belum ada kontraksi apa pun.“Belum ada Bu, terus Ayu nggak ada rasa kontraksi gitu seperti kram atau sakit perut, kenapa ya Bu?” tanya Ayu balik namun masih terlihat santai.“Mungkin sebentar lagi, biasa gitu kadang perkiraan dokter atau bidan biasanya meleset dari hari yang ditentukan!” jelas Bu Yati tersenyum. “Oh gitu!”“Nonton sini saja, temani ibu sebentar, mau lihat berita dulu siapa tahu ada berita yang menarik,” celetuk Bu Yati yang sudah berada di ruang tengah.“Iya, Bu!”“Belum juga bokong Ayu mendarat di sofa empuk, tiba-tiba tanpa sengaja Ayu dan Bu Yati melihat dan mendengarkan berita di televisi bahwa ada empat narapidana kabur atau melarikan diri dari penjara dini hari tadi pagi dan betapa terkejutnya di antaranya adalah Wisnu.Seketika wajah Ayu tegang dan jantungnya pun memompa dengan cepat, Ayu langsung mengalami kontraksi.“Bu, Bu sak
Pak Aldi memandang sahabatnya dengan kesedihan. Beliau tidak menyangka kalau akhirnya seperti ini.Hanya balas dendam yang tak berujung membuat mereka saling berjauhan, menciptakan jarak diantara mereka.“Assalamu’alaikum!”“Apa kabar kamu Fauzi, lama kita tidak pernah mengobrol seperti ini, tetapi malah kamu terbaring tidak berdaya di rumah sakit ini,” ucap Pak Aldi sendu.“Aku tidak pernah membayangkan kalau Wisnu adalah anak kandungmu bersama Kania, mengapa kamu lakukan ini Zi, aku tahu kamu orang baik, aku tetap akan menjadi sahabatmu, aku tidak pernah membencimu!” jelasnya lagi.Tiba-tiba mata sayup itu perlahan-lahan terbuka dan Pak Fauzi menangis saat melihat Pak Aldi sudah ada berada di sampingnya. Tangan Pak Fauzi pun ingin memegang tangan Pak Aldi, lalu mengeluarkan suara parau namun jelas “MAAF” dengan bibir bergetar.Tangan itu semakin erat memegang tangan Pak Aldi dan ucapan kata Maaf selalu dia ucapkan di akhir-akhir napasnya secara berulang-ulang.“Pak Aldi, kenapa pap
“Kalau begitu kami pamit dulu, Assalamua’alaikum! ”ucap Tante Nurma.“Wa’alaikum salam! “sahut Pak Sugimin.Wisnu yang di gebrak oleh polisi di rumahnya, meronta-ronta, dia tidak bisa menerima kenyataan kalau dia kalah dari Rizki.Sebagian warga pun melihat aksi para polisi mengamankan Wisnu yang tangkap dengan tangan di borgol, warga tidak menyangka jika seorang Wisnu tega ingin menghabisi ayah kandungnya sendiri.Entah dari mana masalah ini cepat tersebar tiba-tiba ada saja wartawan yang mencari berita hangat tentang keluarga Wiranata.“Akan ku balas kalian, kamu belum menang Rizki, jika kau tidak bisa mendapatkan Ayu, kamu juga tidak boleh mendapatkannya!”“Kalian tunggu saja pembalasanku!”“Kamu Rizki, terutama kamu yang akan aku bayangi selama kamu tidak mau melepaskan Ayu, untukku hahaha ...!” ucap Wisnu mengancam.“Baik Wisnu, aku tunggu kamu sampai di mana nyalimu sama dengan perbuatanmu!” gertak Rizki kepada Wisnu.“sudah nanti saja berdebatnya kalau sudah di kantor polisi!”
Wajah Pak Fauzi datar tidak ada ekspresinya, namun tiba-tiba dia tertawa terbahak-bahak seperti orang nggak waras.Membuat mereka menjadi bingung dengan tingkah laku Pak Fauzi.“Hahahaaha ... Aldi-Aldi kamu memang dari dulu sangat polos bin lugu, kamu itu terlalu gampang memaafkan orang lain!”“Kamu terlalu naif Aldi, kamu selalu mempercayaiku padahal akulah yang menjadi dalang kehancuranmu hahaha...” tawanya lagi.Wisnu suruh Aldi tanda tangan semua berkas untuk pengalihan harta warisan sebagai penebus nyawanya!”“Kamu tidak ingin kan mati sia-sia di sini?” tanya Pak Fauzi lantang.“Saya tidak akan memberikan sepeserpun kepada kalian, semua yang saya dapatkan adalah murni dari kerja keras saya, lebih baik saya sumbangkan ke yayasan kalau kalian mengambilnya secara paksa!” Rizkiansyah Wiranata adalah pewaris tunggal kerajaan bisnis saya, karena dia darah daging saya, bukan kamu Wisnu!”“Kamu hanya anak angkat bukan anak kandung saya, lagian kamu mempunyai orang tua yang masih lengkap
Sementara di kediaman rumah Wisnu.Pak Aldi yang masih dalam keadaan pingsan dan terikat di kursi berada di ruang tengah. Sedangkan Wisnu menempatkan Ayu di sebuah kamar pribadi miliknya dan Bu Yati di kamar lain juga.Wisnu mengikat kedua tangan dan kaki Ayu dengan kencang di kursi kayu.Ayu masih dalam keadaan tak sadarkan diri karena masih dalam pengaruh obat bius.Ruangan kamarnya pun telah dihiasi oleh harumnya bunga mawar putih yang merupakan kesukaan Ayu. “Rahayu Wulandari, nama yang cantik sesuai dengan wajahmu yang tidak bosan aku memandangmu dengan secantik bunga mawar ini.”“Rizki itu tidak pantas untuk mendapatkan kamu, Yu!”“Saat Rizki mengatakan kalau dia menemukan tambatan hatinya dan memberikan foto kamu untuk pertama kali aku sangat menyukaimu,” ucapnya penuh semangat.Tak lama kemudian Ayu siuman dari pingsannya dan kepalanya mulai pusing dan dia pun terkejut tangan dan kakinya sudah terikat di kursi dan memandang sekeliling dengan penuh rasa heran.“Selamat datang
