Ariana memutuskan untuk pergi ke kota terdekat dan menetap di sana untuk sementara waktu. Bagaimana pun juga bayinya adalah prioritas utamanya. Dia tidak ingin terjadi apa-apa dengan bayinya.Setelah Ariana kembali dari rumah sakit untuk pemeriksaan kandungannya, dia memutuskan untuk pergi ke minimarket di lantai dasar apartemen yang disewanya, untuk membeli beberapa barang keperluan. Andrian tiba-tiba muncul dari arah yang berlawanan. Mereka sama-sama berhenti. Ariana tertegun, tapi berusaha menyembunyikan keterkejutannya. Andrian terdiam beberapa detik, tidak menyangka di saat dia menghilang untuk sementara malah bertemu dengan seseorang yang dikenalnya di provinsi kecil yang jauh dari tempat asal mereka."Bu Ariana?" suara Andrian terdengar sangat terkejut.Ariana berusaha tetap tenang, meski dalam hatinya dia merasa panik. "Ya... Pak Andrian? Apa yang Bapak lakukan di sini?" jawab Ariana dengan nada tenang, meskipun dia tidak benar-benar ingin tahu jawabannya.Andrian tampak bing
Setelah Nicholas pergi meninggalkan ruangan keluarga, mata Rachel terus mengarah ke pintu tempat Nicholas menghilang. “Sayang, tidakkah kau merasakan putra kita berbeda?” tanya Rachel dengan suara pelan kepada Richard yang duduk di sebelahnya. Richard mencoba menenangkan istrinya. “Sayang, dia hanya sibuk dengan pekerjaannya. Kau tahu, dia selalu serius menjalankan tanggung jawabnya. Ini sementara, dia akan kembali seperti biasa.” Namun, Rachel menggeleng, tampak tidak yakin. “Tidak, Richard. Sejak dia ingat semuanya ada yang berubah dengannya. Dia terlalu tenang, dan mendengarkan kita dengan patuh. Bukan kah itu terlalu aneh?” Richard menepuk tangan Rachel dengan lembut. "Nicholas telah melalui banyak hal—amnesia, ingatan yang kembali, semua pasti membingungkan. Tapi dia tetap putra kita." “Jangankan Clarissa sekretarisnya, Aku yang ibunya juga jadi takut dengannya,” gerutu Rachel. Sementara Richard berusaha menenangkan istrinya, kakek Henry mendengarkan percakapan mereka deng
Nicholas berjalan melewati koridor rumah sakit dengan langkah tenang. Wajahnya tetap tanpa ekspresi, fokus pada tujuannya: menemui petugas kebersihan yang dikatakan menyelamatkannya saat insiden di gudang yang hampir merenggut nyawanya. Dia sudah memastikan bapak itu dipindahkan ke kamar perawatan terbaik di rumah sakit setelah mendengar bahwa kondisinya memburuk. Dia menderita gagal ginjal kronis.Nicholas melangkah masuk ke dalam kamar perawatan dengan wajah datar. Ruangan itu tenang, hanya suara alat medis yang memonitor kondisi petugas kebersihan tua yang terbaring di ranjang. Bapak itu sudah tampak lemah, tubuhnya menua, dengan sisa-sisa kesehatan yang perlahan menghilang. Petugas kebersihan itu membuka matanya perlahan saat mendengar pintu berderit. Pandangannya menatap Nicholas dengan kerutan di dahi, seolah mencoba mengingat sesuatu dari wajah pemuda di depannya."Siapa Anda?" tanyanya dengan suara serak, dipenuhi rasa penasaran dan kebingungan.Nicholas tanpa basa-basi, men
Ariana melangkah keluar dari jet pribadi dengan anggun. Di landasan, Daniel sudah menunggu dengan tenang di samping mobil hitam. Begitu melihat Ariana mendekat, dia membuka pintu mobil dan tersenyum tipis.“Terima kasih, Nyonya, telah membuat keputusan yang tepat dengan menghubungi saya,” ucap Daniel sopan, matanya memancarkan rasa hormat.Ariana hanya mengangguk singkat, lalu masuk ke dalam mobil. Begitu duduk, dia langsung sibuk dengan ponselnya. Daniel masuk ke kursi pengemudi, dan sesaat kemudian mobil itu mulai bergerak meninggalkan bandara. “Pak Daniel,” kata Ariana memecah keheningan, “Aku menghubungi Bapak karena ingin bertemu Nicholas, dan berbicara langsung dengannya.”Daniel yang entah sudah berapa kali mendengar permintaan Ariana tetap menjaga fokusnya pada jalan di depannya. Dia tidak mengatakan apa-apa. Sesaat hening, hanya suara lembut mesin mobil yang terdengar.“Di mana keluargaku?” tanya Ariana kemudian dengan nada mendesak. “Pak Daniel pasti mengetahuinya.”Daniel
