Home / Pernikahan / Suamiku, Mari Kita Bercerai / 62. Meringkus Penculik

Share

62. Meringkus Penculik

Author: SayaNi
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56
Di dalam kamar hotel, Ariana terbaring tak sadarkan diri di atas tempat tidur yang besar dan mewah. Tirai tebal menutupi jendela, hanya membiarkan sedikit cahaya menyelinap masuk. Suara dengungan AC yang lembut memenuhi ruangan, memberikan nuansa tenang namun penuh ketegangan.

Andrian berdiri di sudut ruangan, memandang Ariana dengan ekspresi yang sulit diartikan. Katrina, yang sudah lebih dulu berada di sana, mendekati tempat tidur dengan langkah ringan, hampir seperti menari.

Katrina mendekati Ariana, tangannya dengan perlahan merapikan rambut Ariana yang terurai di atas bantal.

Andrian akhirnya bergerak, mendekati tempat tidur. "Jangan buka seluruh pakaiannya," ucapnya tegas, suaranya rendah namun jelas. "Aku tidak ingin dia merasa terlalu terhina ketika dia sadar nanti."

"Apa kau menyukai wanita ini?" tanya Katrina, suaranya penuh dengan sindiran.

Andrian tetap diam, tatapannya tidak beralih dari wajah Ariana yang tertidur. Wajahnya yang biasanya penuh percaya diri kini
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Bunda Hafizh
syukurlah Nico percaya SM Ariana
goodnovel comment avatar
Deniati Darson
jadi senang bacanya ,karena suaminya percaya sama istri nya
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Suamiku, Mari Kita Bercerai   63. Kemarahan Rachel

    Rachel menghempaskan pintu ruang kerja suaminya, wajahnya memerah karena marah. "Bagaimana bisa kau menutupi ini dariku?" serunya, suaranya bergetar oleh emosi. Richard, yang sedang duduk di kursinya, mengangkat pandangannya dari berkas-berkas di meja, menatap istrinya dengan tenang. "Rachel, tenanglah," kata Richard dengan suara lembut, mencoba menenangkan istrinya. "Duduklah dulu." Rachel menolak untuk duduk. "Tidak, aku tidak akan tenang! Kau menyembunyikan sesuatu sebesar ini dariku!" Richard menghela napas panjang. "Rachel. Aku tidak ingin membuatmu khawatir lebih dari yang diperlukan, pelakunya sudah kubereskan. Nicholas selamat, dan itu yang terpenting." "Selamat?" Rachel tertawa sinis, matanya berkaca-kaca. "Kau tahu apa yang dia katakan padaku di rumah sakit? Dia bilang ingatannya mulai kembali. Dia ingat bagaimana dia terjebak di dalam gudang yang terbakar itu. Dan kau... kau menutupi semuanya!" Richard berdiri, mendekati Rachel. "Berita kita memiliki persaingan bis

  • Suamiku, Mari Kita Bercerai   64. Perang Batin Nicholas

    Ariana terbangun dengan perasaan tak berdaya. Dia mencoba menggerakkan tubuhnya, tetapi kelemahan masih menguasainya saat dokter Lina memeriksa kondisinya. Dr. Lina memeriksa Ariana dengan teliti, memeriksa tekanan darah dan denyut nadi. "Kondisi Bu Ariana cukup stabil, tapi perlu banyak istirahat. Jangan terlalu banyak bergerak dulu." Setelah pemeriksaan selesai, dr. Lina memberikan beberapa instruksi kepada Lesie sebelum pamit. "Pastikan istirahat cukup dan tidak terlalu banyak stres." Setelah dr. Lina pergi, Ariana menatap Lesie dengan mata penuh pertanyaan. "Apa yang sebenarnya terjadi?” Lesie terlihat ragu-ragu sejenak, namun akhirnya berkata, "maaf, Nona. Belum ada instruksi apapun apakah saya boleh memberitahu Nona atau tidak." Ariana menghela napas, frustrasi. "Kalau begitu, berikan ponselku. Aku akan menghubungi suamiku." Lesie berkata, "maafkan saya, Nona. Saya harus memastikan Nona benar-benar beristirahat dengan tenang." Ariana menatap Lesie dengan tegas. "Apa