“Bagaimana ini Pak, Hei kalian kenapa menjaga istri dan mertuaku kalian tidak bisa, apa kerja kalian?” tanya Rizki marah.“Sudah Nak Iki jangan marah-marah, ini bukan mereka yang salah tetapi ini adalah rekayasa Bapak,” jawab Pak Sugimin tenang.“Maksud Bapak, bagaimana?” tanya Rizki bingung.“Maksudnya Bapak sebenarnya memang ini rencana nya kami, agar dapat mengetahui jejak Wisnu. Ayu sudah kami pasangkan alat perekam suara agar kami tahu tempat mereka membawa Ayu,” jelas Ridho kepada Rizki.“Kenapa harus melibatkan Ayu, Wisnu sangat menyukai Ayu Pak, aku nggak rela Ayu menjadi milik Wisnu sampai kapan pun!” sahut yang masih tersulut emosi.“Iya Bapak paham Ki, tetapi menurut Bapak ini adalah salah satu cara agar masalah ini selesai dan kalian dapat hidup dengan tenang tanpa ada orang lain yang ingin merusak kehidupan kalian lagi,” jelas Pak Sugimin berusaha membuat Rizki mengerti.“Baiklah kalau menurut Bapak itu lebih baik.”“Sekarang bagaimana selanjutnya, apa yang akan kita laku
“Eh ada Nak Rizki, bagaimana keadaan Bu Salwa sekarang Ibu harap tidak ada yang serius, ”tanya Bu Yati khawatir.“Alhamdulillah, Bu tidak apa-apa sudah di tangani dokter sekarang lagi istirahat dan di temani oleh Mbok Sum,” jelas Rizki sembari melihat ke arah Rangga yang duduk di lantai dengan keadaan kacau.“Sayang, kenapa dia ada di sini, apa yang dia lakukannya?” tanya Rizki kepada Ayu.“Ayu yang panggil Mas Rangga, Bang!”“Buat apa kamu memanggil dia?”“Mas Rangga ternyata belum tahu kalau Wisnu itu saudara tirinya, makanya dia shock, apalagi Tante Tania bilang kalau itu memang benar,” jelas Ayu yang merasa iba dengan Rangga.Rizki lalu menghampiri Rangga yang duduk di lantai dengan wajah berantakan dan masih terdengar suara usak tangis dalam diri Rangga.Rizki ikut duduk di lantai dan memperhatikan Rangga.Hidup itu aneh Bro, mungkin kamu masih ingat pertama kali kita bertemu, kamu selalu membanggakan diri kamu kalau kamu adalah yang terbaik, tetapi kenyataannya kamu hanya seoran
Melangkahkan kakinya dengan cepat agar Lia maupun mertuanya tidak melihat dirinya yang pergi ke kamar Ayu.Setelah sampai di kamar Ayu, Rangga pun langsung masuk karena sudah di tunggu kedatangannya oleh mereka.“Katakan apa mau kalian dariku?” tanya Rangga sinis.“Silakan duduk dulu Nak Rangga!” ucap Bu Yati ramah.“Cepat katakan apa mau kalian, aku tidak punya waktu banyak untuk kalian!” jawabnya masih sinis.“Aku hanya ingin tahu seberapa dekat kamu dekat Pak Fauzi? ”tanya balik Ayu.“Buat apa kalian menanyakan hal itu?” tanya balik lagi Rangga.“Apakah kamu sudah tahu kalau Papah Aldi di culik oleh Wisnu?” Seketika raut wajah Rangga berubah terkejut mendengar Pak Aldi di culik oleh Rangga.“Buat apa Wisnu menculik Pak Aldi?”“Apa maksudmu, apa hubungannya denganku?”“Sebenarnya apa yang ingin kalian bicarakan denganku?” tanyanya bingung.“Jika hanya basa basi seperti ini lebih baik aku pergi saja, membuang-buang waktu aku saja kalian!” hardiknya.“Aku tidak tahu apa-apa tentang p
@Pak Sugimin{Ada apa Ki, apa yang terjadi tolong ceritakan sama Bapak}@Rizki{Wisnu Pak, sudah tahu rencana kita buktinya dia berhasil menculik Papah, dan gara-gara dia Mamah pingsan tidak sadarkan diri, sekarang Iki menuju rumah sakit dulu Pak}{Iki bingung Pak, apa yang harus Iki lakukan }{Mbak Linda juga susah di hubungi ke mana mereka, tidak ada yang bisa membantu Iki, Pak}@Pak Sugimin{Siapa bilang tidak ada yang membantu kamu, ada Allah kamu lupa itu. Allah tidak akan menguji umat-Nya diluar batas kemampuannya}{Semua akan baik-baik saja Ki}{Tante Nurma dan Mbak Linda mu sedang sibuk, mereka Bapak tugaskan untuk menjemput Ibu Kania di rumah sakit jiwa}{Bapak juga sudah dalam perjalanan ke kota, karena firasat Bapak mengatakan kita harus bertindak cepat makanya mereka berdua Bapak tugaskan, barusan Bapak bicara dengan Bu Nurma kalau dia sudah berhasil membawa pergi ibu Kania ke tempat yang aman}@Rizki{Maksud Bapak Tante Nurma sudah berhasil membawa Ibu Kania keluar dari r