beberapa menit sebelumnya…, Daniel merasakan jantungnya berdebar kencang saat melihat Ariana meringis kesakitan di kursi belakang. Dia tidak menyangka, pengereman mendadak itu ternyata membuat wanita tuannya terluka. Melihat Ariana yang terus memegangi hidungnya, tingkat kepanikannya semakin besar. Ariana menyadari kepanikan yang perlahan muncul di wajah Daniel. Sebuah ide langsung terlintas di benaknya. Sambil mengerang seolah rasa sakitnya semakin parah, dia berkata, “Pak Daniel... aku tidak bisa merasakan hidungku lagi.” Nadanya terdengar lemah dan penuh penderitaan. Seakan itu adalah bencana nasional. "Kita harus ke rumah sakit sekarang juga, Nyonya," kata Daniel, segera mengubah arah mobil menuju rumah sakit terdekat. Namun, Ariana segera menyela dengan suara lemah. “Aku tidak akan pergi ke rumah sakit. Kalau Bapak tetap memaksa, aku akan bilang kepada mereka bahwa Pak Daniel menculikku.” Daniel hampir tidak bisa percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Ancaman Ar
Nicholas tersenyum tipis. “Kau milikku, Claire. Aku sudah pernah mengatakannya padamu, ‘aku tidak suka jika milikku disentuh oleh orang lain’." Ariana tersentak, dan mundur beberapa langkah, merasa seakan tubuhnya membeku. Ekspresi Nicholas sulit dibaca, matanya dingin tidak seperti sebelumnya, membuat Ariana bergidik. “Kau mengambil pekerjaanku, menyita rekeningku… kau ingin memaksaku kembali padamu, begitu kan?” Nicholas mengangkat alisnya, senyum kecil tersungging di bibirnya. “Melihatmu kembali dengan sendirinya, bukankah cara itu efektif?” Ariana menelan ludah, tangan memeluk perutnya yang masih rata. ‘Aku kembali karena anak ini,’ pikirnya. Nicholas mendekatinya dengan langkah lambat. Ketika dia sudah cukup dekat, ada kilatan tajam di matanya, campuran antara frustrasi, keinginan, dan kemarahan yang tak lagi bisa dia sembunyikan. Tanpa peringatan, Nicholas meraih wajah Ariana dengan kedua tangannya, ibu jarinya menekan tulang pipinya dengan tegas. "Kenapa kau selalu
Kantor pusat Nathan Enterprises kini berada dalam keadaan Chaos. Berita penahanan Henry Nathan, Presiden Direktur, oleh pihak kejaksaan atas dugaan korupsi dan penipuan finansial telah mengguncang seluruh struktur perusahaan. Dalam hitungan jam, suasana di kantor berubah dari keteraturan menjadi kekacaoan Di berbagai lantai, karyawan berkumpul dalam kelompok-kelompok kecil, berbisik-bisik, dan bergosip dengan cemas tentang masa depan perusahaan yang artinya masa depan mereka juga. Beberapa aktivitas terhenti kecuali cleaning servis, mereka tetap menjalankan tugasnya bersih bersih seperti biasa. Beberapa karyawan tampak sibuk memeriksa berita di ponsel mereka, berharap menemukan klarifikasi atau mungkin bantahan atas tuduhan tersebut, namun yang mereka temukan justru spekulasi dan laporan yang semakin menambah berita negatif. Telepon di ruang eksekutif berdering tanpa henti. Panggilan dari media, mitra bisnis, dan investor membanjiri saluran komunikasi, menuntut penjelasan dan ke
Setelah Richard meninggalkan ruangan dengan penuh amarah, Nicholas berdiri diam sejenak, menatap pintu yang baru saja dibanting oleh ayahnya. Dia menyeka darah di sudut bibirnya dan menarik napas panjang, mengatur kembali ketenangannya. Beberapa detik kemudian, pintu kembali terbuka, kali ini dengan lebih tenang, dan August masuk ke dalam ruangan yang kini menjadi ruangannya. August segera melihat bekas pukulan di wajah Nicholas. “Apakah Anda baik-baik saja?” tanyanya dengan nada khawatir. Nicholas mengangguk, mengisyaratkan agar August duduk. “Apa laporanmu?” August duduk di kursi yang berhadapan dengan Nicholas, membuka berkas yang dibawanya. “Pengangkatan Anda sebagai CEO sementara sah secara hukum. Voting oleh pemegang saham dan persetujuan dewan direksi sudah lengkap.” ucapnya sambil menyerahkan beberapa dokumen kepada Nicholas. Nicholas membaca dokumen-dokumen itu dengan cepat. “Situasi di tim hukum?” tanyanya kemudian. “Saya telah memulai penyelidikan internal dan mel