  • Suamiku, Mari Kita Bercerai   65. Evacuate Right Away

    Ariana menatap keluar jendela kamarnya dengan tatapan kosong. Sudah hampir sepuluh hari dia terkurung di ruangan itu, terisolasi dari dunia luar tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi. Ponselnya disita, membuatnya merasa semakin terasing. Hanya ada Bibi Helen dan Lesie yang masuk dan keluar, memastikan kondisi kesehatannya. Mereka menjaga Ariana dengan ketat, terutama mengingat proses program hamilnya yang masih berjalan. Namun, hari ini ada sesuatu yang berbeda. "Nona Ariana, kita harus pergi. Kita akan pergi ke luar negeri," kata Lesie tegas. Ariana yang tidak ingin berpikir terlalu banyak karena takut stres akan mempengaruhi proses program hamilnya, hanya mengangguk dan mengikuti Lesie tanpa banyak pertanyaan. Setelah melewati proses check-in yang membosankan, mereka berjalan menuju pemeriksaan imigrasi. Di tengah perjalanan, Ariana meminta izin untuk pergi ke toilet. Lesie, yang selama ini melihat Ariana sangat kooperatif, tidak mencurigainya sama sekali dan mengizinkannya p

  • Suamiku, Mari Kita Bercerai   66. Pemain vs Pemain

    Bersamaan dengan itu, di gedung yang menjulang tinggi tak jauh dari coffee shop, di dalam ruang rapat yang tenang namun penuh ketegangan, Nicholas duduk di ujung meja dengan mata berfokus pada laptop di depannya. Clarissa duduk di sampingnya, rasa gugupnya semakin memuncak, takut membuat kesalahan di hadapan bos yang sedang tidak stabil. Dia merasa seolah berjalan di atas tali tipis di tepi jurang emosi bosnya yang bisa meledak kapan saja. Bosnya memimpin rapat dengan suara tenang namun tajam, membahas ancaman siber dan proyek terbaru dengan ketegasan yang menegaskan bahwa kesalahan tidak akan ditoleransi. Para eksekutif yang hadir saling bertukar pandang, terkejut dengan sikap Nicholas yang lebih dingin dan tajam dari biasanya. Mereka melonggarkan kerah leher sambil menghindari kontak mata langsung dengan Nicholas. Setiap kalimat yang keluar dari mulut Nicholas bagaikan pisau yang mengukir tekanan pada para eksekutif Rapat yang menyeramkan itu akhirnya berakhir. Clarissa mengik

  • Suamiku, Mari Kita Bercerai   67. Akal Akalan Zeyn

    Di sudut lain, Zeyn bergegas meninggalkan kampusnya menuju sebuah kantin yang tak jauh dari rumah sakit tempat dia sudah membuat janji dengan seniornya, dr. Maya yang akan melaksanakan program internship di daerah pedalaman yang terisolir setelah mendapatkan gelar dokter. Matanya sesekali melirik jam tangan, memastikan dia tidak terlambat. Saat tiba di kantin, dia segera mencari meja yang tenang di sudut ruangan, menghindari keramaian dan kebisingan. Tidak lama kemudian, Maya masuk dengan wajah sedikit lelah tetapi tetap menyunggingkan senyum hangat. Rambutnya yang panjang terikat rapi, dan tas selempang menggantung di bahunya. "Zeyn! Apa kabar?" sapanya sambil duduk di hadapan Zeyn, juniornya yang agak-agak diluar nalar. "Aku butuh bantuan, Kak Maya," kata Zeyn, mencoba mengatur napasnya. "Ini soal bibiku." Maya memandang Zeyn dengan penuh perhatian. "Apa yang terjadi pada bibimu?" tanyanya, suaranya penuh kekhawatiran. Zeyn menghela napas panjang dan mulai menjelaskan, "Bib

  • Suamiku, Mari Kita Bercerai   68. Air cucuran atap tidak jauh jauh

    Sudah sebulan sejak Daniel melaporkan kepada Nicholas bahwa Zeyn bersama Ariana. Pertanyaan yang terus menghantui pikirannya, apakah program kehamilan mereka berhasil? Apakah anaknya tumbuh dengan baik di rahim Ariana? Kecemasan itu selalu ada di sudut pikirannya, meskipun dia tak pernah menunjukkannya. “Tuan, kami masih belum menemukan lokasi Nyonya,” lapor Daniel dengan suara tegas namun tenang. Nicholas tidak mengalihkan pandangannya dari layar tabletnya, matanya tetap fokus pada data yang di depannya. “Atur pertemuanku dengan anak itu nanti sore,” jawabnya dingin, tanpa ada emosi yang tersirat dari nada suaranya. Daniel mengangguk tanpa sepatah kata, meskipun Nicholas tidak menoleh ke arahnya. Dia tahu, ini bukan waktu yang tepat untuk bertanya lebih jauh. “Apakah semuanya sudah siap?” tanya Nicholas, suaranya terdengar datar. “Sudah, Tuan. Tuan Oliver Bahri sudah menunggu Anda di ruang rapat,” jawab Daniel singkat, Pagi itu, Nicholas bersiap untuk pertemuan penting denga

  • Suamiku, Mari Kita Bercerai   69. Kejutan untuk Andrian

    Oliver, dengan senyum kemenangan, kembali ke kantornya setelah berhasil menipu Nicholas untuk mengakuisisi perusahaannya yang terbelit utang. Setibanya di kantor, dia disambut oleh tim hukumnya, termasuk Andrian, otak di balik rencana jahat itu. Andrian bertekad menggunakan kesempatan ini untuk menghancurkan Nicholas, sebagai bagian dari dendamnya terhadap Henry Nathan. Dia menargetkan Nicholas karena dia tahu bahwa pria itu adalah cucu satu-satunya yang dimiliki oleh Henry Nathan. Oliver duduk di kursi utama dan menyerahkan kontrak yang sudah ditandatangani kepada Andrian. "Sudah selesai," katanya penuh percaya diri. "Nicholas telah termakan umpan." Andrian, yang juga merasa puas, mengangguk dengan senyum dingin. "Bagus. Ini adalah langkah awal. Dengan Nicholas terganggu oleh perusahaan yang akan bangkrut ini, kita bisa menyerang inti bisnisnya dan menghancurkan semuanya." Namun, ketika Andrian mulai membaca kontrak tersebut dengan lebih teliti, senyumnya perlahan menghilang.

  • Suamiku, Mari Kita Bercerai   70. Almost Crossed the Line

    Oliver berdiri di hadapan putrinya, tangannya terkepal erat, menahan amarah yang sudah lama tertahan. "Katrina, apa yang sebenarnya kau lakukan? Sudah berapa lama kau mencoba merayu Nicholas, dan hasilnya? Bukannya dia jatuh ke dalam perangkap kita, dia malah semakin sulit dipahami!" Katrina duduk di kursi, bibirnya menyunggingkan senyum tipis meskipun jelas terlihat ada kegelisahan di matanya. Dia mencoba mengalihkan perhatian ayahnya dengan nada suaranya yang lembut, "Pah, tenanglah. Aku sudah melakukan semua yang aku bisa. Butuh waktu untuk membuatnya tunduk." Oliver tidak mau mendengar alasan. Dengan cepat, dia melangkah maju, menatap Katrina dengan kemarahan yang terpancar jelas di wajahnya. "Waktu? Berapa banyak lagi waktu yang harus kita buang, Katrina? Kita sudah kehilangan banyak kesempatan karena kelemahanmu! Dia seharusnya sudah menjadi milik kita, mengendalikan semua yang kita inginkan, tapi kau malah membiarkan dia bermain-main dengan kita!" Katrina merasakan kepanikan

Latest chapter

  • Suamiku, Mari Kita Bercerai   135. An Open Chapter

    “Tidak,” jawab Ariana mantap, memotong keheningan. Nicholas menghela napas panjang. "Aku memang berengsek, kan? Setelah apa yang keluargaku lakukan pada ayahmu... aku masih tetap ingin kau bersamaku. Aku tahu itu egois," katanya sembari mengulurkan tangannya, jari-jarinya mengusap lembut rambut Ariana seperti untuk terakhir kalinya. “Aku bahkan terus mencari cara bagaimana memaksamu kembali padaku,” bisiknya, matanya kelam penuh penyesalan. Ariana merasakan kesedihan yang mendalam di balik kata-kata itu. Matanya mulai berkaca-kaca. “Nick…,” dia berusaha menahan dirinya. Seberapa pun dia mencintai pria itu, tetapi rasa sakit dari kebohongan Nicholas masih terlalu sulit untuk diabaikan. Kebohongan yang menghapus semua kebaikan pria itu, setiap momen kehangatan meraka saat bersama terasa seperti kepalsuan. “Maaf,” ucap Nicholas, penuh dengan penyesalan. "Aku minta maaf, dan juga maaf mewakili kakekku. Aku tidak pernah bisa membayangkan rasa sakit yang kau alami,” lanjutnya. Arian

  • Suamiku, Mari Kita Bercerai   134. Past Choices

    Ariana duduk di kursi goyang dekat jendela kamar bayi dengan tenang menyusui Boo dan Bee di lengannya, dengan mata kecil mereka yang terpejam. Namun, di balik tatapan lembutnya, pikiran Ariana dipenuhi kekhawatiran. Di satu sisi, dia merasa lega bahwa kebenaran tentang keluarganya akhirnya terungkap. Di sisi lain, dia sadar, tak peduli seberapa besar kesalahan kakek Henry di masa lalu, pria tua itu tetaplah kakek Nicholas, sosok yang dulu begitu baik dan hangat pada mereka berdua. Ketika dia sedang tenggelam dalam lamunan, pintu kamar perlahan terbuka. Bibi Helen masuk dengan wajah cemas, seolah ingin menyampaikan sesuatu yang berat. Ariana mengangkat kepalanya, tatapannya berubah dari kehangatan seorang ibu menjadi kewaspadaan seorang wanita yang sudah bersiap menghadapi hal-hal buruk. “Ada apa, Bibi?” tanyanya dengan suara pelan, khawatir akan mengganggu bayi-bayinya yang baru saja mulai terlelap. Bibi Helen terdiam sejenak, berusaha mencari kata-kata yang tepat. Matanya menyi

  • Suamiku, Mari Kita Bercerai   133. The Final breath

    Ruangan sidang berubah senyap setelah hakim mengetukkan palu sebagai tanda penutupan sidang. Richard berdiri dengan raut wajah yang berubah-ubah, antara marah, kecewa, dan ketidakpercayaan.Kakek Henry duduk di kursi terdakwa, tidak lagi memancarkan aura kekuasaan yang dulu begitu dikenal. Bahunya merosot, wajahnya pucat seperti kapur, dan matanya menatap kosong ke satu titik di lantai. Dua petugas pengadilan melangkah mendekat dengan langkah tegas dan hormat. Ketika tangan mereka siap menyentuh lengan kakek Henry, pria tua itu merintih pelan. Tiba-tiba, dia mencengkeram dadanya, raut wajahnya berubah penuh kepanikan, napasnya tersengal-sengal seperti seorang pelari maraton yang kehabisan tenaga. Dalam sekejap, tubuhnya yang renta ambruk ke lantai dengan bunyi gedebuk.“Papi!” seru Richard. Dia berlari mendekat. Ruangan yang semula hening berubah gaduh. Para penjaga dan pengacara membelah diri memberi jalan, sementara dua petugas medis yang bersiaga di luar bergegas masuk. Mereka me

  • Suamiku, Mari Kita Bercerai   132. Henry's Last Stand

    Di kantornya, Richard mendalami berkas-berkas banding yang telah diajukan oleh tim hukumnya. Dia baru saja kembali dari pertemuannya dengan kakek Henry di pusat penahanan, dengan secercah harapan bahwa ayahnya akan diizinkan menunggu di rumah hingga sidang resmi digelar beberapa minggu mendatang. Begitu ponselnya berdering, Richard meraih ponselnya, mengenali nada panik di ujung seberang. “Tuan Richard, persidangan tuan Henry dijadwalkan besok pagi,” suara pengacaranya terdengar tegang, kata-katanya terpotong oleh desakan napas. Richard menggenggam ponselnya lebih erat. “Besok pagi? Itu konyol,” geramnya, mencoba menahan ketidakpercayaannya. “Pengadilan mempercepat jadwal sidang. Ini kasus pidana berat. Hakim memutuskan untuk tidak ada penundaan. Tidak ada peluang untuk banding.” Sekali lagi, Richard menghela napas panjang. Di hadapannya, pengaruhnya yang biasanya melampaui jalur hukum, kini terasa kecil dan sia-sia. Hukum berjalan di luar kendalinya. Keesokan harinya… R

  • Suamiku, Mari Kita Bercerai   131.

    Setelah penangkapan kakek Henry Nathan, nenek Eleanor langsung menghubungi Nicholas. Saat Nicholas akhirnya menjawab telepon, suaranya terdengar tenang, namun Eleanor bisa merasakan jarak yang begitu nyata di antara mereka.“Nicholas… kau tahu kakekmu sudah tua. Dia tidak bisa menghabiskan sisa hidupnya di penjara,” suara Eleanor bergetar. “Apa kau benar-benar akan membiarkan ini terjadi? Kau tahu betapa kami selalu mencintaimu.”Nicholas menutup matanya, menggenggam ponselnya erat. Suara neneknya mengingatkannya pada masa kecilnya, saat kedekatan mereka begitu hangat meskipun kakek Henry memperlakukannya dengan keras. Namun, begitu banyak hal kotor dan kejahatan yang disembunyikan selama bertahun-tahun, telah merusak gambaran keluarganya.“Nenek, tapi kali ini, apa yang kakek lakukan adalah pembunuhan berencana. Hukum tidak akan membiarkannya begitu saja,” kata Nicholas.Eleanor mendesah. “Kakekmu tidak mungkin melakukan semua itu… pasti ada kesalahpahaman! Kakekmu bukanlah pembunuh.

  • Suamiku, Mari Kita Bercerai   130.

    Beberapa hari kemudian, Ariana mengemudikan mobilnya dengan semangat menggiring dua mobil polisi masuk ke dalam pekarangan kediaman kakek Henry. Pak sam seperti biasa membukakan pintu untuk Ariana, wajahnya seketika berubah bingung saat melihat rombongan berseragam. Tak menunggu jawaban, seorang petugas maju, memperlihatkan surat perintah dengan sikap formal. “Kami di sini untuk menahan Tuan Henry Nathan atas tuduhan pembunuhan berencana,” ucap petugas itu, suaranya tegas. Di ruang tengah rumah, kakek Henry dan nenek Eleanor, yang mendengar keributan, segera keluar. Ekspresi mereka menegang melihat petugas yang memenuhi ruang tamu. Henry tampak terkejut, sementara Eleanor berdiri kaku di sampingnya, matanya tak bisa lepas dari sosok Ariana yang berdiri di belakang para petugas dengan pandangan tenang namun dingin. “Apa ini?” tanya Henry dengan nada marah yang berusaha ditahan. Petugas itu melangkah lebih dekat ke Henry, memperlihatkan surat penahanan. "Anda ditahan atas dugaan pem

  • Suamiku, Mari Kita Bercerai   129.

    Ariana melangkah keluar dari mobilnya dengan anggun, pandangannya menyapu bangunan megah di hadapannya—rumah Kakek Henry. Meski dia datang sendiri, dia sudah mempersiapkan segalanya. Dia tidak akan gentar.Pak Sam segera menghampiri dan membuka pintu untuknya. Tanpa berkata-kata, dia mengantar Ariana ke ruangan pribadi Kakek Henry. Di balik meja kayu besar, duduklah Kakek Henry, wajahnya tanpa ekspresi, namun sorot matanya dingin.“Kudengar kalian sudah memiliki dua anak,” kata kakek Henry memulai percakapan dengan nada yang tak ramah.Ariana tetap tenang, “Benar, Kakek. Mungkin suatu hari nanti, Kakek ingin bertemu dengan mereka?” tawarnya dengan senyum tipis. “Mereka akan senang bertemu kakek buyutnya.”Henry mengangkat alisnya, dan mendengus pelan. “Apakah Nicholas tahu kedatanganmu ke sini?”"Tidak," jawab Ariana, "tapi dia mungkin akan segera tahu."Henry menyipitkan matanya, lalu dengan tajam bertanya, "apakah kau datang untuk membujukku berbaikan dengan berandalan itu?"Ariana

  • Suamiku, Mari Kita Bercerai   128.

    Keesokan paginya Ariana melangkah keluar dari lobi hotel dengan langkah cepat, Boo dan Bee tertidur lelap di stroller. Setelah malam yang panjang di hotel, pikirannya sudah mulai tenang. Pagi ini, dia baru saja menghubungi agen properti untuk melihat sebuah apartemen yang terletak di pinggiran kota, tempat yang menurutnya akan cocok untuk mereka bertiga. Dia berjalan menuju parkiran basement dengan rencana yang jelas di benaknya, tetapi ketika memasuki area parkir yang sepi, Ariana terhenti. Di sana, berdiri Nicholas. Sosoknya tampak tegap, mengenakan kemeja gelap yang semakin menunjukkan keseriusan situasinya. Dia berdiri di depan mobilnya, seolah telah menunggu cukup lama. Ariana merasakan jantungnya berdebar kencang. Tangannya erat menggenggam dorongan stroller. Dia tidak mengira Nicholas akan menemukannya secepat ini. Tatapan mereka bertemu, dan ada campuran kekhawatiran serta ketegasan di mata Nicholas yang membuat hatinya semakin kacau."Aku tahu, kau marah dan mungkin sangat

  • Suamiku, Mari Kita Bercerai   127.

    “Aku tidak akan menyangkalnya, apa yang kau pikirkan benar,” ucap Nicholas dengan tenang setelah menghela napas. Matanya menatap lurus ke arah Ariana yang berdiri di depannya, terpaku. Ariana membeku sesaat, kedua matanya mengerjap seakan mencoba mencerna apa yang baru saja didengarnya. “Apa?” desisnya, suaranya nyaris tak terdengar, penuh emosi. “Maaf, aku sudah menyimpannya darimu,” lanjut Nicholas, nadanya tetap tenang namun dengan penyesalan di ujung kalimatnya. Ariana menelan ludah, matanya berkilat dengan kemarahan. “Apakah pria bernama Dell Amin itu… ayahku?” tanyanya, meskipun di dalam hati, dia sudah tahu jawabannya. “Ya, dia ayahmu,” jawab Nicholas, suaranya tetap rendah, sebuah pengakuan yang sudah lama dia simpan. Ariana menarik napas dalam-dalam, tangannya gemetar saat mendengar konfirmasi dari Nicholas. “Dan kakekmu yang membuatku kehilangan keluargaku,” lanjutnya, suaranya pecah oleh kemarahan yang tertahan. “Kau menyembunyikan ini demi keluargamu?” Nicholas mena

DMCA.com Protection Status